Pengalaman lain dengan Tante Rissa - 3

0 comments

Temukan kami di Facebook
Sesekali kulirik Tante Yola yang kelojotan setiap kali butiran sebesar bola golf itu dikeluarkan dari liang kewanitaannya. Atau wajah Tante Irene yang tak henti-hentinya mengerang menahan rasa nikmat yang luar biasa. Kelihatannya Tante Rissa lihai sekali memainkan vibrator tersebut. Kulihat daerah selangkangan Tante Irene sudah banjir oleh air kewanitaannya. Kami betul-betul bercampur tanpa batas. Dan satu-satunya yang sadar di ruangan itu hanya aku, sisanya sudah mabuk oleh minuman-minuman yang mereka tegak sejak tadi. Aku tidak bisa bercerita dengan detil di sini karena betul-betul banyak hal dan variasi yang kami lakukan. Mungkin aku hanya bisa cerita hal-hal yang kuingat dengan jelas. Seperti misalnya ketika kedua tangan Tante Rissa dipegangi oleh Tante Yola dan Tante Irene, sementara Tante Shinta dan Tante Lisbeth asyik ngerjain wanita cantik itu dengan tali-tali berbutirnya. Tante Shinta memegang tali berbutir yang butirannya sebesar bola golf, sementara Tante Lisbeth memegang tali berbutir yang lebih kecil. Aku sendiri dengan liar menjilati setiap jengkal tubuh Tante Rissa. Desahan dan erangan tak henti-hentinya keluar dari bibir wanita itu.

Seperti yang dilakukan pada Tante Yola tadi, Tante Shinta memasukkan satu demi satu butiran-butiran sebesar bola golf itu ke dalam vagina Tante Rissa dan kemudian menyalakan penggetarnya. Pada saat yang sama juga Tante Lisbeth memasukkan butiran-butiran yang hanya sebesar kelereng itu ke dalam lubang pantat Tante Lisbeth, dan kemudian menggetarkannya. Uhh.. aku tidak bisa membayangkan rasa nikmat yang dialami Tante Rissa. Pasti asyik sekali. Tubuhnya betul-betul menggelinjang, aku saja sampai kerepotan menjilatinya.
"Aaakhh.. pada gila ya.. oohh stop.. please.. stop.. cukup.. uugghh..", Tante Rissa terus mengerang keasyikan, namun kami tidak perduli. Dan kulihat vagina Tante Rissa betul-betul membanjir.
"Uuuhh.. banjiirr boo"" seru kelima wanita itu.
Mereka bersorak ribut sekali. Pada saat itu aku sendiri juga tidak merasa sebagai laki-laki yang melayani nafsu seks lima wanita itu. Entah kenapa aku juga merasa menjadi bagian dari mereka, seolah-olah aku wanita yang ikut dalam pesta lesbian.
Tante Rissa betul-betul lemas. Entah berapa banyak cairan yang keluar dari vaginanya. Yang aku ingat keempat sahabatnya dan aku betul-betul liar menjilati cairan yang terus menerus keluar dari vagina Tante Rissa. Bahkan kami sampai bertukar-tukar, seperti misalnya aku sudah mengulum cairan yang kujilati dari vagina Tante Rissa, kemudian aku membagikannya ke dalam mulut Tante Irene lewat mulutku. Demikian juga yang lain. Betul-betul gila.

Ternyata yang "dipelonco", bukan hanya Tante Rissa. Kesempatan berikutnya giliran Tante Yola yang diperlakukan sama. Dan gilanya Tante Rissa setelah lemas dipelonco tadi seperti tidak ada apa-apa saja. Wanita itu kembali bernafsu ikut ngerjain Tante Yola. Uhh.. wanita berkulit hitam itu betul-betul meronta seperti kesetanan. Apalagi ketika tali berbutir digetarkan di dalam vaginanya. Ranjang Tante Irene sampai goyang-goyang tak karuan.

Berikutnya giliran Tante Lisbeth. Wanita yang pada awalnya terlihat sok cool ini akhirnya tak kuasa juga melepas rasa nikmatnya dengan menjerit keras-keras. Selama mengikuti permainan mereka sejak tadi entah kenapa aku sama sekali tidak berhasrat memasukkan penisku ke dalam vagina salah satu dari mereka. Bahkan untuk melakukan masturbasi di depan mereka juga tidak. Aku seperti hanyut dalam permainan.

Kemudian pada saat giliran Tante Shinta, wanita-wanita itu seperti mendendam. Tante Shinta yang dikerjain paling lama dan semua alat digunakan kepada wanita itu. Dimulai dengan vibrator biasa, kemudian tali berbutir, dan lain-lain sampai terakhir vibrator elektrik. Vagina Tante Shinta betul-betul banjir. Huh.. baru kali ini aku melihat wanita-wanita mengalami multi orgasme sampai separah itu.

Berikutnya giliran Tante Irene. Wanita ini mendapat perlakuan spesial sebagai hadiah ulang tahunnya. Tidak hanya dikerjain seperti nasib sahabat-sahabatnya, tapi Tante Irene juga melakukan "persetubuhan", dengan keempat wanita yang lain. Aku pikir inilah saatnya aku menikmati permainan yang sesungguhnya.

Dimulai dari Tante Yola yang mengenakan celana dalam yang di bagian depannya ada vibratornya. Kami duduk mengelilingi Tante Yola dan Tante Irene yang "bersetubuh", seperti pasangan normal saja. Berikutnya gantian Tante Shinta, Tante Lisbeth dan Tante Rissa. Akhirnya tiba juga giliranku untuk menikmati hangatnya vagina. Sambil berdiri dengan lutut, aku bersiap memasukkan batang penisku yang sudah keras itu ke dalam vagina Tante Irene.

Tiba-tiba dari arah belakang Tante Rissa menarik tubuhku sebelum aku sempat memasukkan batang penisku ke vagina Tante Irene.
"Ehh.. kenapa Tante..", seruku.
Tante Rissa tertawa nakal diiringi cekikikan wanita yang lain. Tiba-tiba dengan sigap kelima wanita itu mengepungku dan dalam waktu singkat aku sudah terpasung di atas ranjang dengan kedua tangan dan kaki yang terikat. Oh.. gila, apalagi ini.
Kemudian Tante Irene menghampiriku.
"Kayaknya kamu perlu ini deh sayang biar kamu bisa ngimbangin kita-kita.. hihihi.. mmhh..", Tante Irene tiba-tiba mencium bibirku dan aku merasakan wanita itu memindahkan beberapa butir pil dari dalam mulutnya ke mulutku.
Mau tak mau aku menelan pil yang aku tidak tau pil apa itu.
"Apa nih Tante?" seruku setelah pil yang kira-kira berjumlah lima butir itu kutelan. Tante Irene tersenyum.
"Obat kuat hihihi..", jawabnya.
"Eh siapa duluan nih?" seru Tante Rissa tiba-tiba.
"Kasi yang ultah aja dulu, kan Rio udah minum itu, pasti staminanya gak turun deh hihihi..", celetuk Tante Lisbeth.
Keempat sahabatnya setuju. Kelihatannya Kelima wanita itu ingin menggilir penisku bergantian. Ughh.. aku sedikit nggak pede, apa iya aku mampu. Sekarang aja rasanya udah mau orgasme sejak bergumul dengan mereka tadi. Tapi mungkin pil yang disuapkan Tante Irene tadi bisa membantu.

Tante Irene kemudian mulai menjilati batang penisku yang sudah keras. Mungkin ukurannya sudah mencapai maksimal Urat-uratnya sudah mulai kelihatan. Sebetulnya penisku berukuran biasa saja. Entah kenapa mata Tante Irene betul-betul bernafsu sekali melihatnya. Lidahnya lincah sekali menjelajahi penis dan selangkanganku. Keempat wanita yang lain duduk mengelilingi sambil bersorak.

Setelah puas menjilati dan mengulum penisku, kemudian wanita itu mulai jongkok di atas tubuhku. Digenggamnya batang penisku dan perlahan-lahan tubuhnya mulai turun. Ughh.. aku merasakan nikmat ketika ujung penisku menyentuh bibir vagina Tante Irene. Sedikit demi sedikit dan akhirnya.. bless.. penisku pun amblas ke dalam vagina Tante Irene. Wanita itu memutar-mutar pinggulnya. Alamak.. nikmatnya luar biasa. Seharusnya penisku sudah memuntahkan sperma sejak Tante Irene memasukkan vaginanya tadi, namun entah kenapa spermaku tak kunjung keluar. Padahal penisku sudah berdenyut-denyut. Hampir dua puluh menit Tante Irene menggoyangkan pinggul, pinggang dan pantatnya. Dengan posisi duduk, tiduran, hingga akhirnya aku mulai merasa spermaku ingin keluar.

"Ssshh.. aahh Tante.. udah mau keluar nih..", seruku di tengah-tengah desahan menahan rasa nikmat.
Tante Irene tersenyum manja. Wanita itu sudah sejak tadi orgasme berkali-kali di atas tubuhku.
"Ya udah, bareng ya.. sshh..", aku betul-betul memuncak. Sebentar lagi aku merasa akan meledak.
Tiba-tiba Tante Lisbeth menghampiri kami dan berjongkok di belakang tubuh Tante Irene yang sedang naik turun. Aku nggak tau apa yang diperbuatnya. Sekilas kulihat Tante Irene tersenyum dan Tante Lisbeth memeluknya dari belakang. Kulihat payudara Tante Irene yang montok itu diremas-remas. Ahh.. pemandangan itu semakin membuat nafsuku naik.
"Riioo.. I"m cumming.. sshh.. oohh..", Tante Irene pun mencapai orgasme untuk kesekian kali. Dan cairan kewanitaan yang membanjiri penisku pun memacu spermaku untuk keluar.
"Aahh.. Croott.. crroott.. croott.. ups!"

Belum selesai penisku memuntahkan seluruh sperma, tiba-tiba Tante Irene mencabut penisku dari vaginanya, lantas wanita itu berguling ke samping. Tanpa kuduga Tante Lisbeth yang tadi berada di belakang Tante Irene langsung maju dan menindihku sehingga penisku langsung amblas dalam sekejap ke dalam liang vaginanya. Croott.. croott.. penisku masih memuntahkan sperma sisa permainanku dengan Tante Irene.

Gila, variasi apalagi ini! Bagai Tanpa peduli Tante Lisbeth melanjutkan permainan. Wanita itu memutar pinggang dan pinggulnya kesana kemari. Ugghh.. satu hal yang bikin aku heran penisku masih bertahan. Meskipun sperma sudah tidak keluar lagi tapi tidak langsung lemas seperti biasanya. Dan birahiku pun semakin terbakar melihat tubuh putih mulus yang bergoyang di atas tubuhku.

Kurang lebih tiga puluh menit kemudian penisku kembali berdenyut ingin memuntahkan sperma. Dan sudah sejak lima menit yang lalu di belakang Tante Lisbeth ada Tante Yola yang bersiap untuk giliran berikutnya. Aku sengaja tidak bilang supaya Tante Lisbeth tidak buru-buru pergi, karena dari kelima wanita itu Tante Lisbethlah yang paling aku suka. Tanpa kuduga Tante Lisbeth sudah bisa menebak gejalaku. Baru semprotan sperma yang pertama wanita Chinese itu langsung mencabut tubuhnya dan berguling ke samping. Dengan penuh nafsu Tante Yola langsung menggantikan Tante Lisbeth.

Aku cukup lama melayani Tante Yola karena aku kurang begitu bergairah dengannya. Hampir satu jam penisku baru mulai berdenyut tanda sperma akan keluar. Dan di belakang Tante Yola, Tante Rissa sudah bersiap untuk memacu birahi denganku.
Crott.. Croott.. Dua semprotan awal menyudahi permainanku dengan Tante Yola, dan Tante Rissa pun menggantikan untuk menikmati sisa spermaku. Tante Rissa masih seperti dulu, lihai sekali merangsang bagian-bagian sensitifku. Sambil tubuhnya bergoyang, jemari lentiknya aktif menjelajahi tubuhku.

Menjelang menit ke tiga puluh dengan Tante Rissa, Tante Shinta naik ke atas tubuhku tapi tidak di belakang Tante Rissa, melainkan di depannya. Jadi posisi mereka berhadapan. Aku tak tau apa yang dilakukannya. Aku hanya mendengar suara berciuman yang penuh nafsu.
"Crott.. Croott.. Crroott.. Croott.."
Tante Rissa kebablasan. Setelah semburan keempat wanita itu baru mengangkat tubuhnya. Itu karena Tante Shinta yang asyik menggodanya. Tante Shinta dengan sigap langsung memasukkan penisku yang masih menyemprot itu ke dalam vaginanya. Posisinya berbeda dengan yang lain, jadi tubuh wanita itu membelakangiku. Ughh.. enak sih, tapi aku ingin melihat wajah Tante Shinta yang cantik.

Tanpa kuduga wanita itu memutar tubuhnya. Aahh.. dinding vaginanya serasa memutar penisku. Kemudian wanita itu sudah berada dalam posisi menghadapku. Ternyata Tante Shinta tidak menggoyangkan tubuhnya. Penisku dibiarkan beristirahat di dalam vaginanya yang hangat. Sementara wanita itu menari-nari dengan erotis di atas tubuhku.
"Ehmm.. wah bakal ada gempa nih kayaknya..", celetuk Tante Lisbeth.
Aku tidak mengerti apa maksudnya. Tiba-tiba detik berikutnya aku merasakan ada sesuatu yang menyedot penisku. Gila..! Aku belum pernah merasakan sedotan yang begini hebat dari dalam vagina. Ugghh.. tubuhku menggelinjang menahan rasa nikmat. Kulihat Tante Shinta masih tetap menari dengan tenang.
"Gila kamu Shin.. jail banget sih.. hihihi..", celetuk yang lain.
Ooohh.. aku betul-betul merasakan sensasi yang luar biasa. Tubuhku rasanya ingin orgasme tapi nggak sampai-sampai. Betul-betul kenikmatan panjang dan melelahkan.

Hampir satu jam kemudian, keempat wanita yang lain mulai mendekati tubuhku. Mereka berkeliling dan jemari mereka mulai menjelajahi tubuhku dan tubuh Tante Shinta. Aahh gila.. betul-betul sensasional. Akhirnya penisku pun berdenyut tanda ingin orgasme.
"O-ow.. udah waktunya nih..", seru Tante Shinta.
Gila, wanita itu bisa tau. Tiba-tiba dinding vagina Tante Shinta semakin kencang berdenyut. Sedotan pun semakin kuat. Aahh.. aku nggak tahan lagi dan.., "Croott..!".

Tante Shinta langsung mengangkat tubuhnya dan dengan cepat berganti posisi berbaur dengan keempat sahabatnya. Kelima wanita itu bersorak melihat penisku yang memuntahkan sperma secara gila-gilaan. Lidah mereka berebutan menangkap cipratan-cipratan sperma yang keluar dari penisku. Ughh.. Mereka juga menjilati sperma yang berceceran di sekitar selangkanganku.
Tanpa terasa malam sudah hampir berganti pagi. Tubuhku tergeletak di antara tubuh-tubuh mulus yang kelelahan seperti aku. Rasanya capek sekali. Satu-persatu mereka tertidur tanpa sempat mandi. Hanya aku yang tidak bisa tidur, mungkin karena pengaruh obat tadi.

Aku melihat ke sekeliling. Tiba-tiba aku stress memikirkan bagaimana di kantor nanti pagi. Pasti ngantuk sekali. Aku langsung menelpon Blue Bird untuk minta dikirim taksi. Setelah itu aku memberanikan diri membangunkan Tante Rissa untuk pamit. Sulit sekali membangunkan wanita mabuk yang sudah tertidur. Akhirnya setengah sadar Tante Rissa bangun.
"Aku pulang dulu Tante..", ujarku.
Tante Rissa tidak langsung menjawab. Seperti sedang mengumpulkan nyawa.
"Kok pulang sayang? Tidur di sini aja..", jawab Tante Rissa. Aku tersenyum.
"Nggak bisa Tante, nanti pagi aku mesti ke kantor. Ini aja aku pengen tidur sebentar di rumah..", jelasku.
Tante Rissa hanya tersenyum sambil mengangguk.
"Oke, hati-hati ya..", jawabnya sambil tersenyum. Aku pun ikut tersenyum.
Sedikit geli juga melihat bibir Tante Rissa yang dimonyongin tanda memintaku untuk menciumnya.
"Mmmuuachh..", aku mencium bibir lembutnya dengan mesra. Tak ada lagi rasa nafsu.
"Makasih yang udah ikutan party kita..", kata Tante Rissa seraya merengkuh kepalaku.
"Iya, makasih juga buat acaranya Tante, gila.. tambah pengalaman lagi nih hihihi..", Tante Rissa tertawa mendengar jawabanku.
Wanita itu lantas mengantarku sampai ke depan pagar.
"Tante nggak antar dulu ya Yo, lemes nih.. kamu sih hihihi..", bisik Tante Rissa. Aku tersenyum.
"Iya nggak pa-pa Tante, aku udah pesan taksi." jawabku.
Tak lama kemudian taksi datang. Dan aku pun meningkalkan rumah kenikmatan itu setelah mengecup bibir Tante Rissa sekali lagi. Hhh.. akhirnya aku pun tertidur di taksi.

Tamat




Komentar

0 Komentar untuk "Pengalaman lain dengan Tante Rissa - 3"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald