Tampilkan postingan dengan label Pesta Seks. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pesta Seks. Tampilkan semua postingan

Kenangan masa kuliah - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Kamis di bulan, April 1998. Hujan tak juga reda. Aku gelisah berharap hujan segera reda. Hari ini akhir dari ujian semester ku. Gelar sarjana sosial terus membayangi diri ku di tahun ini.

Para pembaca, kenalan diriku. Aby. Singkat saja nama kusebut. Agar menghindari rasa marah dan benci dari mereka yang pernah bergelut dan berpeluh keringat di kos-kosanku.

Orang tua dulu, bilang, kalau mau meminta hujan carilah kodok. Aku pun bingung bilang mau meminta hujan reda, apakah harus membunuh kodok.

Nada pesan singkat membuyarkan lamunan dalam harapan kepada hujan agar reda. “Kau mau wisuda tidak. 15 menit lagi waktu tersisa untuk mata kuliah akhir.” Begitu isi pesan singkat yang kubaca dari hape merek Nokia butut milik. Si pengirim adalah, Listi. Dia temen satu kabupaten dengan ku yang kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta tak terkenal di Kota Medan .

“Aku terjebak hujan di kos.” Balasan sms ku tak sampai. Ternyata pulsa di handphone sudah habis. “Sial, mana duit gak ada lagi,” aku membatin.

“Persetanlah. Gak jadi wisuda gak apalah.” Aku pun merebahkan diri di kasur kusam yang sudah melar. Hujan makin deras. Halilintar memecah kota ini. Aku mengutuk hari ini, memaki dan mengumpat dengan teriakan tak mampu menandingi suara gemuruh. Aku pun lelah berteriak. Hingga terpejam dan terlelap.

Entah berapa lama aku tertidur hingga suara ketukkan di kamar kos, membangunkanku. “Siapa…” teriaku dari dalam. Ku berdiri dan mencari saklar lampu kamar. Ternyata sudah malam.

“Aku, Listi,” balas si pengetuk pintu kamarku. “Bentar…,” kata ku lalu mengarah pintu. Listi, dia adalah remaja yang biasa saja. Tingginya 158 centimeter. Rambut ikal panjang sebahu, wajah oval dan memiliki tahi lalat di bibir bawahnya. Berat badannya tidak lebih dari 50 kilogram, dengan ukuran baju medium dan pinggang 28. Soal bra, setahu ukurannya 34.

Hal yang bikin aku penasaran terhadapnya. Ia mahasiswi yang tergolong tak punya masalah soal keuangan. Setahuku dari informasi teman-teman di kampus, orang tua Listi hanya pegawai negeri golongan dua. Tentu, gajinya tidak akan cukup membiaya Listi dan empat adiknya.

Gosip akan Listi menjadi buah bibir di kalangan kampus, khususnya yang seangkatan dengan kami. “Listi, ayam kampus. Dia peliaraannya pengusaha Malaysia .” Begitulah gosip akan Listi.

Keakraban ku dengan Listi terjalin saat pulang ke kampung. Kami bertemu di kereta api. Semalaman suntuk aku dan dia asik bercengkrama di restorasi. Bercerita masa kecil hingga kelak, setamat kuliah.

“Kenapa gak ke kampus. Emang udah gak mau sarjana. Mana janjimu yang akan selesai tahun ini.” Listi mengomel dan mengumpat atas ketidakhadiran ku mengikuti mata ujian akhir.

Aku diam, tak menjawab. Hanya menyalakan rokok dan menguk air putih dalam botol aqua. “Nih ngoceh aja,” kata ku sembari menawarinya rokok. “Jawab dulu pertanyaanku,” katanya.

“Apa kau gak tahu tadi hujan lebat.” Listi menepis alasan itu. “Kau kan bisa pakai jas hujan ke kampus. Dasar malas mu aja yang dituruti,” umpatnya. Aku tak ingin memperpanjang perdebatan dengannya. “Sudahlah, besok aku ke kampus jumpai bu Habibi minta ujian susulan,” jawab ku dengan nada suara pasrah.

Bu Habibi, dosen bahasa Inggris yang dikenal raja tega. Jarang mahasiswa-mahasiswi mendapatkan nilai B. Paling banter memperoleh nilai C alias Cukup. Bu Habibi juga dikenal mata duitan. Bagi yang ingin ujian susulan maka tarifnya akan dinaikkan.

“Lis, kau naik apa kemari,” tanyaku. “Aku diantarin teman. Nanti aku minta dirimu mengantar aku pulang ke kos ya,” katanya. Aku tak ingin menyelidiki siapa yang mengantarnya. Amat sering kami lihat Listi dijemput dengan kendaraan roda empat, produksi Jerman dan Inggris.

Ok, asal kamu traktirin aku makan. “Emang gak punya uang,” balasnya. “Iya, aku lagi bokek nih. Cuma ada 15 ribu di dompet,” jawabku. “Duh…, kasian deh,” ledek Listi. “Ntar aku cuci muka dulu,” jawabku.

Sepeda motor empat tak yang terparkir sejak siang tadi kustater. Yuk berangkat, ajak pada Listi. “Kita makan di KFC, ya. Singgah dulu di ATM, aku mau ambil duit,” katanya.

***

Udara kota ini begitu sejuk. Dingin. Bulan yang mengantung di langit kelam, menjadi pusat indah malam ini.

Usai melakukan transaksi di mesin ATM, Listi kembali naik ke boncenganku. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju restoran siap saji, milik warga abang sam itu.

Aku sengaja mengambil kursi paling pojok. Itu adalah kegemaranku. Dari sini aku bisa memperhatikan siapa saja. Dan melirik wanita yang manis, ayu dan cakep.

Biasanya, etnis cina paling banyak. Wanitanya dengan pakaian minim menjadi santapan mataku. Paha mereka yang mulus, dada yang menyembul dari baju kaos super ketat. Membuat mataku manja dan hayalan untuk melucuti dan bercinta dengan mereka.

Meski terobsesi dengan wanita cina, aku belum begitu berhasrat untuk bercinta dengan mereka. Ya, tentunya dengan wanita etnis cina yang berprofesi sebagai pelacur. Banyak teman yang bilang mereka sangat berkicau saat melakukan making love. Merintih gak karuan.

Dibanding mereka, aku lebih tertarik dengan etnis manggali atau India . Bukan rahasia lagi, di Indonesia semua PSK dari beragam etnis dan ras ada.

“Kenapa, montok payudara cewek itu.” Suara Listi menyudahi tatapan mataku ke arah gadis, kutaksir masih berumur 14 tahun, duduk bersama dua temannya di sisi kanan meja kami. “Ha…ha. Masih tetap montokan payudaramu, Lis,” bisikku padanya. Listi hanya tersenyum dan menundukkan wajahnya ke arah dadanya. “Makasi, pujianmu.”

“Eh, Lis boleh tanya yang pribadi. Tapi kamu jangan marah ya. Karena aku ingin tahu soal,” tak kulanjutkan. Listi melepas sedotan minum dari bibirnya. Matanya melirik tajam ke arahku. Dan mendekatkan wajahnya. “Soal apa. Soal aku yang disebut ayam kampus.”

“Ehem,” suara itu saja keluar dari bibir ku. “Iya, By. Aku ayam kampus. Sama mu aku akan terus terang. Ini kulakukan, ya memang didasari ekonomi. Kau tahu kan, ayahku hanya seorang pegawai rendahan. Jadi, dengan apa yang kulakukan sejak empat tahun ini, demi obsesiku, demi cita-citaku dan untuk meringankan beban orang tuaku. Kalau tidak begini, tentu aku tak bisa menafkahi dan membiaya dua adikku yang kuliah di sini.

Tapi, aku tidak sembarangan, By. Aku hanya menjalin hubungan dan mau diboking oleh mereka yang sudah menikah dan memang hanya menginginkan seks. Tidak lebih. Ya, tak sedikit dari mereka yang mau menjadikan aku simpanan. Tapi kutolak. Itu kulakukan karena aku tidak bodoh. Aku tahu mereka mau jadikan aku simpanan, agar bisa mengikatku, tapi aku tak ingin terikat. Walau imbalan yang mereka tawarankan cukup menggiurkan. Mulai dari rumah, mobil, pekerjaan. Itu kutolak. Aku hanya menyerahkan tubuhku, tidak hatiku.

Kepulan asap rokok dari bibirku, bersamaan dengan kalimat tanya yang kulontarkan pada Listi dengan mimik melucu. “Hatimu buat siapa.” Listi mengerutkan keningnya. Entahlah, By, aku tak punya rasa cinta belum. Yang ada masih uang, uang dan uang. “Pinjamin aku dong,” sambil menelentangkan telapak tanganku ke arahnya.

Listi hanya tersenyum. “Kerja dong,” katanya. Mau kerja apa, Lis. Hari gini ngandalin ijazah SMA. Ya gak laku. Palingan diterima jadi satpam, cleaning service dan sopir.

Bersambung . . .




Kenangan masa kuliah - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Obrolan kami terhenti. Dari dalam tas tangan milik Listi, dering telepon menghentikan pembicaraan kami. Aku tak tahu siapa yang menelepon Listi. Pastinya bukan dari seorang pria. Ia menyapa si penelepon dengan kata, siapa ini.

Aku pun tak memperhatikan Listi. Mata ku mengarah kepada satu keluarga yang baru masuk. Pasangan suami istri dengan seorang putranya, kuterka masih balita. Si istri dengan jins dan jaket menyedot perhatian ku. Bibirnya merah merona, bola matanya memakai kontak lensa berwarna biru gelap. Posturnya tinggi dan, hmm, bagian depan jaketnya di buka. Baju kaos dengan kerah rendah se dada menambah indahnya tubuh di bagian itu, dengan dada yang sangat porprosional dengan tubuhnya.

“Prakk..” tangan Listi menjitak kepala ku. “Ntar mata mu terkilir,” katanya. Siapa sih yang nelpon mu, lama kali. Aku juga gak tahu, kata Listi. Tapi, Listi menceritakan, si peneleponnya minta bertemu dengannya malam ini di hotel G.

Kau temani aku ya. Ngapain ke sana, urusan apa, selidik ku. Dia hanya ingin ketemu, aku gak tahu. Okelah, aku temanin.

Setibanya di lobi hotel G. Aku dan Listi disambut seorang perempuan. Ia memperkenalkan namanya, Anna. “Tante Anna, ini temanku, namanya Aby,” Listi menatapku. Kusambut uluran tangan Anna. “Aby,” ucapku. “Anna,” sebutnya.

Lalu Anna meminta duduk di lobi, dia beralasan ingin ngobrol pribadi dengan Listi. Kuturuti saja. Mereka bicara tak lebih dari dua menit, selanjutnya menuju kursi di tempat seorang pria berkemeja putih motif liris dengan dasar coklat muda. Badannya bongsor, postur mirip para bos di beberapa instansi pemerintah.

Mereka terlibat pembicaraan serius beberapa waktu. Itu membuatku jengkel. Ingin aku meng-sms Listi, tapi sial, pulsa lagi tidak ada.

Listi menatapku, lalu memalingkan wajahnya ke Anna. Listi dan si pria bongsor itu meninggalkan lobi, menuju lift. Sehilangnya tubuh kedua dari dalam lift, Anna menghampiri ku.

Sorry, ya dik, bikin kamu menungggu. Hanya senyum yang bisa ku lakukan membalas kalimat Anna. Temannya Listi, bukan pacarnya kan ? Senyumku kembali mengembang di wajah ku yang tak ganteng ini.

Mereka ke mana, tante, balasku. Biasalah kata, Anna lalu menyalakan rokok. Ooo. Kalau begitu saya pamit dulu tante. Mulai ngantuk. Ku mau pulang apa gak nunggu temanmu, palingan mereka dua jam kok di atas.

“Sialan si Listi. Aku jadi satpamnya malam ini,” batinku.

Kita ngobrol di bar aja, yuk. Tawaran Anna sangat berat aku tolak. Bukan karena kesal sama Listi. Tapi, karena Anna terus memberikan gerak tubuh bikin aku penasaran, apa maunya.

Kutaksir, Anna umurnya masih sekitaran 41 tahun, rambutnya pendek, posturnya 153 centimeter. Kulitnya sawo matang. Dengan ciri seperti itu, dia bukanlah perempuan yang menarik.

Malam ini, tante Anna memberikan magnet yang membuat aku tak ingin meninggalkannya. Ia mengenakan blazer krim dipadu dengan blus merah jambu, bawahannya ia memakai rok selutut dengan telapak kaki dibaluk sepatu ber hak.

Entah kenapa, aku begitu tertarik dengan wanita yang rapi, apalagi yang mengenakan seragam kantoran.

Tak dinyana, Anna langsung mengapit tanganku di bawah ketiaknya. Tentu saja, kulit depan jemariku tak bisa menghindar dari tumpukan daging di dadanya. Lembut, seakan ia tak mengenakan bra.

Memasuki ruang bar juga satu ruangan dengan live music. Kami disambut dengan alunan musik romantis dari album Celine Dion.

Anna melepas tangan ku dan memberi isyarat kursi di pojok sebelah kiri pintu masuk. Dia menuju meja bartender, lalu menuju meja telah aku duduki.

Anna tak langsung duduk, dia menanggalkan blazernya. Dan gerak bibirnya mengikuti sair lagu celine dion yang dilantunkan penyanyi live music di tengah ruangan ini.

Huh…, suara Anna itu melesit dari bibirnya yang telah disuguhi rokok.

Seorang pramuria mendekati kami dan menyuguhkan dua gelas koktail. “Aby sudah makan. Mau pesan makanan apa,” tanya Anna. “Udah tante, masih kenyang,” jawabku.

Dengan gerakkan tangan, pramuria berkaos dengan kerah seperti dirobek, dipadu dengan rok merah sebatas paha, meninggalkan meja kami. “Jangan panggil, tante. Kesannya negatif banget. Panggil Anna aja, cukup,” mintanya.

***

Koktail di gelas kami nyaris habis. Irama musik dari mellow berganti dengan house. Anna menarik tanganku, dan mendekatkan wajahnya pada. Bibirnya menyentuh daun telinga ku. Dengan berbisik, ia minta aku menemaninya menuju panggung live. Di sana, telah ramai beberapa pasangan, bergaya triping.

Ajakan ini tentu tidak kutolak. Kurangkul pinggangnya, dan cha-cha bersama. Kurang dari lima menit, Anna meminta kembali ke kursi. Belum sempat pantatku duduk di kursi. “Aby, kita ke kamar aja, yuk. Udah ngantuk nih,” ajak Anna.

Gerakkan tubuh Anna mulai tak seimbang, ia sudah dipengaruhi alkohol. Kurangkul pinggangnya menuju lift. Di dalam lift, ia memelukku, dan mengecup leherku.

Anna sudah dalam kondisi antara sadar dan tidak. Begitu tiba di kamar, ia langsung membaringkan tubuhnya dengan posisi telentang. Bibirnya mengeracau. Aku hanya memandangi sosok perempuan di depan ku. Ingin aku menyetubuhinya. Mengisap putingnya, menjilati lehernya dan melucuti pakaiannya.

Akh, aku belum pernah melakukan itu. Bahkan dengan mantan pacarku.

Aku menuju kamar mandi, merendam diri dalam bathup. Handphoneku berdering. Aku keluar bathup dalam keadaan polos, menuju sisi tempat tidur tempat handphoneku.

Kulihat, Listi yang menelepon. “Aby kamu masih sama tante Anna, kan . Met bersenang-senang ya. Eh, ntar jam 8 kita pulang bareng lagi ya,” kata Listi tanpa menunggu ucapan ku.

Huh…sial. Kau yang enakan di sana, aku di sini.

Mata ku kembali tertuju kepada Anna. Posisinya tetap telentang. Kudekati dan kubisiki dia agar mau mandi. Anna hanya memelas, dan menarik kepalaku. Matanya terbuka, dan melihat ku bugil Anna tersenyum lalu, membenamkan kepalaku ke dadanya.

“Puaskan aku sayang…”

Rada gemetaran, tanganku melepaskan kancing yang masih mengait di blusnya. Wah, mode bra yang dikenakan Anna menambah nafsuku. Aksi memploroti kini pada roknya. Lagi, lagi undearwer yang dikenakan makin memacu birahiku.

Dengan kebaranian nafsu dan fantasi di kelapa ku. Aku mulai menjilati lutut hingga leher Anna. Ia mengelincak, gerakkan tubuhnya menandakan kenikmatan mulai meresapinya. Jilatan terus kugencarkan di dadanya, bra kubuka, putinyanya kukulum dan kugigit ujungnya.

Anna, berteriak kecil, menarik rambutku, dan terus mericau memohon disetubuh. Selagi bibirku bermain di payudaranya, berukuran 34, tangan kananku menyelip di balik undearwer bawahnya.

Memasuki areal vaginanya, jemariku menyentuh bulu-bulu, sepertinya terawat. Jari tengahku merambat masuk di bibir klistornya. Anna mengangkat pantatnya.

Lendiran dari vagina makin banyak. Dengan mengangkat kepala ku, Anna meminta vaginanya dijilati. Aku tak mempedulikannya, bibirku langsung menyerang bibirnya. Gigitan kecil kulakukan di ujung bibirnya. Jilatanku kutarik dari bibirnya, leher, kulut dada, payudaranya.

Jilatanku terhenti di pusarnya, dan merambat turun ke vaginanya. Anna menjerit kecil, jeritannya disertai muncratan lendir dari dalam. Kusadari, Anna sudah mencapai orgasme awalnya.

Kontol ku yang menegang dan andrenalin birahiku sudah memuncak. Langsung kukerahkan tenaga dengan lesatan kontol ku dalam vaginanya. Anna tersentak. Tubuhnya terangkat, ia hanya terkejut sesaat.

Tersenyum dan merangecup bibirku. Kurasakan Anna mulai menggoyang pinggulnya. “Kontolmu panjang sayang. Aku suka,” katanya. Aku terus memompa vagina Anna. Ricauannya Anna makin menjadi, ia meremas payudaranya sendiri dan menggigit bibirnya.

Pompaanku makin lama makin mengendur. Kontolku terasa berdenyut-denyut. Eranganku tertahan. Anna, dengan cepatan mendorongku, hingga kontolku terlepas.

“Tarik nafas dan tahan, Aby…tahan.” Anna merintahku. “Ayo lakukan lagi, aku gak ingin kamu orgasme dulu,” pintanya. Saran Anna ternyata benar. Denyutan di kontolku mulai berkurang, kurasakan aliran sperma kembali masuk ke dalam kantong kontolku.

Kunyalakan rokok, Anna tersenyum melihat aksiku. Kudekati dia, dan memintanya bergaya doggystyle. “Kamu tahu aja,” Anna tersenyum meraih kontolku. Dikecupnya dan dijilatnya lendiran miliknya di kepala kontolku.

Anna turun dari kasur, dan mengambil sikap diggystyle. Dengan pelan, kumendorong kontolku. Bles…kubiarkan beberapa detik hingga Anna memalingkan wajahnya ke belakang. Dia tersenyum, tangannya mencubit paha ku. “Kamu nakal, bisa aja bikin orang nikmat,” katanya.

Pompaan kontolku tidak bertahan lama, Anna terus memintaku bertahan. “Sayang, tahan. Kita sama-sama, pintanya…,akh..terus sayang..oh…hhhh.” Anna merebahkan tubuhnya, aku pun turut merebahkan tubuhku di atas tubuhnya, dengan posisi telungkup.

Kelelahan yang baru saja kami gapai, membuat kami terlupa dan tertidur.

Bersambung . . . .




Kenangan masa kuliah - 3

0 comments

Temukan kami di Facebook
Ketukkan keras di pintu membangunkan. Sedikit menggerutu. Masih jam 10 pagi, siapa yang mengetuk pintu kamar. Sebelum bangkit dari springbed, mataku menyapu kamar hotel ini. Anna, ke mana dia.

Kupakai celana jinsku, tanpa cd. Menuju kamar mandi. Anna tidak ada. Ketukkan di pintu disertai suara makin keras. “Aby…aby buka. Ini aku Listi.”

“Iya, sebentarrr…,” teriakku membalas.

“Huh..ngapain sih. Lama kali bukain pintu,” celoteh Listi begitu daun pintu kamar terbuka. Aku masuk ke kamar mandi. Membasuh muka, dan menggosok gigi.

Begitu keluar, kulihat Listi di meja rias, berada di samping TV LCD. Dia mengambil amplop dari atasnya, dan membuka. “O..o,” kata Listi. Aku jadi penasaran. “Apa itu,” tanyaku. “Nih buat kamu,” Listi beranjak dan meletakkannya di atas kasur.

Amplop putih panjang itu kuraih dan kubuka. Wah, lembaran uang seratus ribu sebanyak 15 lembar. Di salah satu lembaran uang, ada tanda lipstik dan beberapa kata. “Aby, I love you. Ini nomor kontakku dari Anna.”

Kukeluarkan lembaran itu dan kuselipin di dalam dompet. Listi tersenyum. “Ehem… ada yang penasaran nih,” ucap Listi. “Ini semua karenamu. Udah akh, ntar aku mandi dulu, baru kita tinggalkan hotel ini.”

***

Suasana kampus begitu sepi. Kalau bukan karena ujian ulangan semester, tentunya aku sudah ada di kaki gunung sibayak. Bermalam di sana dengan teman-teman mapala. Menghabiskan waktu, dan bercerita akan hidup dan penghidupan, esok.

Hari ini aku harus meminta ujian ulangan kepada Bu Habibi. Memasuki ruang akademik, suara riuh-rendah terdengar, diselingi tawa dari para staf dan beberapa dosen.

Pintu yang terbuka, kuketok. Bu Habibi memalingkan wajah, merespon ketukan di pintu. “Maaf bu, saya aby. Ingin ngajuin ujian susulan,” kataku dengan nada sedikit memelan. Wajahku sengaja aku tundukan.

Bu Habibi menggeser duduknya, dan mulai bertanya alasan kenapa tidak mengikuti ujian kemarin. “Kamu ke mari dulu,” katanya. Ia menuju ruangannya.

Hari itu Bu Habibi kelihatan ceria, tidak seperti biasanya, selalu menunjukkan wajah yang tak berteman kepada mahasiswa. Berbalut kemeja liris dan celana panjang goyang, dengan syal di lehernya. Bu Habibi, meski sudah berumur 48 tahun, tubuhnya keliatan terawat.

Dengan menjaga sikap, aku duduk di depannya. “Kenapa kemarin kamu gak masuk?,” pertanyaan ini diulangnya kembali. “Maaf, bu, kemarin saya tidak bisa bangun. Badan saya terasa panas bu,” kataku berbohong. “Oh, ya. Demam,” katanya. Tiba-tiba ia menjulurkan tangannya ke arah leherku. Badannya terangkat di meja. Aku menyodorkan leherku. Kondisi ini memaksuku melihat celah dari kerah bajunya. Bra berwarna merah yang ia gunakan terlihat jelas. Daging payudara di balik bra itu begitu putih dan mulus. Untuk beberapa saat ia menempelkan tangannya di leherku, tanpa menyadari mataku menjelajahi buah dadanya.

“Badanmu masih panas,” katanya. Plong, hati ku senang. Untuk tadi aku tidak memakai jaket saat menuju kampus. Dengan begitu sinar matahari yang menyegat tubuhku masih tersimpan.

“Ujian susulannya di rumah saya saja. Kamu datang jam 7 malam. Jangan telat. Hari ini saya harus ke kampus U** ada ujian setangah jam lagi di san. Ingat jangan telat,” katanya. “Iya, bu, saya pasti tepat waktu,” jawabku.

Ini baru jam 2 siang. Masih banyak waktu sebelum ke rumah bu Habibi. Dengan langkah malas, aku menuju parkir kampus. Telepon genggamku berdering. Ternyata Listi yang menelpon. “Ya, Lis. Ada apa,” jawabku. “Di mana By, aku mau minta tolong nih. Anterin aku ke stasiun. Aku mau pulang kampung,” katanya. “Tumben pulang kampung,” balasku. “Udah, bisa gak anterin aku,” cercanya. “Iya…iya, 15 menit lagi aku sampai di kosmu. Siap-siap ya.”

Listi sudah menunggu di depan kosnya. “Ke mana adik-adikmu,” tanyaku. “Mereka sudah pulang tadi malam. Ayahku sakit keras, aku khawatir ada apa-apa dengan mereka. Ibuku tadi menangis minta aku pulang,” katanya.

Dalam perjalanan menuju stasiun kereta, kami berdiam diri. “Lis, kamu pegang aja uang ini. Semoga bisa meringankan musibah yang sedang kamu dan keluarga hadapi,” kataku. Amplop berisi uang pemberian Anna kuserahkan kepadanya. Listi terperangah. “By, gak usah ini uang kamu. Aku gak mau,” katanya. “Udah, gak usah menolak, aku ikhlas. Mungkin hanya ini yang bisa aku bantu,” kataku. “Terus kamu gimana, kan lagi gak punya uang,,” katanya. “Tenang aja, kiriman dari kampung sudah masuk kok ke atm ku,” alasanku.

Wajah Listi berubah. Dan, kali pertama ini aku melihatnya menangis. Ia memelukku. “By, kamu sahabat yang baik. Aku sayang kamu,” katanya. Lalu tak sungkan di depan umum, ia mengecup pipiku. “Gila kau, Lis, ini di jalan,” kataku. Dia tersenyum. “Ntar malam kita telponan ya,” katanya. Kutinggalkan Listi di stasiun. Aku memacu kendaraanku menuju kos. Aku harus belajar persiapan ntar malam.

Jam 6.25 menit, sore itu ku sudah berbenah diri di dalam kamar kos. Memakai kemeja putih tangan panjang yang dilipat sampai siku, dipadu dengan jins biru memiliki koyak di lutut kiri, dengan sepatu traking bututku. Aku merasa siap menghadapi ujian semester akhir ku. “Aku harus mendapatkan nilai yang terbaik,” tekadku.

Mendekati rumah bu Habibi, kuhentikan roda kendaraan. Pagar hitam dari besi tinggi tertutup rapat. Halaman rumah ini begitu asri, ditumbuhi pohon mangga dan dikelilingi bunga ditata rapi. Untuk kota ini, kawasan pemukiman ini komplek elit, dan begitu tersoroh.

Kuteken bell yang ada di pagar. Tak lama, perempua tua keluar dengan berlari-lari kecil. “Mahasiswa ibu, ya,” tanyanya. “Iya, nek. Bu dose nada,” balas ku. “Baru nyampek rumah. Tadi nyonya bilang akan ada mahasiswanya akan datang. Nyonya suruh, tunggu di samping sana aja. Silakan masuk,” ucapnya. Usai menghidangkan teh, si nenek pun kembali masuk ke bangunan yang berada di bagian belakang dari gedung induk. Rumah dosen ku ini terbagi dalam dua bangunan. Bangunan utama memiliki pintu samping, tempat aku menunggu, di bagian belakang, kamar tempat si nenek tadi masuk dan menghilang.

Tiba-tiba pintu samping tempatku duduk dibuka dari dalam. Aku pun berdiri mengetahui yang muncul adalah bu Habibi. Wah, terlihat ia baru saja mandi, rambutnya sebahu berwarna pirang masih terlihat basah. Dan, yang mengejutkanku adalah busana yang dikenakannya. Memakai kaos oblong berwarna pink yang begitu ketat hingga membentuk tonjolan payudaranya. Dan, tanpa sungkan, ia hanya mengenakan celana ponggol sebatas lutut.

“Maaf, bila penampilan saya menganggu kamu. Saya begini kalau di rumah,” katanya. Ucapan itu langsung menyadarkanku, akan si pemilik tubuh 155 centimeter dengan kulit sawo matang bersih ini, merasa diperhatikan. Aku hanya diam, tak menjawab. Menundukkan kepala dan kembali duduk.

“Di minum tehnya. Dan ini tolong kamu jawab soalnya. Saya beri waktu 1 jam.” Habibi kembali masuk ke dalam rumahnya. Sepi, tinggal aku sendiri berada di beranda samping dengan memegang tiga lembar soal yang harus kukerjakan demi cita-citaku.

Di tengah keasikanku mengerjakan soal. Si pembantu menyapa ku. “Nak, apa sudah siap mengerjakannya. Kalau sudah siap tinggalin saja di meja biar nenek yang antar sama ibu,” kata si pembantu. “Belum nek, lumayan sulit nih soalnya. Oh, ya siapa aja di rumah ini nek,” balasku. Dari penjelasan si pembantu bu Habibi, aku tahu, dosenku hanya tinggal berdua dengan suami. Saat ini suaminya, juga seorang dosen tengah berada di Singapura untuk kepentingan akademis. Sementara tiga anak mereka kuliah di Yogyakarta.

Akhirnya aku selesai juga mengerjakan soal ini. Namun, si pembantu tak kunjung tampak. Kupanggil, tak ada sahutan. Sementara dari ruang tamu di rumah itu, terdengar suara tertawa dan bercengkarama si dosen. Tanpa mengingat pesan si nenak, aku beranjak ke dalam.

Di ruang tamu, si dosen sedang bercengkrama dengan seorang wanita, yang membelakangi ruang beranda, tempatku. “Maaf, bu. Saya sudah siap mengerjakannya,” sela ku. Sembari menunduk aku menyerahkan kertas jawaban.

Tiba-tiba ada tepukan di pundak ku. “Aby…!!!,” berbarengan suara memanggil namaku dengan tepukan di pundakku. Aku menoleh dan terperanjak. “Tante Anna,” balasku pada wanita, teman si dosen bercengkrama. “Lho, kamu mahasiswa si Habibi, ya,” tanyanya. Aku tak menjawab, aku melirik bu Habibi. “Kalian saling kenal,” sahut bu Habibi. Belum sempat aku menjawab, tante Anna membalas. “Ya, Bi, dia temen aku. Plisss…kasih nilai yang bagus ya,” katanya. “Aby, si Habibi dosen kamu ini temen aku sejak kuliah. Tenang aja, kamu lulus kok mata kuliah dia, aku jaminannya,” tante Anna.

Agar tidak terungkap rahasia antara aku dan tante Anna. Aku pun meminta pamit. Namun, dosenku melarang, dan meminta duduk untuk bergabung dengan mereka. Aku kikuk. Enggak tahu harus seperti apa. Suasana itu membikin tante Anna tertawa sejadi-jadinya. “Aby, kamu kok seperti orang ketakutan gitu ada apa,” tanyanya. Aku tak menjawab, wajahku hanya memberikan senyum.

“Kalian udah pacaran ya,” suara bu Habibi menyentakku kaget. Aku hanya meliriknya dengan wajah seperti orang bersalah. Anna malah tertawa. “Kalau iya kenapa Bi. Kamu mau?,” balasnya. Hmm. Dah akh, aku ke dalam dulu ya. Bu Habibi meninggalkan kami.

Anna mendaratkan ciuman ke pipiku. Tangan kanannya meremas kontolku. Kukira itu hanya untuk sesaat, pelepas kangen dengan percintaan kami kemarin malam. Tak dinyana, tante Anna malah merabaku dan terus-terus melancarkan serangannya. Mendapati hal ini aku tak bisa menahan diri.

Gelegar halilintar menghentikan percumbuanku dengan Anna. Dia tersenyum dan merapikan kerah baju dan rambutnya yang awutan. Suara mendehem terdengar. Bu Habibi datang dengan membawa tiga gelas dan satu botol anggur. “Mari kita rayakan hubungan kalian,” katanya.

Kecanggunganku pun akhirnya sirna dengan tuangan-tuangan anggur yang kuteguk dan menjalar hingga ke tenggorokanku. Seperti buliran kenikmatan yang kuraih dari tubuh tante Anna terus merasuki dalam tubuhku. Dan, entah bagaimana mulanya, aku memberanikan diri mencium bu Habibi. Dia hanya tersenyum dan membalas ciumanku.

Suasana rumah yang sepi, bumi yang diguyur hujan deras. Ku berada di antara dua wanita berusia 40-an tahun yang mengerti dan sangat menuntut akan hubungan badan. Kubaringkan tubuh dosenku di sofanya. Kugigit payudaranya dari luar kaos ketatnya. Ia meringis, kenikmatan. Tangan kananku membelai vaginanya dengan media kain celana yang dikenakannya. Dari arah belakang ku, tante Anna terus memeluk dan menjilati leherku. Tangannya menyelip di balik jinsku.

Habibi dengan sendiri membuka bajunya. Payudaranya masih segar dan menantang, tak kendur maupun. Tante Anna mulai meloroti celanaku. Kontolku yang sudah pada tegangan maksimal langsung digenggam bu Habibi. Dia hanya tersenyum dan mengerlingkan matanya pada ku. Dengan lembut dia pun mengulum dan terus mengulum.

Anna terus mendesah, gigitan yang kuberikan pada payudaranya membuat Anna tak dapat menahan orgasme. Dia terus berkeracau membuat permainan ini semakin menggairahkan. Tanpa menghiraukan keasikan Habibi. Anna meraih kontolku, dan membalikkan tubuhku. Anna berposisi nungging. Bles…, kontolku langsung menerkam vagina Anna. Dia menjerit kecil dan terus memohon padaku untuk memompa vagina.

Tiga menit aku memompanya, Anna pun ambruk. Habibi yang dari tadi terus merangkulku dan melumat bibirku. Langsung mengambil posisi di atas sofa. Pahanya direnggangkan, liang vaginanya begitu jelas terbuka. Kuarahkan kontolku ke bibir vaginanya.

Dengan pelan kutempelkan, lal kutarik ke atas dan ke bawah bibir vagina Habibi yang sudah basah. Dosen ku ini menggigit bibirnya, memeramkan mata. “Aby, kamu bisa aja.”

Kutekan kepala kontolku ke dalam vaginanya, rada sempit. Kutarik lagi, perbuatan itu kulakukan untuk dua menit, hingga Habibi mengalami orgasme. Meski sudah mendapatkan puncaknya, bu dosen tak ingin kumenjauh darinya. Dia beridir dan menggigit putingku. Ini adalah daerah kelemahan ku.

Membalas perbuatannya, aku mengarahkan kontolku ke vaginanya. Kami berposisi berdiri. Kuangkat kaki kirinya dan kuletakkan di sofa. Pompaanku makin gencar, Habibi menjatuhkan wajahnya di pundakku. Kedua tangannya memeluk pinggangku dengan erat.

Tekanan kontolku makin kuat dan kudiamkan beberapa saat di dalam vaginanya. Habibi mengerang dan kuminta ia untuk menggoyangkan pinggulnya. Aku menurunkan bokong, seiring dengan keluarnya kontolku. Serangan kembali, pompaanku makin gencar, hingga Habibi dengan suara teriakan tertahan menjatuhkan dirinya di sofa. Di hadapan kedua wanita ini, aku mengocok kontolku hingga spermaku muncrat di dada mereka berdua.

Huh…sungguh malam yang ingin kuulang sekali lagi.

Tamat




Cindy dan Rachel - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Satu hari, tentu saja, pergi jauh lebih baik dari yang diharapkan. Anak-anak semua pada tinggi seksual, dan menjadi satu-satunya wanita dengan payudaranya dan vagina terbuka, aku populer. Aku tidak bisa mengubah tanpa menabrak berang-berang saya ke wajah, atau memberikan seseorang bust di mulut. Aku mengeluh kepada nakhoda dan ia mengabaikan keluhan saya - benar-benar dalam karakter.

Rachel dan Brad terus melakukan perjalanan ke dungeon. Pertama kalinya mereka turun, Rachel mengenakan pakaian normal sekolah. Satu-satunya hal yang jelas adalah tidak adanya bra. Mereka di sana selama satu jam. Ketika dia datang, dia datang mencari saya dan menyeret saya ke kamar mandi, menutup pintu, kemudian, seperti sohib sekolah gembira setelah tanggal besar, dia meledak, "Aku melihat, Eva, aku melihat. Aku melihat segalanya Dia memukul. dia untuk saya. Ia memukulinya baik saya bertanya. dia di kamar tidur dan ia mengatakan ia akan. Dia melakukannya, Eva Dia. itu untuk saya Ibu punya. pemukulan karena aku. "

"Saya senang untuk Anda."

"Oh, Eva, itu indah Dan tebak apa yang Dia melihat. Langsung bahwa aku tidak mengenakan bra, tapi dia tidak tahu aku tidak memakai celana dalam. Sebelum aku pergi, dia yang saya punya. Dekat dengan kepalanya. , cukup dekat bahwa dia bisa melihat sepanjang jalan rok saya. Aku tahu dia melihat Dia harus melihat,. dan ia bisa melihat aku punya vagina dicukur. Bukankah itu menarik? "

"Ya, sangat."
Kali berikutnya, mereka pergi selama dua jam dan kami mendengar banyak mencambuk. Sekali lagi, aku diseret ke kamar mandi. "Ya Tuhan, Eva, kami memukulinya Boy tidak. Kami mengalahkan dia."
"Kami?"

"Ya, Ayah memberiku sabuk dan memerintahkan saya untuk memukul Dia mengatakan kepada saya untuk memukul keras dengan tali mencambuk baru ia beli. Boy,. Apakah itu membuat celah yang bagus. Anda dapat menekan sekeras yang Anda inginkan dan memenangkan . 't pecah kulit, tetapi manusia, yang harus terluka Well, saya harus bagus untuk Ayah, jadi aku benar-benar membiarkan dia memilikinya baik saya kocok-nya dari satu ujung ke ujung -. kaki, vagina, perut , tits. aku bahkan memukul wajah, dan kemudian dia membalik di atas dan aku sisi lain saya dicambuk. dan dicambuk dan dicambuk Dia tidak. bisa melihat saya, jadi saya meraba diri sendiri sementara aku dikocok sisi punggungnya.

"Dan begitu kemudian ia flips di atas lagi dan berdiri di sampingku, tepat di sebelah kepalanya Dia menarik. Saya dekat dan mendapat tangannya di pantatku, bawah rok. Dia merasa aku dengan Ibu menonton, dan kau tahu apa yang saya lakukan ... apa-apa, sama sekali tidak ada. Saya membiarkan dia merasa aku dan jari saya.

"Dan ini adalah bagian yang terbaik, Eva Setelah ia merasa saya seluruh,. Bahkan payudaraku, di dalam blus saya, ia bergerak saya agar saya mengangkangi dadanya, maka ia mendapat belakangku dan menarik baju saya sampai. Saya 'm menatapnya menatapku tepat di vagina dicukur sebagai tangannya datang sekitar kedua pinggul dan menarik membuka lebar vagina saya. Fuck, saya pikir saya akan mati, dan daripada dia berkata, Piss.

"Dia mengatakan padaku untuk kencing aku tahu kalau aku marah aku kencing tepat di wajahnya,. Tapi katanya lagi, dan sekali lagi lebih kuat. Well, saya harus bagus untuk Ayah, demikian, Anda tahu apa yang saya lakukan ? "

"Kau marah."

"Tepat di wajah brengsek itu, aku marah Maksudku, aku datar membiarkannya pergi,. Tidak menahan, semburan minyak, dan panduan Daddy itu jadi hits di seluruh wajah, tapi terutama dalam mulutnya aku marah. Di mulut ibuku, Eva , dan ia mengambilnya. "
"Setidaknya kau menunjukkan padanya kau sedang baik ayahmu."
"Saya yakin tidak, dan waktu berikutnya, aku akan turun dengan cum mengalir di kaki saya, dan aku akan turun telanjang Kita sudah. ??Setuju untuk melakukannya. Bukankah itu menarik?"
"Ya."

Kali berikutnya kemudian malam itu. Dia pasti dipreteli persis di dekat pintu, karena dia tidak turun telanjang. Kita semua melihat cum di kakinya dan yang menciptakan cukup aduk. Sampai saat itu, yang lain tidak yakin apa yang sedang terjadi antara Rachel dan ayah mereka. Jika mereka ragu, mereka tidak ketika dia muncul telanjang, meraih saya, dan menyeret saya ke kamar mandi.

"Ya Tuhan, Eva, itu yang paling Ibu mengambil. Satu melihat saya dan kaki spermy saya dan mengeluarkan erangan Anda harus mendengar di sini Dad dipimpin. Saya selama dan telah aku mengangkang kepalanya dengan kaki saya yang sangat luas, dan kemudian ia menyalakan lampu lantai dan menyala selangkangan saya. Dia melihat tepat di vagina fucked saya Dia meninggalkan. aku di sana sementara ia pergi dan menidurinya dengan kelelawar, fucked keras juga, dan semua sementara, fuck berantakan saya goo yang menetes di wajahnya.

"Dan ketika dia selesai dengan dia, dia mendorong saya ke depan saya harus menjangkau dinding.. Aku tidak yakin apa yang dia terserah Kami tidak. Tidak mendiskusikan hal ini, tapi ketika aku merasakan kepala kemaluannya di saya vagina, saya suka sial. Dia fucked saya, Eva Dia fucked. saya tepat di wajah Ibu, dan aku melihat ke wajahnya sepanjang waktu, dan dia menatap ayam suaminya fucking vagina putrinya, dan fuck lebih sedang squished keluar dan jatuh di wajahnya, dan aku terkutuk vagina saya, kemudian dia cums, menarik keluar, dan tiga besar gumpalan tepat di wajahnya plung ... plung ... plung ... plung. Apakah aku pernah cum! "

"Saya berani bertaruh."
"Itu tidak semua, Eva saya. Untuk melakukannya. Tidak ada yang menyuruh saya melakukannya saya miliki. Untuk aku pindah. Vagina saya lebih dekat dan lebih dekat, lalu duduk pada wajah ibu-brengsek itu. Sial Allah, aku dioleskan saya jahat fucked vagina seluruh wajahnya aku dibalurkan. dan diolesi. aku menyeka dan diolesi. aku fucked wajahnya, dan kemudian aku marah sementara aku fucked wajahnya aku membiarkan. menyemprotkan ketika vagina saya selesai mulutnya, dan ia sputtering dan batuk. Aku mengisi mulutnya dengan kencing, kemudian disegel vagina keras saya terhadap mulutnya jadi dia tidak bisa meludah keluar, kemudian aku mencubit hidungnya dan berkata, 'menelan. " Aku takut dia akan menggigit saya, tetapi apakah Anda tahu apa yang dia lakukan? "
"Dia dicekik sampai mati."

"Tidak, dia menelan ludah dan aku membiarkan bernapas, tapi kemudian aku memenuhi mulutnya lagi, dan kali ini, ia menelan tanpa mencubit hidung. Aku bisa kencing di waktu luang saya, jadi saya dioleskan vagina saya di wajahnya dan kemudian kembali ke memberinya menyemprotkan Dia menelan ludah setiap muncrat, dan sebelum lama, aku mengisap nya di lubang kencing saya.. Saya tidak tahu mengapa dia melakukan itu kecuali hal itu membuatku cepat dan menyelesaikannya. Itu tidak pekerjaan yang saya biarkan. mengisap. Kadang-kadang dia kencing, waktu yang paling ia tidak saya miliki. mengisap vagina dan saya tidak berpikir ia bahkan sadar bahwa ia melakukannya. Dia akhirnya tertangkap, tapi butuh setidaknya sepuluh menit .

"Ketika ia menyadari apa yang dia lakukan, rasanya seperti dia menyerah dan maju terus dan membuat pekerjaan menghisap aku bicara penuh makan di luar.. Lidahnya akan naik lubang saya dan dia menjilati. Saya tidak percaya itu saya bersandar perjalanan kembali dengan lutut saya lebar sehingga Ayah dapat melihatnya sendiri, dan ia tidak bisa percaya.. Tetapi ia melihat lidahnya menjilati jauh di dataran vagina saya sebagai hari. Isap dan menjilat, mengisap dan menjilat, terus dan terus ia pergi. Suck atau menjilat, aku tidak peduli, selama mulutnya pada vagina saya, saya berada di surga saya punya. tiga orgasme dan ia tersusun Facebook cum saya setelah semua tiga. Saya sangat ditiriskan. "

"Nah, kau pasti memiliki hari yang menyenangkan, ya."

"Ya Tuhan saya tidak pernah cum begitu banyak dalam hidupku.. Seventeen cums, Eva. Apakah Anda pernah cum tujuh belas kali dalam hidup Anda dalam satu hari?"

"Aku tidak pernah dihitung, tapi saya pikir dua belas akan menjadi catatan saya. Jangan lupa, hari belum berakhir."

"Saya pikir ini untuk saya saya. Semua cummed keluar. Aku takut kau akan bilang tiga puluh, kemudian aku harus ke atas, aku mau tidur.."

Para polisi sedikit memberiku kecupan di bibir, kemudian pergi ke tempat tidur dia pergi. Aku tahu Brad akan membantu. La sudah di tempat tidur, dan hanya sembilan di malam hari. Sekarang, itu adalah waktu tidur anak-anak kecil '- Suzie dan Mark. Saya memainkan peran dan mereka memainkan peran mereka. Mereka merengek dan berkata ayah mereka mengatakan mereka bisa tinggal sampai tengah malam. Aku mengambil mereka dengan tangan dan menyeret pembohong kecil ke kantong kentut.

Aku menyelipkan sundal kecil kami terlebih dahulu dan berpikir tentang melihat dirinya mount. Aku tidak bisa menahannya. Brenda benar. Anak itu manis dan polos, hal terakhir yang kau ingin melihat berubah menjadi sundal perkembangbiakan mutts. Nah, hal terakhir ibu mungkin ingin melihat. Aku tidak melihat petunjuk Brenda sebagai keinginan. Seperti yang filleted hidup, lebih parah kasusnya skenario yang digunakan sebagai contoh seberapa jauh ia bersedia pergi. Seperti filleting dengan pisau tumpul, saya yakin kenyataan akan sama menyakitkan. Aku bertanya-tanya apakah aku bisa melakukan itu padanya. Saat sedang mencari wajah berharga Suzie, aku bertanya-tanya apakah aku bisa melakukan itu padanya. Pesan hangat dari clit saya berkata, "Oh yeah, dan segera biji Mulai. Menanam."

Aku berlutut di samping tempat tidurnya, membelai wajahnya, menyisir rambutnya halus lembut dengan jari saya. Dia tersenyum hangat, penuh kasih perhatian. Aku berkata, "Kamu adalah seorang gadis kecil seksi, Suzie. Apakah Anda tahu?"

Dia terkikik, "Tidak ada yang pernah bilang aku seksi Mereka bilang. Aku imut, boneka, menggemaskan, berharga, tapi tidak seksi. Bagaimana seorang gadis harus seksi tanpa boobs besar seperti Anda?"

"Anjing akan berpikir Anda seksi Girl anjing. Tidak punya dada anjing Belum ada yang pernah mencoba cinta pada Anda seperti anjing gadis?."

Dia terkikik, lalu berkata, "Ya, setelah itu agak lucu.. Ia melompat dan menyambar saya sekitar pinggang dan ingin berdansa, dan kami menari untuk sedikit, tetapi kemudian hal itu keluar dan menggosok kaki saya dan wanita yang dimiliki dia, Julie Prindle sebelah, ibu Brian, membuatnya berhenti melakukan itu. "

"Yah, aku pasti bisa mengerti mengapa anjing ingin kawin dengan Anda Anda tahu itu yang ia coba lakukan, bukan?."
"Apa maksudmu?"

Aku menyelipkan tanganku di bawah selimut, di dalam Pjs-nya, kemudian ke celah-nya. Dia tertawa dan menggeliat saat aku menggeliat jari saya ke dalam lubang ketat cunny nya kecil dan berkata, "Mereka ingin menempatkan barang-barang mereka di sini, dan pergi seperti ini, sangat cepat." Hal itu dia menggeliat-geliat dan tertawa tanpa henti. Aku membiarkan menggeliat selama beberapa waktu dan kemudian berkata, "Dan kemudian mereka menyemprotkan jus anjing mereka di dalam. Mereka berpikir bahwa mereka sedang membuat anak anjing di vagina Anda, tetapi anjing tidak bisa membuat anak anjing di pussies gadis kecil itu."

"Apakah Anda yakin?"
"Oh, ya, sangat yakin Di Swedia di mana saya dibesarkan, orang tua membeli gadis-gadis kecil mereka anjing sehingga dia akan punya sesuatu untuk melakukan seks dengan. Ini tidak bisa sakit dan anjing tidak tahu apa-apa.. No Swedia ibu pernah akan mengatakan anjing untuk berhenti melakukan yang Dia. membantunya dengan menarik celana dalam gadis kecil-nya ke bawah dan membimbing penisnya ke vagina. "
"Benar!"
"Oh ya, dan jika seseorang keluar jalan-jalan anjing mereka dan mereka melihat seorang gadis kecil keluar bermain, mereka akan berjalan mendekat dan menanyakan apakah dia akan membiarkan anjing mereka fuck nya."
"Mereka akan mengatakan kata 'F'?"
"Oh, ya Di Swedia,. Semua orang mengatakan fuck dan ayam dan vagina, bahkan gadis-gadis kecil."
"Wow, Swedia harus menjadi tempat yang rapi."
"Anda ingin di sana. Gadis-gadis kecil diijinkan untuk menjalankan sekitar telanjang, dan di mana pun Anda melihat, Anda dapat melihat anjing horny fucking gadis-gadis kecil."
"Wow, yang kamu lakukan itu?"
"Oh, ya saya memiliki ratusan fuck anjing saya Tidak ada yang saya suka lebih baik daripada untuk mendapatkan fucked oleh doggie bagus. Aku benci ketika payudara saya mulai tumbuh..."
"Mengapa kau benci itu?"
"Karena, setelah Anda boobies, yang bahkan Itty Bitty, Anda akan mendapatkan ditangkap jika kau tertangkap meniduri anjing, dan Anda harus memakai pakaian sepanjang waktu. Aku benci boobies saya dan ketika mereka mulai tumbuh, aku menangis dan menangis dan menangis Tidak ada ibu Anda dapat lakukan untuk Anda, tetapi membiarkan Anda menangis. Dia harus memberikan anjing Anda pergi.. "
"Anda punya anjing Berapa??"
"Saya memiliki sepuluh, dan mereka semua memiliki ayam besar sebesar ayahmu, beberapa besar. Oh, Tuhan apakah aku mencintai mereka cocks doggie Mereka mengisi. Facebook vagina saya atau Butthole saya begitu baik, dan saya telah mereka semua dilatih untuk membiarkan saya mengisap ayam mereka dan mereka akan menyemprotkan jus anjing mereka tepat di mulut saya ... ummm, yummy jus anjing. Tuhan, apakah aku rindu itu. "
"Anda menempatkan thingie anjing di dalam Anda mulut dan mengisapnya?"
"Apakah Anda bercanda aku lebih suka mengisap penis doggie bagus besar dari menghisap permen lolipop.. Di Swedia, jika Anda menawarkan gadis kecil pilihan antara pengisap sepanjang hari dan penis pudel, dia akan mengambil kontol di setiap pudel's waktu, dan mereka tidak bertahan menit. "
"Wow, aku berharap itu seperti itu di sini."
"Apakah Anda ingin saya menyebutkan bahwa untuk Ayah Anda Dia mungkin akan menyukai ide itu.. Di Amerika, itu hal yang menjijikkan ada, dan kau tahu bagaimana dia suka melakukan apa yang jahat. Dia mungkin ingin ibu Anda untuk menonton."
"Saya berani bertaruh dia akan Bisakah Anda memintanya untuk saya?."
"Saya kira saya bisa."
"Bagus, tetapi Anda akan lebih baik tidak bercerita tentang Swedia Buatlah suara jahat.. Katakan padanya aku benci kalau dia membuat saya mengisap penis doggie. Oh, dan katakan padanya Ibu akan mati jika ia pernah melihat. Itu akan melakukannya Ia suka untuk menghukum banyak nya.. "
"Yah, mungkin Anda akan mendapatkan sepuluh anjing seperti aku Cross jari-jari Anda.."

Bersambung . . .




Cindy dan Rachel - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Saya meninggalkan ruangan berjalan di udara dengan clit saya menyeret lantai. Sial, aku baik. Dua bawah, empat untuk pergi, dan Mark belum terselip di belum. Dia masih terjaga, jadi saya berlutut di samping tempat tidurnya dengan payudara saya di atas wajahnya, membelai wajahnya dan jari menyisir rambutnya. Ia menatap puting yang paling dekat ke bibirnya. Aku mengambil catatan dan berkata, "Di Swedia, kami perawat anak-anak kita untuk tidur. Apakah Anda tahu?"

"Apa maksudmu?"
"Perawat, kau tahu, mengisap payudara, apa yang ibu lakukan untuk memberi makan bayi mereka. Ini disebut menyusui. Anak-anak Swedia seperti untuk dirawat untuk tidur Mereka biasanya tidak berhenti sampai mereka berpaling enam belas, anak laki-laki dan perempuan.."
"Tidak main-main! Itu bagus aku berharap itu seperti itu di sini.."
"Aku di sini aku punya boobies.."
"Kau tidak keberatan kalau aku payah pada mereka?"
"Mengapa harus aku? Itulah sebabnya Tuhan memberi kita boobs, untuk perawat anak-anak."

Itu saja yang dibutuhkan. Dia mengisap jauh di sebelah kiri saat bermain dengan kanan. Dia diaktifkan bolak-balik dan terus aku di sana selama hampir satu jam. Saya akhirnya harus brengsek dia pergi untuk mendapatkan keparat sedikit untuk tertidur. Tiga bawah, tiga untuk pergi. Sekarang 1030 dan tiga puluh menit terakhir tidur Tammy.

Aku menyeret dia menjauh dari film dan terselip dia masuk Dia memiliki binar jahat di matanya dan berkata, "Apakah Anda ingin melihat seorang prajurit bahagia?"

"Tentu."

Dia mendorong dari selimut, mendorong darinya dasar PJ, kemudian menyebar kakinya. Mencuat keluar dari vagina-nya adalah sepasang sepatu tempur. Jadi itulah apa yang Joe GI itu.

Aku tersenyum kemudian mencubit boot dan menarik prajurit. Dia tidak punya senjata. Dia tidak bisa terlalu bahagia tentang hal itu. Aku menaruh kembali dalam beberapa kali sampai dia orgasme, kemudian mencium klitorisnya sebelum memberikan pelacur kecil yang selamat malam Perancis ciuman panjang. Dia terselip dan kacau. Empat bawah, dua untuk pergi. Aku berada di roll.

Aku mengambil Cindy di tangan saya dan membawanya ke kamar tidur utama. Segera, dia bilang kamar tidurnya ada di atas. Aku berkata, "Aku tahu, Cindy, tapi pesanan saya adalah bahwa Anda tidur bersama kami di tempat tidur master, dan Anda harus tidur telanjang Maafkan aku, Sayang.."
melihat itu tak ternilai harganya. Dikatakan, "Oh sial, aku sangat kacau." Dia tidak merengek dan mengeluh, dan dia tidak keberatan ketika kami tiba dan melihat Brad tidur di atas meliputi di telanjang, di punggungnya, olahraga organ yang layu dan lengket. Aku ditelanjangi, kemudian menempatkannya tubuh ayahnya secara terbalik. Dia menatapku yang saya jawab dengan, "Maaf, perintah."

Aku berpisah kakinya dan meninggalkan lampu samping tempat tidur di jadi dia bisa melihat apa yang akan dia lakukan dengan kontol lemas di wajahnya. Dia tidak pernah terbangun, tetapi jika ia melakukannya, ia akan melihat ke dalam rahang dari vagina pembunuh drooling dari bibir.

Dan kemudian ada Pete. Merayu Pete hanyalah masalah berjalan. Dia telah membuat niatnya cukup jelas sepanjang malam. Jika vagina saya dalam jangkauan, ia mencapai, dan jika saya tidak bergerak di luar jangkauan, vagina saya punya jari. Aku tidak menjauh semua secepat itu, setelah semua, dia adalah anak tertua dari master.

Sementara melayani semua orang di meja makan, Guru Pete terjebak jempol ke atas vagina saya dan membuat saya tumpah kuah. Saya loncat ke belakang dan memarahi, "Hanya karena Anda anak tertua master saya, Anda tidak punya hak untuk memperlakukan saya sebagai master tidak Ini bukan Swedia.." Dan, seperti yang diharapkan, master mengatakan bahwa tidak penting. Aku seorang pembantu Swedia dan kami akan mematuhi adat Swedia.

Dengan motivasi yang tepat, aku pindah ke depan, berbalik, dan bergeser vagina saya selama ibu jari yang ditawarkan dari pemuda menyeringai. Seperti pembantu Swedia yang baik, saya tetap ada untuk melayani semua orang, mendapatkan thumb fucked, dan meminta izin untuk meninggalkan untuk makanan lagi, lalu recunting diri untuk melayani, maka setelah semua makanan dihidangkan untuk recunt diriku lagi dan mendapatkan thumb-fucked semua melalui fucking mereka makan. Untuk makanan penutup, aku pisang fucked sebagai adalah adat Swedia seperti semua orang tahu.

Jadi, ketika saya pergi ke Pete, ia telanjang dan mengelus ereksi lima-inci dengan senyum lebar di wajahnya yang mengatakan, "Tuck ini, bangsat!" Seorang guru rayuan. Aku berkata, "Apakah aku akan melipatkan Anda, Guru Bate ... Maksudku, Guru Pete?"

"Yeah, tapi mendapatkan nekid dulu."
"Seperti yang Anda inginkan." Aku punya nekid, lalu berkata, "Kau harus tunjukkan ke kamar Anda."
"Bawa aku."
"Seperti yang Anda inginkan."

Dia mengisap tit saya semua jalan ke kamarnya, kemudian memerintahkan saya ke tempat tidur dengan dia, kemudian memerintahkan saya untuk berbaring di sana dan mendapatkan fucked. Jadi, itulah yang saya lakukan. Dia fucked, aku berbaring di sana. Dia punya waktu yang baik, beberapa kali, kemudian jatuh tertidur pada saya. Aku lembut mendorongnya pergi dan meninggalkan ruangan, lima ke bawah, satu untuk pergi, sebenarnya lima setengah ke bawah, satu setengah untuk pergi.

Ketika saya membuka pintu kamar tidur utama, saya terkejut seorang gadis kecil dengan mulut penuh ayam. Enam bawah. Busted, dia terus mengisap aku sampai di tempat tidur di samping Brad dan menepuk fanny sambil berkata, "Sayang sekali dia tertidur atau dia mungkin akan mengembalikan bantuan. Anda dapat tidur pada saya jika Anda ingin. Aku terjaga . "

"Apakah yang Anda maksud, kan?"
"Anda tidak perlu melakukan apapun Anda hanya harus tidur pada kita,. Salah satu, tidak peduli, atau Anda dapat kembali dan sebagainya. Semua yang ia katakan adalah bahwa Anda harus tidur di kita secara terbalik. I harus memperingatkan Anda, meskipun. Jika Anda mendapatkan bahwa pus kecil menggemaskan mendekati wajahku, aku akan menjilatnya seluruh, dalam dan luar. "

Dia menggigit bibir bawahnya, lalu berkata, "Yah, kalau aku harus tidur dengan cara ini, saya mungkin juga bisa digunakan untuk itu."

Dan kemudian dia naik di atasku dan masuk ke dalam posisi yang tepat, punya vagina terlalu dekat ke wajahku, dan mendapatkan fuck suci makan keluar dari dirinya. putaran nya liar, menggeliat, erangan, dan kasur berdebar membangunkan ayahnya. Sementara ia menatap di tempat kejadian di selangkangan Cindy, di satu siku, saya uncunted mulut saya setelah orgasme dan berkata, "Aku bilang Cindy dia harus tidur telanjang di atas kita dalam reverse seperti yang Anda diperintahkan."

"Ya, saya melihat bahwa sangat baik, sekarang dia lewat ke saya.."

Kami melewati dia bolak-balik selama beberapa jam, dan dia akhirnya turun pada vagina spermy saya. Dia mendapatkan dirinya kacau sementara ia melakukannya, dan kemudian aku harus yang memperlakukan langka, akan turun pada perawan rusak.

Sementara Brad diduduki dengan Cindy, saya tercermin pada manggung pada penutupan satu hari. Ini diadakan janji besar, tapi aku sangat terganggu oleh Brenda. Saya tidak bisa membantunya, dan aku tahu aku tidak bisa. Aku tidak bisa melakukan apa yang dia perlu dilakukan untuk menyingkirkan fantasi itu, dan jika dia pernah menemukan seseorang yang bisa, dia akan mati dari luka-luka. Ini harus yang buruk untuk mendapatkan cukup dekat dengan fantasi untuk memuaskan dirinya.

Aku berpikir tentang keinginannya untuk mati kalau ini tidak berhasil, dan aku tidak bisa menyalahkannya. Beberapa orang dengan monyet di punggung mereka akan melompat dari tebing untuk membunuh monyet itu, dan dia berada di tepi jurang dia dengan kejam monyet mengunyah di lehernya. Dia ingin mati dengan menjadi brutal disiksa sampai mati, aneh seperti yang mungkin tampak, tetapi jika mati Anda harus, Anda mungkin juga membuatnya bernilai saat Anda dan pengalaman, jika hanya sekali, bahwa yang mendorong Anda ke pintu kematian.

Pokoknya, masuk akal untuk saya setelah berbicara dengannya. Dia menjatuhkan petunjuk cukup, tapi aku tahu Brad tak bisa melakukannya. Anak-anak tidak bisa menanganinya, dan saya tidak mau melalui itu lagi. Saya merasa seperti saya ini orang baik ripping off. Aku merasa seperti, palsu benar-benar tidak profesional.

Hal lain yang mengganggu saya adalah bahwa Brad dan Rachel mungkin akhirnya membunuhnya tanpa berusaha untuk membunuhnya. Mereka berada di sebuah spiral ke bawah dan masing-masing mengemudi yang lainnya. Rachel adalah orang yang berbahaya, dan anak itu tidak tahu apa yang dia lakukan. Dia tidak akan memberi ibunya meninggal dia inginkan. Brenda akan berakhir sekarat menuju kematian yang mengerikan dengan apa-apa untuk menunjukkan untuk itu, dan itulah prospek paling menyedihkan dari semua.

Skenario kami akan mengatur tidak memiliki aku yang bertanggung jawab, dan harus selalu terlihat seperti itu. Saya melakukan perintah Brad, dan saya tidak akan memberikan penyiksaan pelajaran kepada siapa pun kecuali aku memiliki kontrol penuh. Mereka yakin untuk fuck it up, dan ketika mayat itu ditemukan, mereka akan menunjuk jari pada wanita yang mengajar mereka dan mengarahkan mereka. Terlalu berisiko. Way longgar berakhir terlalu banyak. Aku jatuh tertidur dalam kebingungan.

Tamat




Asyiknya poligami

0 comments

Temukan kami di Facebook
Aku hanya ingin berbagi cerita sukses tentang berpoligami. Perkenalkan namaku Arsyad, umur 35 tahun. Aku menikah pertama kali pada usia 26 tahun dengan seorang wanita bernama Nurshanti yang pada saat kunikahi usianya masih 20 tahun. Jujur aku sangat puas memiliki isteri seperti Nurshanti yang cantik dan hangat di ranjang. Namun setelah lima tahun kami menikah mulai timbul masalah, yakni Nurshanti divonis tidak bisa memberiku keturunan.

Setelah berdiskusi panjang lebar, akhirnya isteriku itu setuju dan rela untuk dimadu, tapi dengan syarat dia yang mencarikan isteri keduaku. Aku sih tak ambil pusing dengan itu.

Suatu hari ketika pulang kantor, aku akhirnya dipertemukan isteriku dengan calon pilhannya. Dia ternyata teman dekatnya waktu SMP dan sekarang sudah menjadi janda, namanya Dina. Pertama kali bertemu tentu aku sangat canggung, bagaimanapun aku ingin tetap menghargai Nurshanti sebagai isteri pertamaku, namun wanita bernama Dina itu sungguh memiliki karakter yang komplemen dengan Nurshanti.

Jika Nurshanti berwajah lembut dan keibuan, Dina berwajah agak nakal dengan gaya yang seronok. Dalam hal body, jika Nurshanti tinggi langsing dan berkulit putih, Dina justru agak montok dengan kulit hitam manis. Pada malam itu Dina menggunakan t-shirt dan rok sebatas lutut. Dari balik kaosnya itu aku bisa membayangkan ukuran buah dadanya bisa mencapai 36C, berbeda dengan Nurshanti yang cuma 34A.

Melihat Dina yang sangat menggairahkan itu ingin aku langsung menyetujui kalau Dina menjadi isteri keduaku, namun demi menjaga harga diri isteriku, aku pura-pura santai saja. Kamipun mengobrol ngalor-ngidul pada malam itu sampai waktu untuk istirahat. Selama mengobrol, aku sungguh terangsang dengan penampilan Dina yang montok dan menggoda itu, sehingga ketika masuk kamar, aku langsung menumpahkan birahiku pada Nurshanti.

Saking buru-burunya kami bercinta, kami lupa pintu kamar masih terbuka. Aku baru sadar kalau pintu terbuka ketika aku sudah dalam posisi menggenjot isteriku dari belakang dalam posisi doggy style. Saat itu aku terhenyak ketika kulihat wajah Dina yang terpaku di depan pintu kamar kami. Jelas sekali aku melihat wajah Dina yang mupeng melihat kami sedang bersenggama. Hal itu membuat aku semakin bernafsu menggenjot Nurshanti yang juga dilanda birahi. Dalam waktu tak terlalu lama, isteriku meraih orgasmenya, aku sendiri masih belum mau melepas orgasmeku.

Pada saat menyudahi ronde pertama itulah isteriku juga sadar bahwa permainan kami ditonton oleh Dina, temannya. Pertama kulihat raut wajah Nurshanti agak malu, namun ketika melihat batang penisku yang masih mengacung keras, dia kemudian memanggil Dina.

"Dina, masuk yuk!", dia berjalan ke arah pintu dan kemudian menggandeng sahabatnya yang montok itu masuk ke kamar.

"Kamu mau ini?", tanya isteriku sambil memegang batang penisku.

"Hmmm.. emang boleh?" tanya Dina malu-malu pada isteriku.

"he3x... aku kan udah bilang kalau kamu bakal jadi maduku, boleh dong coba dulu", canda isteriku.

Dengan penuh kerelaan, Nurshanti menarik tangan Dina untuk memegang batang penisku yang besar dan keras.

"Nur, benar kamu enggak apa-apa?" tanyaku

Nurshanti tersenyum padaku,"Silahkan mas, nikmati aja tubuh Dina yang montok ini".

Nurshanti kemudian memegang buah dada Dina. "Lihat nih mas, gede banget ya?", katanya padaku sambil membantu Dina membuka kaosnya. Sejurus kemudian buah melon Dina yang dibungkus bra hitam sudah terpampang indah dihadapanku. Dengan santai isteriku menarik mangkuk bra Dina sehingga puting susunya yang coklat menghadap ke arahku.

"Sini mas, dicobain susunya Dina", ajak isteriku. Dengan agak malu-malu aku meremas-remas buah dada montok Dina dan kemudian mulai mengulum putingnya.

"Wow, rakus banget mas, he3x...", canda isteriku melihat aku begitu bernafsu menikmati kebesaran buah montok di dada Dina. Kamipun tertawa bersama dan suasanya menjadi sangat cair. Dina yang juga sudah dibakar birahi semakin tak malu memintaku untuk berpindah ke buah dada yang satunya.

Isteriku tidak tampak cemburu, bahkan jelas kulihat ia jadi bernafsu lagi melihat aku mencumbu Dina. Ia justru dengan cekatan membuka rok Dina dan juga memeloroti celana dalamnya, sehingga sahabatnya itu kini sudah berbugil ria di hadapanku.

"Wah...udah basah nih mas, minta dimasukin", sela isteriku sambil meraba selangkangan Dina.

"Iya Nur, udah gak tahan nih", jawab Dina", boleh minta masuk ya?

"Tuh mas, ayo...", Dina mengelus-ngelus daerah kemaluan Dina seakan menawarkan "kue apem" Dina kepadaku.

Aku sejenak meninggalkan Dina dan kemudian menciumi isteriku, kami berpagutan dalam birahi.

Dina tanpa canggung berjongkok dan kemudian menjilati dan mengemut penisku sementara aku dan isteriku masih saling berciuman.

"Dina, kamu nungging deh, doggy style" kata isteriku yang segera diiyakan oleh Dina.

Pantat bahenol Dina lengkap dengan "kue apem"nya benar-benar menggodaku, akupun dengan segera melakukan penetrasi ke dalam kehangatan liang surgawinya sambil terus berciuman dengan isteriku.

Dina melenguh hebat ketika penisku mulai keluar masuk liang vaginanya yang sudah lama tidak terjamah itu dan dalam waktu tak terlalu lama dia meraih orgasmenya, sementara aku masih belum juga.

Melihat aku masih belum orgasme, isteriku kemudian menggantikan posisi Dina.

"Ayo mas, kocok di memek saya", kata isteriku

Aku pun meneruskan permainan di dalam liang vagina Nurshanti dan akhirnya memuntahkan spermaku ke dalamnya. Dahsyat sekali rasanya.

Ketika aku mencabut penisku yang basah oleh sperma dari liang vagina Nurshanti, Dina dengan tanpa malu-malu menjilati penisku. Gila, aku jadi "on" lagi. Penisku mulai mengeras lagi dan Dina semakin liar mengulum penisku dalam mulutnya sampai akhirnya aku orgasme kedua kali dengan menumpahkan sedikit sperma ke mulut Dina. Sungguh malam yang menyenangkan.

Seminggu kemudian aku menikahi Dina dan kamipun resmi hidup bersama dengan permainan seks bersama yang selalu seru dan panas.

Tamat




Kehidupan seksku - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
"Harry.."

Genggaman yang kuat dari pria berusia kurang lebih 25 tahun, tampan dan atletis, memakai jeans dan berkemeja lengan pendek namun rapih dengan berkulit putih dengan kulit putih dan sorot mata tajam namun ramah membuatku agak tergagap. Tidak sangka kalau pemijat itu sedemikian ganteng.

"Fifi..", jawabku lirih.

Kami lalu duduk di ruang tamu dan perlahan susana menjadi cair, Harry ternyata humoris dan pandai bicara membuatku merasa nyaman mengobrol sementara suamiku tampak berbinar binar.

"Wah.. Nggak nyangka lho Mas Ridwan istrinya sedemikian cantik", Harry memujiku.
"Ah.. Pasti klien Mas Harry banyak yang lebih cantik..", kataku tersipu.
"Nggak.. Kebanyakan kan Ibu Pejabat yang sudah berumur", jawabnya dan memandangku dengan sorot mata yang menggoda.
"Mbak Sussy mau dimana dimassagenya? Maaf, soalnya sudah larut lho..", Harry berkata lagi.
"Di kamar saja, mari..". suamiku yang menjawab dan berdiri lalu melangkah ke kamar kami, diikuti Harry.
"Aku ngecek anak anak dulu ya?", aku berkata, lalu melihat keadaan kedua anakku di kamarnya masing-masing, kusempatkan berkaca memperbaiki make up tipis yang kukenakan, sementara jantungku berdegub kencang.

Ketika masuk ke kamar kulihat mereka sudah menungguku dan kukunci pintu kamar, aku duduk di tepi ranjang di samping suamiku, sementara Harry duduk di kursi meja riasku.

*****

Semua ini berawal ketika pada suatu pagi seperti biasa aku bersih-bersih di ruang kerja suamiku, sementara suamiku sudah berangkat kerja, komputer masih dalam keadaan menyala dan ketika mousenya tersenggol secara tidak sengaja, tampak tampilan layar yang menunjukan banyak gambar telanjang. Aku menjadi tertarik dan penasaran. Setelah kuteliti, ternyata itu adalah file yang didownload dari sebuah situs yang dikhususkan bagi para suami dimana istrinya melakukan hubungan sex dengan laki-laki lain dalam segala variasinya dan semuanya atas sepengetahuan dan persetujuan suaminya. Aku mulai membaca dan tanpa sadar, gairahku mulai naik.

Malam itu sehabis makan malam dan suamiku tengah bersantai dengan acara TV kesukaannya, kubawakan kopi manis lalu aku duduk di sampingnya dan dengan hati hati aku bertanya..

"Mas, tadi pagi kok pergi komputernya masih menyala?"
"Wah.. Aku lupa matiin ya? Soalnya tadi ada rapat jadi agak terburu-buru lupa periksa..", jawabnya.
"Terus kok isinya begituan sih?", tanyaku.
Suamiku tampak memerah wajahnya dan dengan lirih menjawab sambil bertanya, "Mama marah..?"
"Nggak.. Cuma heran saja.., Maaf ya Mas, bukannya aku dengan sengaja memeriksa, tapi karena terpampang begitu kan harus di off-kan, kalau sampai anak-anak melihat bagaimana?", jawabku.
"Maafkan Mas ya", suamiku bekata lagi.
"Mas.. Boleh tanya?", tanyaku lagi.
"Hmm.. Masa nggak boleh?", jawab suamiku.
"Kok isinya tentang wife swinging dan sejenisnya sih..?", aku mulai berani bertanya.
"Memang kenapa..?", tanyanya.
"Kok bukan pornografi yang umum.., gitu maksudku..", tanyaku mendesak.
"Ok.. Boleh Mas terus terang..?", suamiku bertanya dengan nada khawatir.

Dengan jantung berdegub kencang aku mengangguk dan suamiku menjelaskan bahwa selama bertahun tahun ia terobsesi pada aktifitas sex dimana seorang istri melakukan hubungan dengan laki-laki lain atas sepengetahuan dan seijin bahkan di depan suaminya atau melakukannya bersama-sama dengan mengundang pihak ketiga, dan bahwa situs-situs tersebut digunakan untuk memancing gairahnya sehingga selalu bersemangat melayaniku. Ia juga mengatakan bahwa ia selalu berimajinasi membayangkan bagaimana kalau aku melakukan hubungan sex dengan laki-laki lain.

Sebagai seorang istri berusia 35 tahun (dengan 2 orang anak, yang besar sudah berusia 8 tahun sementara yang kecil 4 tahun), kesibukanku hanya terbatas pada mengurus rumah tangga, mengantar anak sekolah, fitness, dan arisan walau dulu aku sempat aktif waktu kuliah dan sempat bekerja sebagai customer service di sebuah perusahaan besar, namun sejak menikah 10 tahun yang lalu, kegiatanku hanya seputar rumah tangga, dengan pernikahan yang berjalan dengan baik, suamiku seorang wiraswastawan yang berhasil dengan penghasilan lumayan besar. Kami memiliki aktifitas seksual normal, dalam arti kata aku maupun suamiku sama-sama mampu memuaskan pasangan masing-masing hingga aku agak terkejut bahkan agak marah dan merasa aneh, kok bisa begitu?

"Jangan-jangan Mas ingin menjebakku supaya Mas juga bebas berselingkuh sama wanita lain. Atau Mas sudah punya simpanan lain?", aku bertanya dengan nada agak tinggi.
"Wah kok mikir sejauh itu sih?", jawabnya.
"Coba deh Mama baca semua penjelasan yang ada, hal itu ternyata normal kok secara psikologis, dan ada dasar ilmiahnya, bahkan pada pasangan yang terbuka seperti itu angka perceraian hampir 0% lho", jawabnya diplomatis

Pagi harinya kucoba menelusuri seluruh isi file yang kemarin dan memang ternyata suamiku tidak bohong, banyak sekali contoh kasus, cerita dan lainnya yang ada disana didownload dari berbagai sumber dan tidak semuanya pornografi. Ada juga yang sangat ilmiah, dan aku mempercayai suamiku bahwa ia memang benar terobsesi dengan hal tersebut.

"Mas.., aku sudah memenuhi permintaan Mas untuk membaca dan mencari informasinya, tapi masa sih.. obsesinya seperti itu.. Apa nggak ada cara supaya jangan seperti itu..?", aku membuka percakapan tentang hal tersebut ketika kami sedang berduaan.
"Sudahlah.. Jangan dipikirin..", jawabnya.

Tapi aku yang sekarang penasaran. Karena cerita dan lainnya yang kubaca pagi tadi sesungguhnya mengangkat gairahku tinggi sekali. Dan kubayangkan kalau saja..

"Bukan 'gitu tapi kan aku juga mesti membantu Mas supaya hubungan kita jangan sampai terpengaruh.., apa yang bisa kulakukan..?", ujarku setengan bertanya setengah menjawab.
"Mama mau.. kalau..", suamiku berkata ragu-ragu.
"Mau apa..?", tanyaku.
"Kalau kita mengajak orang lain dan bermain bersama..?", tanyanya dengan lirih dan hati-hati.
"Wah.. Gila.. Nggak ah..", jawabku dengan wajah merah, walau hatiku sebenarnya sangat tergelitik..
"Lagian siapa yang mau dengan ibu-ibu yang sudah tua sepertiku", aku menjawab lagi dengan sedikit memancing.
"Heh.. Siapa bilang tua.., Mama masih sangat cantik dan sexy kok", suamiku menjawab sambil mencubit mesra.

Memang sih aku juga tahu kalau aku masih menarik, dengan tinggi 162 cm, berat 50 kg, berkulit kuning langsat, BH berukuran 36 dan tubuh yang kujaga kesintalannya, aku masih menjadi perhatian saat berjalan di mal ataupun tempat ramai, banyak laki-laki yang memperhatikanku.

"Atau..", suamiku tampak ingin berbicara sesuatu tapi tampak ragu.
"Atau apa.. Mas?", tanyaku sambil menyenderkan tubuhku padanya.
"Ng.. Gimana kalau kita buat percobaan.. Sekalian melihat reaksiku.. Juga reaksi mama.., Tapi yang ringan dulu", suamiku berkata lagi.
"Maksudnya gimana sih..?", tanyaku pura-pura tak mengerti.
"Gini.. Kita panggil pemijat laki-laki.. Kan cuma sebatas memijat.., tapi minimal kita bisa mengukur reaksi masing masing", jelas suamiku lagi.
"Ah.. Nanti orangnya nggak bersih..", kataku pura-pura mencoba menolak.., walau sebenarnya aku anggap ide suamiku tersebut sangat baik.
"Aku tahu kok, ada temen di kantor yang pernah coba, dia cerita pengalamannya dan diam-diam kucatat nomor telepon pemijat itu", suamiku kini mulai bersemangat menjelaskan.
"Mau kan Ma..?", tanyanya.

Wah rupanya ide ini sudah diatur lama, pantas saja semua sudah disiapkan. Tapi aku tidak mau tampak antusias.

"Terserah Mas saja.. Terus mau dimana pijatnya?", tanyaku asal asalan.
"Di rumah saja.. Kan anak anak sudah tidur, kutelepon dia ya?", suamiku benar benar bersemangat kini.
"Sekarang..?", aku benar benar surprise, namun juga tak sampai hati merusak pancaran semangat suamiku.
"Iya.. Mama mau.. kan?", tanyanya lagi seperti anak kecil.
"Ya.. Terserah Papa aja deh", jawabku seakan pasrah.
"Tapi kalau orangnya nggak cocok jangan maksa ya", aku melanjutkan.
"Jelas dong.. Masa kalau istriku tercinta nggak mau harus diperkosa?", jawabnya dan lalu dengan sigap diambilnya HP lalu sibuklah dia bicara entah dengan siapa..
"Ma.. Jam 11.. Nanti orangnya datang..", katanya menyusulku di dapur.
"Hm..", jawabku sambil mengaduk gelas berisi kopi.
"Ya sudah sana.. biar kuselesaikan dulu pekerjaanku ini", lanjutku.

Bersambung . . . . .




Kehidupan seksku - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Dengan bersiul gembira suamiku beranjak ke ruang kerjanya, sementara aku lalu mandi dan mempersiapkan diri, entah kenapa aku jadi berdandan dan mengenakan daster sutera yang membuatku tampak sexy, dengan belahan dada yang rendah, aku ingin tampil cantik, padahal siapa yang akan datang aku juga tidak tahu.

Ning.. Nong.., pada pukul 11 kurang sedikit bel rumah berbunyi dan suamiku bergegas keluar menyambut tamunya, sementara pembantuku sudah pada tidur, lagi pula sudah kupesankan kalau malam ini kami akan ada tamu tapi tidak perlu repot karena tamu tersebut adalah teman suamiku.

"Silakan Mbak", suara Harry membuyarkan lamunanku.
"B.. Bagaimana caranya..?", tanyaku agak nervous.
"Mbak berbaring saja.. Telungkup, mohon dasternya dibuka ya..?", Harry berkata dengan lembut, namun profesional, tegas dan tidak tampak kurang ajar.

Aku lalu melangkah ke kamar mandi di dalam kamar kami, dengan hati yang tidak karuan karena takut, tegang namun exciting kubuka dasterku, dan mengambil handuk yang kulilitkan di tubuhku. Aku kembali ke kamar dan langsung menelungkupkan diri di ranjangku.

Harry duduk di sampingku dan membuka handuk yang masih terlilit, lalu handuk itu digunakan untuk menutupi bongkahan pantatku. Aku masih mengenakan celana dalam, dan terasa dingin ketika tangannya mulai melumuri punggungku dengan lotion yang harum. Tangan kekar itu mulai mengurut perlahan namun mantap dan perlahan aku mulai merasa rilex, sementara kulirik suamiku yang duduk memperhatikan dengan wajah penuh senyum dan rasa senang.

"Hmm.. Senang olah raga ya Mbak..", tanya Harry.
"Badan Mbak kencang sekali..", katanya lagi sementara tangannya tak berhenti memijat mulai dari bahu turun ke punggung.
"He.. Eh..", jawabku sekenanya karena aku sungguh menikmati pijatan lembut namun bertenaga dari pria yang baru ketemu sekarang ini.

Kedua tanganku bergiliran juga diurutnya dan entah sudah berapa lama ketika kurasakan tangan itu mengangkat handuk yang menutupi pantatku.

"Mbak celana dalamnya boleh dibuka..? Supaya mudah diurutnya", Harry berkata dengan perlahan dan tanpa menunggu persetujuanku, celana dalamku sudah diturunkan dan anehnya aku mengikuti dengan mengangkat perutku untuk memudahkan turunnya celana dalamku.

Lengkaplah pikirku, kini aku telanjang bulat telungkup di ranjang dan seorang laki-laki asing yang baru ketemu belum sampai dua jam memijati seluruh tubuhku.

"H.. Hh.. Ss..", aku mendesis ketika tangan yang sedang memijat pantatku menyentuh anus dan terkadang menyenggol vaginaku, aku mulai 'naik'.
"Direnggangkan sedikit Mbak..?", kudengar suara Harry berkata sementara tangannya memijat pahaku, meminta aku merenggangkan kedua kakiku.

Kini semakin sering vaginaku tersentuh ketika Harry memijat paha bagian dalam, dan aku semakin menahan birahi yang mulai naik, dan ketika kulirik.. kulihat suamiku memperhatikan dengan seksama, dan aku kenal sekali wajahnya kalau ia juga agak terangsang dengan suasana yang ada ini.

"Balik Mbak..!?!", suara lembut Harry memecah kesunyian, memang bukan aku nggak mau ngobrol tapi posisi telungkup itu membuatku susah berbicara.

Aku membalik dan kini benar benar aku telentang tanpa selembar benangpun dan kulihat bahwa walau professional, Harry tampak menelan ludah melihat tubuh mulusku terpampang di hadapannya.

Tangannya mulai memijat payudaraku dan tanpa dapat dicegah, putingku mengeras ketika tersentuh. Setelah kurang lebih 3 menit masingmasing payudara mendapat 'giliran', tangannya mengusap perutku dengan lembut dan terus ke bawah.. Aku mulai menggigit bibir. Dengan penuh konsentrasi, kulihat Harry mulai memijat paha, kaki lalu balik lagi ke paha dan mulai memijat vaginaku..

"Uh.. Oh..", erangku lirih ketika tangannya memijat atau lebih tepat mengusap bibir vaginaku dan sesekali jarinya 'membuka' vaginaku dan menyentuh klitorisku.

Lalu.. Jarinya mulai memasuki vaginaku yang memang sejak tadi sudah membasah.

"Hh.. Uh..", aku mencoba menahan rasa terangsang yang mulai membakar dan tanganku mencengkeram seprai tempat tidur dan ketika suamiku maju mendekat, kupegang tangannya yang dibalasnya dengan genggaman.

Kini jari-jari tangan Harry benar benar memainkan vaginaku dengan penuh irama dengan jari telunjuk vaginaku di 'tusuk' dan digerakkan maju mundur sementara jempol tangannya memainkan klitorisku dan iramanya benar benar konstan membawaku sangat tinggi dan ketika aku hampir mencapai orgasme, tiba tiba ia menghentikan gerakannya.

Aku agak kecewa sebenarnya karena tadi sudah sangat 'dekat' dengan orgasme yang kukejar namun aku diam saja dan harry mulai lagi memijatku dari lutut ke atas. Ketika tangannya mencapai vaginaku, kembali ia memainkan irama seperti tadi dan birahiku kembali mulai merambat naik.. Semakin tinggi.. Dan aku semakin menggelinjang menahan rasa nikmat. Kembali ia menghentikan gerakannya, namun tidak lama aku merasakan yang lain, kini hangat dan lebih lembut, ketika mataku kubuka..(dari tadi aku terpejam), kulihat.. Oh Tuhan.. Ia mulai menjilati vaginaku.

Tanpa sadar aku memperbaiki posisiku, sementara Harry juga mengatur posisi menempatkan diri di tengah kedua kakiku yang kini sudah mengangkang lebar, meletakan bantal di pantatku sehingga posisinya nyaman dan mudah untuk menjilatiku.

Lidah hangat itu mulai menjilat, menelusuri dan sesekali menerobos liang vaginaku, dan aku semakin tak tahan..

"Oh.. Uh.. Hh..", tanganku pun sudah tak sungkan untuk menjambak dan memegang kepala laki-laki itu.

Aku semakin tak tahan ketika lidah itu menelusur ke belakang dan mulai menjilati, bahkan memasuki anusku..

"Oh.."

Terlalu dahsyat sensasi yang kurasakan dan ketika lidahnya secara teratur kembali memasuki liang vaginaku dengan irama teratur juga menjilati bahkan menyedot klitorisku, akupun berteriak..

"Aakkhh.. Aku keluaarr.."

Dan orgasme itu benar benar membuatku terkulai, namun aku masih merasa belum lengkap, vaginaku masih ingin.. kemaluan.. pria.. Namun orgasme tadi menyadarkan aku bahwa ada suamiku di sini dan ketika kulihat ia tampak sangat terangsang.

"Mbak.. Sungguh cantik.. Senang sekali bisa membantu..", suara Harry yang memujiku kembali membuatku tersipu, dan aku segera bangkit, menyambar handuk lalu setengah berlari menuju kamar mandi.

Aku mandi dan vaginaku masih terus berdenyut-denyut. Ketika aku selesai, kulihat suamiku memberi tanda dan berkata..

"Ma.. Harry mau pamit.."
"Terima kasih Mas..", kataku dan mengulurkan tangan mnerima jabatannya, sempat kulihat bagaimana selangkangan laki laki itu tampak menggembung, kasihan.., pikirku.
"Hmm.. Bagaimana Ma..?", tanya suamiku sekembalinya ke kamar setelah mengantar Harry ke pintu.

Aku tidak menjawab, namun langsung menerkamnya, melucutinya dan kemaluannya langsung berada di mulutku..

"Uh..", cuma itu desahan yang kudengar dan tidak sampai dua menit mulutku sudah penuh air mani suamiku.
"Gila.. Aku sungguh tidak tahan dari tadi, apalagi ketika Harry menjiilatimu", kata suamiku ketika kami berbaring, menunggu dia 'recover' sementara tanganku asyik mengelus kemaluannya yang masih setengah tidur.
"Mas nggak cemburu atau sakit hati?", tanyaku.
"Nggak.. Malah sangat terangsang.. Toh aku tahu kamu istriku dan mencintaiku", jawabnya dan aku tak sempat menjawab karena bibirnya sudah menutup bibirku.

Malam itu kami bercinta berkali kali, dan kuakui efek dari kehadiran laki laki lain itu sungguh sangat meningkatkan gairah kami.

"Lain kali.. Boleh kuminta yang memijatmu juga telanjang?", tanya suamiku beberapa hari kemudian.
"Terserah Mas.. Bagimana baiknya..", aku menjawab ketika beberapa hari kemudian kami sedang berbaring sehabis bercinta.
"Tapi.. Kalau bisa jangan Harry lagi..", kataku.
"Kenapa..?" tanya suamiku.
"Nggak ah.. Jangan sampai ada pihak lain yang nanti merasa terlalu dekat dengan kita", jawabku lagi.

Memang aku tidak ingin rumah tanggaku terguncang karena sebenarnya aku yang takut kalau-kalau aku jadi senang dengan laki laki lain, apalagi setampan dan se-gentle Harry, masih terbayang betapa besar gelembung celananya ketika ia selesai menjilatiku, dapat kubayangkan berapa besar isinya..?

Bersambung . . . . . . .




Kehidupan seksku - 3

0 comments

Temukan kami di Facebook
Malam itu sesuai rencana kami, kembali suamiku mengundang pemijat laki-laki dan.., heran dari mana ia memperolehnya, karena laki-laki ini sungguh tak kalah ganteng dan bahkan lebih tampan dengan kumis tipis yang tercukur rapi.

Kali ini aku lebih siap, jadi agak santai sehingga ketika mulai dipijat aku juga jauh lebih rileks, tapi CD tetap kupakai sampai akhirnya diminta untuk dilepaskan, persis sama dengan tempo hari.

Ketika aku diminta berbalik, kulihat suamiku memberi kode dan aku ingat permintaannya, sementara kulihat gelembung di selangkangan Rudy, nama pria pemijat itu, mulai membesar melihatku telentang telanjang bulat di hadapannya.

"Rud..". kataku agak tersendat, karena aku agak malu mengatakannya.
"Masa saya sendiri sih yang telanjang begini.., yang mijat juga harus.. dong", kataku lagi sambil menatap wajahnya.
"Kalau Mbak inginnya begitu.. Ya saya ikuti.. Kan memenuhi keinginan klien merupakan kewajiban", katanya dengan nada bergurau, dan ia melihat ke arah suamiku meminta persetujuan yang segera disambut dengan anggukan kepala suamiku.
"Ya.. Ikuti saja kemauan istri saya Rud", kata suamiku menegaskan.

Agak terbelalak aku ketika melihat Rudy melangkah keluar dari kamar mandi dimana ia menanggalkan pakaiannya. Kemaluannya belum ereksi penuh, tergantung di antara pahanya dengan rambut kemaluan yang lebat, ukurannya jauh lebih besar daripada milik suamiku, tubuhnya atletis, sungguh sosok yang mempesona.

Ketika ia mulai duduk di sisiku dan melanjutkan pijatannya, kulirik kemaluannya mulai ereksi dan seiring dengan proses pemijatan yang berlangsung terkadang kemaluannya menyentuh tubuhku hingga menimbulkan beragam sensasi yang belum pernah kurasakan.

"Hh.. Hh.. Ss..", aku mendesis ketika tangannya mulai memijat atau lebih tepatnya menyentuh vaginaku.

Tangannya terus 'bekerja' dan jarinya tidak lagi memijat namun sudah berani memasuki vaginaku yang mulai basah dan berputar-putar di dalam oragn intimku itu hingga membuatku mulai menggelinjang. Dan karena posisinya yang duduk di sampingku, tanpa sadar tanganku memegang kemaluannya yang ternyata sudah tegang itu, dan.. Sungguh aku kagum, jari-jari tanganku yang mungil ini tidak dapat melingkari batang kemaluan itu secara penuh.

Rudy lalu menundukan kepalanya dan.. Ia mulai menjilati vaginaku, dengan posisi miring, karena aku masih belum melepaskan cengkeramanku di kemaluannya itu.

Entah dorongan dari mana, kutarik kemaluan itu ke arahku dan ia mengikutiku naik ke atas tubuhku dalam posisi berlawanan dan tahutahu kami sudah berada dalam posisi 69, dimana ia lebih leluasa lagi melanjutkan jilatan dan hisapannya di vaginaku. Terkadang lidahnya menyapu hingga hampir mencapai anusku, sementara aku 'berkutat' dengan mulutku menjilat dan mencoba memasukkan kepala kemaluan laki-laki yang baru bertemu kali ini ke dalam mulutku, namun hanya bisa kepalanya yang masuk karena ukurannya terasa sangat besar untukku..

Aku sungguh menjadi lupa diri, bahkan lupa kalau suamiku sedang menyaksikan dengan penuh perhatian, bahkan aku yang mengambil inisiatif membalik posisi sehingga aku berada di atas dan dengan leluasa menghisap dan menjilat kemaluan laki-laki lain itu, bahkan kujilati seluruh batang yang penuh urat perkasa itu, kujilat bijinya dan terkadang jilatanku agak 'kejauhan' hingga terkena anusnya, namun aku tak peduli, nafsu sungguh sudah menguasaiku, sementara Rudy juga tidak tinggal diam, wajahnya yang kukangkangi bergerak terus dan lidahnya aktif sekali 'menyerang' dari semua sudut sementara tangannya terkadang ikut membantu dengan menusukan jarinya ke dalam vaginaku, aku benar-benar 'banjir'.

"Hh.. Aku nggak tahan", rintihku, lalu kubalik posisiku dengan masih pada posisi di atas, aku mulai mengarahkan kemaluan Rudy menuju vaginaku.
"Zz.. Ss.. Hh..", seperti orang kepedasan aku bersuara dan sungguh seret vaginaku menerima benda bulat panjang yang keras itu namun akhirnya..

Sllep.., masuklah kepalanya dan hampir-hampir aku orgasme padahal baru kepalanya yang masuk.. Dengan menahan napas dan memejamkan mata, kutekan pantatku ke bawah dan.. Blless.. Masuklah kemaluan Rudy, laki-laki pertama selain suamiku yang memasuki vaginaku yang sudah sangat basah itu, campuran cairan kewanitaanku dan ludah Rudy ketika menjilatiku tadi.

Aku mulai menggerakkan pantatku naik turun dan kemaluan itu semakin lancar saja masuk keluar vaginaku, dan aku tahu kalau aku takkan bertahan lama. Tiba-tiba kulihat suamiku mendekat, juga dalam keadaan sudah telanjang bulat dan kemaluannya yang sudah sangat tegang itu disodorkan ke mulutku yang langsung kusambut dengan lahap.

"Ak.. Kk.. U..", sangat susah aku bersuara karena kemaluan suamiku masuk keluar mulutku dengan cepatnya, sementara aku juga masih terus bergerak teratur dengan kemaluan Rudy keluar masuk vaginaku.
"Aahhh..", croot.., croott.., suamiku memuntahkan air maninya dalam mulutku yang tanpa berpikir lagi langsung kutelan, sementara aku juga tak mampu lagi menahan orgasme yang datang dan..
"Ah.. Ss.. Ahh..", sungguh dahsyat orgasme ini datang beruntun dan aku ambruk di atas dada Rudy sementara bibirku langsung dicium dan lidahnya memasuki rongga mulutku tanpa peduli lagi bahwa mungkin masih banyak air mani suamiku di bibir dan mulutku.

Rudy tidak berhenti begitu saja namun membalik badanku hingga kini berada di bawah dan tanpa memberi kesempatan langsung bergerak memompa dengan keras namun teratur.., dan entah bagaimana, walau baru saja orgasme namun birahiku terasa naik lagi dan aku hanya bisa merintih penuh kenikmatan.

"Ss.. Aa.. Hh.. Sszz", aku tak bisa menahan lagi orgasme yang tak kalah dahsyatnya dengan yang pertama, melandaku kembali dan kurasakan Rudy juga mempercepat gerakannya, kujepit pinggangnya dengan kakiku, sementara tanganku memeluknya seerat mungkin dan..

Crrot.. crott.. crrot.., air mani yang terasa sangat hangat menyiram dinding dalam vaginaku, tubuh kami masih bergetar beberapa saat sebelum ia berguling dari atas tubuhku, dan kami terbaring kelelahan, suamiku juga tampak sangat puas dan tersenyum melihatku kelelahan dan penuh kepuasan, lalu menghampiriku dan mencium bibirku dengan mesra.

Aku duduk dengan suami di sampingku, Rudy masih berbaring. Kemaluannya tampak melemas, dengan lendir yang membasahi hingga ke bulu kemaluannya.

Entah pikiran apa yang tersirat, tiba tiba saja aku menundukkan kepala dan kemaluan itu masuk ke dalam mulutku, kuhisap dan kujilat, lidahku bermain di lubang kemaluan itu, dan perlahan tapi pasti kemaluan itu mulai membesar kembali dalam mulutku. Hebat, pikirku. Suamiku takkan secepat ini dapat bangkit kembali.

"Mhh..", laki-laki itu mulai mengerang dan aku semakin aktif menjilat dan menghisap, tak kupedulikan lendir yang terpaksa kutelan dan tanganku ikut membantu mengocok pangkal kemaluannya dan ternyata.. Aku menang..

Crot.. Crott.., memang tidak terlalu banyak, namun masih terhitung cukup air mani pemijat itu memasuki mulutku dan aku juga tak memberi kesempatan padanya hingga kutelan air mani yang dikeluarkannya itu sambil terus menghisap sampai akhirnya kemaluan itu benar benar mengecil dan 'tertidur' baru kulepaskan dari mulutku, lalu kupeluk suamiku yang masih berada di sampingku dan kucium bibirnya tanpa peduli bahwa masih ada sisa air mani laki-laki lain yang menempel dibibirku, namun ia tidak berkeberatan bahkan menyambut ciumanku dengan antusias.

Malam itu setelah Rudy pulang dengan mengantongi uang pembayaran atas jasanya, kami berbincang-bincang dan kembali aku melayani suamiku yang masih belum terpuaskan sepenuhnya. Setelahnya, malam itu aku tidur sangat lelap, dan paginya bangun dengan tubuh yang pegal namun perasaanku penuh kepuasan. Kejadian semalam ternyata sungguh mengubah diriku.. Kalau yang mengerti, mungkin bisa menangkap maksudku bahwa aku telah membuka 'Kotak Pandora'.

Selama beberapa minggu, kehidupan kami kembali normal, namun tiba tiba pada suatu malam aku merasa begitu bernafsu, walaupun baru saja selesai berhubungan intim dengan suamiku, dan entah dorongan apa yang membuatku hingga berani 'meminta'.

"Mas.. Aku.. Ingin..", kalimatku hampir tak selesai.
"Hm.. Ingin.. Apa sayang..?", tanya suamiku setengah terpejam masih menyisakan kelelahan setelah terpuaskan.
"Ngg.. Masih ingin lagi.. Nih.., Mas.. Sih.. Gara.. Gara waktu itu.. Jadi.. Kadang kadang tingginya.. Bukan main nih.. Nafsuku..", kataku setengah merajuk sambil mulai meremas kemaluan suamiku yang belum menegang lagi.
"Mama.. Mau.. Di panggilin lagi?", kini suamiku juga mulai bersemangat lagi, sambil memperbaiki sikap duduknya.
"Ng.. Kalau Mas.. Nggak keberatan..", jawabku. Suamiku tersenyum..
"OK.. Kupanggil ya.. Tapi Mas nggak ikut main ya? Masih cape nih.. Mana besok ada rapat pagi, ntar nggak bisa fokus lagi", katanya.
"Ya.. Udah lain kali aja..", jawabku.
"Nggak apa-apa kok.. Mas senang kalau Mama puas, apalagi mau terus terang begini..", suamiku menjawab, berpakaian dan sambil menciumku segera beranjak menuju pesawat telepon.
"Jangan surprise ya?" katanya.

Tidak sampai dua jam, walau sudah larut (hampir jam 12.00 malam) bel rumah berbunyi dan ketika aku keluar, di ruang tamu sudah duduk 2 orang laki-laki muda yang sedang berbicara dengan suamiku. Kembali aku agak canggung, namun dengan luwesnya suamiku bisa mencairkan suasana dan setelah berbasa basi sebentar aku masuk kamar diikuti suamiku.

"Apa apaan sih.. Kok 2 orang..?", tanyaku dengan agak kesal namun juga ingin tahu.
"Nggak.. Apa apa.. Mas ingin Mama benar benar menikmati.. Mereka semua terjamin kok, lagian makin banyak makin seru kan..?", suamiku menjawab dengan senyum, namun matanya memandangku dengan sangat nakalnya.
"Udah.. Mau ganti baju atau langsung kusuruh masuk saja..?", tanya suamiku lagi.

Aku beranjak ke kamar mandi di dalam kamar, dan ketika keluar mengenakan daster, mereka sudah berada di dalam kamar dan salah seorang yang bernama Derry, bertubuh tinggi, berkulit kuning bersih dan berwajah seperti bintang sinetron, segera menghampiri dan menyambutku, sementara temannya yang bernama Ronald dengan postur sedikit lebih pendek kekar dan berpenampilan seperti ABRI memandangku dengan kagum karena memang aku sempat berdandan tadi ketika menunggu mereka.

Derry segera memegang tanganku, merangkul, dan sekejap kemudian aku sudah berada dalam pelukannya, lalu dibimbingnya aku ke ranjang dan Ronald menyusul, lalu mereka berdua mulai mencumbuku, seakan tak peduli dengan kehadiran suamiku yang memperhatikan dengan seksama.

Dengan lembut mereka melepaskan seluruh penutup tubuhku dan detik berikutnya bibir mereka sudah mulai menelusuri seluruh lekuk tubuhku. Bergantian mereka menjilatiku, kadang Derry mencium bibirku sementara Ronald menjilati payudara dan terus menelusur ke bawah, dan ketika lidahnya naik lagi Derry yang bergerak menjilatiku terus ke bawah sementara Ronald terus ke atas sampai kami saling berciuman.

Sensasi demi sensasi kudapatkan dari kedua pemuda ini, yang dengan sangat kompak bekerja sama menjilatiku dari ujung kepala sampai ujung kaki..


Bersambung . . . . . . ..




Kehidupan seksku - 4

0 comments

Temukan kami di Facebook
Malam itu aku 'habis' digumuli oleh kedua lelaki muda perkasa itu dan entah kapan berakhirnya serta berapa kali aku mengalami orgasme, yang jelas aku sudah tertidur pulas tanpa tahu kapan mereka pergi.

Waktu berjalan terus dan tak terasa sebulan lebih telah lewat sejak kali terakhir itu, kulihat anak-anak sedang bermain serta menonton TV dan bergurau dengan suamiku. Aku sempat tercenung.., salahkah aku bila mengikuti irama nafsu yang kini seringkali melanda..? Namun suamiku sendiri tampak semakin sayang dan kami menjadi semakin dekat dan terbuka, tidak ada lagi batasan antara kami untuk membicarakan sesuatu, bahkan fantasi sex yang paling liar pun dapat kami bicarakan dengan terbuka dan bahkan direalisasikan dan menyenangkan kami berdua.

Ridwan suamiku sendiri tidak berkeberatan dan bahkan sangat senang dengan gejolak dan gelora birahiku sejak aku disentuh oleh laki-laki lain di hadapannya dan menjadi seperti air bah yang bobol melewati bendungan, dan hubungan sex kami memang menjadi sangat intens, boleh dikata kini tiada hari tanpa sex antara kami berdua, tentunya kalau aku sedang 'lampu merah' ya stop dulu, hanya itu saja.

"Hai..", aku terkejut mendengar seruan suamiku di dekat telingaku.
"Ngelamun apa Ma..?", tanyanya.
"Ah.., Nggak..", aku menjawab sekenanya karena anak-anak memperhatikan kami. Baru setelah mereka tidur aku menceritakan kegundahanku pada suamiku yang lalu berupaya menghiburku.
"Ma.. Kita ini kan terikat pada suatu ikatan pernikahan dengan dasar cinta yang sangat kuat.., apa yang kita lakukan menurutku.., sepanjang kita lakukan dengan sadar, tanpa paksaan.. ataupun keterpaksaan.. dan benar benar dapat dinikmati oleh kita berdua.. Mengapa tidak?", katanya lagi.
"Tapi Mas.. Fifi cuma ingin tahu.. salah atau nggak sih.., kalau menikmati.. ya memang.., kalau terpaksa nggak.. dipaksa juga nggak.. Tapi apapun juga jangan sampai ada yang harus dikorbankan", jawabku.
"OK.. gini deh.., besok kita cari jawabannya dan yakinlah.." suamiku mengakhiri percakapan malam itu dengan memberi kecupan mesra padaku.

Pada sore hari esoknya, suamiku pulang cepat lalu mengajakku pergi, tentu saja anak-anak ingin ikut, namun dengan janji akhir minggu nanti akan diajak rekreasi, mereka akhirnya tenang dan mau tetap tinggal di rumah dengan pembantu tua yang sudah lama ikut kami.

Lalu kami menuju daerah Blok M, Jakarta Selatan dan berbelok di suatu jalan dengan pohon-pohon yang masih rindang. Suamiku memarkir mobilnya di depan sebuah rumah besar dengan papan nama Dr.., (nama seorang seksolog yang sangat terkenal karena kerap muncul di berbagai media massa).

Pada awalnya aku agak sungkan untuk ikut masuk, namun suamiku berhasil meyakinkanku dan setelah mendaftar yang ternyata suamiku sudah membuatkan janji sebelumnya, kami segera berada di dalam kamar praktek dokter psikolog yang selama ini hanya nama dan wajahnya saja yang kukenal lewat tulisan-tulisan dan komentarnya di acara TV.

Dengan ramah beliau yang penampilannya persis seperti di TV menanyakan permasalahan kami dan aku hanya bisa diam tertunduk, suamikulah yang lalu berbicara dan menceritakan seluruh kehidupan kami dengan jelas namun singkat, maklum dia seorang pelaku bisnis, jadi gaya bicaranya jelas dan sistematis, beda denganku yang sering kurang fokus. Dengan senyum yang tak pernah lepas, dokter itu lalu menjawab..

"Hmm.. Sebenarnya hal yang kalian utarakan itu adalah hal yang umum, banyak sekali pasangan yang melakukannya, dan di negara-negara barat bahkan sudah jauh lebih terbuka, memang di sini kadang-kadang masih memegang adab.. (dengan bisik jenaka).. Apa-apa ditabukan tapi kalau nggak ada yang lihat dilakukan dengan semangat.." dan dengan cerdasnya beliau berbicara hingga dapat memecahkan kebekuan suasana, bahkan aku pun jadi berani untuk ikut bertanya juga.

"Inti dari pasangan suami istri yang sehat adalah keterbukaan dan kalian telah memiliki hal tersebut, perihal perilaku sex, menurut saya sepanjang dikehendaki oleh kedua pihak, tidak akan menimbulkan akibat kesehatan, dan secara nurani dapat diterima oleh pasangan tersebut.. Ingat.. Secara nurani hanya oleh pasangan yang bersangkutan.. Bukannya oleh masyarakat, karena yang menjalaninya adalah kalian.. Sepanjang dapat menikmatinya.. Saya yakin tidak masalah", katanya menegaskan.

"Namun..", lanjutnya, "Ada beberapa pasangan atau orang yang terikat penuh.. Pada adat, budaya dan mungkin juga ajaran agama.. Hingga tidak dapat berdamai dengan dirinya dalam hal ini. Nah.. Untuk yang seperti itu.. Jangan dilakukan.. Karena akan timbul akibat psikologis yang tidak sehat, banyak orang seperti itu di dunia ini, ingin.. Tapi.. terikat pada hal-hal tadi.., akibatnya menjadi tidak baik, saling menyalahkan dan seterusnya yang berujung pada keretakan".

"Ada satu hal lagi pada pasangan dengan lifestyle seperti yang kalian jalani, kalau bertengkar janganlah menggunakan alasan hubungan sex yang telah dijalani atas kemauan bersama itu untuk mencaci maki, kalau itu dilanggar wah.. akibatnya berat.. paham?", tanyanya dan kami seperti anak SD saja hanya dapat mengangguk mengiyakan.

Pertemuan dengan psikolog kondang itu sungguh melegakan hatiku dan suamiku juga tampak senang karena ternyata 'teori' yang selama ini disampaikan padaku sejalan.

Kembali waktu berjalan dengan cepatnya. Hari itu kami sedang berada di sebuah bungalow di daerah Anyer, berlibur dengan anak-anak dan seperti umumnya bungalow, kami juga punya 'tetangga'. Di sebelah kiri kami ditempati sepasang suami istri dengan usia yang sebaya kami, dengan dua orang anak yang juga sebaya dengan anak kami, dan di sebelah kanan tinggal dua orang pemuda yang nampaknya sedang berlibur dan seharian cuma bermain jetski yang dibawanya sendiri dengan kendaraan khusus.

Pada hari kedua kami sudah saling akrab dengan Mas Willy dan Mbak Ratih, tetangga di bungalow sebelah kiri yang terlihat sangat serasi. Mas Willy berkulit putih, tinggi atletis berusia sebaya Mas Ridwan, dan istrinya juga sangat cantik, dengan payudara yang jauh lebih besar daripada punyaku, kutaksir berukuran sekitar 38. Aku dapat melihat dengan jelas bagaimana payudaranya berguncang ketika ia berkejaran dengan anak-anaknya di pantai siang tadi. Sementara Firman dan Yudi, tetangga sebelah kananku, keduanya adalah mahasiswa dari Jakarta. Terlihat jelas mereka adalah anak orang kaya, dan yang paling mengherankanku adalah bahwa Mas Ridwan suamiku dan Mas Willy sangat cepat menjadi akrab seakan sudah bersahabat bertahun-tahun.

"Tok.. Tok..", suara pintu depan yang diketuk membuatku bangkit dari tempat dudukku dan meletakkan novel yang sedang kubaca.
"Malam.., Mbak jangan tidur sore-sore.. Kita bikin barbekyu dulu di halaman belakang..", Mas Willy yang berdiri di depan pintu sudah nyerocos menjelaskan maksud kedatangannya.
"Ng.. Tapi kami sudah makan..", jawabku sambil melirik jam..

Wah.. Sudah jam 10 malam, memang sudah sepi, dan anak-anak sudah lelap kecapekan bermain seharian penuh.

"Ah.. Pantang tidur sore-sore di sini", Mas Willy berkata seakan mengerti yang kupikirkan. Dan suamiku sudah berdiri di sampingku. Entah kapan keluar dia ini.
"Ma.. Yuk.. Ah.. Nggak enak nolak undangan.. Kasihan.. Udah beli arang segerobag..", celetuknya lalu menarik tanganku mengikuti Mas Willy yang sudah melangkah menuju halaman belakang.

Di sana kulihat Mbak Ratih serta kedua mahasiswa itu pun sudah lebih dahulu ada di sana, malah Mbak ratih tampak cuma mengenakan bikini saja dan dililit sehelai kain pantai, namun payudaranya yang besar itu seakan tidak muat dalam bikini yang kecil itu, dan jelas kulihat mata kedua mahasiswa tersebut seperti tertarik oleh besi sembrani, dan.. eh.., ternyata suamiku juga ketularan.. Matanya tanpa malu-malu melahap pemandangan tersebut, aku sih tidak marah hanya agak iri..

Barbekyu yang dihidangkan sungguh sedap, dan minuman anggur yang menyertainya membuat suasana semakin santai dan perbincangan juga semakin 'mengarah'. Kami semua lalu sepakat untuk berenang di kolam renang di bagian halaman belakang yang hampir berbatasan dengan pantai. Suasana agak gelap karena sinar lampu tidak mampu menjangkau kolam tersebut, namun sinar bulan masih cukup sebagai penerangan dan ketika aku hendak pamit untuk berganti pakaian renang, ternyata mereka semua dengan santainya melepas semua pakaian yang dikenakan dan masuk kolam dalam keadaan telanjang bulat. Sempat kulirik suamiku masih mencoba 'mengincar' dengan pandangannya ke payudara Mbak Ratih sebelum berendam di air kolam.

"Ayo..", Mbak Ratih memanggilku karena melihatku masih tertegun. Karena suamiku juga sudah melepas pakaiannya maka apa boleh buat, aku pun melepas semua yang kukenakan lalu masuk kolam bergabung dengan yang lain.

Pada awalnya suasana masih agak kaku, aku meringkuk di sisi suamiku yang mendekapku, sementara Mbak Ratih juga berada di sebelah Mas Willy, namun kedua pemuda itu, dasar ngocol segera saja mencairkan suasana dan kami pun bercanda dengan ramai, bahkan terkadang saat berenang kami saling bertubrukan dan seringkali entah sengaja atau tidak, saat itu digunakan oleh mereka untuk mengelus payudaraku, bahkan entah siapa yang menyelam.. tiba-tiba aku menjerit kaget ketika ada jari yang 'nyelonong' menyentuh vaginaku.

Kondisi ini membuat kami semua semakin asyik bercengkarama dan tanpa terasa, tiba-tiba Yudi sudah berada di dekatku lalu memelukku dari belakang. Kurasakan kemaluannya tegang menyentuh bongkahan pantatku, sementara Mas Willy yang entah datang dari mana juga sudah berada di hadapanku lalu ikut memelukku. Tangannya tanpa ragu meremas payudaraku, dan aku yang sudah terhanyut dan sedikit mabuk oleh suasana, anggur dan lainnya juga 'membalas'-nya dengan memegang kemaluan suami Mbak Ratih itu sementara ketika kulirik.. Wah.., ternyata suamiku juga sudah 'nenen' di payudara Mbak Ratih yang besar itu.

Memang sejak awal melihat Mbak Ratih aku sudah sering membayangkan bagaimana kalau seandainya suamiku bermain sex dengan wanita itu, dan bayangan itu bukannya membuatku cemburu tetapi malah membuatku terangsang, kini dengan melihatnya secara langsung birahiku menjadi semakin cepat naik.

Bersambung . . . . .




Kehidupan seksku - 5

0 comments

Temukan kami di Facebook
Mas Willy lalu berinisiatif mendorong kami ke pinggir lalu menaikkanku duduk di bibir kolam dan detik berikutnya, kepalanya sudah mendekam di antara pahaku sementara lidahnya mulai menjilati vaginaku sementara Yudi juga sudah naik ke tepi kolam lalu menghisap dan menjilati puting payudaraku. Tanganku menggapai-gapai mencari 'pegangan' dan ketika kutemukan kugenggam pegangan yang ternyata adalah kemaluan pemuda itu. Walau tidak terlalu besar tapi kemaluan Yudi sangat keras.

Aku lalu memposisikan diriku rebah dengan kedua kaki menjuntai ke dalam kolam. Mas Willy masih menjilatiku dengan asyiknya hingga memberiku kenikmatan yang amat sangat karena lidahnya sungguh pandai menjilat dan menyapu, terkadang bahkan memasuki liang vaginaku, sementara Yudi 'kutuntun' untuk berjongkok di atasku sehingga aku bisa dengan bebas menghisap dan menjilati bijinya.

Bahkan dengan nakalnya ia menggerakkan pantatnya sehingga anusnya terjilat olehku.. Ah.., aku tak peduli.., namun aku masih sempat melirik ke sebelah dan di sana ternyata 'lebih parah' lagi. Kulihat suamiku berdiri dengan kemaluannya di dalam mulut Mbak Ratih yang 'menduduki' Firman yang kemaluannya entah kapan sudah tertanam dalam vaginanya.

Crrot.., "Ahh.. Argh..", Yudi yang tak tahan dengan hisapan dan jilatanku menumpahkan air maninya dalam mulutku yang karena posisi kepalaku tak memungkinkanku banyak bergerak membuatku harus menelan habis semua air mani anak muda itu.

Yudi tergolek ke sampingku dan kemudian Mas Willy naik di atas tubuhku yang kusambut dengan membuka kedua pahaku lebar-lebar dan bless.. Kemaluannya sudah memasuki vaginaku dengan tidak terlalu sulit karena selain ukurannya memang juga tidak terlalu besar, vaginaku sendiri juga sudah sangat basah dengan lendirku bercampur air liurnya..

Mas Willy menggerakkan pantatnya dengan teratur sementara bibirnya menyatu dengan bibirku tanpa merasa terganggu dengan bekas air mani Yudi, dan tidak lama..

"Aahh..", crrot.., sampailah ia di puncak kenikmatan dengan mengejang dan menekankan kemaluannya sedalam mungkin di vaginaku. Aku memeluknya dan mencoba bergerak secepat mungkin untuk 'menyusul', namun kemaluannya keburu menyusut hingga.. Plop, terlepas dari vaginaku.

Aku tidak berkomentar namun agak kecewa karena belum orgasme. Sungguh.. bagi wanita yang pernah merasakannya, pasti tahu betapa tidak enaknya dalam kedaan 'menggantung' begitu. Mataku nanar melihat ke sebelah dan pada saat itu, kulihat suamiku juga sedang memperhatikan diriku, sementara Mbak Ratih dengan mulut yang masih menitikkan cairan putih di sudut bibirnya sedang bergerak dengan liarnya di atas Firman, dan hampir berbarengan dengan dengusan Firman, mereka saling memeluk melepaskan puncak kenikmatan.

Ketika aku bergerak duduk, suamiku sudah berada di sampingku.

"Kamu belum ya.." bisiknya mesra lalu ia mulai mencium bibirku.. Turun ke payudaraku dan terus ke bawah.

Aku berusaha mencegahnya karena tahu vaginaku masih penuh dengan air mani Mas Willy, namun tampaknya ia tidak peduli, turun ke kolam lalu berdiri di dalam air di antara kedua kakiku dan mulai menjilati vaginaku yang sesungguhnya masih basah kuyup itu.

Campur aduk perasaanku, antara merasa tidak enak pada suamiku, namun juga ada kenikmatan lain yang sukar dilukiskan ketika ia melakukan itu dan akhirnya rasa nikmat itu menang, aku bersikap rileks dan menerima gelombang kenikmatan yang datang dari jilatan, sapuan dan hisapan suamiku pada klitorisku. Jarang aku bisa orgasme hanya dengan dijilat, namun kali ini ledakan itu datang cukup hebat dan..

"Hh.. Sss..", akhirnya aku menggapai kenikmatan yang tadi menggantung. Namun rupanya itu tak berlangsung lama karena rupanya menjilati vagina istrinya yang 'bekas' dipakai orang lain justru sangat menaikan birahi suamiku, karena ia lalu naik dari kolam dan lalu memasukkan kemaluan yang sudah sangat kukenal itu dan kami bersetubuh dengan sangat lembut, di bawah tatapan mata kawan-kawan yang lain.

"Balik Ma.." bisik suamiku, aku mengerti lalu ia melepaskan kemaluannya dari vaginaku, aku diposisikan seperti yang diinginkannya dan kami lalu bersetubuh secara doggy style, ah semakin dalam dan nikmat saja hunjaman kemaluan suamiku.

"Ss.. Ah..", aku agak kaget ketika ada perasaan asing yang datang, ternyata Mbak Ratih ikut menyusupkan kepalanya di antara pahaku dan menjilati kemaluan suamiku setiap tertarik dan lidahnya terkadang menyapu juga klitorisku.. Uh.., sungguh luar biasa.

Jilatan Mbak Ratih makin tak beraturan karena rupanya ia juga sedang digarap oleh Mas willy yang sudah berdiri lagi dan memasukkan kemaluannya, sementara ketika kulihat kemaluan Firman yang juga sudah ikut bangun, aku memberinya isyarat dan ia menghampiriku dengan menyodorkan kemaluannya yang jauh lebih besar daripada kemaluan Mas Willy maupun Yudi ke mulutku.

Lengkaplah sudah malam itu, kami melanjutkan permainan itu di bungalow Yudi dan Firman, karena di bungalow kami ada anak-anak yang sedang tidur hingga kami kuatir mereka akan terbangun menyaksikan orang tuanya sedang berpesta.

Malam itu masih 2 kali Firman memuntahkan air maninya di mulutku dan Mas Willy juga sekali, sementara Mbak Ratih tampak kelelahan dan berhenti terlebih dahulu dan meringkuk di atas kursi ketiduran.

Hingga saat ini aku masih menolak ketika ada yang mencoba memasukkan kemaluannya ke anusku. Belum.. aku belum siap, kalau hanya dijilat dan ditusuk pakai lidah aku masih mau, enak.. Tapi kalau lebih dari itu aku masih takut.

Keesokan harinya anak-anak memuaskan hasratnya bermain, sebelum sorenya kami berpisah dan kembali ke kehidupan rutin kami.

Kini sudah lebih dari satu setengah tahun sejak aku dipijat yang berakhir pada kehidupan seks yang penuh hasrat, penuh kenikmatan, penuh tantangan, dan baru kali ini aku menyadari bahwa ternyata kehidupan seks bisa begitu variatif tanpa harus mengorbankan pernikahan.

Aku membuat kesepakatan pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan mau berhubungan seks dengan orang lain tanpa didampingi suamiku, walau aku membebaskan dia untuk melakukannya kalau kebetulan ingin dengan wanita lain, asal dia menceritakan pengalamannya. Hal ini berawal pada permintaan beberapa teman suamiku yang datang dan berunding dengan kami dan meminta tolong agar Mas Ridwan suamiku mau 'gantian' berperan sebagai pemijat untuk istri mereka, dan hal itu tentunya susah ditolak kan? Namun hingga saat ini belum pernah suamiku bermain dengan wanita lain berduaan saja.

"Ngapain.., nggak seru..", katanya.
"Untuk kita kan permainan ini hanya sekedar refreshing.. Fun.. Dan rekreasi..", katanya lagi, menjelaskan ketika ia kutanya mengapa menolak beberapa 'tawaran' yang datang.
"Bagiku.. Melihat Mama.. bermain seks hingga puas jauh lebih menyenangkan dan memuaskan ketimbang Mas yang main..", ia menjawab santai menjelaskan pendapatnya.

Beruntungkah aku? Atau semua suami memang seperti itu..?

*****

Ukuran Terbesar

Dari semua pengalaman yang telah kujalani, ukuran kemaluan laki-laki paling besar yang pernah kurasakan adalah milik Mas Joko, seorang pengusaha bertubuh agak tinggi, ramping, namun ternyata senjatanya berukuran luar biasa.

Panjangnya hampir mencapai 24 cm, dengan diameter lingkaran yang sangat besar, sangat keras, dan saat menyemburkan air mani.. Banyaknya luar biasa. Selama ini aku selalu membanggakan diri bahwa kalau ada yang 'keluar' di mulutku, akan selalu kutelan habis tak bersisa. Namun kali itu ternyata aku sampai tersedak karena saking banyak dan kerasnya semprotan yang kuterima, padahal hanya ujung kepalanya yang berada di mulutku karena hampir tidak muat.

Saat masuk ke vaginaku, aku merasa seperti diperawani kembali, dan semburan air maninya terasa langsung masuk ke dalam rahimku. Namun terus terang, aku tidak mau lagi melakukannya. Karena ukuran yang terlalu besar walau terlihat sensasional, namun bagiku tidak memberi kenikmatan yang maksimal. Sebaliknya ukuran terlalu kecil juga kurang menjanjikan, yah.. 16-18 cm, dengan diameter lingkaran yang cukup dan bentuk yang bagus sangat pas bagiku, karena akan terasa nikmat baik di mulut maupun di vagina.

Setelah 'melayani' Mas Joko dan suamiku berbarengan, hampir selama 5 hari kemudian aku tidak bisa berhubungan sex karena rasanya panas dan pedas sekali. Kalau kata orang, kemaluan yang sangat besar bisa membuat orgasme seketika, maka menurutku itu bohong karena aku tidak mengalami itu. Aku bahkan lebih banyak kekhawatiran saat kemaluan sebesar lengan bayi itu memasuki vaginaku. Sebaliknya jangan dikira juga kalau kemaluan dengan ukuran kecil tidak bisa menyemburkan air mani yang banyak. Aku pernah mengalami lho, ukurannya sih kecil dan tidak menjanjikan, namun ternyata tumpahan air maninya bisa banyak sekali.


Jumlah Terbanyak

Dalam satu kali permainan, jumlah pasangan main terbanyak yang pernah kualami adalah bermain dengan 5 orang laki-laki sekaligus, termasuk dengan suami saya tentunya, namun juga dari pengalaman, aku tidak lagi mau melakukannya karena ternyata sangat melelahkan, hingga akhirnya kenikmatannya justru jadi hilang, idealnya adalah 2 maksimal 3 laki-laki dalam satu kesempatan.


Tukar Pasangan

Tukar pasangan, walau pernah kami lakukan, namun suamiku kurang menyukainya, sementara bagiku salah satu sensasi yang sangat dahsyat adalah menjilati kemaluan suamiku saat keluar masuk vagina wanita lain dan terus menjilatinya saat ia klimaks, hal itu sesungguhnya sangat sangat membuatku terangsang, (itu juga berlaku bagi laki-laki yang menjilati vagina istrinya saat kemaluan laki-laki lain ada di dalamnya hingga ejakulasi). Namun karena sangat jarang melibatkan wanita lain, ya jadi jarang kulakukan.

Salah satu momen yang selalu kuingat adalah ketika aku berhasil mengajak Monica teman fitnessku untuk ikut serta dan kami bermain berempat, aku, suamiku, Monica dan salah seorang teman suamiku. Saat itu posisi suamiku telentang dan Monica berada di atas suamiku hingga wajahnya membelakangi suamiku, agak tengadah dengan vaginanya 'menelan' kemaluan suamiku sehingga aku dengan mudah menjilati biji dan batang suamiku saat sedang keluar masuk vagina sempit yang kemerahan itu, dan ketika mereka mencapai puncak kenikmatannya aku sungguh sedemikian sangat terangsangnya menjilati dengan gila-gilaan tanpa kusadari hingga kemaluan suamiku terlepas dari vagina Monica dan langsung memasuki mulutku. Pada waktui itu teman suamiku hanya menyaksikan sebelum akhirnya ia lalu 'kutubruk' karena birahi yang sudah tak tertahankan lagi.


Tamat




 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald