Ran menggangguk. Dapat kudengar suara nafasnya menghirup wangi tubuhku ketika berpapasan ke depannya. Tangan kiriku yang memegang celana kotorku menutupi bagian depan handukku, usaha untuk menutupi barangku. Tapi ketika mau membuka pintu, mata Ran tertuju ke depan handukku yang tak sempat tertutup.
"Masuk Ran," ajakku, sambil bertanya dua teman lainnya. Katanya mereka masih melanjutkan menonton BF.
"Hm.. Ya. Mau ngembaliin ini nih. Tadi jatuh di depan rumah," katanya sambil buka sandal jepitnya dan melangkah masuk.
Dia melihat sekeliling kamarku yang tidak begitu banyak perabot. Standar kamar kost. Hanya radio kecil dan lemari serta televisi 14 inc di meja, disampingnya vCD player. Serta meja tulis yang rendah, tanpa perlu kursi, tapi hanya duduk di lantai kalau mau diperlukan. Tempat tidur di lantai, tidak pakai dipan.
"Tutup ya pintunya," kataku sambil menutup pintu."Dingin," kataku.
Tidak ada firasat apa-apa. Dia mengangguk. Aku dapat lihat matanya yang memandang tubuhku. Agak risi dilihat begitu. Rasanya dia mau menarik handukku saja. Kuletakkan celana kotorku di pojok dekat lemari.
"Maaf berantakan," kataku sambil merapikan beberapa majalah yang berserakan di lantai. Kalau membaca aku memang dilantai beralaskan karpet dan bantal lantai. Dia bergerak duduk di depanku yang sedang merapikan majalah dan koran yang kemudian kutumpuk ke pinggir di pojok ruang.
"Tidak apa-apa," katanya sambil mengambil satu majalah dan membukanya. Majalah FHM. Dia duduk dilantai dan bersandarkan sisi ujung kasur, menghadap pesawat TV. Tempat favoritku yang didudukinya.
Aku harus berpakaian, kataku dalam hati. Kuperbaiki handukku yang hampir merosot ketika jongkok tadi. Kubuka daun pintu lemari pakaianku. Ah daun pintunya sejajar dinding, jadi kalau aku buka handuk ini dia bisa lihat aku telanjang polos dari sana.
"Gede juga ya penisnya" katanya polos. Deg! Pasti dia lihat ketika aku jongkok tadi.
"Ah.. Standar aja"
Aku ambil celana dalam, celana batik lusuh dan kaos oblong, kemudian menjatuhkannya di kasur. Aku mesti mengeringkan lagi badanku. Biasanya kalau sudah begini aku langsung buka handuk yang melilit di pinggang dan mengeringkan badan. Tapi sekarang ada Ran, aku jadi ragu telanjang di depannya. Kutekan handukku ke paha dan pantatku, juga di bagian alatku yang sedikit masih tegang.
"Buka saja, nggak usah ragu. Itu masih ada air di leher dan dada tuh," katanya menyadarkanku dari keraguan. Rupanya dia memperhatikan apa yang kulakukan..
Aku bisa lihat sorot matanya dan gerakan kerongkongannya menelan. Nafsu kali dia melihatku. Badanku tidak begitu gemuk dan hasil push-up dan sit-up tiap hari membuat badanku tidak jelek-jelek amat. Sedang kaki dan pahaku yang kencang akibat banyak jalan saja.
Nekad! Aku buka handukku. Barangku sudah tidak tegang tapi masih besar, belum kempes. Segera aku keringkan badanku yang membuat barangku yang menjuntai bergerak seperti bandulan dan ketika aku akan memakai celana dalam, aku lihat Ran sudah mengeluarkan penisnya yang sudah menegang dan mengocoknya dengan dua telapak tangannya. Dia lakukan dengan pelan sambil memperhatikanku.
Gila! Apa yang dilakukannya? Kepalaku berdenyut. Aku sarungkan celana dalamku sebelum barangku balik menegang lagi. Kepala penisku kutekan agar masuk, karena masih nongol dari celana dalamku, akibatnya penisku melengkung dengan posisi ke atas. Kalau lagi tegang penuh, penisku dapat keluar dari celana dalam, memperlihatkan semua bagian kepalanya.
"Penis kau juga besar, Ran," kataku merespon apa yang dilakukannya. Dia masih mengocoknya dengan telapak tangan bergantian. Malah makin kencang. Kepala penisnya makin besar dan mengkilat. Kupakai celana batikku. Ingin aku memegangnya, merasakan dengan tanganku, berapa besar barangnya. Membantu mengocoknya..
"Tapi lebih baik tidak dilakukan deh" kataku akhirnya.
Memutuskan lamunan liarku. Apa kata Pak RT kalau memergokiku dengan cowok yang sedang begini? Huh, mesti jaga-jaga.Dia masukkan kembali barangnya, tapi masih dielus-elus dari balik luar celananya. Tak mampu dia menghentikan masturbasinya. Kuambil kaos oblong sambil mendekat ke arah Ran. Duduk di sampingnya menghadap TV. Kaos yang mau ku pakai kutaruh disamping majalah dan entah setan apa yang ada di otakku dengan berani tangan kiriku bergerak ke arah barangnya.
"Sini kuperiksa," kataku meremas penisnya pelan. Kulingkarkan jariku kebarang yang dibalik celana pendeknya yang longgar. Kulihat bentuknya dari balik celananya. Kayaknya dia nggak pake celana dalam. Jantungku berdetak mulai kencang. Jangan mulai, kataku dalam hati. Tapi tanganku tak bisa kompromi.
Dapat aku rasakan otot barangnya yang sangat keras. Tangannya pun sudah di atas barangku. Kami saling meremas. Tersenyum dan nafas kami mulai memacu kencang. Wajahnya ke bahuku, kurasakan dengus nafasnya di situ. TV kunyalakan dengan tangan kanan. Siaran gulat dua cowok gempal yang membuat aku makin terangsang. Telapak tanganku dapat rasakan denyut barangnya. Kalau aku teruskan bisa muncrat dia. Ada cairan di celananya yang keluar dari ujung barangnya yang kuelus pelan. Sekarang bibirnya dibahuku, mengecup pelan. Mataku masih ke TV meskipun pikiranku sudah melayang karena nikmat remasannya. Beberapa saat kami melakukan saling remas ini.
"Buka?" tanyanya akhirnya.
Tangannya bergerak ke bagian atas pinggang celana. Tinggal ditarik, pasti terbuka semua. Wajah sudah di dadaku, turun sedikit, dia bisa mencaplok batangku.
"Nggak ah," aku menghentikan permainan.
Keputusan yang harus dilakukan. Kulihat dia kecewa. Ekspresinya pingin banget kami meneruskan kegiatan ini. Dia menaikkan wajahnya. Aku berdiri dan mengenakan kaosku.
"Ini untuk senang-senang aja, jangan sampai keterusan," kataku.
Nafasku masih menggebu tapi kuusahakan untuk tenang. Dia meneruskan mengocok sendiri barangnya dengan tangannya masuk ke celana pendek. Dia bisa ejakulasi di sini, pikirku. Nafasnya dapat kudengar, dan dadanya naik turun dengan kencang. Matanya sesekali merem. Kaosnya dinaikkan sampai dada, memperlihatkan perutnya yang mengkilat karena keringat. Ah, aku melihat cowok masturbasi.. Langsung di depanku. Pengalaman apa ini? Aku melangkah ke meja kecil sambil menawarkan minum padanya. Aku masih punya aqua gelas.
Kulihat dia menggelinjang pelan dan mendengus dengan nafas yang berat. Dia orgasme. Huh, aku lihat dia dengan ekspresi puasnya. Dia menerima minum yang aku sodorkan. Celananya kulihat sudah basah dan tangan kirinya disapukan ke celananya. Membersihkan sisa spermanya. Baunya khas terasa merebak di ruang kamarku.
"Maaf, aku sudah keluar nih.." katanya.
Aku senyum saja, walau jantungku masih berdetak keras. Aku beri dia beberapa lembar tissu untuk membersihkan cairan yang berlepotan di perut dan tangannya. Ingin aku yang membersihkannya. Tapi nggak ah..
Dia minum dengan membuka plastik atas gelas dan menyedot semua airnya. Habis. Kemudian dia lanjutkan membersihkan batang penisnya dengan melorotkan celananya. penis yang besarnya dan panjang itu melengkung indah. Ujung penisnya persis di pusarnya.
"Aku mesti menahan diri," kataku membela diri.
Seperti mengatakan pada dirinya. Juga diriku, yang pingin sekali menyentuh barang yang indah itu. Aku duduk di sampingnya sambil menepuk pelan bahunya. Barangnya masih berdenyut pelan. Ah..
"Lain kali ya.." kataku, seperti berjanji. Ran menaikkan celananya dan menurunkan kaosnya. Menutupi keindahan yang ada di tubuhnya. Sekarang sedang iklan di saluran gulat tadi. Tissu bekas, masih berserakan di samping tubuhnya.
"Suka ini? Atau ganti?" tanyaku.
"Aku sukanya nonton BF," katanya terus terang. Dia perbaiki duduknya agar lebih berdiri. Saat dia masturbasi tadi rupanya badan agak merosot sampai setengah telentang.
"Wah, kalau itu nggak ada di sini," kataku tertawa.
Sebenarnya aku bohong. Aku punya satu CD di bawah kasur. Tapi tidak sekarang nyetelnya. Mesti tahan diri. Kami nonton beberapa saat. Diam saja. Dia mungkin sedang tidak enak hati atau apa. Kuliat sudah lewat jam dua belas. Biasanya aku sudah tertidur jam segini. Aku menguap juga walau sejak tadi berusaha ditahan.
"Kau sudah ngantuk. Aku pulang ya. Maaf yang tadi" katanya sambil berdiri dan membuang bekas tissu ke tempat sampah.
"Pulpennya sudah ya."
Dia menutup depan celananya dengan bagian bawah kaosnya, untuk menutupi bekas sperma yang kulihat masih ada, masih basah. Dia menuju pintu. Hampir aku tawarkan dia untuk menginap saja di sini, tapi bisa gawat. Ran penuh inisiatif dan tak dapat menahan diri. Seperti yang telah dilakukannya tadi. Aku menggangguk, sambil merangkul bahunya. Tubuhnya panas.
Pintu kubuka, angin malam menerpa masuk. Agak kencang. Ingin aku melakukan hal yang lebih dari merangkul.. Tapi kutahan. Dia melangkah keluar, tersenyum dan melambai. Dia menghilang di belokan depan rumah. Ada rasa kecewa dari wajahnya. Kalau kita baik sama orang, orang juga baik sama kita. Dan apa yang kulakukan membuat kejadian ke arah dosa dan untung belum sampai jauh. Aku mengakui kalau Ran terangsang karena tampilanku setelah mandi tadi. Entah kenapa aku selalu dapat godaan maksiat semacam ini. Apa karena aku juga suka menggoda tanpa kusadari? Tiap kali menghindar, godaan datang saja.
Kututup pintu dan kukunci. Dikunci untuk jaga-jaga saja karena kamarku berhubungan langsung dengan halaman luar. Menuju tempat tidur, matikan TV dan lampu. Tidur. Aku berdoa semoga Tuhan tetap melindungiku dari tidak berbuat dosa lagi. Aku mohon ampun lagi, seperti hari-hari lalu setelah berbuat dosa semacam ini.
Aroma sperma masih ada saja, dan rasanya makin kencang. Di luar sudah mulai rintik hujan. Aku angkat tanganku ke samping kepala, jangan masturbasi lagi, kata hatiku. Jagalah kelaminmu! Itulah yang selalu aku ucapkan kalau sudah mulai 'gila'. Kadang berhasil, kadang juga tidak. Apalagi kalau yang menggoda aku suka juga. Ah..
Tamat
Komentar
0 Komentar untuk "Malam godaan - 2"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.