Suara Dian juga mirip suara Dian Nitami. Aku pikir kalau Anjas sempat melihat Dian Taman Lawang ini dia akan 'embat' juga.
Akhirnya memang kupenuhi jalan-jalannya. Tetapi jalan di sepanjang trotoir pinggir kali di sepanjang Taman Lawang itu. Pada dasarnya kita tahu bahwa waria adalah seorang lelaki yang cenderung ke perempuan-perempuanan. Namun aku sangat terobsesi untuk berhubungan seks dengan para waria. Aku senang karena mereka adalah tetap seorang lelaki. Aku dapatkan kontol mereka, bulu dadanya, ketiaknya, bulu di tangan dan kakinya.
Seorang jantan dengan sedikit wajah lembut, sangat seksi saat mereka memakai busana wanita. Sepatu dengan hak tinggi yang dipakai kaki berbulu, sangat erotis nampaknya. Dada bidang orang jantan memakai blus perempuan yang setipis sutra, duuhh.. Aku akan langsung ngaceng melihatinya. Dan itu kudapatkan pada Dian yang sekarang sedang melangkahkan kakinya di depanku. Aku mengikuti kemana dia mau.
Dian belok kiri dan turun di undakan rerumputan. Dengan sedikit menundukkan kepalanya dia menyingkap sebuah tenda kumuh di pinggir kali. Dengan melepasi sepatu hak tingginya dia mengajak aku masuk. Kami duduk di tikar plastik yang juga kumuh. Hasrat syahwat yang menyala telah menolak segala alibi tentang ruang kumuh yang kotor itu. Tanganku meraih pinggul Dian dan kuraih ke dalam pelukanku. Kami berpagutan.
Tanganku merabai tubuhnya hingga menemukan selangkangannya yang begitu penuh bulu. Kuelusi gundukkan yang masih terbungkus cawat. Sambil menyedoti dada dan pentilnya aku meremasi kontol waria yang gade dan panjang milik Dian. Dia melenguh menikmati remasanku,
"Isep dulu ya Mas, biar nafsu.." permintaannya.
Aku memang pengin kesana. Kubaringkan tubuh Dian ke tikar dan aku merambatinya. Aku menjilati perutnya dan mengenyot-enyot pusernya. Dan mengikuti tangan Dian saat menjamah dan mendorong kepalaku agar lebih turun lagi ke kemaluannya.
Aroma selangkangannya langsung menyambar hidungku. Nafsuku menggelegak. Tanganku meraih kontolnya yang sesak di genggamanku. Aku mulai menjilati dan mengulumnya. Bijih pelernya kulumat-lumat. Dian mendesah histeris.
"Terus maass.. Enakk.." aku jadi bersemangat banget.
Kontol gede yang sesak di mulutku itu kukulum. Aku mulai mengayun. Kepalaku naik turun memompakan mulutku pada kontol Dian. Sambil setiap kali menekan kepalaku pantat dian naik turun membantu memompakan kontolnya ke mulutku. Dan semakin lama semakin cepat. Aku rasa dia pengin secepatnya menumpahkan air maninya ke mulutku.
"Mmaass.. Enaakk.. Aku mau keluar ya.. Di mulut Mas yaa.. Kamu minum pejuhku yaa.." dia mendekati ejakulasi.
Dan kedua paha dan betis penuh bulunya kurasakan merengkuh tubuhku hingga.. Dengan kedutan besar kontolnya memuncratkan air maninya ke tenggorokanku. Aku gelagapan. Aku menelan semua ciran yang disemprotkan kontol Dian. Aku sempat merasakan asin pahitnya.
Hhoohh.. Suara Dian lunglai. Sesaat dia terkapar namun kemudian bangkit.
"Mas mau dikeluarin?" tanyanya padaku.
Aku tidak langsung menjawab. Aku melihatinya.
"Mau dikeluarin nggak?" desaknya.
"Boleh yang lain nggak?" jawabku tanya balik.
"Apaan?"
"Aku pengin kamu kencing di mulutku. Aku pengin minum kencingmu"
"Bener Mas? Boleh. Yok, kebetulan aku memang sedang kebelet nih"
Jawaban enteng yang sangat menggairahkan syahwatku. Mungkin sebelumnya ada tamu-tamu lain yang punya permintaan macam aku. Kami merangkak keluar. Dian menuju ke tepian kali untuk kencing. Aku mengikutinya. Dia minta aku jongkok di sampingnya dan menganga.
Hanya dengan mengangkat gaunnya Dian memegangi kontolnya yang siap memancurkan air seninya tepat ke arah mulutku. Dan sseerr.. Seerr.. Air seninya mengalir deras ke mulutku. Sebagian bisa ku teguk dan sebagian lain tumpah membasahi ke mejaku. Ah, ya sudah. Baunya sangat khas. Warnanya kuning pekat. Aku merasakan asin yang kuat dari kencing itu.
Aku langsung pulang dengan taksi. Mungkin sopirnya kesal akan bau yang kubawa. Sambil duduk di jok belakang aku membuka kancing celana dan mengeluarkan kontolku. Tanpa terlihat sopir, aku melakukan masturbasi hingga ejakulasi. Aku melakukan khayalan adegan ulang bersama Dian tadi. Dalam lipatan kertas tissue spermaku muncrat saat bayangan kencing Dian mancur ke mulutku.
Waria Dukuh Atas
Di arah bawah jembatan Dukuh Atas di tepi kali Malang merupakan terminal waria. Itu merupakan poros komunitas waria dari Dukuh Atas - Taman Lawang - Krakatau yang menjadi pusat orientasi waria Jakarta.
Datang dari Kebayoran, rumahku di Cipete, pada seputar jam 8 malam aku turun dari bis kota di halte Blora kemudian jalan kaki ke arah balik sekitar 150 m. Dari kejauhan aku sudah melihat gerombolan orang-orang di tepi jalan. Itulah mereka para waria Dukuh Atas bersama para 'fans'-nya. Aku akan bergabung di sana.
Mengisi kantong dengan rokok dan korek merupakan modal utama di tengah waria jalanan ini. Aku mampir ke penjual rokok untuk mengisi kantongku dan sekedar minum teh botol sambil melihati situasi lapangan. Nampaknya mereka banyak mondar-mandir di sepanjang rel KA, kereta api, Manggarai ke Tanah Abang. Aku naik ke gundukan rel itu.
Aku melewati beberapa waria yang menegur atau menyapa, namun aku jalan terus. Rasanya belum ada yang mampu menggoda seleraku. Namun..
"Haii.. 'lonely'.. Tunggu donk.."
Aku terhenti karena nada suaranya yang terasa lelakinya. Aku nengok ke arah suara itu. Seorang waria tinggi besar melangkah mendekati aku.
"Cari siapa Maass.." nada lelaki namun bergaya merayu macam perempuan.
"Nyari kamu.." jawabku yang memang langsung terangsang hasrat birahiku melihat postur tinggi dan besarnya.
"Hhiihh.." geregetnya saat telah dekat padaku.
"Kita duduk situ, yok," mengajak aku menepi dimana ada kayu bantalan KA yang melintang yang bisa dimanfaatkan untuk duduk.
"Bagi rokoknya dong".
Kami ngobrol sambil membebaskan tangan-tangan kami untuk 'ngapain saja'. Terus terang aku paling suka pada waria yang gede tinggi macam orang ini. Aku puas saat tanganku merabai dadanya yang bidang dengan bisepsnya yang padat. Aku juga merabai buah dadanya. Duhh.. Enak banget nih kalau ngisepi pentilnya.
"Siapa namamu?"
"Berti', jawabnya. Mungkin maksudnya Berto.
"Kontolmu gede ya..?" elusanku turun ke bawah.
"Lihat saja sendiri," dia menahan tanganku, sementara tangannya merabai pahaku.
"Dimana?"
"Kalau ala kadarnya bisa di tenda tuhh.. Kalau yang lengkap Mas bisa ke pondokkan Mat Sani. Naik becak 3 ribu dari sini. Disana lebih santai. Bisa pesen minuman dan ada kamar mandinya"
"Berapa ?" aku mesti berhitung.
"20 ribu sejam. 35 ribu sampai pagi,"
"Ayo, kesana saja," jawabku tanpa pertimbangan lagi.
Tak sampai 15 menit aku dan Berti telah saling bertelanjang di kamar yang sederhana namun nyaman dan bebas. Hasrat syahwatku berkobar. Terutama sesudah melihat telanjangnya Berti. Tampilan 'shemale'-nya sangat menggiurkan. Aku menelan ludah. Postur itu postur pekerja kasar. Mungkin kuli bangunan.
Aku memeluk tubuhnya yang gede kekar. Kami saling memagut. Aku terangsang akan lumatan bibir dan lumatan lidahnya. Terasa demikian gede di mulutku. Sepintas aku mencium bau rokok kretek dari mulutnya. Tangannya mencemol kontolku, merabai dan meremasinya. Aku menahan nikmat nafsu birahiku. Tanganku juga mencari kontolnya.
Dduhh.. Ini kejutan untukku. Aku serasa menggenggam jagung bakar yang panjang dan gede. Di telapak tanganku aku rasakan urat-urat kontolnya bergelut melingkar-lingkar di batang kontol Berti. Aku meraba bonggol kepalanya yang keras dengan celah dalam lubang kencingnya. Tanganku sangat bergairah mencemol dan meremas-remasinya.
"Mau dientot pantatmu Mas?"
Itu bukan pertanyaan tetapi keinginan. Tangannya langsung merabai pantatku dan jari-jarinya berusaha mengelusi lubang analku. Dia mau kontolnya menembusi analku. Aku sama sekali belum pernah di sodomi. Selama ini aku selalu menghindarinya. Aku ngeri, apakah kontol gede itu tidak akan merobek dinding analku ini.
"Nggak usah takut. Kamu kendori saja. Relaks saja. Urat-urat anal itu sangat elastis kok. Pernah nengok situs interasial khan. Kontol si hitam yang gede banget bisa memasuki pantat bule laki atau perempuan yang sempit. Bahkan ada adegan fisting di mana tangan-tangan bisa menembusi anal atau vagina. Itu berdasarkan ilmu para dokter Mas. Pokoknya enak banget deh. Berti jamin"
Berti menjamin aku nggak akan kesakitan di tembusi kontol gedenya itu. Wah, omongannya bukan omongan kuli, nih. Pasti aku keliru. Siapa tahu dia dokter juga.
Jari-jarinya terus mengutik-utik lubang analku hingga berhasil masuk menembusi hingga setengah jarinya. Sangat sensasional. Aku merasakan erotis banget. Dan lagi, beberapa kali Berti mkenarik jarinya untuk dibawa kemulutnya. Dia bilang semen analku sangat nikmat di lidahnya.
Akhirnya, mungkin perlu untuk mencoba. Dan aku mencoba dengan yang gede ini. Sehingga lain kali aku tak perlu ragu.
Bersambung...
Komentar
0 Komentar untuk "Kencan waria di Jakarta - 4"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.