Let it rain - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Aku menghampiri tempat tidurnya yang tertata rapi. Perlahan kubaringkan tubuhku, dan rasa dingin sejuk merayap di sekujur kulitku.
"Sini." Ia tampak ragu, kembali kami saling berhadapan, tapi matanya menerawang jauh.
"Take your shirt off."
Perintah itu seolah membawanya kembali ke bumi dan perlahan ia duduk di sisi tempat tidur. Ia menggigit bibir bawahnya, dan kembali lehernya berdetak.
"Slowly." Aku memberi petunjuk dengan senyum merekah.
"Ya," jawabnya singkat layaknya pasien yang terhipnotis.
Jari-jarinya merenggut ujung bawah kaosnya dan melepasnya dengan sigap. Terpampanglah dada seorang pria dewasa di depanku. Putingnya yang kecil bulat menegang dengan bertaburkan bulu-bulu halus di sekelilingnya. Urat-urat kebiruan sedikit menonjol di sepanjang lengan dan tangannya. Ia memperhatikan mataku yang menyapu dadanya. Tiba-tiba lengannya terangkat dengan tangan terbuka.

"Kenapa," ujarnya penasaran.
"Gimme those hands."
Ia merangkak mendekat di atas tempat tidur mendekatiku.
"Mau diapain?" sepertinya dengan pikiran yang berkecamuk.
"Celanaku basah."
Ia tersenyum tertahan. "I hope so."
"No. no. Aku tadi sempat kedudukan bangku yang basah waktu di angkot. Mau bantu aku melepaskannya?"
Ia berkata, "Boleh," tapi sama sekali tak bergerak.
"Want me to?" Aku meraih ujung celanaku dan mengangkat pantatku. Ia meletakkan salah satu tangannya di perutku untuk menahanku. Ia menatap kakiku, dadaku, dan mulutku. Ketika ia menatap mataku, matanya kembali turun ke bawah. "Sudah cukup lama," katanya muram.
"Dan kamu udach lapar sekali, khan?"
Ia menarik nafas panjang memenuhi setiap sudut paru-parunya. Badannya bergetar kembali. Aku dapat melihat ketegangan di balik celananya. Posisinya benar-benar merangsangku seperti gelembung balon yang mau pecah. Ia menggenggam dengan tangannya sendiri dan meremasnya. Keras. Menghembuskan nafas dari hidungnya dengan menggigit bibir bawahnya.

Aku mengangkat kembali pantatku dan berusaha melepaskan celana katunku beserta underwear-nya. Aku menunggu usapan tangannya dengan berdebar-debar. Ketika tangan itu datang, elusannya benar-benar halus. Kewanitaanku bergejolak menanggapi sensasi yang dibuatnya. Ia menarik celanaku menggantikan kedua tanganku yang sudah meremas sprei tempat tidur. Aku mengangkat kedua kakiku ke atas untuk memudahkannya terlepas sempurna. Ia melipat celanaku rapi dan meletakkan underwear-ku diatasnya. Tangannya kembali merenggut kedua pahaku dan merenggangkannya.

Wajahnya diletakkan sedekat mungkin dari kewanitaanku. Ia menghirupnya dalam dan menutup matanya. Sekarang giliran Indra yang melenguh tertahan. Tiba-tiba, ia melepas pegangannya di pahaku. Ia bangkit dan melepas celana jeans dan underwear. Kejantanannya mengacung lega di antara kami berdua, menghadap atap kamar yang gemuruh diterpa hujan. Bilur-bilur nadi di sekujur batang kemaluannya menambah nuansa tersendiri. Ia menatapku sesaat dan mengangguk tanpa arti. Tanpa sadar jari jemariku mulai melepas kancing kemejaku dan melempar ke mukanya. Ia tidak kaget, bahkan menangkap kemejaku dengan sigap. Dan ritual melipat pakaiannya terulang kembali. Aku memiringkan tubuhku.

"Would you mind?" sambil membuat lirikan manja.
Ia menghampiri dan menatapku tajam. Ia membantu melepaskan kaitan bra-ku dan dengan sedikit gemas aku menggaruk punggungnya. Aku sudah mulai tidak sabar. Aku tidak memperhatikan lagi kemana perginya bra-ku. Kedua tangannya mendorong pundakku dan aku hanya mengikuti pasrah. Tubuhku sudah mulai berkeringat dan kewanitaanku sudah semakin melembab. Dinginnya sprei tempat tidur hanya memberikan kesejukan sementara pada syaraf-syaraf kulitku yang terombang-ambing kenikmatan duniawi. Ia kembali menatap dengan mata yang semakin berbinar seolah seorang anak yang diberi mainan baru tanpa keinginan untuk memegangnya.

Kemudian badannya berbaring dan kepalanya mengarah pada wajahku. Tapi perkiraanku ternyata meleset! Untuk beberapa saat ia mencari sesuatu di atas kepalaku. Ketika ia kembali pada posisi duduk, mulutnya sudah menggigit sebungkus kondom. Aku berusaha beranjak bangun dan menatap antusias apa yang akan terjadi selanjutnya. Jari-jari tangan kirinya menahan ujung penisnya yang sudah merah mengkilat dan menggulung karet pengaman itu menutupi seluruh kejantanannya dengan jari-jari tangan kanannya. Ia berlutut di atas tempat tidur dan jari-jarinya kembali mengurut penisnya seperti meyakinkan posisi karet yang benar-benar nyaman. Jujur saja, saat itu kepalaku sudah semakin pusing dan desiran-desiran yang menyelubungi kewanitaanku semakin menjadi-jadi. Kami melakukan foreplay tanpa sentuhan fisik yang berarti!

Ia menyelinap di antara kedua kakiku. Kedua lututnya yang terlipat menahan kedua pahaku yang merenggang pasrah. I know this man is gonna rock me. Aku menggapai belakang kepalaku untuk sesuatu sebagai pegangan. Sesuatu yang bisa kugunakan sebagai jangkar sehingga aku dapat menahan serangannya nanti. Rongga kewanitaanku melemas terbuka bersiap untuk menelan sesuatu yang keras dan gemuk di hadapannya. Indra bergerak sangat perlahan. Ia menatap ke bawah tubuh kami dan terkesima melihat daerah pertempuran yang berada di bawah kontrolnya.
"Can I?" ia bertanya, suaranya ketat dan tinggi, seperti kejantanannya.
"Terserah!" dengan warna suara yang sudah tidak sabar lagi.

Action! Ia mendorong keras memasukiku, memenuhi rongga vaginaku, mendesakku ke tempat tidur, dan badanku bergetar keras ketika ia menariknya keluar. Selalu berulang. Keras. Menuju dalamnya tubuhku, dan kembali. Menyusun irama kenikmatan menemani rain symphony.
"Rapatkan kakimu," kataku memohon.
Ketika ia melakukannya, bukit kecil pelvisnya menabrak klitorisku. Sensasional dan menyenangkan. Denyutan orgasmeku semakin nyata, sayangnya belum cukup.
"I wanna roll over."
"Yeah." Ia berhenti bergerak di dalamku. Agak menarik mundur. Membiarkan lututku pergi. Aku berusaha berbalik mengelilingi kejantanannya, tanpa melepaskannya, sehingga tubuhku berada di atasnya sekarang. Ia meremas pinggulku, seperti pengungkit, ia mulai memompa, mendesak, dan menusuk. Kedua tanganku meremas dadanya, memilin puting payudaraku, dan menggaruk paha kakinya. Aku mengangkat tubuhku sehingga dapat melihat batang kemaluannya yang masuk-keluar menggesek-gesek bibir vaginaku. Aku menggenggam bola-bola kejantanannya dengan tangan kiri, dan menjepit klitorisku diantara telunjuk dan jari tengah tangan kananku.

----------

Did u know? Pria lebih pendiam dibandingkan wanita pada saat bersetubuh? Hal ini disebabkan fungsi otak pria yang harus bekerja keras selama prosesi penetrasi/intercourse berlangsung. Aktifitas otak pria diambil alih oleh semua organ seksual dan syaraf-syaraf kenikmatannya. Sedangkan pada wanita, otak masih dapat bekerja secara normal. Hal inilah yang membuat wanita terlihat lebih liar dan tidak terkendali. Tapi wanita dapat dengan segera menyadari perubahan lingkungan di sekitarnya. Jadi jika pria ingin menahan orgasmenya, pada saat mau klimaks, alihkan perhatian otak anda ke sesuatu selain seks. Anda dapat memikirkan pekerjaan kantor/kuliah, rencana esok hari, jadwal/hasil pertandingan, atau susunan pemain team sepak bola. Normalnya, semakin otak pria berpikir keras, aliran darah dan sensitifitas syaraf di organ seksual akan semakin berkurang.

-----------

Indra menggeram sekarang, dan tekanan di antara kami berdua membuat udara di paru-paruku terlepas keluar membentuk desahan dan jeritan tertahan. Aliran kenikmatan telah menjalar dari tumit sampai ke ubun-ubun kepalaku. Ia menarik keluar penisnya dengan cepat. Vaginaku terasa hampa tanpa arti. Aku merendahkan kewanitaanku berusaha menemukan kembali kejantanannya. Batang kemaluannya terselip di antara bibir-bibir vaginaku, tanpa berusaha untuk menerobos masuk kembali. Kepala penisnya menemukan titik keras klitorisku lagi dan berulang. Aku menekan jari-jariku untuk menahan batang kemaluannya tetap pada posisi itu.

"Kayaknya sebentar lagi nich. Aku akan meledak sebentar lagi," kataku sambil terengah-engah.
"Bilang aja kalau udah deket," bisiknya di telingaku.
Erangan kenikmatan sudah tidak bisa kukendalikan lagi. Mulut Indra berusaha untuk membungkamku, mengurangi keliaranku. Aku tidak bisa menahannya walau sudah berjuang keras. Dan aku benar-benar menikmatinya. Ia mendorong kembali pinggulnya dan memasukiku. Ia membenamkan wajahnya di leherku. Aku dapat merasakan denyut nadi di batang kemaluannya, dan kekagetanku yang membuatku melayang ketika tangannya meremas payudaraku dan memilin putingku dengan keras. Perlahan kami berusaha menormalkan kembali pernafasan. Ia membaringkan tubuhku kembali di atas tempat tidur dan meletakkan tubuhku di sisinya. Ia menciumi dengan lembut leher dan dadaku.
"Thanks," ucapnya lirih.
"Lagi..," jawabku manja.

Hari ini terpaksa makan siangku digabung dengan makan malam. Indra benar-benar kujadikan pemuas dahagaku. Kerinduanku seakan terjawab ketika berbaring di atas kasur yang basah dan lengket. Aromanya membuatku mabuk dan lemas. Aku pun harus dibantu untuk melangkah keluar kamar. Selama aku di kamar mandi pun, Indra harus mengecek untuk memastikan bahwa aku tidak pingsan akibat staminaku yang terkuras habis. Ketika pulang, ia mengantarku sampai di depan kamar kostku dan memberikan ciuman kilat di bibirku. Ia menolak dengan tegas undanganku untuk mampir sebentar menikmati nyamannya kamar kostku. Aku mengerti mendengar alasannya yang harus menyelesaikan tugas kuliah malam ini. Sebetulnya staminaku telah kembali seperti semula. Dan aku siap untuk melakukan posisi-posisi bersetubuh lainnya.

Dengan air hangat, aku membersihkan tubuhku dan meresapi kembali kenikmatan yang tersisa. Semua pikiran dan emosi yang mengarahkanku pada cinta telah kubuang jauh-jauh. Aku tak mau terjebak di antaranya. Biarlah pangeranku yang nun jauh di sana dapat merasakan getaran hatiku. Semoga kasihku berkenan datang dalam mimpiku malam ini. Aku berjanji takkan kulepas tubuhmu walau hanya sesosok bayangan. Selamat malam, my sweetheart. See you in dream.

TAMAT




Komentar

0 Komentar untuk "Let it rain - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald