Untuk lebih mengakrabkan hubungan kerja di kantor, teman-teman kantor mengadakan acara pergi bersama ke tempat santai, yaitu di daerah pegunungan yang berhawa dingin. Semua teman-teman kantor pada ikut, tidak terkecuali Mbak Tatik. Namun aturannya, bahwa semua karyawan dan karyawati harus ikut dan tidak boleh bawa pacar, biar lebih bebas (pada saat itu kami semua belum berkeluarga, kecuali Mbak Tatik tentunya). Hanya Mbak Tatik saja yang diperkecualikan untuk membawa keluarga (dalam hati aku sangat kecewa, karena tidak bisa bebas mendekati Mbak Tatik, karena takut ada suaminya).
Pada hari Jum'at sore, setelah selesai tutup kantor, kita semua sudah berkumpul di kantor untuk berangkat ke Puncak (bukan Puncak di Cipanas lho). Semua yang berangkat ada 17 orang cowok-cewek termasuk aku, dan Mbak Tatik bersama suaminya dengan membawa 2 anak kecil, yang ternyata keponakan Mbak Tatik. Dalam hatiku kejengkelan bertumpuk, karena Mbak Tatik sudah bawa suami, tambah keponakan lagi, wuaahh repot, pikirku saat itu.
Untuk membawa ke Puncak, sudah dipersiapkan tiga mobil Panther yang dipakai oleh karyawan dan satu Kijang yang dipakai oleh keluarga Mbak Tatik, masing-masing mobil sudah disediakan supir.
"Kalau 3 mobil nggak cukup, satu orang boleh dech ikut saya, atau biar Dik Anton saja yang ikut mobil saya", kata Mbak Tatik kepada teman-teman, matanya sambil melihatku.
"Cerdik juga boss yang satu ini", pikirku, dan sangat halus sekali triknya.
Agar Mbak Tatik tetap dekat denganku, tapi tidak terlalu mencolok, makanya pura-pura menawarkan tetapi langsung menutup penawaran kepadaku.
"Ayo siapa yang ikut mobil Mbak Tatik, biar aku yang di Panther aja", kataku pura-pura menawarkan kepada teman-teman, karena aku tahu, pada tidak ada yang berani satu mobil dengan Mbak Tatik, rata-rata mereka pada sungkan.
"Udah dech, biar Anton aja yang ikut, sekali-kali kita kerjain, biar tahu rasa, gimana rasanya satu mobil dengan Mbak Tatik, mungkin sampai di tempatnya Anton sudah tegang nggak bisa bergerak", kata Nita temanku sambil tertawa kecil mau mengerjai aku.
"Ya bener, sampai di tempat aku bisa tegang, tapi bukan tegang karena sungkan, tapi tegang karena nggak tahan aja berdekatan dengan Mbak Tatik", kataku dalam hati, dan yang tegang hanya tertentu saja, tidak seluruh badan.
"Jangan aku dong, yang cewek aja", pintaku berpura-pura.
Tapi teman-temanku langsung lari berebut mobil masing-masing, dan akhirnya aku jalan juga ke mobil Mbak Tatik, dan sekali lagi pura-pura mengumpat mereka.
Suami Mbak Tatik hanya senyum-senyum melihat kelakuan kami. Oh ya, aku belum kenalin sama suami Mbak Tatik. Namanya sebut saja Mas Joko, orangnya besar, gagah dan ganteng (kata teman-teman cewek) dan agak pendiam. Wajahnya mirip dengan Rahmat Kartolo.
Mas Joko duduk di jok depan dengan supir. Sedangkan Mbak Tatik, kedua keponakan yang masih kecil dan aku duduk di jok tengah. Jok belakang penuh dengan perbekalan. Begitu aku duduk di mobil, pertama yang kulakukan adalah mempelajari situasi mobil. Posisi kaca spion, dan posisi duduk supir dan posisi duduk Mas Joko. Sekiranya memungkinkan untuk melakukan serangan awal terhadap Mbak Tatik. Dan ternyata masih memungkinkan kalau hanya sekedar serangan-serangan ringan. Sorry agak norak sedikit melakukan serangan ringan di mobil, habis kukira siapa pun akan sayang membiarkan tangan ini tidak bersinggungan dengan kemulusan tubuh Mbak Tatik yang memang sintal, padat dan berisi.
Di perjalanan, Mas Joko banyak membaca buku, jadi tidak banyak pembicaraan kami dengan Mas Joko. Mbak Tatik duduk di sebelah kanan, aku duduk di sebelah kiri, dan kedua keponakan duduk di antara kami. Sehingga kami cukup leluasa kalau hanya melakukan cubitan-cubitan kecil di pinggang Mbak Tatik, kadang sedikit elusan di pantatnya, maupun pinggangnya. Tapi sebaliknya, tangan Mbak Tatik terkadang juga memberikan cubitan halus di pinggangku. Dan setiap kali aku dicubit, rudalku langsung sudah siap mencari sasaran (maklum usia masih dalam taraf pandangan Hidup).
Setiap kali kusentuh pinggang atau pantatnya, kelihatan Mbak Tatik agak menghela nafas, dan wajahnya menunjukkan sedikit tegang. Memang kuakui kalau Mbak Tatik itu tegangan tinggi juga. Tidak ada yang istimewa yang perlu diceritakan dalam perjalanan, karena jarak kantor kami dengan Puncak tidak lebih dari 50 km, sehingga perjalanan cukup ditempuh tidak lebih dari 40 menit.
Menjelang Maghrib kami semua sudah sampai di Hotel, setelah mandi dan istirahat sebentar, malam kita gunakan untuk bercanda ria dan menikmati santap malam Kambing Guling. Kami semua menikmati acara tersebut, kecuali Mas Joko. Dengan alasan mengantuk, maka Mas Joko tidak ikut bersama-sama dengan kami. Mas Joko lebih suka makan di kamar dan akhirnya tertidur. Tinggallah kami semua dan Mbak Tatik bercanda ria.
Setelah selesai makan, kami berpencar berkelompok-kelompok. Ada yang bercerita berkelompok, ada yang jalan-jalan menikmati malam, dan ada yang sekedar memainkan gitar, dengan lagu-lagu tahun 70-an.
Mbak Tatik memberi kode ke aku untuk mendekat, dan dia berbisik,
"Dik Anton, anterin Mbak Tatik jalan ya."
"Lha Mas Joko?" tanyaku terkejut.
"Udah dech, nggak usah pikirin Mas Joko, Mas Joko sudah tidur."
"Mbak, Mas Joko bener sudah tidur?" tanyaku menyelidik.
"Ya begitulah Mas Joko, dia lebih suka menyendiri dan pasti dia sudah tidur", kata Mbak Tatik.
Kami berjalan berdua, dan kami saling membisu. Aku masih diliputi perasaan takut kalau Mas Joko tahu, dan pikiranku terus berputar, kuajak kemana Mbak Tatik ini.
"Kalau tahu kita berdua gini, gimana Mbak", tanyaku memecah kebisuan.
"Dik Anton nggak usah takut, dia percaya kok sama Dik Anton, dikirain Dik Anton kan masih kecil, masak mau ngapa-ngapain sama aku."
"Ya masih kecil, tapi si kecil ini kan sudah bisa gede, dan bisa membuat anak kecil", jawabku menggoda.
Mbak Tatik hanya terseyum dan mencubit pinggangku. Kutangkap tangannya dan kutarik badannya, sehingga kami jalan berdekapan.
Aku berjalan di sebelah kiri Mbak Tatik, sehingga tangan kananku dengan leluasa mendekap pundak Mbak Tatik, untuk melindungi dari hawa malam yang cukup dingin. Kami berdua berjalan, aku tahu betul liku-liku jalan di Puncak ini, maka kubawa Mbak Tatik di tempat yang sangat aman. Kudekap badannya, kubelai-belai punggungnya, sambil sesekali kucium telinganya. Mbak Tatik mendesah mengeratkan dekapannya ke tubuhku.
Tangan kiriku mengusap-usap buah dadanya yang kenyal dan padat di balik baju sweaternya, dan sedikit kuremas, sedangkan tangan kananku untuk meremas pantatnya yang bundar dan padat. Ciumanku berkali-kali kudaratkan pada tengkuk dan belakang telinganya. Turun ke pipi, dan akhirnya kami saling berhadapan dan berdekapan. Kuciumi dengan halus pipinya, turun ke bibirnya. Kukulum lidahnya, dan bibir kami saling berpadu. Nafas kami berdua sudah mulai tidak beraturan.
Kedua tanganku kudekapkan erat di punggung Mbak Tatik, tangan kiriku kugunakan untuk mendekap pantat Mbak Tatik dan sedikit kutekan, sehingga kekenyalan batang kemaluanku dapat dirasakan oleh kewanitaannya, dan aku mulai geser-geserkan kemaluanku di kewanitaannya. Sedangkan tangan kananku kutelusupkan di bawah sweaternya, untuk mengusap kulit punggungnya yang halus, lembut dan sudah mulai hangat oleh birahi.
Udara malam semakin dingin, tetapi badan kami berdua sudah semakin panas. Kami berdua sudah tidak tahan untuk tidak menyelesaikan permainan ini, karena serangan-serangan awal sudah dimulai sejak tadi sore, ketika dalam perjalanan.
"Dik Anton kita cari tempat yang enak aja Dik", bisik Mbak Tatik sambil mendesah menahan birahi.
"Nanti kelamaan, Mbak? gimana kalau Mas Joko bangun?"
"Dik Anton tenang saja, Mas joko itu kalau tidur lama kok, dan nggak pernah bangun, dan nanti seandainya bangun, gampang kok aku cari alasan."
"Oke dech Mbak, yuk kita jalan."
Aku bimbing Mbak Tatik ke arah hotel yang dekat. Aku tahu persis tempat di sini yang nyaman buat Mbak Tatik.
Hanya lima menit perjalanan kaki kami sudah sampai di hotel yang mungil, tapi sangat bersih dan aman. Kami memesan kamar yang nyaman. Petugas receptionist sepertinya mengerti benar kebutuhan kami. Tidak banyak pertanyaan dan langsung mengantar ke kamar yang kami maksud.
Di dalam kamar, setelah pintu kami kunci, Mbak Tatik langsung melepaskan baju sweaternya. Sehingga tinggallah kaus singlet yang tipis dengan belahan dada agak lebar. Dipadu dengan celana jeans ketat di bawah lutut, sehingga pinggulnya kelihatan sangat bundar dan padat.
Kami berdua langsung berdekapan. Nafas kami berdua sudah memburu. Wajah Mbak Tatik agak menengadah, menunggu ciuman. Matanya sedikit terpejam dan bibirnya yang tipis sedikit terbuka. Kulumatkan bibir tipis yang sedikit terbuka. Kuhisap lidahnya, kumainkan lidahnya dengan lidahku dan kueratkan dekapanku di punggungnya.
Lama kami menikmati ciuman itu. Baru setelah aku puas menikmati bibir yang tipis, kugeserkan mulutku turun ke lehernya. Aku sangat menikmati ciuman di leher ini. Karena menurutku leher Mbak Tatik itu sangat seksi. Lehernya agak tinggi, dengan kulit yang mulus, dan padat berisi. Sehingga lidahku menari-nari di lehernya.
"Uhf.. uuhh.. sstt, Diikk Aanntoonn, awaas hati-hatii, janggann sampai membekas.."
Nafas Mbak Tatik mulai tidak teratur. Mbak Tatik ini kalau penampilan luar sangat anggun dan tenang, tetapi kalau birahinya sudah mulai naik, Mbak Tatik bisa sangat liar, meskipun tidak sampai teriak-teriak. Dan Mbak Tatik ini memiliki tegangan sangat tinggi. Baru disentuh sedikit saja, nafasnya sudah tidak karuan.
"Mmeemm, jangan khawatirr.. Mmmbakk", jawabku menenangkan.
Ciumanku sudah mulai turun ke sebelah atas dari buah dadanya. Kuciumi ke dua buah dadanya yang ranum, meskipun masih terhalang kaos dan BH. Mbak Tatik semakin menengadah, dan kepalanya mendongak ke belakang, dengan mata terpejam, dan mulut masih bergumam.
"Emm.. uugghh.. Diikk Aaantoon.. uugghh.."
Kelihatannya Mbak Tatik sudah mulai tak sabar, dia lepaskan sendiri singletnya, kemudian BH-nya juga dilepaskan sendiri. Sehingga dengan jelas kedua bukit bundar, kencang, dengan kedua putingnya yang bulat kecil berwarna coklat yang sudah tegak. Kedua susunya bergoyang-goyang sebagai akibat goyangan badan Mbak Tatik yang mulai terangsang hebat. Tiba-tiba tangan kanan Mbak Tatik memegang kemaluanku yang dari tadi sudah tegak, dan meremasnya karena sudah gemes.
"Uuhh, mm.. janngan kenceng.. kenceng dong Mmbak.. umm, Sakiitt.. mm", teriakku masih sambil menciumi perutnya.
"Sstt.. ggeemess kok.. Diik.. ugghh.."
Karena Mbak Tatik sering menggerak-gerakkan badannya ke belakang, dan sering mendongak, maka susunya terlihat bergoyang-goyang, tapi aku harus menahan badan Mbak Tatik dengan kuat supaya tidak jatuh ke belakang. Kupondong Mbak Tatik dengan kedua tanganku, dan Mbak Tatik mendekapkan kedua tangannya di leherku, Mbak Tatik tersenyum menggoda, kucium susunya, dan sekali lagi Mbak Tatik menggelinjang.
Kutidurkan Mbak Tatik dengan perlahan di atas ranjang. Mbak Tatik masih memejamkan matanya. Kucium sekali lagi bibirnya, sambil kuusap pipinya dengan tangan kananku. Aku masih menikmati bibirnya, tapi tanganku sudah mulai bergeser ke lehernya, turun ke bawah, melingkari lingkaran luar susunya. Kuremas-remas susunya dengan lembut. Mbak Tatik semakin menggelinjang. Tangan kirinya mendekap leherku, dan tangan kanannya menjambak-jambak rambutku. Kedua kakinya bergerak-gerak tidak karuan di atas ranjang, membuat spreinya sudah tidak beraturan lagi.
Ciumanku kugeser ke leher, dan terus turun ke bawah, kulingkari kedua payudaranya dengan ciumanku. Aku cium payudara kiri, sedangkan payudara yang sebelah kanan tetap kuremas-remas dengan tangan kananku.
"Uuughh.. hh.. sstt.." desis Mbak Tatik menahan rangsangan.
Kuhentikan ciumanku sebentar, karena aku mau melepaskan jeans Mbak Tatik. Waaoo, sepasang kaki indah di balik celana jeans mulai kelihatan. Kuturunkan perlahan-lahan celana jeans-nya, dan akhrinya CD-nya juga kuturunkan sekalian. Nampaklah kemaluan Mbak Tatik yang padat berisi dengan belahan indah di tengahnya. Rambut halus dan hitam pekat menghiasi kemaluannya, kontras dengan warna kulit kemaluannya yang kuning langsat.
Aku kembali menciumi sekeliling pusar Mbak Tatik, dan kumainkan pusarnya dengan lidahku, sementara tangan kananku membelai kedua pahanya, yang padat dan mulus. Kuusap-usapkan dengan lembut kedua pahanya, dan selangkangannya. Selangkangan yang kanan dengan jari manis, dan selangkangan kiri dengan telunjuk, kuusapkan secara bersama-sama. Kulingkari sekitar kemaluannya dengan jari-jariku. Aku selalu menghindari untuk menyentuh klitorisnya sampai menunggu waktu yang tepat.
Kedua kaki Mbak Tatik bergoyang-goyang tidak karuan, pinggulnya juga bergoyang-goyang naik turun, minta klitorisnya disentuh, tapi aku tetap hanya menyentuh tepian dari kemaluannya dengan lembut. Setelah puas menciumi pusarnya, kunaikkan bibirku kembali menciumi lingkaran susunya, baru setelah puas, bibirku kusentuhkan dengan pentilnya, bersamaan dengan jari tengahku menyentuh klitorisnya. Menerima perlakuanku seperti itu, Mbak Tatik langsung menarik nafasnya lega, seakan terpenuhi apa yang diharapkan selama ini, sampai melenguh,
"Uuugh nikmat Dikk Anntoon.. uughh.. ennaakkgghhk sseekalii.. uhhnn sstt.."
Bersamaan dengan lenguhan tersebut, Mbak Tatik mengeratkan dekapannya di leherku, dan tanganku dicepitnya dengan kedua kakinya. Liang kemaluannya telah sangat basah dan sudah sangat merekah, seakan-akan sudah menunggu pisang yang akan dilahapnya.
Aku masih mengulum pentilnya bergantian kiri dan kanan, sementara ujung jari tengah tangan kananku masih membelai-belai kitorisnya dengan lembut. Dalam mengusap klitoris ini harus hati-hati, jangan sampai penuh dengan tekanan, hal ini sangat disukai oleh Mbak Tatik. Kedua kaki Mbak Tatik sudah tidak menjepit tangan kananku lagi, tetapi sudah telentang, sehingga liang kemaluannya merekah dengan lebar, dan tanganku dengan leluasa mengusap klitorisnya dan bibir kemaluannya.
"Uuughhff.. uugghh eff.. Diikk.. Anntt.. oonn.. eennaakk.. sekalii.. Diikk.. uugghff.."
Lenguhan Mbak Tatik yang manja, dan merengek-rengek semakin menambah naiknya birahiku. Aku terus mempermainkan ujung jari tengahku di klitorisnya, dan kurasakan kewanitaannya semakin basah.
"Diik.. Aaantoonn.. uugghff masukiin, Dik.. akuu sudaah tiidakk tahaan.. uugghhff.." Rengek Mbak Tatik dengan memelas, kuhentikan ciumanku dan kuhentikan juga usapan di klitorisnya. Aku berdiri dengan kedua lututku di antara selangkangannya, kuletakkan kedua kaki Mbak Tatik di pundakku, dengan perlahan-lahan kuusapkan kepala kemaluanku dengan bibir kemaluannya Mbak Tatik. Kelihatannya Mbak Tatik sudah tidak sabar untuk menerima batang kemaluanku di liang kemaluannya, karena kedua tangannya memegang pantatku dan menekan pantatku masuk ke lubang kemaluannya.
Kumasukkan perlahan-lahan batang kemaluanku memasuki laing kewanitaannya. Mulai dari kepala terus perlahan akhirnya sampai mentok habis ke pangkalnya. Mbak Tatik sangat menikmati masukan pertama batang kemaluanku. Pada saat batang kemaluanku memasuki luabang kewanitaannya dengan perlahan, Mbak Tatik sangat menikmati dan mengerang dengan lenguhan yang tak berarti.
"Uuugghh.. uuhhgghh", seakan-akan merasa sangat lega, bagaikan orang haus di padang pasir, diberi air es yang sangat dingin.
"Uugghh.. eehh.."
Kugeser-geserkan batang kemaluanku ke seluruh permukaan liang kemaluannya ke kiri dan ke kanan. Tetap dengan gaya yang khusus buat Mbak Tatik, yaitu 5:1.
Pada saat 5 tusukan pertama, di mana hanya setengah batang kemaluan yang masuk ke liang kemaluan, Mbak Tatik menikmati rangsangan yang ada sekeliling permukaan liang kemaluan, maka dia hanya bergumam, "Eeemm eemm.. sstt.. eemm.." namun pada saat 1 tusukan terakhir, di mana seluruh batang kemaluan masuk ke dalam dan menyentuh dasar liang kemaluan Mbak Tatik yang menikmatinya dan mengencangkan jepitan luabang kemaluannya ke batang kemaluanku, kedua kakinya menjepit leherku, dan kedua tangan Mbak Tatik meremas sprei dengan kencang, dan semua badannya kelihatan mengejang, dan keluar lenguhan berat dari mulutnya "Uughh.. uugghh.. eennaggk Diikk.. Aannttoonn.. eennakgg.." Kami terus gunakan gaya 5:1 ini berulang-ulang sampai akhirnya..
"Diikk.. Aanntoonn.. akuu suudahh tiidaak kuatt.. akuu mauu.. keeluuarr.."
"Seebenntarr.. Mmbakk, aakuu.. juggaa mauu keleuaarr.." jawabku.
Dan untuk menjaga agar kami tetap keluar bersama, maka aku sedikit kencangkan genjotanku ke liang kemaluan Mbak Tatik, dan tiba-tiba.. liang kemaluan Mbak Tatik bergerak-gerak, menghisap batang kemaluanku. Nah ini yang kutunggu, hisapan dan sedotan liang kemaluannya sangat kuat di btang kemaluanku, dan tiba -tiba..
"Diikk.. Aaanntoon.. aakuu keluuarr.." dan dalam waktu yang bersamaan, batang kemaluanku juga terasa mau jebol dan..
"Aauughh.. crreett.. creett.. creet, tumpah semua cairan di tubuhku di liang kemaluannya, dan liang kemaluan Mbak Tatik masih bergerak-gerak menghisap batang kemaluanku dan memberikan sensasi yang tidak dapat terlupakan.
Badan kami berdua lemas sekali dan berkeringat. Aku suka sekali melihat badan Mbak Tatik basah oleh keringat, menambah keseksian tubuhnya. Kami berdua berdekapan sebentar, dan akhirnya bersiap-siap kembali ke teman-teman.
Tamat
Komentar
0 Komentar untuk "Mbak Tatik atasanku - 2"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.