Memang Pakde Harno tak terlalu menguasai komputer, kalau install program sebenarnya dia bisa, tapi ya itu, kalau program yang benar dan sesuai, tinggal klik, next, klik, next, finish. Kalau program – program yang seperti ia minta Farid installin memang ia tak paham. Maklum program bajakan. Pakde nggak paham memakai cracknya. Takut salah katanya. Padahal sih tinggal copy exe.nya ke directorynya atau masukin patchnya sesuai direktori installnya. Ya sudahlah Farid sih senang saja membantu Pakdenya yang sudah baik padanya. Dia sendiri juga tak begitu paham program – program yang Pakdenya minta install, lebih ke program buat mesin dan perhitungan yang rumit. Belum ia pelajari di kuliahnya. Akhirnya Pakde dan Farid kelar sarapan dan segera berangkat.
Di kampus Farid sama sekali tak konsentrasi. Pikirannya terlalu penuh bayangan mesum. Setelah jam pertama selesai, ia memutuskan bolos saja mata kuliah selanjutnya nitip absent saja. Mau pulang nggak enak, masih pagi, ya sudah ia kini asik nongkrong di kios – kios dekat kampusnya. Mengobrol sama beberapa anak jurusan lain yang ia kenal. Biasalah, mengobrol ngalor – ngidul sambil merokok bareng, Farid memesan kopi susu. Menawarkan kepada yang lain, yang dengan tanpa sungkan menerima. Ya, betapa rokok dan minuman ringan dapat menjadi media yang menjembati dan menghasilkan persahabatan. Sekitar jam 12 kurang, matanya menangkap sosok cantik yang sudah lama ia suka. Kakak seniornya, Yuni, anak hukum tingkat 4. Sudah beberapa kali Farid mencuri kesempatan mengajak bicara. Awalnya kaku, tapi karena Farid cukup luwes dan juga muka badak, akhirnya mulai akrab. Juga mendapat nomor HP-nya, sesekali Farid kirim SMS. Tapi Farid tetap waspada, selalu berusaha mengajak ngobrol kalau Yuni sedang sendiri. Bukan apa, takut anak hukum pada ngamuk, biar gimana kan dia sudah menjamah lahan dan propertinya anak hukum, bisa dituntut pasal berlapis, pidana dan perdata. Nah itu Yuni sedang foto copy. Farid permisi sebentar sama anak – anak, bilang ke si Joe yang punya warung, nanti dia bayar,nanti dia balik lagi. Farid melangkah dengan pasti, melirik dulu ke sekeliling, takut ada anak senior dari hukum, oke tampaknya aman.
”Hei Yun..”
”Eh...kamu Rid, nggak masuk ?”
”Sudah tadi, tapi mendadak bosan, ya sudah titip absent saja.”
”Dasar..entar ketinggalan lho.”
”Hehehe. Lagi apa Yun..?”
”Oh ini, aku lagi fotocopy bahan kuliah, minjam di perpus.”
”Oh gitu, kamu nggak ada kuliah..?”
”Ada sih, nanti jam 1, Hari ini cuma satu saja, jam berikutnya malas, habis yang masuk asisten dosen doang. Nanggung sih benarnya.”
Farid masih asik mengobrol, akhirnya fotocopyan Yuni selesai, ia membayarnya. Maksudnya Yuni yang bayar, bukan Farid dong hehehe. Farid melirik jam duabelas seperapat, nekad sajalah...
”Yun..eh..sudah makan belum ? Eh anu..kalau belum, mau nggak sekalian sama aku. Aku traktir deh, makan bakso saja di pengkolan, mau nggak..?”
”Duh..gimana ya, aku sebenarnya mau balikkin buku lagi ke perpust...eh tapi enak juga nih kalau ditraktir. Ya sudah deh.”
”Nah gitu dong. Kamu tunggu sebentar ya. Aku ambil motorku dulu.”
Farid bergerak cepat, kembali ke warung minuman, membayarnya, sekalian pamit sama anak – anak, ada bisnis katanya. Anak – anak yang sempat melihat Farid mengajak Yuni mengobrol di kejauhan, hanya memberi semangat sambil bertoast ria dengannya. Iyalah anak kuliahan juga norak, kalau temannya ada yang usaha dekati anak senior, mereka juga ikut senanglah. Setelah beres, Farid ke parkiran. Tak sampai 4 menit ia sudah membonceng Yuni ke warung bakso. Nggak terlalu jauh juga tak terlalu dekat sih, tapi sangat enak dan murah, sering dikunjungi anak – anak kuliahan. Agak ramai siang ini, karena pas jam makan siang, setelah menunggu, akhirnya mereka berdua sudah asik menikmati pesanannya. Farid makan dengan grogi, ya pastilah...nggak nyangka bisa ngajak Yuni. Mereka makan sambil mengobrol. Ngalor ngidul yang penting ngobrol. Sudah kelar Farid membayar dan mengantarkan Yuni kembali. Berhenti sedikit jauh dari gerbang kampus...
”Kok di sini berhentinya Rid..”
”Eh..sori Yun, nggak enak sama angkatan kamu, ngerti kan..”
”Iya juga sih hehehe....ya sudah..makasih ya Rid sudah ditraktir.”
”Bukan apa – apa kok, cuma bakso. Ya sudah aku permisi, selamat kuliah ya.”
Yuni tersenyum, Farid segera melaju, hatinya senang sekali. Nyengir terus sepanjang perjalanan pulang, hampir keserempet angkot...kebanyakan nyengir sih. Tak lama ia sampai ke rumah, jam 1 lewat dikit. Sepi pikirnya, saat mengetok pintu. Diketoknya pintu, tak ada sahutan...sekali lagi, juga sama. Dia mengeluarkan kunci serep jatahnya dari tas, membuka pintu sambil berusaha menelepon HP budenya. Tak lama budenya menyahut, minta maaf lupa SMS Farid. Katanya dia, ibunya, sama mbak Sinta lagi jalan – jalan ke pasar klewer sebentar. Suami mbak Sinta minta dibelikan baju batik buat kerja. Ya sudahlah...Farid mengucapkan salam, mematikan HP. Ia lalu menutup pintu, menguncinya. Setelah ganti baju dan bersih – bersih, ia masuk ke ruang kerja. Ya, mendingan juga browsing. Farid dengan sangat berkonsentrasi asik membuka situs – situs porno kesayangannya, mengamati dengan berdebar model – model yang bertetek besar, bikin ngaceng saja pikirnya...dasar si Farid, kalau ngelihat situs porno ya ngacenglah, kalau mau ketawa ya lihat situs humor hehehe. Jam 3 lewat, karena sudah terlalu pusing dan terlalu keras anunya, Farid mematikan komputer, tak lupa menghapus tracknya. Masuk ke kamar rebah – rebahan. Ia pun tertidur. Rasanya belum lama ia tertidur, bahunya serasa ada yang menggoncang – goncang...duh ganggu saja pikirnya, ia membuka mata. Ibunya, sudah memakai daster, rupanya sudah pulang.
”Hei...bangun dulu sana. Tuh ibu belikan makanan. Kamu belum makan ya ? Kasihan...maaf deh, habis ibu keasikan jalan. Yuk bangun dulu, sekalian temani ibu makan.”
”I..iya bu, bentar, masih ngantuk. Ibu duluan deh. Farid cuci muka dulu.”
”Ya sudah. Cepat ya...”
Tak lama Farid sudah di meja makan. Ibunya membuka bungkusan makanan yang dia beli. Mereka pun mulai makan.
”Bude ke mana Bu...?”
”Tidur..kecapekan katanya.”
”Oh...tadi ke mana saja...?”
”Oh itu...mbakmu Sinta minta diantarin nyari kemeja batik buat suaminya, ya sudah sekalian sajalah, ibu tadi lihat – lihat, sayang tak ada yang bagus buatmu.”
”Nggak bagus apa kemahalan bu hehehe...”
”Hush...kamu ini.”
”Ayah belum telepon bu...?”
”Belum,mungkin repot. Biar nanti ibu yang telepon. Kamu ingatkan ya, takut ibu lupa.”
Setelah makan, Farid membawa piring dan mencucinya. Ibunya duduk di sofa, menyalakan TV. Hobi banget sih nonton acara gosip. Padahal mah itu kebanyakan setingan selebritis saja, buat mengatrol popularitas. 80% seperti itu, yang benarnya cuma 20% saja. Paling malas Farid nonton acara kayak gitu, nggak mutu dan nggak ada manfaatnya pikirnya. Yang untung cuma si seleb saja. Tapi karena saat itu tak ada kerjaan, juga mau tidur lagi tanggung, ia duduk menemani ibunya. Sesekali menyahut menjawab ibunya yang mengomentari berita yang ada. Emangnya gue pikirin pikir Farid, mengenai seleb yang mencalonkan diri jadi bupati. Gila saja yang nyalonin apalagi milih pikir Farid. Akhirnya setelah beberapa berita yang penuh balutan kebohongan, acara selesai. Ibunya menanyakan apakah Farid mau terus nonton, Farid menggeleng, bilang mau ke ruang kerja main internet. Ibunya mematikan TV.
”Ya sudah, jangan sampai terlalu sore main komputernya. Duh sudah sore gini tapi tetap panas. Gerah sekali sih, ya sudah ibu sekalian mandi saja dulu baru istirahat. Kamu tolong kunci pintu rumah dulu ya sebelum main komputer.”
Farid mengunci pintu, lalu menyusul masuk kamar, sengaja tak menutup pintu. Ibunya yang sedang mengambil baju di lemari melihatnya sambil bertanya.
”Lho, katanya kamu mau internetan Rid..?”
”Iya...ini mau ambil USB dulu, ada data yang mau Farid lihat.”
”Oh gitu...wislah...ndak paham ibu.”
Ibunya segera mengambil baju dalam salin, lalu masuk dan menutup pintu kamar mandi. Farid buru – buru menuju pintu kamarnya, pura – pura menutup pintu itu, suaranya sengaja ia keraskan, cukup untuk membuat yakin ibunya kalau ia sudah keluar dari kamar. Ketika pintu kamarnya tertutup, secepat kilat ia mengendap menuju pintu. Ia sudah yakin, ibunya tak bakalan keluar lagi, toh semuanya sudah dibawa ibunya ke kamar mandi. Dengan cepat matanya sudah menempel di lobang yang ia buat itu. Nampak ibunya masih berdiri di kamar mandi, memutar keran air, mungkin menunggu airnya agak banyak. Agak menyamping posisinya. Tak lama ibunya menatap kembali bak mandi lalu mulai bergerak....
Jantung Farid mulai berdetak lebih cepat dari seharusnya, ibunya mulai memegang bagian bawah dasternya, mengangkatnya sedikit, nampak pahanya yang putih mulus, lalu angkat lagi, tampak CD putih yang tebal, lalu perutnya yang rata, lagi...wowww....teteknya yang besar bergantungan dengan indah sekali, kont01 Farid langsung tanpa malu – malu segera mengeras. Teteknya sangat besar dan sekal, masih tinggi, pentilnya coklat dan besar. Mata Farid tak lepas menatap ke tubuh ibunya. Tangan ibunya mulai terangkat, melepaskan daster melewati lehernya, astaga...keteknya sama kayak bude, lebat juga, Farid meneguk ludahnya. Perlahan Farid menurunkan celananya. Walau sedang sangat keras...tapi Farid masih berlogika, ia mengambil kaos kotornya, meletakkan dekat kakinya, buat tatakan nanti. Tangannya mulai mengocok batang kont01nya. Di dalam kamar mandi, ibunya mulai menurunkan CD putihnya...gila...tebal sekali m3mek ibunya, rimbunan hitam nan lebat makin menambah pesona keindahannya. Kocokan Farid makin cepat.
Di dalam ibunya nampak memegang sebentar teteknya, membuat tetek besar itu berguncang. Mungkin melihat apakah ada kotoran yang menempel, sambil nunggu air bak penuh. Ibunya bergerak lagi, mengambil sikat gigi dan menaruh odol. Sesaat kemudian ia mulai menyikat giginya, gerakannya secara otomatis membuat teteknya yang besar itu bergoyang dengan sangat nafsuin. Farid tak melepaskan pandangannya. Akhirnya ibunya kelar menggosok giginya. Tak lama ia mulai mengambil gayung, menyiramkan air ke tubuhnya. Ibunya lalu mengambil sabun, mulai mengusapkannya, di daerah teteknya, kini teteknya nampak mengkilap, licin dan bersabun, makin menambah pesonanya di mata Farid. Farid mengurut – ngurut kont01nya, jantungnya berdebar keras. Nampak ibunya memijat dan menyabuni pentilnya, membuatnya makin mancung saja. Sangat erotis sekali melihat gunung kembar itu bergoyang dan bergerak lincah saat disabuni, licin seperti belut yang mau ditangkap. Lalu ibunya mulai menyabuni pangkal lengannya, bulu keteknya nampak berbuih karena sabun, Farid meneguk ludahnya, terangsang berat dia. Setelah itu ibunya mulai menyabuni bagian perutnya yang rata, lalu punggungnya. Setelah kelar dengan bagian atas, ibunya mulai menyabuni daerah selangkangannya, jembutnya seakan menggumpal karena buih busa sabun, tangannya mulai menyabuni belahan m3meknya sampai ke lobang pantatnya, mata Farid menangkap, daerah belahan pantatnya nampak ditumbuhi jembut yang halus. Farid makin asik saja mengocok kont01nya, sekali – kali ia mengelus kepala kont01nya. Saat ibunya menyabuni kakinya, ia mengangkat satu kakinya bergantian, meletakkannya di pinggiran bak. Farid mengocok kont01nya sangat kuat saat ia menyaksikan belahan m3mek ibunya yang kini mengangkang lebar, memperlihatkan lobang m3mek yang kemerahan bercampur buih sabun, sungguh membuat nafsunya naik ke ubun – ubun. Sangat cepat ia mengocok kont01nya, sesat ia merasakan denyut nikmat menjalar di batang kont01nya, dengan cepat ia mengambil kaos kotornya, menaruhnya di kepala kont01nya...pejunya segera muncrat tak tertahankan. Farid diam sebentar, kont01nya masih tegang, ia masih terus mengintip, menyaksikan ibunya mulai menyiram kembali tubuhnya, seluruh tubuhnya nampak berkilat oleh air, menambah tinggi sensualitasnya. Namun Farid juga paham, walau tak rela tapi sudah waktunya ia cabut. Dengan cepat ia menaikkan celana pendeknya, mengambil kaos bekasnya, menjejalkannya di belakang lemari. Perlahan sekali ia membuka pintu kamarnya, lalu menutupnya kembali dengan perlahan.
Sesampainya di ruang kerja, ia tak menyalakan komputer, hanya duduk saja, jantungnya masih berdebar. Baru kali ini ia melihat tubuh telanjang ibunya, dan sangat – sangat mengguncangnya, tubuh ibunya sangat seksi sekali, tak menampakkan usianya yang sudah 39. Bahkan Farid berani membandingkan dengan budenya, tampaknya keduanya sama – sama menawan. Beda – beda tipislah. Pesona wanita dewasa yang sudah matang yang sangat memabukkan. Kalau awalnya ia hanya terobsesi melihat tuuh telanjang iunya, kini di otaknya mulai timbul pemikiran liar lainnya, yang ia sendiri tahu, bahwa pemikiran ini amat sangat tak mungkin ia lakukan. Mengintip adalah satu hal, tapi kalau lebih lagi, itu mustahil pikirnya. Bisa habis ia dimaki ibunya. Lama Farid melamun jorok, akhirnya jam 5 lewat ia keluar, budenya sudah bangun, sedang menonton TV, Farid menegurnya berbasa – basi. Ia masuk kamarnya. Nampak ibunya sedang tidur, menghadap tembok, istirahat. Farid memperhatikan sebentar, lalu ia mengambil kaos bekasnya tadi, membawanya ke kamar mandi, mau ia bilas sekalian mandi.
Bersambung . . .
Komentar
0 Komentar untuk "Biar lambat asal nikmat - 2"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.