Modalku disewa perawan tua - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Karena penasaran dan semakin tidak mampu menahan kerinduannya terhadap modal pokokku itu, akhirnya ia merangkulku dengan erat sekali, lalu membalikkan tubuhku ke bawah, lalu ia segera bangkit mengangkangiku, dan buru-buru ia mencari benda yang kupersewakan itu, apalagi sejenak ia rasakan sentuhannya tadi, mungkin kenikmatannya tidak bisa diukur.

Aku hanya pasrah membiarkan ia mencari kenikmatannya sendiri, lagi pula aku sejak tadi leluasa mempermainkannya dan bermain-main ke seluruh tubuhnya. Kini giliran Ani yang memainkan peranannya. Dengan kepala yang bergerak tak beraturan seolah sedang mabuk, Ani sedikit jongkok lalu meraba ke belakang mencari modalku yang sejak tadi berdiri tegang menunggu sentuhan tangan halus Ani, akhirnya Anipun menemukan dan meraihnya. Pegangannya erat sekali seolah ia tak mau lagi melepaskan dan dimundurkan pantatnya ke belakang, lalu mengarahkan ujung penisku ke lubang vaginanya yang tidak sabar lagi menunggu.

"Tidak ingin main-main dulu dengan modalku sayang? Melihat, mengocok dan mencium atau memasukkan ke mulutmu misalnya?" tanyaku merayu agar ia memainkan dulu penisku itu sebelum ia masukkan ke lubang akhirnya.

"Nanti ronde berikutnya sayang, aku passti melakukan apa yang kamu minta dan memakan ssekalipun. Tttapi aku saat ini sudah tak mampu lagi menahan nafsuku. Ingin rasanya aku segera menikmati puncak kenikmatan kita.. uuhh.. ehhmm.. hh.." jawabnya tersengat-sengat sambil menancapkan ujung kemaluanku ke lubang vaginanya.

Rasanya ia kesulitan sekali memasukkan, sehingga aku membantunya dengan membuka kedua bibir vagina mulusnya itu. Ke kiri dan ke kanan, bahkan memutar pinggulnya seiring dengan gerakan tangannya mengarahkan tongkatku, tapi tetap belum berhasil. Kemaluan Ani betul-betul sempit. Apa menyempit karena tuanya atau lama tidak berhubungan sex atau sama sekali belum pernah ditembus oleh kemaluan lain. Pertanyaan itu yang selalu mewarnai pikiranku.

"Begini sayang, silahkan baring terlentang, lalu ganjal bantal guling pinggulmu, lalu buka dengan lebar kedua pahamu. Aku akan mencoblosnya dari atas sambil kamu bantu membuka kedua bibir kemaluanmu, pasti berhasil," perintahku setelah ia penasaran sekali ingin menikmati sentuhan modalku ke dalam vaginanya, namun ia sangat kesulitan. Ternyata usaha kami ini sedikit membawa hasil. Modalku sudah mulai masuk separoh setelah kami sepakat melakukan posisi seperti tadi, tapi ia sedikit berteriak kecil dan seolah menahan rasa sakit.

"Adduh, sakit sayang. Pelan-pelan sedikit dan ngocok terus," jeritnya mengherankan karena ia merasa sakit dan minta pelan-pelan tapi tangannya menarik pinggulku lebih keras lagi dan memintaku mengocoknya terus, bahkan mengangkat pantatnya tinggi-tinggi mengikuti gerakan pinggulku seolah takut merenggangkan kedua benda yang baru saja ketemu untuk melepaskan kerinduan sekaligus negoisasi transaksi sewa modal.

"Bagaimana sayang? Enak dan nikmat sekarang?" tanyaku ketika modalku sudah mulai amblas seluruhnya sambil tetap mengocok teratur vagina yang menimbulkan bunyi khas cik.. cakk.. cukk.. cekk.. itu.
"Aaahh.. uuhh.. uuhh.. Enak sekali sayang. Terus.. jberhenti.. uu.. mhh.. sstt.." jeritan kenikmatannya. Karena nikmatnya luar biasa, sehingga ia memutar lagi badanku dan kembali ia di atas mengangkangiku tanpa melepas modalku dari vaginanya. Ia bahkan naik turun seperti kuda lumping mengocok modalku yang berdiri dan kembali menimbulkan bunyi indah yang jarang terdengar.

Aku meraba dan meremas kedua payudaranya yang tertancap keras di dadanya sambil kubantu menggerakkan pinggulku agar permainan kami berjalan lancar dan memuaskan. Ani nampaknya senang sekali dengan posisi seperti ini. Ia melenggokkan kepala kiri kanan seolah terhibur dan santai menikmatinya, bahkan kerakan pantanya naik turun sangat teratur, sehingga bunyinyapun kedengaran indah dan teratur.

Aku hanya memejamkan mata sambil menikmati gerakan teraturnya itu. Matanyapun terpejam seperti orang tidur, namun mulutnya sedikit menganga dan kadang menggigit bibirnya dan mengeluarkan ujung lidahnya.

"Ahh.. uuhh.. iihh.. hhmm," nafasnya mulai cepat seiring dengan gerakan pantatnya. Tangannya yang tadinya bertumpu ke atas kedua pahaku dan kini pindah di atas kedua dadaku. Badannyapun sedikit membungkuk, lalu tiba-tiba gerakannya cepat sekali. Sangat cepat dan mukanya menghantam mukaku. Mulutnya segera menyentuh mulutku sambil ia menggigit sedikit bibirku, tapi aku biarkan saja, karena tidak terlalu sakit, malah semakin merangsangku.

"Aku nikmat sekali sayang. Ada yang memaksa mau keluar. Tahan yah, biar tidak bersamaan. Aku kesulitan mencabut kemaluanmu," katanya terengah-engah. Nafasnya terputus-putus, sehingga kadang lama sekali baru tersambung seolah sesak nafas. Akupun mulai merasakan ada cairan hangat yang mengalir pelan-pelan ke batang penisku, tapi aku mencoba mempertahankannya agar tidak bersamaan sesuai permintaan Ani.

"Yach, aku coba menahannya sayang. Silahkan keluarkan saja, asal tidak beresiko buatmu," jawabku sambil merasakan getaran sekujur tubuh Ani. Tiba-tiba ia meronta seolah histeris ingin berteriak menyatakan kalau ia betul-betul telah sampai ke puncak kenikmatan yang tiada taranya dan belum pernah dirasakan selama hidupnya.

"Aaaku.. ehh.. uuhh.. hhmm.. Ke.. luuar sayang," ucapnya seolah tidak mampu mengeluarkan sesuatu katapun ketika persendiannya terkuras akibat cairan panas yang dimuntahkan dari mulut kemaluannya. Saat itu pula aku merasakan puncak getaran kemaluan Ani yang menjepit keras modalku, sehingga seolah diurut dengan daging empuk yang sempit. Sejenak terdiam dan terkulai di atas tubuhku dengan menindihku lemas. Tapi aku segera memutar tubuhnya ke bawah, sehingga aku kembali mengangkanginya, lalu mengangkat kedua kakinya sampai bersandar ke bahu lalu kutusukkan ujung modalku ke vaginanya yang basah dan terasa agak lembek, lalu kukocok keras-keras dan cepat sekali, hingga akupun merasakan cairan hangat keluar dari dalam batang kemaluanku. Sengaja aku percepat dan memuntahkannya agar Ani tidak tersiksa terus menerima tusukan penisku setelah ia terkulai lemas tanpa perasaan nikmat lagi. Kami betul-betul puas sepuas-puasnya tanpa sedikitpun kenikmatan yang kusisakan lagi, karena masih panjang waktu untuk melanjutkan ronde-ronde berikutnya.

Kini baru aku sadar kalau jam di dinding menunjukkan pukul 14.00 siang. Mataku tidak mau tertidur kali ini. Berbeda dengan peristiwaku yang lalu-lalu. Biasanya sehabis bertempur seperti ini, mataku langsung ngantuk dan tertidur pulas, tapi kali ini justru hilang rasa ngantukku dan semangatku tidak banyak menurun. Mungkin karena rasa penasaran ingin tahu siapa sebenarnya Ani ini. Vaginanya sempit sekali seperti gadis perawan saja. Tidak berbulu lagi. Usianya tidak sesuai bodi bagian dalamnya. Bahkan vaginanya mengeluarkan sepercik darah segar. Payudaranya masih keras dan indah sekali. Tanda tanya itulah yang membuatku tidak ngantuk. Aku ingin mengetahui ketahui dengan segera secara rinci pribadi Ani, tapi sayangnya ia nampaknya tidur pulas di sampingku dalam keadaan terlentang, sehingga masih nampak cantik kelihatan. Akibatnya dapat memancing geloraku kembali. Untung aku berpikir kalau masih panjang waktu, sebab jika tidak pasti aku segera mengganggu tidurnya dan menerjangnya.

"Tidak tidur sayang?" tanya Ani padaku sehingga menghentikan lamunanku.
"Mataku tak mau tertidur sayang. Aku tidak ngantuk rasanya," jawabku sambil membalikkan tubuhku ke arahnya lalu memeluknya, mencium pipi dan bibirnya, merangkul tubuh telanjangnya dengan mengangkat pahaku ke atas pinggulnya.
"Aku mohon agar anda mau menceritakan siapa diri anda sebenarnya dan bagaimana status serta latar belakang kehidupannya. Mau khan?" pintaku sambil mengecup kembali pipinya. Iapun memeluku dan mencium keninku.
"Okelah kalau itu keinginanmu sayang. Aku sebenarnya tidak biasa bohong dan belum pernah membohongimu," katanya terus terang sambil bercerita.

"Usiaku saat ini sudah 58 tahun, tapi belum pernah rasakan kenikmatan seperti yang baru kita rasakan bersama. Soalnya aku belum pernah kawin dengan laki-laki manapun, sehingga tubuhku tidak banyak berubah seperti yang kamu bayangkan. Aku pendiam dan jarang bergaul karena pengawasan orangtuaku dulu sangat ketat. Pacaranpun belum pernah, cuma pernah sekali vaginaku ini disentuh oleh penis laki-laki iseng, sayangnya tidak mampu membuatku nikmat, sehingga bayanganku terhadap kenikmatan dari laki-laki selalu jelek dan mengecewakan," cerita Ani dengan serius sekali, namun sedikit tersenyum memandangiku terus. Lalu ia lanjutkan,

"Seorang sopir petek-petek pernah mengajakku melakukan hubungan sex di mobilnya ketika usiaku sekitar 17 tahun. Saat itu hanya aku sendiri penumpangnya setelah penumpang lainnya turun. Aku duduk di dekatnya saat penumpang semua turun karena takut sendirian di belakang. Sekitar jam 10 malam saat aku pulang kursus, tangan sopir itu tiba-tiba nakal memegang pahaku. Mulanya aku masih mampu menyingkirkan tangannya, tapi ketika tangannya meraih pinggir atas rokku, aku tak mampu lagi mengusir tangannya karena pegangannya kuat sekali. Aku hanya merapatkan kedua pahaku agar ia tidak memasukkan tangannya ke dalam rokku. Dasar laki-laki bernafsu bejat dan berkeinginan keras menggauliku, iapun tiba-tiba menghentikan mobilnya di jalanan yang sudah mulai sepi kendaraan. Aku mau teriak, percuma saja karena tak ada orang yang kelihatan, apalagi kaca mobilnya yang riben itu tertutup rapat. Aku tak kuasa menolaknya, sehingga ia menjepitku di atas kursi depan mobil, lalu menyingkap dengan paksa rokku lalu menarik celana dalamku ke bawah hingga terlepas. Ia keluarkan penisnya lewat resteling tanpa membuka celananya. Mulailah ia dengan leluasa menusuk vaginaku yang tertutup rapat lagi kering sebab aku tidak terangsang. Aku hanya pasrah menerimanya," lanjutnya.

"Setelah ia lampiaskan nafsu bejatnya padaku dan menumpahkan sperma di vaginaku yang tertutup dan kering itu, ia lalu menancap mobilnya hingga di depan rumahku tanpa sepata katapun yang keluar dari mulutnya. Aku hanya menangis dan tak berani melaporkannya, lagi pula ia tak mampu jebol perawanku. Di atas tempat tidurku, semalaman aku berfikir kalau laki-laki itu egois untuk kesenangan sendiri, sex itu menyakitkan kemaluan wanita dan aku tak pernah tergiur untuk melakukannya. Tapi kenapa diusiaku seperti ini tiba-tiba aku ingin mencobanya kembali setelah ada laki-laki yang menawarkan modalnya untuk disewa. Mungkin karena tawaran itu memancing aku untuk menikmati seluruhnya dan siap memuaskanku, sehingga aku yakin disisa-sisa hidupku ini, masih bisa meraih kenikmatan hidup yang banyak orang alami dan nikmati," cerita Ani panjang lebar seolah tidak kecewa saat ini setelah sebelumnya ia takut.

Barulah aku mengerti kalau orang yang baru saja kugauli dan kunikmati tubuhnya dengan leluasa adalah gadis perawan cantik dan mengesankan. Aku sangat beruntung menawarkan modalku. Tak pernah kubayangkan akan mendapatkan lebih dari yang kuharapkan. Dalam hatiku sekalipun Ani tidak membayar sewa modalku, aku siap melakukannya berkali-kali. Cuma aku tak mau juga menolak pembayarannya sebab aku butuh dan Anipun orangnya berada tanpa tanggungan. Aku memang sempat menerima bayaran lebih dari yang kuharapkan, selain uang juga kenikmatan batin. Kami lalu sepakat mandi bersama setelah menikmati makan siang yang kupesan lewat pegawai wisma. Kami sepakat akan melanjutkan pertarungan dalam kamar mandi dengan posisi dan model yang bermacam-macam.

Hanya saja aku belum sempat menulis ceritanya karena cerita ini sudah terlalu panjang nanti membosankan pembaca saja, apalagi bahasa dan jalan ceritanya kurang teratur, tapi yang penting bisa diketahui maksudnya.

*****

Saya putus dulu ceritanya sampai di sini. Nanti lain waktu, aku akan menyambungnya. Tapi bagi pembaca yang penasaran, mau tukar pengalaman dan ingin berkenalan, apalagi wanita yang mau menyewa modalku berapa saja asal memiliki kelengkapan wanita, khususnya alat sensitif, aku siap menyambutnya dengan senan hati. Silahkan hubungi emailku.

Tamat




Komentar

0 Komentar untuk "Modalku disewa perawan tua - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald