Obrolan kami terhenti. Dari dalam tas tangan milik Listi, dering telepon menghentikan pembicaraan kami. Aku tak tahu siapa yang menelepon Listi. Pastinya bukan dari seorang pria. Ia menyapa si penelepon dengan kata, siapa ini.
Aku pun tak memperhatikan Listi. Mata ku mengarah kepada satu keluarga yang baru masuk. Pasangan suami istri dengan seorang putranya, kuterka masih balita. Si istri dengan jins dan jaket menyedot perhatian ku. Bibirnya merah merona, bola matanya memakai kontak lensa berwarna biru gelap. Posturnya tinggi dan, hmm, bagian depan jaketnya di buka. Baju kaos dengan kerah rendah se dada menambah indahnya tubuh di bagian itu, dengan dada yang sangat porprosional dengan tubuhnya.
“Prakk..” tangan Listi menjitak kepala ku. “Ntar mata mu terkilir,” katanya. Siapa sih yang nelpon mu, lama kali. Aku juga gak tahu, kata Listi. Tapi, Listi menceritakan, si peneleponnya minta bertemu dengannya malam ini di hotel G.
Kau temani aku ya. Ngapain ke sana, urusan apa, selidik ku. Dia hanya ingin ketemu, aku gak tahu. Okelah, aku temanin.
Setibanya di lobi hotel G. Aku dan Listi disambut seorang perempuan. Ia memperkenalkan namanya, Anna. “Tante Anna, ini temanku, namanya Aby,” Listi menatapku. Kusambut uluran tangan Anna. “Aby,” ucapku. “Anna,” sebutnya.
Lalu Anna meminta duduk di lobi, dia beralasan ingin ngobrol pribadi dengan Listi. Kuturuti saja. Mereka bicara tak lebih dari dua menit, selanjutnya menuju kursi di tempat seorang pria berkemeja putih motif liris dengan dasar coklat muda. Badannya bongsor, postur mirip para bos di beberapa instansi pemerintah.
Mereka terlibat pembicaraan serius beberapa waktu. Itu membuatku jengkel. Ingin aku meng-sms Listi, tapi sial, pulsa lagi tidak ada.
Listi menatapku, lalu memalingkan wajahnya ke Anna. Listi dan si pria bongsor itu meninggalkan lobi, menuju lift. Sehilangnya tubuh kedua dari dalam lift, Anna menghampiri ku.
Sorry, ya dik, bikin kamu menungggu. Hanya senyum yang bisa ku lakukan membalas kalimat Anna. Temannya Listi, bukan pacarnya kan ? Senyumku kembali mengembang di wajah ku yang tak ganteng ini.
Mereka ke mana, tante, balasku. Biasalah kata, Anna lalu menyalakan rokok. Ooo. Kalau begitu saya pamit dulu tante. Mulai ngantuk. Ku mau pulang apa gak nunggu temanmu, palingan mereka dua jam kok di atas.
“Sialan si Listi. Aku jadi satpamnya malam ini,” batinku.
Kita ngobrol di bar aja, yuk. Tawaran Anna sangat berat aku tolak. Bukan karena kesal sama Listi. Tapi, karena Anna terus memberikan gerak tubuh bikin aku penasaran, apa maunya.
Kutaksir, Anna umurnya masih sekitaran 41 tahun, rambutnya pendek, posturnya 153 centimeter. Kulitnya sawo matang. Dengan ciri seperti itu, dia bukanlah perempuan yang menarik.
Malam ini, tante Anna memberikan magnet yang membuat aku tak ingin meninggalkannya. Ia mengenakan blazer krim dipadu dengan blus merah jambu, bawahannya ia memakai rok selutut dengan telapak kaki dibaluk sepatu ber hak.
Entah kenapa, aku begitu tertarik dengan wanita yang rapi, apalagi yang mengenakan seragam kantoran.
Tak dinyana, Anna langsung mengapit tanganku di bawah ketiaknya. Tentu saja, kulit depan jemariku tak bisa menghindar dari tumpukan daging di dadanya. Lembut, seakan ia tak mengenakan bra.
Memasuki ruang bar juga satu ruangan dengan live music. Kami disambut dengan alunan musik romantis dari album Celine Dion.
Anna melepas tangan ku dan memberi isyarat kursi di pojok sebelah kiri pintu masuk. Dia menuju meja bartender, lalu menuju meja telah aku duduki.
Anna tak langsung duduk, dia menanggalkan blazernya. Dan gerak bibirnya mengikuti sair lagu celine dion yang dilantunkan penyanyi live music di tengah ruangan ini.
Huh…, suara Anna itu melesit dari bibirnya yang telah disuguhi rokok.
Seorang pramuria mendekati kami dan menyuguhkan dua gelas koktail. “Aby sudah makan. Mau pesan makanan apa,” tanya Anna. “Udah tante, masih kenyang,” jawabku.
Dengan gerakkan tangan, pramuria berkaos dengan kerah seperti dirobek, dipadu dengan rok merah sebatas paha, meninggalkan meja kami. “Jangan panggil, tante. Kesannya negatif banget. Panggil Anna aja, cukup,” mintanya.
***
Koktail di gelas kami nyaris habis. Irama musik dari mellow berganti dengan house. Anna menarik tanganku, dan mendekatkan wajahnya pada. Bibirnya menyentuh daun telinga ku. Dengan berbisik, ia minta aku menemaninya menuju panggung live. Di sana, telah ramai beberapa pasangan, bergaya triping.
Ajakan ini tentu tidak kutolak. Kurangkul pinggangnya, dan cha-cha bersama. Kurang dari lima menit, Anna meminta kembali ke kursi. Belum sempat pantatku duduk di kursi. “Aby, kita ke kamar aja, yuk. Udah ngantuk nih,” ajak Anna.
Gerakkan tubuh Anna mulai tak seimbang, ia sudah dipengaruhi alkohol. Kurangkul pinggangnya menuju lift. Di dalam lift, ia memelukku, dan mengecup leherku.
Anna sudah dalam kondisi antara sadar dan tidak. Begitu tiba di kamar, ia langsung membaringkan tubuhnya dengan posisi telentang. Bibirnya mengeracau. Aku hanya memandangi sosok perempuan di depan ku. Ingin aku menyetubuhinya. Mengisap putingnya, menjilati lehernya dan melucuti pakaiannya.
Akh, aku belum pernah melakukan itu. Bahkan dengan mantan pacarku.
Aku menuju kamar mandi, merendam diri dalam bathup. Handphoneku berdering. Aku keluar bathup dalam keadaan polos, menuju sisi tempat tidur tempat handphoneku.
Kulihat, Listi yang menelepon. “Aby kamu masih sama tante Anna, kan . Met bersenang-senang ya. Eh, ntar jam 8 kita pulang bareng lagi ya,” kata Listi tanpa menunggu ucapan ku.
Huh…sial. Kau yang enakan di sana, aku di sini.
Mata ku kembali tertuju kepada Anna. Posisinya tetap telentang. Kudekati dan kubisiki dia agar mau mandi. Anna hanya memelas, dan menarik kepalaku. Matanya terbuka, dan melihat ku bugil Anna tersenyum lalu, membenamkan kepalaku ke dadanya.
“Puaskan aku sayang…”
Rada gemetaran, tanganku melepaskan kancing yang masih mengait di blusnya. Wah, mode bra yang dikenakan Anna menambah nafsuku. Aksi memploroti kini pada roknya. Lagi, lagi undearwer yang dikenakan makin memacu birahiku.
Dengan kebaranian nafsu dan fantasi di kelapa ku. Aku mulai menjilati lutut hingga leher Anna. Ia mengelincak, gerakkan tubuhnya menandakan kenikmatan mulai meresapinya. Jilatan terus kugencarkan di dadanya, bra kubuka, putinyanya kukulum dan kugigit ujungnya.
Anna, berteriak kecil, menarik rambutku, dan terus mericau memohon disetubuh. Selagi bibirku bermain di payudaranya, berukuran 34, tangan kananku menyelip di balik undearwer bawahnya.
Memasuki areal vaginanya, jemariku menyentuh bulu-bulu, sepertinya terawat. Jari tengahku merambat masuk di bibir klistornya. Anna mengangkat pantatnya.
Lendiran dari vagina makin banyak. Dengan mengangkat kepala ku, Anna meminta vaginanya dijilati. Aku tak mempedulikannya, bibirku langsung menyerang bibirnya. Gigitan kecil kulakukan di ujung bibirnya. Jilatanku kutarik dari bibirnya, leher, kulut dada, payudaranya.
Jilatanku terhenti di pusarnya, dan merambat turun ke vaginanya. Anna menjerit kecil, jeritannya disertai muncratan lendir dari dalam. Kusadari, Anna sudah mencapai orgasme awalnya.
Kontol ku yang menegang dan andrenalin birahiku sudah memuncak. Langsung kukerahkan tenaga dengan lesatan kontol ku dalam vaginanya. Anna tersentak. Tubuhnya terangkat, ia hanya terkejut sesaat.
Tersenyum dan merangecup bibirku. Kurasakan Anna mulai menggoyang pinggulnya. “Kontolmu panjang sayang. Aku suka,” katanya. Aku terus memompa vagina Anna. Ricauannya Anna makin menjadi, ia meremas payudaranya sendiri dan menggigit bibirnya.
Pompaanku makin lama makin mengendur. Kontolku terasa berdenyut-denyut. Eranganku tertahan. Anna, dengan cepatan mendorongku, hingga kontolku terlepas.
“Tarik nafas dan tahan, Aby…tahan.” Anna merintahku. “Ayo lakukan lagi, aku gak ingin kamu orgasme dulu,” pintanya. Saran Anna ternyata benar. Denyutan di kontolku mulai berkurang, kurasakan aliran sperma kembali masuk ke dalam kantong kontolku.
Kunyalakan rokok, Anna tersenyum melihat aksiku. Kudekati dia, dan memintanya bergaya doggystyle. “Kamu tahu aja,” Anna tersenyum meraih kontolku. Dikecupnya dan dijilatnya lendiran miliknya di kepala kontolku.
Anna turun dari kasur, dan mengambil sikap diggystyle. Dengan pelan, kumendorong kontolku. Bles…kubiarkan beberapa detik hingga Anna memalingkan wajahnya ke belakang. Dia tersenyum, tangannya mencubit paha ku. “Kamu nakal, bisa aja bikin orang nikmat,” katanya.
Pompaan kontolku tidak bertahan lama, Anna terus memintaku bertahan. “Sayang, tahan. Kita sama-sama, pintanya…,akh..terus sayang..oh…hhhh.” Anna merebahkan tubuhnya, aku pun turut merebahkan tubuhku di atas tubuhnya, dengan posisi telungkup.
Kelelahan yang baru saja kami gapai, membuat kami terlupa dan tertidur.
Bersambung . . . .
Komentar
0 Komentar untuk "Kenangan masa kuliah - 2"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.