Si pedagang kain

1 comments

Temukan kami di Facebook
"Sudah, begini saja Mas, bagaimana kalau Mas Tarno tinggal di tempat saya saja dahulu? Selain menghemat kos, kan Mas Tarno bisa belajar lebih banyak lagi." Begitu tawaran Mas Yus padaku.

Dari tubuhnya menyeruak parfum aroma jantan. Bau itu masuk paru-paru dan menimbulkan getaran seperti asap rokok yang menghangatkan kala hujan. Getaran itu merebak ke seluruh tubuh, berkumpul pada tongkatku dan membuat besar dan menegakkannya. Bendera birahi terkibarkan.

Sudah dua bulan ini aku lari dari rumah, aku gagal masuk universitas tertentu dan tentu saja ini memalukan keluargaku dan juga keluarga besar kami. Dalam sejarah keluargaku terkenal pandai dan sukses-sukses, kegagalan tidak ada kamusnya. Tapi aku bukanlah mereka, ayahku marah besar dan ibuku kecewa berat dan di sinilah aku sekarang. Melarikan diri di kota gudeg dengan dana yang menipis. Uangku tidak cukup lagi untuk makan sekaligus membayar uang kos bulan depan.

Jaman sekarang susah mencari pekerjaan. Mau jadi pelayan toko atau pembantu rumah tangga saja dicurigai. Tampangku terlalu gaul dan tidak pas seperti gambaran anak desa yang polos untuk tugas semacam itu. Mau kerja kantoran pun susah, semua ijasah dan surat penting tertinggal di rumah. Hingga suatu kali waktu aku berjalan di Malioboro aku sempat bercakap dengan beberapa pedagang kaki lima di tempat itu. Mas Yus adalah salah satunya yang menawarkan untuk mengajariku berdagang kain, terkadang menggantikan dia saat dia belanja, terkadang aku berkeliling sendiri ke hotel langsung menawarkan pada wisatawan atau tamu yang menginap.

*****

"No, nanti malam kamu tidur bareng aku saja. Bu Lik dari Solo malam ini mau menginap di sini." Mas Yus sudah memanggilku langsung nama, itu hari kedua aku di rumah kontrakan.

Mas Yus berumur sekitar 30-an tapi belum beristri, dari cerita-ceritanya sih bisa ditebak kalau dia sudah tidak perjaka ting-ting. Entah dengan pelacur yang mana. Sebetulnya wajahnya lumayan, kulitnya bersih meskipun tidak bisa dibilang putih. Badannya kelihatan berotot apalagi Mas Yus suka menggunakan kaus ketat ala ABG sekarang dan itu pas bagi dia. Mas Yus orangnya trendi rambutnya dijeli dan disisir ke atas seperti rin tin tin. Terkadang aku berpikir nakal, namun aku tidak tega dengan pertolongan yang diberikan.

Bu Lik bukanlah bibi, sebenarnya dia mantan pacar Mas Yus yang kabur dari suami sah sekarang. Malam itu mereka bercakap sampai jam 1, beberapa kali aku bangun dan keluar kamar untuk kencing dan memergoki mereka duduk sebangku dan berdekatan. Akhirnya jam 1.30 malam Mas Yus masuk kamar juga untuk tidur.

Kami tidur saling memunggung. Kehangatan punggungnya dan juga aroma tubuhnya entah mengapa membuatku tiba-tiba saja bergairah. Namun segera kutepis bayangan itu. Sebentar menghilang namun bayangan itu tiba-tiba muncul lagi. Jantungku makin lama makin berdebar kencang dan nafasku lebih mendengus.

Aku pikir hanya aku yang bergairah waktu itu, ternyata Mas Yus juga. Aku merasakan pinggangu terguncang secara berirama dan beberapa kali aku mendengar celegukan Mas Yus menelan air ludah serta nafas yang diatur dan dipelankan. Punggungku kugerakkan berpura-pura membetulkan posisi tidurku. Gerakan berirama itu berhenti sejenak lalu mulai lagi. Jangan-jangan Mas Yus sedang onani nih, pikirku. Aku berpikir keras bagaimana untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk bisa menikmati tubuh Mas Yus.

Dengan gerakan yang tiba-tiba aku terduduk sedangkan Mas Yus tergolek telentang dan tangannya cepat-cepat ditarik dari bawah perutnya. Sarungnya yang menutup aurat tersingkap karena tak tertali dan segera dibetulkannya. Sempat terlihat kontolnya yang tegang, tidak terlalu panjang mungkin 13 atau 14 cm tapi lumayan gede juga.

"Oh.. eh.. Mas Yus, belum tidur Mas?" mataku tidak lepas dari tonjolan yang mulai mengecil itu. Terdengar hanya dengusan nafas Mas Yus.

"Maaf, Mas saya sudah.. sudah.." aku tidak selesai mengutarakan ketidakenakan hatiku.

Percakapan berikutnya Mas Yus banyak bercerita. Bahkan menurutku ceritanya terlalu blak-blakan.

"Aku dan Bu lik sudah pacaran sejak SMP dahulu. Kami sudah berkali-kali mengadakan hubungan suami istri, sampai dia dijodohkan dengan suaminya sekarang karena aku hanya seorang pedangang kain di kakilima."

Untuk memperlancar ungkapannya Mas Yus duduk di pinggir kasur yang digelar di lantai sambil merokok.

"Malam ini sebenarnya aku ingin sekali mengulangi saat-saat itu tapi selain ada kamu.. Dan, aku juga tidak mau kita digrebeg sebagai pasangan mesum. Apalagi kamu dari tadi keluar kamar terus. Ngapain sih?!" Ungkapannya dengan nada kesal. Aku hanya terdiam. Agak merasa bersalah juga sih!

"Maaf Mas Yus. Tapi kalau memang Mas Yus ingin menyalurkan hasrat, saya bisa bantu." Omongan itu keluar begitu saja sepertinya nafsuku lebih menguasai.

"Apa maksud kamu?" Ini titik paling penting yang menentukan apakah aku punya kesempatan atau aku akan mengalami kehancuran.
Adrenalinku naik dan jantungku berdegup kencang, jawabanku menentukan nasibku. Aku tertunduk menghindari pandangan yang menghujam itu.

"Kamu homo, ya?" ini pertanyaan yang aku benci.

Itu memojokkan aku dan wajahku memerah malu.

"Bu.. bukan dong!" jawabku. Aku merasa diriku normal tapi aku juga bergairah pada lelaki jantan semacam Mas Yus ini.

"Umur kamu sekarang berapa, No?" direbahkan badan Mas Yus dekat aku bersila.

Aku hanya menggunakan sarung dan celana bola tanpa celana dalam. Celana parasut dan sarungku tidak cukup tebal untuk menyembunyikan tonjolan kontolku yang setengah tidur.

"Bulan depan duapuluh tahun, Mas."

"Ah.. sudah besar dong!" Mas Yus menatapku tanpa ekspresi, sesekali menghembuskan asap rokoknya.

Sekarang aku tidak benar-benar tertunduk takut, tetapi lebih suka tertunduk untuk memperhatikan gundukan Mas Yus.

"Apa kamu punya pacar?"

"Aku belum pernah pacaran sama sekali tetapi kalau suka dengan wanita sih tentu saja. Aku suka si Nani yang badannya bak peragawati, si Tata yang teteknya gede dan juga Osa yang kalau jalan seperti sedang ngebor, ah bikin ngaceng aja!" jawabku. Shit! Aku beneran ngaceng saat cerita tentang cewek-cewek itu.

"Ha.. ha.. ha.. kamu ternyata normal betulan ya?" Mas Yus rupanya juga memperhatikan kontolku yang mulai bangun dari ketakutannya.

"Kamu tahu Yon? Itu lho yang membelikan makan siang kita waktu pertama kali kita ketemu."

Yon teman main Mas Yus, tentu saja aku tidak lupa aku terkesan dengan bodinya yang seksi karena kekar dan penuh bulu.

"Iya aku ingat" sahutku.

"Kami pernah saling mengocok kontol satu sama lain setelah nonton bf di sini."

"Oh ya?" aku begitu heran.

"Apa kamu mau kalau kukocok kontolmu, No?"

Wah ini sih durian runtuh bagiku. Tapi aku tidak mau hanya dikocok, aku juga ingin merasakan kontol Mas Yus juga.

"Kita saling kocok saja, ya Mas?" aku menawar.

Mas Yus tersenyum sepertinya itu persetujuan. Mas Yus melangkah menyalakan televisi yang ada di kamar lalu menuju ke lemari dan dia mengambil sekeping VCD.

"Lebih baik sambil nonton ini supaya lebih asik"

Ouhh.. ouhh.. begitu suara dari televisi, di sana tergambar seorang cewek sedang digarap dua pria berbadan besar. Yang kulit putih sedang dikocok kontolnya, terkadang dijilat atau dikulum sedangkan yang kulit hitam merangsang klitoris si cewek dengan lumuran ludahnya. Suara itu bersahutan antara si cowok kulit putih dengan si cewek.

"Kamu kok belum buka celana, No?" Aku terkesiap kaget.

"Jadi dikocokin gak?" Mas Yus bertanya sekali lagi.

Aku lihat Mas Yus sudah mulai mengelus-elus miliknya sendiri. Tampaknya sudah mulai memanjang lagi. Kupelorotkan celana parasut di bawah sarungku, hentakan burungku terlihat jelas baik olehku maupun Mas Yus. Sambil tertawa ditariknya sarungku hingga terlepas dan terlihat jelas burungku yang sedang ngaceng. Ukurannya tidak sebesar Mas Yus tapi lebih panjang sedikit, 15 cm lah.

"Weh panjang sekali, sudah ke Mak Erot ya?" tanyanya sambil mengeluskan tangannya ke kontolku.

Tidak mau rugi, kuhentak pula sarung Mas Yus dan cepat kugenggam kontol tersunat itu dengan erat. Mulanya Mas Yus agak meronta ganas (mungkin risi dipegang oleh orang yang jauh lebih muda), tapi setelah dikocok beberapa kali jinak juga. Mas Yus pasrah dan menikmati.

"Duduk dekat sini No!" Lalu kami duduk bersandar dinding sambil nonton bf itu. "No, ngocoknya jangan cepat-cepat biar asik!" pintanya.

Sambil ngocok dan nonton kami tetap bercakap-cakap.

"Kamu sering ngocok, No?" tanya Mas Yus sambil mengocok batangku dan kadang hanya meremas lembut.

"Kadang aja Mas. Kalau lagi nonton atau lagi pengen aja!"

Aku juga mengocok batang kehitaman itu dengan kecepatan sama.

"Pernah ngocok bareng begini?" Aku sama sekali belum pernah ngocok bareng, kalau dikulum temanku atau saling menggesek kontol aku pernah.

Filem biru itu sekarang menggambarkan si cewek kulit putih jongkok dengan kontol si kulit hitam di dalam vaginanya. Sedang kontol si kulit putih keluar masuk di oral mulut berbibir tebal. Hmmpf.. uh uh.. pantat si cewek naik turun memuaskan si kulit hitam yang tiduran, sedang tangannya bergerayangan ke mana-mana.

Sementara aku lebih terfokus memperhatikan kontol Mas Yus. Kontol itu tegang begitu kencang, sunatannya lebih rapi daripada milikku. Di ujung kontol Mas Yus sudah nampak mazi. Rambut di sana di atur rapi dan dicukur pendek. Ingin rasanya aku mencium bagian di bawah itu tapi aku takut malah Mas Yus tidak suka.

"Mas pernah di oral seperti itu?" kataku sambil melihat TV.

"Pernah. Salah satunya ya.. oleh Bulik itu" jawabnya.

Sementara tangan kami kerja, kami kadang terdiam asik dengan pikiran dan imajinasi masing-masing. Akhirnya aku bertekat untuk bertindak lebih jauh apapun akibatnya. Kulepas tanganku dari kontol Mas Yus yang sudah tegang penuh, berdenyut keunguan pada bagian kepala dan tetes mazi yang mengkilat. Kutundukkan badanku dan segera kontol panjang itu habis kulumat. Hmm nikmat rasanya di mulutku.

"Ougfhh.." begitu erangan Mas Yus terkejut sekaligus merasa enak.

Kulirik wajah Mas Yus yang terpejam-pejam keenakan. Tapi kontolku malahan terayun bebas karena posisi jongkokku di depan Mas Yus. Tangan Mas Yus mencengkeram seprei tempat tidur, terkadang meremasnya karena keenakan menikmati teknik hisap tarik hisap telan yang kuterapkan. Otot tangan, leher dan perut menegang menikmati setiap titik sentuhan. Aku tak mau diam begitu saja, kujamah bagian lain milik Mas Yus.

Kubuka kaosnya. Sekarang aku sedang menghisap seorang Mas Yus yang telanjang bulat. Dadanya tebal dengan bulu halus di sana sini, begitu seksi. Bulu itu membentuk garis yang membelah perut yang kencang itu dan berakhir di bawah pusar. Kuremas dadanya dan sedikit kupelintir putingnya, aku pikir ini akan memberikan rasa geli tambahan.

Kupandang wajahnya yang mengkerut keenakan. Bibirnya digigit kala kutarik hisapanku dan terbuka saat kontolnya masuk lagi ke mulutku. Aku gemas dengan bibirnya, ingin sekali aku mengulumnya. Ah jangan, itu milik Bu Lik aku tidak mau merusak suasana ini. Ini saat terbaik dalam hidupku.

"Gila loohh Noo.. enak sekali No..! Huuff!" erangnya menikmati layananku.

"Truss No.. truss.. yah.. yahh.. enak hff.. enak No!" aku jadi bersemangat karena lenguhannya itu.

Tangan kiriku menggerayangi tubuhnya. Mulutku menikmati kontolnya. Tangan kananku menikmati kontolku sendiri. Aku onani.

"Ahh.. ahh.. yess.." itu suara filem.

Rupanya ronde mereka telah selesai. Dimulailah babak baru. Seorang pria masuk ke sebuah rumah besar yang mungkin rumah kekasihnya atau temannya. Di kolam renang belakang rumah dua orang cewek sedang berjemur telanjang bulat. Didekatnya ada penjaga kebun sedang merapikan tanaman, sesekali celegukan memperhatikan cewek yang telanjang itu.

"No aku hampir No.. hff.." erang Mas Yus lagi.

Ku percepat sedotanku sambil kutambah kocokan dengan tangan kananku (tentu saja kontolku jadi bebas tak terkocok). Tak sampai sepuluh detik kemudian mulutku terasa ada sesuatu yang asin dan hangat. Aku cepat berdiri dan mencari tisu untuk meludahkan mani itu. Huekkh!

"Trims ya No.." kata Mas Yus sambil tertidur lemas tanpa mempedulikan kalau dia masih bugil.

Adegan di filem sekarang sudah lebih seru. Si tukang kebun sedang berjongkok menjilati tubuh satu cewek yang disiram Sempein (Champagne) dari mulai kaki sampai ke bibir. Sementara satu cewek lagi sedang mencoba menelanjangi si tukang kebun dari seragamnya. Sementara si tamu cowok hanya melihat dengan tenang adegan itu dari balik kaca jendela dekat pintu kolam.

Aku mengelus kontolku sambil menonton. Aku sengaja mengocoknya pelan. Tiba-tiba tangan Mas Yus sudah menggantikan tanganku untuk mengocok kontolku. Kocokannya pelan tapi genggamannya mantap, alhasil membuatku menggelinjang.

"Enak No?" tanya Mas Yus sambil tetap tidur.

Aku mengangguk pasrah. Paha Mas Yus kutindih dengan pahaku secara melintang. Kontol Mas Yus sendiri sedang mengecil dan basah kuyup. Tidak tega untuk mengocoknya lagi, pasti masih kelelahan. Jadi tanganku hanya mengelus pahanya atau perutnya saja.

Kondisi filem berubah cepat selama perhatianku pada Mas Yus. Si tukang kebun sedang mengonani cewek bersempein dengan jarinya. Sedang si tamu cowok sedang mencoba memasukkan kontolnya yang panjang ke anus cewek yang satunya.

"Mas.. ikuti genjotan cowok yang sedang ngentot itu dong!" pintaku pada Mas Yus.

Mas Yus pun menyesuaikan naik turun kocokannya dengan keluar masuknya kontol cowok itu ke dalam lubang anus cewek. Tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Mau tidak mau Mas Yus pun harus melihatku dan melihat filem itu.

Baru beberapa puluh kali kontol itu keluar masuk, aku sudah puncak dan crott maniku menyemprot dan mengalir ke punggung tangan Mas Yus. Gerakan Mas Yus tetap, sampai terasa kontolku agak nyeri. Tangan Mas Yus kupegang untuk menghentikan kocokan itu.

"Loh.. sudah to No!" rupanya Mas Yus tidak tahu kalau aku sudah keluar.

Sementara kulihat kontol Mas Yus sudah mulai memanjang lagi.

"No, sekarang tugasmu nih.." kata Mas Yus sembari kembali menyodorkan kontolnya padaku..

Tamat




Komentar

1 Komentar untuk "Si pedagang kain"

agen bola mengatakan...
20 Februari 2013 pukul 23.34

wahhh.. ditunggu cerita selanjutnya

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald