Tubuhku yang berkeringat itu sedikit terguncang-guncang dalam cengkeraman Pak Gatot. Celana dalamku terasa sangat basah oleh cairan memekku. Saat aku orgasme, Pak Gatot menyedoti kedua putingku bergantian dan meremas-remas gunung kembarku dengan lebih kuat. Jeritanku bertambah keras dan liar karena merasakan kenikmatan yang amat sangat. Untuk beberapa saat orgasmeku berlangsung, dan selama itu pula Pak Gatot tidak pernah menghentikan serangannya terhadap kedua payudara dan putingku yang super sensitif.
Akhirnya orgasmeku usai, dan aku hanya bisa berbaring dengan nafas amat berat dan tersengal-sengal.
"Gila bener kamu Vicki, padahal cuma Bapak mainin buah dada dan puting kamu, ternyata kamu udah orgasme segini hebatnya. Maniak juga kamu ya!" kata Pak Gatot dengan gembira dan bangga.
Aku tersenyum malu dan wajahku memerah mendengar kata 'maniak'. Senyuman Pak Gatot bertambah lebar melihat ekspresi wajahku.
"Kamu bener-bener menggemaskan dan seksi abis!" katanya lagi.
Kemudian Pak Gatot merangkulku dengan lembut dalam posisi tubuhku masih dibawahnya, keringatku jelas menempel di kaos dan celana panjang Pak Gatot. Aku ingin membalas hangatnya rangkulan Pak Gatot, tapi berhubung masih 'bau kencur' dalam urusan seks, aku malu-malu dan hanya diam saja, tapi hatiku berdebar-debar dan ekspresi wajahku menunjukkan kegembiraan.
Pak Gatot mulai bercerita bahwa sudah sejak aku kelas satu ia mengincarku saat melihat aku dalam pelajaran olahraga memakai kaos. Katanya meskipun aku tampak berusaha menggunakan kaos yang agak kelonggaran, ia tahu bahwa payudaraku sangat besar, apalagi porsi tubuhku bisa dibilang agak kurus. Penantian hampir dua tahun tidak sia-sia katanya. Aku sekali lagi hanya bisa tersenyum-senyum kecil dan malu. Pak Gatot juga menambahkan bahwa ia tidak pernah melakukan 'pemaksaan' seperti ini terhadap siswi-siswi lainnya. Ia mengaku amat sangat tidak tahan memikirkan kedua buah dadaku ini. Sejak istrinya menopause juga dua tahun yang lalu itu, bayangan sepasang buah dadaku selalu menjadi inspirasi onaninya yang hampir setiap hari katanya. Aku tambah malu rasanya, tapi tidak bisa menyembunyikan senyumku. Dalam hati aku berpikir, meskipun wajah Pak Gatot tidak tampan, sejak itu aku mulai menyukai wali kelasku sendiri itu.
Pak Gatot sempat bertanya apakah aku pernah berhubungan seks. Aku menjawab bahwa pernah beberapa kali dengan mantan pacarku, tapi aku dengan wajah memerah mengaku belum pernah merasa senikmat ini, bahkan hanya sesekali orgasme dengan mantanku itu. Mungkin ia nggak berpengalaman Pak, kataku. Pak Gatot langsung tersenyum lebar, dan mengutarakan kebanggaannya menjadi orang pertama yang bisa memuaskanku dengan amat sangat.
Pak Gatot juga memberitahuku bahwa rumahnya selalu sepi seperti ini, istrinya berangkat kerja dari jam 3 sore sampai sekitar 11 malam, dan sebetulnya tetangga-tetangga sebelah pada perumahan cukup elit seperti ini tidak peduli satu sama lain. Sehingga walaupun aku menjerit-jerit tidak akan ketahuan, apalagi tembok-tembok rumah Pak Gatot sangat tebal dan kokoh.
Saat itu pukul 4:30, udah setengah jam aku di rumah Pak Gatot.
"Vicki, kamu bisa pulang malam kan?" tanya Pak Gatot. "Ya.. bisa aja Pak, tapi jangan sampai kemaleman Pak, nanti ortuku bingung," jawabku.
"Tenang aja, kamu nanti tak antar pulang kalo Bapak udah puas. Oh ya, kamu telepon aja ke rumah bilang pulangnya agak malam," jawabnya.
Setelah itu Pak Gatot bangkit dan melepaskan rangkulannya. Ia mengambil ponselnya dan menyuruh aku telepon. Kemudian aku duduk, cuma pake celana dalam saja, lalu menelpon ortuku, beralasan bahwa aku belajar kelompok di rumah guruku. Karena selama ini aku cewek yang selalu penurut terhadap ortu dan hampir tidak pernah berbuat nakal, orang rumah percaya-percaya saja.
Sesudahnya Pak Gatot duduk di sebelahku, membawakan sebotol minuman air dingin dan minum bersama. Supaya segar katanya.
Setelah puas minum, Pak Gatot langsung berkata dengan tatapan nafsu, "Vicki, ayo ke kamar aja, ranjangnya besar, lebih enak, kamu boleh menjerit sepuasnya."
Aku lagi-lagi tersenyum malu, namun menjawab dengan sedikit khawatir, "Hah? Di kamar? Di ranjang? Apa nanti tidak ketahuan sama istri Bapak? Sofa Bapak ini aja udah basah semua kena keringatku."
"Santai aja, ini kamar untuk tamu kok sebetulnya. Kadang-kadang ada saudara atau famili yang menginap. Biasanya juga Bapak sendiri kok yang bersihkan. Jadi kamu nggak usah takut, pokoknya nurut aja," ujarnya lagi.
Walaupun tetap dengan gayaku yang sedikit 'malu-malu kucing', aku menyetujui ajakan Pak Gatot. Dengan tangkas Pak Gatot menggendongku dengan kekuatan kedua tangannya, aku langsung kaget dan menjerit kecil.
"Tambah nggemesin aja kamu ini, Vicki," katanya.
Kamar untuk tamu Pak Gatot ternyata sangat rapi meskipun cukup kecil dan lampunya sangat terang. Hampir sebagian besar ruangan termakan tempatnya oleh sebuah ranjang spring bed besar lengkap dengan ukiran-ukirannya, yang jelas untuk ukuran dua orang. Perabotan sisanya hanya sebuah lemari pakaian besar dan sepasang kursi sofa kecil. Ada satu pintu di sebelah ranjang yang ternyata adalah kamar mandi dalam.
Tubuhku yang berukuran mungil dibandingkan tubuh Pak Gatot, langsung dilemparkannya tepat di tengah-tengah ranjang sesudah ia menggendongku masuk. Aku kembali berteriak kecil karena kaget campur perasaan gembira tidak menentu membayangkan apa yang selanjutnya akan dilakukan Pak Gatot terhadapku.
"Empuk sekali ranjangnya," pikirku.
Kemudian Pak Gatot mengambil posisi di atas kedua kakiku, mengangkat pantatku dan memeloroti celana dalamku dengan agak kasar.
"Bapak ini bener-bener nggak tahan lihat keseksian tubuhmu, apalagi buah dada kamu, jadi maklum aja kalo Bapak sering agak kasar sama kamu," godanya saat melepaskan CD-ku.
Aku bener-bener telanjang bulat tanpa sehelai benangpun, berbaring di ranjang dengan wajah sedikit memerah mendengar berbagai macam perkataan Pak Gatot yang menggoda. Pak Gatot juga mengaku senang dengan memekku yang bulu-bulunya sejak dulu aku cukur sehingga tinggal tersisa tipis-tipis.
"Vicki, kamu bener-bener cewek impian Bapak," pujinya.
Kemudian dengan sangat cepat Pak Gatot melepas kaos dan celana panjang sambil berdiri di sebelah ranjang. Aku langsung menahan napas panjang melihat tubuh Pak Gatot yang hanya tinggal memakai celana dalam saja. Meski sudah berusia 51 tahun, katanya, tubuh hitam Pak Gatot masih berotot dan tampak tegap. Aku agak merinding melihat sekujur tubuhnya yang agak berbulu dan wajahku hanya bisa melongo melihat tonjolan besar di balik CD Pak Gatot.
"Kok bengong?" tegur Pak Gatot sambil tersenyum-senyum.
"Um.. anu Pak.. eh..," reaksiku benar-benar seperti anak kecil yang kebingungan.
"Nggak usah malu-malu, Bapak yakin kamu pasti pengen lihat kontol Bapak ini kan," ujarnya lagi menggoda.
"Ayo sini.." tambahnya.
Dengan wajah khasku yang memerah bila malu-malu, aku turun dari ranjang sementara Pak Gatot duduk di tepi ranjang. Pak Gatot membuka pahanya lebar-lebar dan menyuruhku duduk bersimpu lutut di antaranya.
"Kamu dulu pernah nyedot kontol mantan pacarmu?" tanya Pak Gatot.
Wajahku tambah merah mendengar bahasanya yang kasar, tapi mungkin karena sudah 200% takluk, aku tambah berdebar-debar. "Belum pernah Pak, Vicki nggak berani," jawabku.
"Mm.. jadi kamu bisa belajar pake kontol Bapak," balasnya.
Wajahku merah padam seperti mati kutu, dan Pak Gatot semakin menjadi-jadi menggodaku.
"Tapi kamu pasti pernah nonton BF kan?" tanyanya.
Aku langsung mengiyakan dengan mengangguk pelan mengingat-ingat beberapa kali pernah menonton film porno bersama temen-temen cewekku.
"Kalo gitu ya kamu pasti bisa Vicki, dan mulai sekarang kamu nggak usah malu-malu, he he he," balasnya sambil tertawa.
Tiba-tiba Pak Gatot memegang belakang kepalaku dan menarik kuncir rambutku yang masih terpasang sebelumnya. Rambut hitam panjangku yang agak bergelombang terurai di bahuku.
"Kamu cantik dan seksi sekali Vicki sayang," katanya sambil memandangi wajahku.
Aku tersenyum sipu sementara Pak Gatot memegang kedua tanganku dan menaruhnya di pinggangnya. Kemudian Pak Gatot sedikit mengangkat pinggulnya.
"Ayo diplorotin, kalo pengen lihat kontol Bapak nggak usah sungkan," candanya lagi.
Dengan bantuannya aku mulai menurunkan CD-nya hingga ke paha dan mataku langsung terbelalak lebar ketika senjata Pak Gatot bebas dari sarangnya.
Kontol Pak Gatot ternyata begitu indah meski tampak menyeramkan. Berwarna hitam pekat, begitu besar dengan panjang sekitar 12 cm dan diameter sekitar 6 cm. Kontol yang sudah disunat itu dilengkapi dengan ujungnya yang berwarna coklat keungu-unguan. Sepasang buah zakar hitam besar dengan bulu lebat juga tidak lepas dari pandanganku. Aku hanya bisa memandang takjub dan melongo, mataku seperti terhipnotis oleh kontolnya.
"Kenapa sayang, punya pacarmu nggak segede ini dulu?" tanyanya.
Aku menjelaskan bahwa panjangnya mungkin hampir sama, tetapi kontol Pak Gatot lebih lebar.
"Lho jangan kaget ya, ini masih semi ereksi," tambahnya.
"Hah?" jeritku tambah melongo.
Kemudian Pak Gatot menyuruhku menurunkan CD-nya sampai kedua kakinya, sehingga kami berdua sama-sama telanjang bulat. Sungguh pemandangan yang jarang terlihat, ABG berwajah lugu, berkulit putih mulus dengan payudara besar sedang berjongkok di antara kedua paha pria setengah baya berperawakan menyeramkan dengan kulit hitam pekat yang duduk di tepi ranjang.
Pak Gatot dengan sabar mengamati reaksi wajahku dan menungguku beraksi sementara kedua tangannya berpegangan di tepi ranjang. Dengan sedikit gemetaran namun sudah terkontrol oleh nafsu membara, aku meraih kontol Pak Gatot dan mengocoknya pelan-pelan menggunakan tangan kananku. Jari-jariku yang mungil nyaris tidak bisa melingkari keseluruhan dari diameter kontolnya. Aku mulai mengocok kontol Pak Gatot naik turun, sambil sesekali melihat wajahnya. Pak Gatot sangat menikmati dan kadang-kadang salah satu tangannya membelai-belai rambutku.
Setelah kukocok beberapa saat, dalam sekejap kontol Pak Gatot bertambah panjang, mungkin sekitar 18 cm.
"Ini baru kontol Bapak yang sesungguhnya, enak banget kamu ngocoknya Vicki," desahnya.
Aku makin bersemangat dan mulai mengocok kontol Pak Gatot dengan dua tangan, naik turun dan tambah lama tambah cepat. Kemudian pikiranku untuk sesaat terbang ke salah satu film porno yang pernah aku tonton dan berusaha kuingat beberapa adegan oral seks.
Aku melepaskan tangan kiriku dari rudal hitam tersebut, sementara tangan kananku memegangi pangkal kontol Pak Gatot dengan erat sambil kumajukan kepala dan kubuka mulut. Bibirku yang mungil terbuka lebar dan langsung mengulum kepala kontol Pak Gatot.
"Mm.." desahku sambil menyedot-nyedot pelan.
"Oh Vicki.. hebat bener kamu sayang," desahnya keenakan.
Aku benar-benar sudah seperti gadis liar seperti di film-film BF itu dan sedotanku makin lama makin kuat dan dalam, meskipun ukuran kontol Pak Gatot membuatku hanya bisa memasukkan sekitar setengahnya setiap sedotan. Entah belajar darimana, lidahku juga mulai beraksi dengan menjilati ujung kontolnya. Kulihat sepintas wajah Pak Gatot menunjukkan ekspresi yang sangat puas dan membuatku berbangga meski ini merupakan oral seks pertamaku.
Bersambung . . . .
Komentar
0 Komentar untuk "Kisah Vicki - 2"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.