Siang itu saya janjian dengan teman kuliahku yang kerja di perusahaan swasta asing Korea untuk makan siang. Kantin di basement cukup ramai dan menunya banyak pilihan dan murah. Menurut Ina, temanku, di kantin itu tidak cuma karyawan biasa yang makan tapi sampai pimpinanpun juga bergabung di sana. Waktu kami sedang menyeruput orange juice, tampak 2 orang pria berumur 40 tahuan masuk dan Ina memberi isyarat bahwa yang rambutnya lurus agak keabu-abuan adalah Mr. Kim dan yang agak keriting hitam adalah Mr. Wook. Mr. Kim lebih tinggi jabatannya sebagai Manajer, sedangkan Mr. Wook wakilnya. Ina bekerja pada Mr. Wook sebagai sekretaris. Pakaian mereka rapi berdasi dan tampak mahal. Beda dengan aku yang rambutnya agak gondrong sedikit acak-acakan dengan T-shirt.
Ina sempat mengangguk sekilas saat mereka melihatnya. Mereka senyum tipis saja. Sekilas tatapan Mr. Wook agak aneh padaku. Ah, mungkin itu cuma perasaanku saja.
"Galak, ya In?"tanyaku.
"Sama sekali nggak.Justru mereka ramah dan baik sama aku." jawab Ina pelan.
"Pasti karena ada maunya, iyakan?"godaku.
"Wuihh enak saja.Sorry aja, bo"
Tiba-tiba Mr Wook mendatangi meja kami yang agak di sudut dan berbicara dalam topik yang aku tak banyak tahu. Kadang mereka pakai bahasa Inggris kadang Indonesia. Setelah selesai, Ina sempat memperkenalkan aku pada Mr. Wook.
Sore itu badan rasanya sakit semua, setelah pagi sempat jogging, lalu kuliah full selama 6 jam sejak siang tadi. Kulalui pintu gerbang kampus yang megah dan asri dengan tanaman palm raksasa. Saat aku sedang berjalan menyusuri trotoar menuju halte, tiba-tiba sebuah sedan biru tua berhenti di tepi jalan. Suara klakson mengagetkanku dan membuatku menoleh kearah sedan itu. Terkejut saat di sana kulihat Mr. Wook duduk di belakang kemudi.
"Hai, Iwan. Kamu lihat Ina?"tanyanya agak lucu dengan dialek yang aneh.
"Ina sedang pulang kampung, Mr. Wook. Ibunya sakit mendadak."jawabku cepat sambil mendekat.
"Makanya dia tak izin pada saya. Iwan pulang naik mobil saya saja, ya."ajaknya.
Saya menggeleng agak malu.Tapi akhirnya saya tak kuasa menolak karena dia boss-nya sobatku.
Diantarnya aku ke tempat kost. Lalu kami berpisah.
Pagi jam 08.00 wib, bel kamar kost-ku berbunyi. Dengan langkah malas kuhampiri pintu depan.Paling si Ongen, sobatku. Brengsek, umpatku dalam hati. Aku masih pakai pakaian kebesaranku saat tidur, yaitu selana pendek tok.
Sambil membuka pintu, aku mengumpat,
"Brengsek lu, Ngen. Masih ngantuk nih!" sahutku seenaknya.
Tiba-tiba kurasakan wajahku memanas saat ku tahu yang datang Mr.Wook. Sambil sedikit membungkuk kupersilahkan ia duduk di sofa.
"Ma'af, Mr. wook. Saya tidak menyangka kalau Mr. Wook yang datang."
"Ah, tidak mengapa-lah." jawabnya kalem.
Ia datang dengan kaos Polo warna biru muda yang kontras dengan tubuhnya yang sedang-sedang saja.
"Saya mandi dulu Mr. Wook."kata saya.
"Iwan, nggak usahlah. Saya lebih suka lihat kamu seperti itu."jawabnya langsung.
"Kamu tampak macho and natural. I love it.Sorry saya terbuka ya.." Ah, rupanya dia 'to the point'.
Pikiranku langsung jelas atas tanggapan Mr. Wook. Setelah itu aku jadi rileks saja. Berarti Mr. Wook tak banyak beda dengan Om Burhan yang selama ini membutuhkan jasa privat dariku, yaitu pelayanan sex secara rutin 2 kali seminggu yang sudah berlangsung 1 tahun terakhir. Om Burhan adalah fotografer cukup kondang di metropolitan.
Dalam waktu tak begitu lama pembicaraan kami sudah beralih ke kamar tidurku. Kami berdua berpagutan dengan dalam saling menghisap lidah dan menjelajahi tubuh lawannya yang sudah bugil. Kurengkuh tubuh Mr. Wook yang terasa kecil dalam pelukanku dan kuremas pinggulnya yang bulat dan cukup berotot. Cukup lama kami berpelukan dan saling meremas dalam posisi berganti-ganti. Kadang aku di bawah, kadang tubuhnya dann kadang kami dalam posisi miring. Bibirnya lembut dan mungil serta kemerahan membuat aku serasa mengulum permen.
Sampai akhirnya ia memosisikan tubuhnya telentang dan pasrah. Aku paham betul apa yang diinginkannya.Kutelusuri lehernya yang putih bersih, kugelitik belakang telinganya kadang kuiisap pelan anak telinganya sambil kugigit. Ia mengerang berkali-kali seraya menarik-narik rambutku yang ikal. Kurasakan remasan akibat rasa nikmat yang dia rasakan. Kujelajahi puting susunya yang merah jambu yang tampak mengeras dan sedikit membesar. Kugelitik dengan lidahku yang sudah amat terlatih seraya kuisap kuat kadang kugigit pelan.
"Gigit kuat sayang. Gigitt.." rintihnya.
Kuturuti keinginannya. Dan ia makin mengerang kenikmatan. Bergantian kanan dan kiri putingnya yang merah menjadi sasaranku. Remasannya makin kuat di kepalaku seperti orang yang histeris. Bibirku bergerak ke perutnya yang sedikit menyembul dengan pusarnya yang dalam. Kegelian dia saat kujelajahi pusarnya dengan lidahku yang menggelitik tak henti. Didorongnya kepalaku ke bawah sehingga berada di daerah rudalnya. Layaknya rudal orang oriental yang berkulit putih dan badan kecil, tampak tidak begitu besar dengan warna kemerahan tapi dengan bulu-bulu yang cukup lebat.Kontras dengan kulitku yang gelap dan bulu-bulu yang tersebar kasar mulai dari dada sampai ke arah genital.
Kuisap pelan rudalnya dan kumainkan berganti-ganti begitu pula bijinya, dengan lidahku.Tak lama kemudian ia mendorong lagi kepalaku ke bawah dan mulailah diangkatnya pinggulnya tinggi-tinggi sehingga aku dapat mencapai lubang anusnya yang bersih menantang untuk mulai kuserang dengan jilatan-jilatan lidahku.
Tampaknya ini bukan yang pertama buatnya dan aku tak peduli yang penting aku akan menikmati tubuhnya sepuas hati. Justru bila menghadapi pria dengan pengalaman pertama aku merasa kasihan saat penetrasi. Ia akan kesakitan dan membuatku kurang leluasa melakukan manuver percintaan. Bila main dengan yang lebih pengalaman maka aku akan lebih leluasa menyodoknya dari berbagai arah.
Kudengar rintihannya dan erangannya makin keras dan mulai tak terkontrol. Kucoba menembus lubangnya yang tampaknya sudah pasrah dan sedikit membuka, sehingga lidahku yang keras dapat menjilati dinding dalamnya dengan bebas.
"Wan, oh Iwan, ahh nikmatt, Wan.I can't stop now!I can't stop, Wann!!" teriaknya.
Dan tak lama kemudian ia menyemprotkan spermanya ke udara dengan keras dan tak beraturan. Kubiarkan sesaat ia mengendurkan urat-urat tubuhnya sementara aku memeluknya dengan mesra dari samping kirinya.
"Wan, thanks. You are so wonderful. I love you, Wan."katanya setelah ia rileks.
Kami berciuman lembut.
"Mau dilanjutkan Mr.Wook?" tanyaku.
"Ya, sayang.."jawabnya.
Segera kuambil posisi diantara kedua kakinya dan kuletakkan kakinya di atas bahuku dan dia menekukkan lututnya agar aku lebih mudah melakukan penetrasi.Kuoleso rudalku dengan lotion berikut anusnya. Kusentuhkan glansku di sekitar anusnya yang sudah sedikit membuka dan kumainkan berkali-kali saat aku tusukkan, lalu kucabut lagi sampai ia memintaku untuk langsung menusuknya.
"Sayang, please fuck me hard. Please, Wan."pintanya.
Dan kulakukan penetrasi perlahan untuk menjajagi adanya tahanan dari dinding anusnya atau tidak. Kurasakan jepitan dinding anusnya makin kuat dan aku dorong terus sehingga tertanam sudah seluruhnya.
Saat itu ia memelukku serasa tak mau aku menariknya lagi. dalam dekapan eratnya kumaju mundurkan pinggulku di anusnya, kadang seranganku lurus menghunjam, kadang serong ke kiri kadang ke kanan, kadang kuarahkan ke atas dan kadang ke bawah. Habis sudah liang anusnya kujelajahi dengan batang kontolku dan makin lama serasa makin licin batangku keluar masuk. Di saat ia kenikmatan, kucabut batangku dari anusnya dan ia menjerit kaget sedikit protes yang tampak dari pandangan matanya.
Namun itu tidak lama karena setelah itu kulanjutkan dengan gelitikan lidahku di lubang anusnya untuk mengurangi lendir yang membuat batangku jadi licin. Setelah itu kuangkat tubuhnya dan kubalikkan dengan posisi doggy dan kutusuk lubangnya dari belakang. Ia mengerang berkali-kali disertai meremas-remas kasur dibawahnya tanda nikmat yang begitu dalam. Belum puas dengan posisi doggy dan aku belum merasakan tanda-tanda akan ejakulasi, maka kuangkat tubuhnya dan kuberdirikan ia menghadap tembok kamarku sambil kutarik pinggulnya kebelakang dan kuserang lagi ia dari belakang.
"Wan, aku nggak kuat lagi. Ohh, aku mau keluar lagi.Ahh!"
seraya ia menyemburkan spermanya ke dinding kamarku. Sementara itu aku terus memompanya tampa henti.
"Tiduran saja, ya Mr. Wook?"
Kucabut rudalku yang tertanam dan kubimbing ia kembali ke posisi awal dan kulanjutkan serangan yang sama ganasnya ke arah anusnya.
"Sir, I am coming right now. I am coming, Sirr.."
dan tanpa mampu kutahan lagi akhirnya kusemburkan spermaku dalam lubang anusnya yang hangat.
"Thank you, Sir. You are very nice." seraya kukecup lembut bibirnya yang kemerahan.
Setelah itu ia jatuh tertidur dalam pelukanku dengan berselimutkan satin biru.
Sejak saat itu secara bergiliran aku harus melayani Om Burhan berganti-ganti dengan Mr. Wook. Kadang aku di bell oleh Om Burhan saat aku sedang menjelajahi liang anus Mr. Wook. Bila itu terjadi terpaksa aku 'break' sejenak menjawabnya dan
menjanjikan menilponnya beberapa jam lagi. Bila Mr. Wook menanyakannya, aku senyum saja dan setelah itu pasti ia melanjutkan erangannya manakala rudalku kembali menyerangnya dengan ganas. Jadi aku harus pandai-pandai mengatur jadwal diantara keduanya.
Tamat
Komentar
0 Komentar untuk "Mr. Wook"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.