Pada malam rapat militer berikutnya Jendral Wijaya mengadakan misi rahasia untuk membunuh Jendral Subodai. Apabila misi itu berhasil maka tentara Mongol akan semakin liar dan membabi buta tentara Kediri, dan juga kepemimpinan atas semua tentara akan digantikan oleh Meng Chi. Panglima Meng Chi telah diketahui oleh WIjaya sejak dahulu bahwa kedatangannya kedua kali-nya ke Nusantara adalah untuk menjadi raja sendiri dan membelot kepada Khan (sebutan untuk kaisar di negeri Mongol).
Maka misi pun dijalankan. Akhirnya dipilihlah seorang wanita cantik untuk ditugaskan pada misi itu. Wanita itu pernah tinggal di negeri Hojo (nama kerajaan di Jepang pada waktu itu) selama dua tahun dan belajar ilmu ninja. Wanita itu keturunan bangsawan dari tanah Jawa. Keluarganya dibantai oleh tentara Kediri dan sekarang adalah tiba saatnya untuk membalas dendam. Wanita ninja ini tahu kalau misinya sangatlah penting dan berbahaya, karena apabila sukses, maka kerajaan Kediri ditafsirkan akan runtuh dalam waktu kurang dari sebulan. Akhirnya berangkatlah wanita itu.
Diperkemahan Mongol, pada malam yang gelap gulita, wanita ninja itu berpakaian baju ketat berwarna hitam, dan celana rok yang mini (seperti dalam kartun Jepang cewek ninja) sehingga ia dapat bergerak leluasa. Hanya dalam beberapa loncatan saja ia sudah mencapai atap kemah Subodai. Wanita itu pun turun ke kemahnya dengan mengigit sebuah pisau kecil. Terlihatlah jendral Subodai yang sedang tidur lelap. Wanita itupun melempar pisaunya dan meleset.
Subodai ternyata hanya pura-pura tidur saja. Tangannya yang kekar menangkap pergelangan kaki wanita itu dan ditarik secara kasar. Wanita itu jatuh tepat diranjang Subodai. Jendral yang sedang tidak bisa tidur itu langsung merobek baju wanita itu.
"Kyaa!!" teriak wanita itu.
Namun tidak ada orang yang bisa menolongnya. Wanita itu langsung menutup bajunya yang setengah robek itu, dan berusaha mundur. Namun ranjang yang empuk itu membuat gerakannya terhambat. Tangan Subodai langsung memegang dan menarik paha wanita itu. Lalu wanita itu langsung meronta-ronta namun kedua betisnya terjepit di kedua ketiak Subodai sehingga ia tidak bisa bergerak bebas lagi. Subodai langsung mengelus paha wanita itu sambil tersenyum sambil berdiri. Wanita yang tiduran di ranjang itu tidak bisa berbuat banyak selain meronta dan berteriak.
Elusan itu bertambah liar, dari paha, betis hingga ke celana dalam wanita itu yang berwarna putih. Akhirnya celana dalam itu dirobek, dan kepala Subodai langsung terjun bebas dan mendarat di vagina wanita itu. Lidah dan bibir Subodai langsung mencium, menjilat, dan menghisap vagina wanita itu. Kedua paha wanita itu di apit sehingga tidak bisa bergerak banyak. Setelah puas menjilat Subodai langsung kembali berdiri tegak dan merobek pakaian wanita itu sampai ludes. Wanita itu kembali meronta-ronta dan berteriak,
"Tolong, jangan, lepaskan aku".
Subodai menjawab, "Kau akan kulepaskan setelah aku puas menikmatimu".
Setelah wanita itu dibuat telanjang, Subodai langsung melepaskan kedua paha wanita itu, dan menelanjangkan dirinya. Wanita itu semakin ketakutan dan bergeser sampai ujung ranjang yang menempel ke dinding sambil menutup kedua dadanya yang montok dengan tangan. Wanita itu tidak bisa kabur karena pahanya sakit setelah dikunci sekian lama oleh sang jendral Mongol. Subodai langsung naik ke ranjang dan mencoba untuk membuka kedua kaki wanita yang disilangkan itu. Wanita itu berteriak sambil mengelengkan kepala secara keras sebagai tanda ketidak setujuannya atas tubuhnya untuk dinikmati, namun Subodai langsung membuka mulutnya yang besar dan menempelkannya ke mulut wanita yang kecil itu.
Wanita itu dipaksa berciuman. Lidah wanita itu di aduk-aduk oleh lidah Subodai. Terlihat isak tangis wanita malang itu. Mau membunuh malah diperkosa. Subodai lalu membalikkan badan wanita itu dan menarik ke dua pahanya untuk dijepit dikepalanya. Lalu lubang pantat wanita itu dijilati sampai puas. Kedua betis wanita itu disilangkan di belakang kepala Subodai. Ia sendiri mengambil posisi duduk diranjang, dan wanita itu tengkurap sambil menangis. Air matanya membasahi bantal Subodai.
Setelah lama menjilat akhirnya Subodai langsung mencumbui pantat wanita itu. Ternyata wanita itu belum pernah dicumbui lewat pantat sehingga lubang pantatnya masih kecil, dan pantatnya padat berisi. Subodai langsung mengambil posisi push-up dan mencumbui pantat wanita kecil itu secara ganas. Wanita itu langsung berteriak kesakitan dan menangis keras. Kedua tangan Subodai berada disamping kiri dan kanan wanita itu. Karena kesakitan dan tidak dapat kabur, wanita itu meronta-ronta dan tangannya berusaha menarik kasur ranjang dan bantal dan berusaha kabur. Rontaan itu membuat penis Subodai makin terpijit dan ia sendiri makin terangsang sehingga goyangannya bertambah keras.
Wanita itu lalu lemas dan tangannya hanya bisa memegang kedua lengan Subodai yang berotot. Akhirnya setelah agak lama Subodai lalu membalikkan tubuh seksi wanita itu dan memeluknya. Sekarang posisi Subodai duduk diranjang dan wanita itu duduk di kaki Subodai dan menghadap ke Subodai. Penis Subodai langsung ditancapkan ke vagina wanita itu yang masih virgin. Mata wanita itu langsung terbuka dan ia kembali meronta-ronta. Tangannya berusaha mendorong dada Subodai, namun tangan Subodai lebih kuat dan berhasil memeluk tubuh wanita itu. Wanita itu akhirnya lemas dan dipaksa bercumbu. Kedua paha wanita itu mengapit perut Subodai dan dielus-elus. Wajah wanita itu lemas dan terbaring diatas wajah Subodai. Air matanya menetes ke pipi Subodai. Jendral itu lalu menjilat air mata itu dan kembali berciuman.
Setelah itu Subodai mencapai tahap orgasme dan spermanya mengucur dalam vagina wanita itu yang hangat. Wanita itu lalu terbaring lemas dan berkata dalam isak tangisnya,
"Maafkan aku baginda. Aku tidak dapat menjalankan misi ini. Maafkan aku rakyat Kediri."
Lalu wanita itu menggigit lidahnya sendiri dan mati. Perkataan itu sengaja dilakukan oleh wanita itu untuk mengadu domba tentara Mongol dan kerajaan Kediri. Subodai akhirnya masuk perangkap dan percaya perkataan wanita yang baru meninggal itu. Ternyata walaupun wanita itu tidak berhasil membunuh Subodai, namun ia berhasil mengadu domba Subodai dan Kediri.
Dipagi harinya Subodai mengadakan rapat militer, namun dipertengahan rapat itu seorang tentara melapor bahwa ada seorang panglima kediri bernama Arjuna dan Wiguna menantang perang dengan sepuluh ribu tentara. Subodai lalu berkuda keluar dari perkemahannya diikuti oleh para perwiranya dan ribuan tentara.
"Aku akan membalaskan dendamku atas kematian ayahku Jendral Sanjaya" teriak panglima Arjuna.
Subodai lalu menantangnya duel satu lawan satu. Duel itu diterima karena Subodai adalah pembunuh ayahnya. Arjuna lalu menyerang Subodai dengan ganas. Subodai sendiri kaget akan kekuatan panglima itu. Lalu akhirnya setelah setengah hari berduel ia-pun berkata,
"Sayang sekali, panglima kuat ini tidak bisa kutarik menjadi tentara perangku".
Lalu ia mengayunkan parangnya secara keras dan memenggal kepala kuda Arjuna. Semua orang kaget akan kekuatan Subodai.
"Mengapa bisa demikian? Siapakah kau sebenarnya," tanya Arjuna.
Subodai menjawab, "Ayahmu saja bisa ku penggal, apalagi kamu ini."
Lalu parang itu diayunkan dan membelah tubuh Arjuna menjadi dua. Panglima Wiguna lalu memimpin tentaranya yang sudah ketakutan itu untuk kabur. Para tentara Mongol yang melihat tentara musuh kabur langsung mengejar tanpa diperintah bagaikan rombongan serigala yang mengejar mangsa ketakutan. Kuda-kuda berlari kencang dan puluhan ribu tentara itu dibantai secara kejam. Wiguna sendiri berhasil kabur sampai ke ibukota kerajaan Kediri.
Pada keesokan harinya panglima Chen Mien ditugaskan untuk memimpin ratusan tentara Mongol bersama Meng Chi untuk merebut desa Pecinan. Chen Mien ditugaskan untuk melakukan negoisasi terhadap kepala kampung itu yang dipimpin oleh Huang Man. Kepala kampung ini pernah menolong Jendral Sanjaya yang keracunan, serta berjuang bersama Arjuna dalam membunuh dukun jahat yang dipanggil datuk racun itu. Maka secara langsung Huang Man menolak berkerja sama dengan Wijaya maupun tentara Mongol.
"Dasar pengecut Wijaya yang hanya bisa mengunakan tentara Mongol untuk membunuh musuhnya. Aku tidak sudi bekerja sama dengannya".
Meng Chi menjadi marah dan berkuda untuk berduel dengannya. Setelah lama berduel ternyata Huang Man ini sangatlah kuat, sehingga Meng Chi kalah dan kabur kembali ke barisan tentaranya. Chen Mien pun ikut berduel dan kudanya mati tertusuk tombak. Meng Chi menolak kabur dan dengan tanpa kuda ia melanjutkan duel. Tak lama kemudian ia berhasil melempar tombaknya dan mengenai mata kuda itu. Huang Man jatuh dari kuda dan menlanjutkan duel dengan menggunakan goloknya. Duel itu berlangsung seru.
Satu jam kemudian kedua pedang dan golok dari masing-masing pihak terlepas dari tangan sehingga mereka bergulat ditanah hingga sore. Akhirnya karena kedua-duanya kelelahan maka mereka menganggap duel itu seri. Chen Mien dan Huang Man kembali ke posisi masing-masing. Pada pagi harinya duel pun akan dilanjutkan, Huang Man dengan berbekal parang besar, berdiri di depan pintu gerbang desa. Tapi Meng Chi tidak mau menunda perang lebih lama lagi, maka ia memerintah puluhan pasukan pemanahnya untuk bersiap menyerang.
"Hentikan, duelku belum habis," teriak Chen Mien, namun ia diabaikan oleh Meng Chi.
Akhirnya perintah tembak pun dilepaskan dan Huang Man berteriak,
"Kerajaan Kediri tidak akan pernah menyerah!!"
Dan ia pun tertembak puluhan panah. Huang Man gugur dalam keadaan posisi berdiri dengan parang besarnya. Matanya masih terbuka dan melihat ke arah Meng Chi. Setelah itu Chen Mien memerintah agar tentara Mongol tidak melakukan hal bodoh kepada desa itu. Akhirnya seorang kakek tua berjalan keluar dari desa dan mengatakan bahwa desa Pecinan sekarang berada ditangan Wijaya dan Mongol, sedangkan ia sendiri adalah kepala desa baru. Maka Meng Chi pun memerintah tentaranya untuk kembali ke perkemahan.
Beberapa minggu kemudian seluruh tanah Jawa diselimuti oleh udara panas akibat musim kemarau. Putri Ayu datang ke perkemahan Mongol untuk menjengguk Subodai. Pada malam itu didalam kemah Subodai terasa panas sekali. Setelah lama berbincang-bincang antara kedua sang kekasih maka mereka pun berkeringatan. Keringat sang putri membuat bajunya basah dan terlihatlah jiplakan kedua payudaranya yang padat. Pantat Ayu pun sudah basah, serta jiplakan pantat seksinya pun terlihat. Akhirnya Suboda berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Ayu. Ia lalu membuka baju Ayu dan menariknya ke ranjang.
"Ah Mas ini, sudah panas begini malah diajak bercinta".
Subodai hanya tersenyum dan menelanjangkan dirinya dan Ayu. Subodai langsung naik keranjang dan mereka berdua mengambil posisi 69. Vagina dan pantat Ayu diperas dan dijilat. Penis Subodai yang berdiri tegak itu dihisap dan digigit secara ganas oleh Ayu. Setelah agak lama mereka mengambil posisi duduk dan saling berhadapan serta saling memeluk. Vagina Ayu langsung ditusuk tanpa bertanya-tanya lagi. Keringat mereka berdua saling bercampur dan menetes ke tubuh lawan. Badan mereka menempel secara erat karena keringat itu. Ayu dan Subodai semakin ganas karena bau keringat itu membuat mereka berdua makin terangsang.
"Uh.. Uh.. Ah.. lagi, lagi" desah Ayu.
Mereka pun saling berciuman dan berjilatan. Ayu menjilat dada Subodai, Subodai pun menjilat payudara dan leher Ayu. Kemudian mereka berciuman kembali Setelah agak lama Subodai mencapai tahap orgasme dan spermanya memuncrat bagai air deras. Lalu ia pun jatuh berbaring diranjang. Ayu sendiri yang masih belum puas langsung mengambil posisi duduk dan melanjutkan cumbuannya.
"Aku tahu kalau kamu suka," katanya lalu bercumbu berulang-ulang.
Penis Subodai dimasukan ke pantat Ayu yang padat, Ayu sendiri duduk membelakangi Subodai dan bergoyang secara ganas seperti kesurupan. Mereka berdua berteriak dan berdesah kenikmatan.
"Kamu suka kan sayang?" tanya Ayu secara berulang-ulang.
Kedua biji Subodai dimain-mainkan oleh tangan Ayu. Subodai makin terangsang dan akhirnya berorgasme untuk kedua kalinya. Penis Subodai kemudian dikeluarkan dan dimasukkan ke vagina Ayu.
"Sekarang jurus terakhir dariku," kata Ayu.
Pinggul Ayu digoyangkan maju-mundur, atas-bawah, dan lalu mengadakan goyangan 360 derajat. Subodai sudah sangat kelelahan dan penisnya sakit, maka ia hendak membatalkannya. Namun AYu tidak mau melepaskan penisnya, namun ia malah mencengkram kedua telapak tangan Subodai. Sang jendral tidak dapat menghentikan kekasihnya yang ganas. Keringat Ayu bercucuran menetes ke seluruh tubuh Subodai. Penis Subodai yang setelah lama terkocok didalam vagina hangat itu langsung meledak dan memuncrat sperma ketiga kalinya.
Badan Subodai langsung lemas tak bertenaga, lalu tiba-tiba tangan Ayu dimasukkan ke ranjang dan saat dikeluarkan tangannya membawa keris. Subodai kaget namun ia tidak bisa melawan. Keris itu ditusukkan ke dada Subodai berkali-kali hingga mati. Ternyata sebelum melakukan seks Ayu sudah minum jamu penguat dari gunung Bromo sehingga ia bisa tahan lama tidak berorgasme. Setelah Subodai mati, Ayu menggunakan kerisnya untuk merobek kain kemah Subodai dibagian belakang. Setelah itu ia langsung menghembus napas panjang-panjang dan menusukkan keris itu ke perutnya sendiri.
Ia lalu berteriak minta tolong. Beberapa saat kemudian para tentara masuk dan menemukan jendralnya mati, dan Ayu dalam keadaan sekarat karena perutnya tertusuk keris. Ayu lalu menunjuk ke arah tenda yang robek itu. Para tentara Mongol mengira ada pembunuh kabur lewat situ, lalu mengejar kesana. Ayu lalu menghembus napas terakhir.
Hal ini langsung tersebar luas bahwa putri Wijaya mati bersama kekasihnya. Jendral Wijaya sendiri langsung menangis keras. Ia sendiri tidak tahu kalau putrinya berbuat akan demikian. Saat Wijaya menemukan surat Ayu, semua sudah terlambat. Didalam suratnya Ayu menuliskan bahwa kesedihannya karena ayahnya tidak bisa tidur nyenyak setiap malam yang dikarenakan Subodai enggan menggerakkan tentaranya.
Bagaimanakah nasib tentara Mongolia selanjutnya setelah kehilangan pemimpinnya?
Akankah mereka balas dendam, atau mungkinkah mereka akan mundur kembali ke daratan utara?
Bersambung . . . .
Komentar
0 Komentar untuk "Ambisi Wijaya - 9"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.