House 121 - 4

0 comments

Temukan kami di Facebook
Bang Nainggolan menghidupkan TV dan film akan dimulai. Kami terdiam, sementara Pak Arnan dengan santai duduk sambil mengisap rokoknya dalam. Aku menyaksikan adegan di mana aku mengentot Noni di layar TV. Aku terkejut, ternyata adegan tersebut bertolak belakang dari kejadian sesungguhnya. Dengan durasi film yang hanya 15 menit, aku melihat bagaimana aku mengentot Noni dalam posisi menghimpit tubuhnya yang terlentang, sementara tangannya ke atas dengan handuk melilit kedua tangannya, dan ditambah disamping tubuh Noni ada sebuah pisau, suara Noni yang terdengar juga tidak suara saat itu, aku mendengar Noni menangis, menjerit, hentikan.. hentikan.. ucapnya.

Aku ingat saat melakukannya Noni memang memintaku untuk melilitkan handuk ku ke tangannya, tapi pisau itu, pisau itu bukan milikku. Aku menyadari bahwa aku dijebak, Noni pintar bersandiwara. Lemaslah tubuhku, dengan kaset ini aku bisa diadili, oh.. Amang desahku lirih dengan putus asa.

Aku memandang Pak Arnan, "Ini bohongan kan Pak, tidak begini kejadiannya, Bapak banyak mengedit yang lainnya bukan? Ini tidak benar," ucapku.
Pak Arnan tersenyum. "Dengan kaset itu, Dik Toni dapat diadili".
"Apa mau Bapak sebenarnya dengan membuat ini?" tanyaku.

Aku melihat Pak Arnan tersenyum, dengan senyumnya yang dingin seperti pembunuh. Laki-laki tersebut bangkit dari duduknya.

"Simple, simple saja Dik Tony, Jiwa dibalas dengan jiwa, tubuh dibalas dengan tubuh, dan pemerkosa dibalas dengan pemerkosaan juga," ucap laki-laki tersebut.

Aku terkejut, laki-laki ini mau memperkosaku? tanyaku dalam hati. Bang Nainggolan menangkap tubuhku, tanganku dipegangnya, diplintir kebelakang hingga tubuhku diseret ke ranjang.

"Sekuat apa kau berontak, sekuat itu juga tanganku memelintir tanganmu," ucap laki-laki tersebut.

Pak Arnan naik ke atas ranjang, membuka celana jeansku bersamaan dengan kolor yang aku pakai.

"Eemm," desahnya melihat kontolku. Laki-laki tersebut meremas-remas kontolku.
"Ternyata benar-benar besar dan panjang Bang Nainggolan," ucapnya tersenyum.

Pak Arnan membuka celana pendeknya, kontolnya yang besar dan panjang melebihi kontolku, menjulur seperti belalai sampaimenyentuh seprei ranjang. Pak Arnan memukul-mukul kontolku dengan kontolnya. Kemudian laki-laki tersebut menaikkan kedua kakiku dan meletakannya di atas pundaknya.

Akh.. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, matilah aku, pikirku. Kontol Pak Arnan yang besar dan panjang itu dipaksa masuk ke lubang pantatku. Akh.. Inilah yang dikatakan Robert, "Bukannya untung malah buntung," bukannya mendapatkan lubang pantat Noni, malah justru lubang pantatku yang menjadi korban.

Pak Arnan menekan pantatnya, hingga batang kontolnya masuk lebih dalam ke lubang pantatku. Akh.. Sakitnya, aku menggigit bibirku manahan sakit. Kembali Pak Arnan menekan pantatnya. Akhh.. Desahnya. Koyakan lubang pantatku terdengar, Pak Arnan malah asyik menggoyang-goyangkan pantatnya sambil menjilati jari-jari kakiku, mengisap-isapnya, mengemut-emutnya, tangannya sesekali meremas-remas kontolku, mengelus-elus bulu-bulu kakiku, di pahakuyang lebat.

Aku merasakan tanganku dilepaskan Bang Nainggolan dari cengkramannya, laki-laki tersebut melepaskan kaosku, mengelus-elus dadaku yang bidang, kadangkala menarik-narik puting tetekku. Laki-laki tersebut duduk di atas dadaku setelah melepas kolornya, dan gila, laki-laki tersebut menyuruhku untuk mengisap-isap kontolnya.

"Ayo, buka mulutmu," ucapnya dengan memaksa dan tekanan sehingga aku melakukannya.

Bang Nainggolan langsung memasukkan batang kontolnya yang sudah membesar dan panjang ke dalam mulutku, menekan pantatnya sehingga batang kontolnya masuk lebih dalam lagi ke dalam mulutku. Aku tidak bisa bernafas karenanya, terbatuk dan mengeluarkan dahak, Bang Nainggolan mengulanginya lagi.

Pak Arnan mengatur posisiku dengan memiringkan tubuhku dan dari arah samping laki-laki tersebut menyodomiku, menekan-nekan pantatnya dengan cepat, desahan-desahan Pak Arnan terdengar dengan jelas dan sesekali laki-laki tersebut menciumi, menjilati leherku. Aku tidak mengerti, laki-laki setampan ak Arnan ternyata homo sex, bagaimana dengan Noni? Hal-hal begitu sesekali terlintas dalam benakku.

Sementara itu Bang Nainggolan menghadapkan kepalanya ke kontolku, laki-laki besar, tampan berperawakan jantan tersebut mengisap-isap kontolku, mengulumnya, menjilati batang kontolku dari ujung sampai pangkalnya. Akhh.. Rasa geli dan sakit aku rasakan. Bang Nainggolan menjilati kepala kontolku yang besar, kedua biji totongku dijilatinya, diisap-isapnya, dikulumnya ke dalam mulutnya.

Akh.. Desahku keluar, beda rasanya saat Mira atau lonte-lonte losmen mengisap kontolku, dengan kuluman Bang Nainggolan yang sedikit kasar dan berani, hingga seluruh batang kontolku amblas ditelannya.

Enak, juga, ucapku pelan namun rasa sakit juga masih ada. Pak Arnan dengan giat melancarkan serangannya, menyodomi lubang pantatku. Desahan-desahan Pak Arnan masih jelas ku dengar, beberapa kali dia mengatur nafasnya, menarik nafasnya dalam, hingga puncak kenikmatan dia rasakan dengan suara desahan panjang dan kakinya yang mengejang. Pak arnan lalu, mencabut kontolnya dari lubang pantatku.

Bang Nainggolan menelungkupkan badanku dan menaiki tubuhku, akh, ternyata laki-laki ini menggantikan Pak Arnan, untuk menyodomiku. Aku rasakan kontol Bang Nainggolan masuk ke dalam lubang pantatku, dan menekannya beberapa kali, Akhh.. Desahnya panjang dan Bang Nainggolan menyodok-nyodok lubang pantatku. Aku menggigit bantal menahan sakit.

Malam itu kedua laki-laki tersebut melampiaskan nafsunya terhadapku, bergantian, dengan berbagai posisi yang aku lakukan saat bersama Noni, dan entah berapa kali aku menyemprotkan maniku, saat dikocok-kocok, diisap--isap, dijilati oleh Pak Arnan dan Bang Nainggolan. Kedua laki-laki tersebut tidak puas-puasnya. Tenagaku terkuras habis, keringat ditubuhku beberapa kali di lap oleh Pak Arnan.

Bang Nainggolan mengangkat tubuhku, mendudukan aku dengan bersandar ditubuhnya yang berada dibelakangku. Laki-laki tersebut memelukku erat. Pak Arnan berdiri dihadapanku dan duduk dipangkuanku, laki-laki tersebut mendekatkan tubuhnya lebih dekat lagi, memegang kontolku dan memasukannya ke dalam lubang pantatnya.

"Enak, enak sayang," ucapnya mengelus pipiku, sementara tubuhnya bergoyang-goyang naik turun di atas tubuhku, kontolku dengan tepat masuk keluar ke lubang pantatnya. Sesekali laki-laki tersebut mencium bibirku, menjilatinya, mencumbui leherku, pipiku, akh.. Seluruh wajahku habis dijilatinya senti demi senti. Akh.. Desahku, kakiku mengejang tidak mampu menahan puncak kenikmatan yang aku rasakan. Aku benar-benar lemas. Bang nainggolan melepaskan pelukannya, duduk di sampingku, Pak Arnan berdiri dan menghampiri Bang Nainggolan, laki-laki tersebut menyambut kedatangan Pak Arnan memeluknya, seperti halnya memelukku dari belakang. Bang Nainggolan mengelus-elus dada Pak Arnan yang berbulu, laki-laki tersebut tersenyum padaku, memegang pipiku.

"Kalau Dik Tony mau menjadi bagian dari Kami, menjadi anggota keluarga Bapak, seperti halnya Bang Nainggolan," ucap Pak Arnan sambil mengelus-elus paha Bang Nainggolan. Aku hanya diam, melihat mereka yang sedang bercumbu, saling berciuman.

"Istirahatlah, besok kita berpesta lagi," ucap Pak Arnan padaku mengelus dadaku.
Bang Nainggolan turun dari ranjang, Pak Arnan menjangkau badanku, "Mari kita tidur Dik Tony, besok kita lebih menikmati permainan yang lebih seru lagi, Bapak belum puas melampiaskan nafsu bersamamu, Bapak sangat menyukai pemuda seperti Dik Toni ini".

Pak Arnan memelukku dan aku juga mulai memejamkan mataku, rasa lelah yang teramat sangat. Tenagaku terkuras habis. Aku tidak ingat apa-apa lagi, aku baru sadar dan melihat Pak Arnan tersenyum menghampiriku sambil membawakan hidangan di atas mini table dan meletakannya di atas tubuhku, aku menggeser badanku dan duduk. Pak Arnan memberikan gelas yang penuh dengan susu kental, aku meminumnya.

"Pelan-pelan saja sayang," ucap Pak Arnan, mengusap-usap kepalaku.

Susu tersebut habis ku minum.

"Bagus sayang," ucap Pak Arnan, mengusap bibirku dengan saputangan dan Pak Arnan memberikan telur setengah matang, laki-laki tersebut menyuapiku, seperti anak kecil. Laki-laki tersebut melayaniku, dan menyuapiku terus hingga 3 butir telur setengah matang habis aku lahap.

"Begitu senang Bapak melihat kamu, Kamu betul-betul selera yah," ucap Pak Arnan. Akhh.. Setelah banyak tenagaku terkuras, aku ingin memulihkan tenagaku.
"Saya mau kuliah Pak," ucapku
"Hari ini tidak usah masuk yah sayang, lagian sudah jam 2 siang," ucap Pak Arnan.

Aku melihat jam waker di atas TV yang menunjukan jam 2:12. Akh, akhirnya aku bolos padahal selama 3 bulan aku tidak melakukannya. Laki-laki tersebut mengambil handuk yang sudah dibasahi dengan air, dan Akh.. Segarnya ucapku pelan, handuk tersebut begitu hangatnya. Satu persatu tubuhku merasakan usapan air handuk tersebut, punggungku, leherku, mukaku, badanku, tanganku, ketiakku digosok-gosok Pak Arnan dengan handuk hangat tersebut. Pak Arnan menjilati bulu-bulu ketiakku yang lebat.

"Akkhh, Bapak menyukainya," ucapnya, hingga sampai jari-jariku diusap-usapnya, berikutnya tanganku sebelah kiri lagi, dan kembali Pak Arnan menjilati, menciumi bulu-bulu ketiakku, aku merasa kegelian. Pak Arnan mengelap badanku, hingga ke bawah, totongku mendapat giliran, laki-laki tersebut mengelap batang kontolku, membuka kulit ujung kontolku yang kuncup dan membersihakan bagian dalamnya.

"Akhh.."desahku kegelian. Pak Arnan tersenyum dan melanjutkannya lagi, lama Pak Arnan mengusap-usap kontolku dengan handuk hangat tersebut, hingga kontolku bereaksi menjadi menegang dan membesar.

Bersambung . . . . .




Komentar

0 Komentar untuk "House 121 - 4"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald