Isteri sahabatku - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Aku bisikkan kata kata lembut ketelinganya :” Rin...kamu santai saja, aku nggak akan menyentuh yang nggak semestinya kok. Jangan kuatir, kita tidak terlalu jauh, ini hanya semacam perkenalan saja...ok ? “ Arini mengangguk sambil memejamkan matanya mencoba menghayati.

Kemudian bibirku menyentuh pipinya, harum Kenzo di lehernya, menuntunku ke arah sana. Lehernya sungguh indah, bibirku menyelusuri leher jenjangnya sambil sekilas menciumi belakang telinganya.

“ Ahhhhhh..... mas..ahhhh” Nafasnya dihembuskan panjang, rupanya tadi dia terlalu tegang. Aku tetap mencium tidak beranjak dari sekitaran pipi, kening, leher dan telinga. Sengaja tidak kucium bibirnya, takut membuat moodnya jadi hilang. Tetapi ternyata Arini sendiri yang mencari bibirku, dan mencium lembut perlahan. Badanku merasa meremang.

Kemudian kami berpandangan dekat, matanya lekat menghunjam mataku, seperti mencari kepercayaan disitu. Ini adalah titik kritis, berhenti atau lanjut....

Perlahan Arini memejamkan matanya, bibirnya sedikit terbuka, aku mengerti kalau ini semua bisa berlanjut lebih jauh. Kucium lama dan lembut bibirnya yang indah itu.
Perlahan bibirku turun ke leher sedikit ke bawah. Turun ...turun ke belahan dadanya yang ranum. Wanginya sungguh memabukkan. Arini hanya melenguh pelan “ ehhhhh..mas..”.

Tanganku mulai mengelus pahanya…aku gosok perlahan, tanganku berhenti ketika jemari Arini menyentuh tanganku. Ahh mungkin aku terlalu jauh..ternyata jemari Arini menggosok permukaan lenganku. Kulanjutkan lagi gosokan tanganku ke pangkal pahanya.

Kusentuh missVnya yang hangat. Aku tidak membuat gerakan yang tiba tiba, semua harus mengalir lembut. Cukup lama jemariku menyentuh bulu bulunya. Bibirnya terasa dingin, Arini sudah mulai terangsang…sambil masih mencium lembut bibirnya, jemariku mulai menyentuh klitorisnya, begitu tersentuh, Arini langsung merintih nafasnya memburu : Mas…uffff..mas..fiiuhhh…” Cepat sekali vaginanya basah. Aku memahami, mungkin sudah satu tahun Arini tidak disentuh Robert.

Bibirku perlahan mulai mencium dari belahan dada menuju bukit indahnya. Belum pernah kulihat payudara seranum ini. Lidahku menari nari diujung putingnya yang merah muda. Aku sentuh dengan ujung lidah kemudian sedikit aku sedot lalu aku lepas lagi, begitu berulang ulang. Nikmat sekali. Aku lirik wajah Arini merah padam, nafasnya tersengal sengal “ geliii...aaahhhh...geliii mas....jangan lama lama...geli...aduuuuhhh.”
Sengaja aku teruskan jilatanku, dengan sedikit mengeluarkan erangan, agar Arini mengerti kalo aku sendiri juga super terangsang. Eranganku dengan erangannya kini bersahut sahutan. Kepala Arini bolak balik terbangun mungkin karena dia tidak tahan dengan gelinya. Jemariku bertambah cepat menggosok klitorisnya. Tiba tiba jemari Arini meremas rambutku dan kedua tangannyapun menekan kepalaku, sehingga aku sulit bernafas karena terbenam di buah dadanya. Pinggul Arini terangkat tinggi sambil merintih panjang...: “masssssss...ahhhhh” Arini Orgasme....

Pinggul kembali terhempas ke tempat tidur yang langsung terayun ayun, badannya melemas, tangannya lunglai ke bawah, sambil berkali kali menelan ludahnya Arini mulai menangis memalingkan wajahnya....
Aku ciumi lembut kepalanya, kucium air matanya di pipi, kemudian kucium tipis bibirnya.

Perlahan kepalaku turun ke leher, dada, perut, pusar dan berhenti di bulu bulu kemaluannya. Lidahku mulai menari di klitorisnya yang super basah. Arini hanya terdiam.

Aku masih sibuk menjilati vaginanya yang wangi. Arini mulai recovery lagi…jemari lentiknya meremas rambutku. Dagunya terangkat ke atas, nafasnya terputus putus memburu. Perlahan kuturunkan celanaku….bibirku kembali ke atas, mencium pusarnya, mengecup putingnya kemudian menyentuh bibirnya. Mataku beradu dengan matanya. Pandangan mataku bertanya, haruskah kuteruskan…. Arini mengerti kalau batangku menempel kemaluannya. Perlahan kakinya melingkar ke pahaku..mata kami tetap berpandangan. Ku gesekkan batangku perlahan lahan, Arini sedikit merintih, bibirnya terbuka..

Kepala batangku mulai menekan, menekan…sedikit masuk, masuk lagi perlahan, lalu kaki Arini menekan pinggulku sehingga batangku lebih dalam masuk. Masuk seluruhnya..badanku meremang, batangku terasa hangat. Mata kami masih beradu pandang...tiba tiba disudut matanya muncul air bening yang mengalir perlahan ke pipinya. Arini kembali menangis...

Kembali aku cium lembut bibirnya. Pinggulku tidak langsung aku gerakkan, agar dia merasa nyaman dulu dengan batangku didalam. Lalu Perlahan aku mulai gerakkan pinggulku sedikit demi sedikit, pelan pelan...Arini merintih : Mas...” Gerakan lebih kupercepat...aku rasakan batangku masuk sepenuhnya kedalam vaginanya, Tempat tidur mulai berguncang, bunyi geritan besi tempat tidur mulai keras terdengar.

Tiba tiba Arini memelukku erat, bibirnya mendekat ke telingaku dan berbisik : ”kok besar sekali mas....terima kasih...nikmat sekali mas...ooohhh nikmat..” Arini kini lebih agresif menciumku, lidahnya mulai berani masuk ke mulutku. Tubuh kami berguling, kini dia diatasku. Otomatis batangku lebih menghunjam ke dalam, posisi ini favoritku karena aku bisa sepenuhnya melihat kecantikannya, melihat lekuk tubuhnya, meremas dadanya dan pinggulnya lebih leluasa.

Gerakan tubuh Arini mulai liar, wajahnya tengadah keatas dengan mata terpejam. Gerakannya malah lebih cepat dari gerakanku. Tubuhnya mulai menggigil dipenuhi peluh yang mengucur deras di sela belahan buah dadanya, pemandangan ini membuat tubuhnya tampak sensual, kujilati semua peluhnya dengan nikmat. Arini mendekati puncak....sementara aku susah payah bertahan agar tidak ejakulasi.

” aaaaa.....aaaaaaahhhh.. aahh !” Dia mulai tidak malu mengeluarkan rintihan dan erangan suaranya lebih keras, tiba tiba tubuhnya menghentak keras, lenguhannya memanjang kemudian tubuhnya lunglai ambruk di tubuhku. Segera kupeluk erat dan kucium lembut keningnya. Aku lega....senang bisa memuaskannya..

” Terima kasih mas....terima kasih...aku belum pernah merasa nikmat seperti ini, dua kali orgasme...”Bisik Arini. ”Aku bisa teruskan kalo kamu mau Rin....Bisikku sambil menciumi pelipisnya.

”Terima kasih...may be next time...sekarang giliran mas Ronny...mas belum puas kan.?
Aku tersenyum dan kugelengkan kepalaku : ” No...tidak perlu...itu tidak penting. Kamu bisa menikmati itu lebih penting. Kalau aku turut mencari kepuasan artinya aku tidak menghargai kamu. Semua ini untuk kamu Rin...hanya untuk kamu” Dalam hati kumaki maki diriku, mengapa aku sok suci. Tetapi tak bisa kumaafkan diriku kalau aku ikut menikmati kesempatan emas ini, Arini bersedia bercinta denganku artinya dia sudah menghempaskan semua harga dirinya dihadapanku. Aku menghargai dan menghormatinya.

”Mas...kamu baik sekali...sungguh kamu baiiiikk sekali.” Rini memelukku erat lama sekali sampai aku terengah engah karena kepalaku terbenam di belahan payudaranya. Sebenarnya aku ingin meneruskan dengan melumat dan mengigit gigit putingnya, tapi aku tidak mau merusak suasana.

”Mengapa robert tidak kemari, bukankah dia minta kita bercinta di depannya. Aku tidak mau dikatakan mengkhianati teman...”

”Mas Robert mungkin sudah melihat kita dari tadi, dia ada di ruangan dibalik kaca meja rias, itu kaca tembus pandang mas, ” Arini menjelaskan ketika melihat mataku memandang pintu.

”uummm mas gak bersih bersih badan ? aku bantu di kamar mandi yuk...“ sambil menarik tanganku.

Kami saling menggosok badan, aku remas lembut buah dadanya dari belakang dan mencium lembut punggungnya. Arini kembali merintih..tubuhnya berbalik kemudian melumat bibirku, benar benar agresif, tiba tiba Arini jongkok dan cepat menggenggam batangku sedetik kemudian mulutnya mengulum milikku yang makin mengeras penuh. Aku benar benar tidak menduga Arini melakukan itu. Tindakannya membuat kakiku lumpuh. ” Jangan Rin...jangan Rin...nanti aku keluar ahhh...Rin..sudah..please...” Rintihku.

Arini segera berdiri lagi lalu berbalik menghadap shower dinding. Aku mengerti dia ingin aku masuk dari belakang. Dengan guyuran air hangat, aku masukkan batangku cepat, aku sudah tidak tahan, nafsuku sudah memuncak, Arini pun mengerakkan tubuhnya mengimbangi tubuhku. ” Aaahhh mas...aku ...aku...ahhh.aku....” Tubuhnya kembali menggeliat dan mengejang, jemarinya kuat meremas tangkai shower, sementara aku benar benar tidak dapat menguasai diriku. Spermaku yang tertahan dari tadi akhirnya mau tak mau menyembur keluar, masuk jauh ke relung vaginanya...” Sh(bip)t mengapa aku tidak bisa menahannya ? Arini kembali jongkok dan kini membersihkan lelehan spremaku dengan lidahnya. Aduh aku merasa geli sekali. Dia kocok kocok lagi agar semua spermaku keluar. Kemudian mengakhirinya dengan sedotan panjang diujung batangku.

Ahhh Arini..kenapa aku harus ejakulasi...

Selesai berbersih diri dan memakai baju, kami keluar kamar. Rupanya Robert sudah menunggu di depan TV, dia tersenyum dari kejauhan. Ake merasa jengah, merasa tidak enak. Sementara Arini menunduk dan berjalan ragu ke sebelah suaminya.

Dari kursi rodanya, Robert memeluk pinggang istrinya : ”terima kasih Ron, kamu sahabat yang baik. Aku sudah melihat percintaan kalian tadi. Aku berharap kamu tidak keberatan untuk meneruskan nanti.”

Aku hanya mengangguk pelan. Bisakah aku hanya bertahan murni bercinta tanpa melibatkan perasaan ? Aku tidak yakin dengan diriku. Aku tidak yakin nanti tidak jatuh cinta kepada Arini...dan aku yakin Arinipun mempunyai perasaan yang sama. Sorot matanya ketika bercinta tadi menunjukkan itu.

Tamat




Komentar

0 Komentar untuk "Isteri sahabatku - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald