The fantasy reality - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Sekembalinya kami dari toilet, kulihat para istri kami sedang asik ngobrol dengan tiga orang lelaki keturunan India. Ayu diapit oleh dua orang dan yang seorang lagi duduk di sebelah Rara. Dari gayanya, kami tahu bahwa India-India iseng itu mengira istri-istri kami adalah cewek-cewek gampangan. Tangan seorang yang duduk di sebelah Ayu malah sudah diletakkan di atas paha Ayu. Kulihat Ayu mencoba menepisnya, tapi tidak dengan sepenuh hati. Mungkin dia suka juga? Yang duduk di sebelah Rara masih agak sopan, dan hanya memeluk bahunya. Kulihat Rara agak menjauh sedikit dan melotot galak ke arah India gokil itu.

"Wow, dude.. bisa keduluan sama India-India bangsat itu nih, gue." Sonny nyeletuk asal sambil bergegas ke arah Ayu dan Rara. Aku mengikutinya perlahan. Kupikir, the more, the merrier. Kulihat Sonny berbicara sesuatu dengan orang-orang itu, dan lalu mereka ngeloyor pergi sambil tertawa-tawa. Kedua istri kami pun ikut tertawa lebar.

"What's up, Son?" tanyaku setelah duduk lagi, kali ini di sebelah Ayu.
"Nggak, gue bilangin aja kalo dua cewek ini udah kita sewa buat seminggu. Udah lunas, pula. And we're sorry but we're not sharing them with anybody."
"Emang gila deh lu, Son." Rara berkomentar sambil masih tertawa.
"Tapi suka kaann.." Sonny memandangi wajah Rara begitu dekatnya. Rara jadi rada kikuk, dan kulirik Ayu malah mesam-mesem doang.
"Idiihh.. apaan sih lu. Jauhan dong.. mulut lu bau. Jangan deket-deket muka gue. Reenn.. tolong dong. Temen kamu sinting nih. Minumnya cuma segelas, maboknya kayak minum sepetii."

Tawa kami meledak mendengar ucapan Rara. Dan kira-kira pukul satu, kami memutuskan untuk pulang.
Sebelum pulang, Sonny sempat membisikiku, "Ren, besok siang gue ke rumah lu. We will start to realize your fantasy, man." Penisku langsung tegang membayangkan apa yang akan terjadi nanti.

*****

Pukul 11 siang bel rumahku berbunyi. Aku sedang menonton TV di kamarku. Rara mungkin sedang membantu Mbak Wani, salah seorang pembantu RT kami memasak makan siang kami. Aku mengintip dari kamarku yang di lantai dua yang kebetulan menghadap ke jalan dan ke pagar rumahku. Sonny sudah di depan muka rumah bersama Ayu membawa keranjang berisi jeruk dan pisang. Segera aku bergegas turun dan membukakan pintu utama rumah kami.

"Siang, bos. Wah, gue kirain elu belom mandi. Ternyata sudah keren. Makanannya udah ready nih?" Si Sonny nyerocos begitu melihatku di pintu muka.
"Ampirlah. Masuk yuk. Wah, bawa pisang nih." Langsung kuambil keranjang buah itu dari tangan Ayu dan kucomot sebuah pisang yang langsung saja kumakan.
"Raa.. Mas Sonny dan Mbak Ayu udah dateengg." Setengah berteriak aku memanggil istriku yang sedang masak di dapur.
Rara melongokkan dari arah dapur. Astaga! Ternyata dia masih memakai baju tidurnya yang berupa kaos you-can-see dan hot pants warna biru muda dengan kaki telanjang. Bodynya yang aduhai hanya tertutup sepertiganya saja kalau begini.
"Bentar ya, sodara-sodara. Aku masih masak nih. Yu, bantuin gue yuk! Cobain nih kurang apa." Rara menyahut dengan semangat. Ayu langsung ngeloyor masuk dapur. Aku perhatikan Si Ayu memakai rok span warna merah darah dan kaos tanpa lengan warna kuning muda.
"So, what's up, my brotha, what do you have in mind?" Aku langsung saja sambil mengedipkan mataku ke Sonny yang duduk bersamaku di ruang tamu.
"Just chill, bro. I told you I'll handle it, I will handle it." Sonny mengangguk yakin kepadaku.

Nggak lama kemudian.."Cowok-cowok, lunch is served." Ayu memanggil kami di ruang tamu dengan gaya seorang chef kawakan dengan celemek dan serbet makan yang disampirkan di lengannya sambil setengah membungkuk.
"Nah, gitu dong. Although I'd rather eat you, love." Sonny berkata begitu sembari beranjak bangun menuju ke ruang makan sambil mencubit pipi istrinya mesra. Aku meringis saja.
"Kalian makan duluan deh. Gue mau mandi dulu sebentaar aja." Kata Rara sambil lari kecil naik tangga ke kamar kami.
"OK, ma'am. Tapi kita tungguin deh, asalkan beneran cuma sebentaar aja." Sonny menggoda istriku. Istriku meresponnya dengan memeletkan lidahnya ke arah Sonny.
"Lu diam di sini dulu, ya. Nanti kira-kira lima menit, lu susul gue ke kamar lu. OK?" Sonny membisikiku. Ayu kebetulan sedang ngobrol dengan Mbak Wani dan tidak melihat ke arah kami.
"Hah? Sinting apa lu? Tapi whateverlah. OK." Kataku perlahan.

Benar, kira-kira lima menit setelah Sonny naik ke kamarku, aku menyusulnya. Setibanya aku di depan pintu kamar mandi yang terbuka sedikit.. wow.. kulihat Sonny sedang mengintip Rara yang sedang melucuti bajunya yang hanya dua lembar itu satu persatu.

"Goddamn, bini lu bodynya bikin gue geregetan aja." Bisik Sonny.
"Eh, monyet, gue kagak pernah minta lu ngintip. Sial, lu." Aku agak kesal juga, merasa dikerjai.
"Tenang, broer. Ini step by step. Let the pro do it. You, horny bastard, just shut up and sit tight."
"Gue hajar lu. Kalo dia teriak, satu rumah denger, kita bisa cilaka, sompret."
"Soon! Reenn! Mana sih kalian?!" kudengar Ayu berteriak memanggil dari bawah. Istriku juga pasti dengar, tapi cuek saja, lalu dengan bertelanjang bulat masuk ke dalam bath up, siap-siap mau mandi. Kami mashi terus mengintip.
"Lu turun dulu ke bawah, tenangin bini gue, OK?" bisik Sonny.
"OK." Aku beranjak perlahan pergi. Nggak tau mau ngomong apa ke Ayu, tapi penisku sudah tegang abis, seperti mau pecah rasanya.

"Yu, Si Sonny lagi nonton basket di kamar gue. Seru juga sih, lagian Rara kan masih mandi. Lu mau nonton juga?" Aku yakin Ayu pasti nggak akan berminat, karena dia paling benci sama yang namanya pertandingan basket. Konyol, katanya.
"Nggak ah, gue di sini aja nonton TV di bawah. Buruan dong. Kan gue juga lapar nih."
"Beres, manis."
"Genit lu ya kalo nggak ada siapa-siapa." Ayu menyahut sambil tersenyum manis. Aku nyengir aja, sambil lari lagi naik ke kamarku.

Sampai di sana, aku masuk dan kukunci kamarku perlahan.
"Gimana, Son?"
"Udah selesai mandi tuh. Wuih, gila, gue ngaceng berat nih, pren. Kagak nyesel nih lu?"
Aku diam saja. Nggak lama Rara keluar dari kamar mandi, seperti kebiasaanya, telanjang total hanya bercelana dalam saja. Rambutnya masih basah karena keramas.
"Aahh!" Rara menjerit kaget setengah mati melihat ada Sonny di situ. Dia mau lari lagi masuk ke kamar mandi, tapi tangan Sonny cepat menangkapnya. Rara meronta-ronta dan aku diam saja sambil menelan ludah.
"Tenang, sayang.. tenang.. gue di sini cuma mau bantuin lakilu memuaskan fantasinya." Sonny berujar perlahan sambil tangannya tetap mencengkram tangan Rara.
"Ren, kamu bener-bener gila ya. Ini apa-apaan sih?" Rara marah sekali melihat ke arahku. Aku cuma membuang muka saja.
"OK, karena kamu benar-benar sinting, aku juga bisa sinting. Tapi jangan menyesal nanti." Rara berkata begitu sambil memeluk Sonny dan mencium bibirnya walaupun masih agak ragu. Tangan mereka bergerilya kemana-mana. Buah dada Rara yang ranum menjadi target bibir dan lidah Sonny yang dengan bernapsu menjilat dan menyedotnya. Rara menggelinjang nikmat. "Mmhh.. Son.. remes dong Son.. pelan aja.. ahh.." Rara rupanya naik juga birahinya.

"Mmhh.. yeaahh.." Sonny mendongak terpejam saat Rara meremas penisnya dari balik celana jeansnya. "Buka aja, sayang.."
Aku sudah napsu berat, kukeluarkan penisku, dan mulai mengocoknya sambil masih berdiri. Kulihat Rara jongkok di depan Sonny, masih di depan pintu kamar mandi yang terbuka sambil mengeluarkan penisnya dari balik resleting dan mulai menyepongnya habis-habisan. Lidahnya bermain di kepala dan kedua buah pelir Sonny. Dikulum, dihisap, dijilat, you name it, she is doing it. Dia melakukannya sambil melirik Sonny dan aku bergantian.

"Isep, sayang.. yeaah, gitu.. uuhh.. bini lu hebat, man. Hebaatthh.. aahh.. jebol deh gue.. aarrghh!" Sambil berkata begitu, air mani Sonny tumpah di dalam mulut Rara yang langsung ditelannya. Melihat itu, aku nggak tahan lagi, dan air maniku pun langsung menyembur ke lantai. Lemas, aku terduduk di ranjang. Rara pun bangkit berdiri sambil memandang Sonny.
"Enak, Son? Hmm?" kata Rara setengah berbisik.
Sonny masih terpejam dan menganggukkan kepala sambil menelan ludahnya.
"Kalah deh Si Ayu. Sedotan lu gila banget, Ra. Ren, you're a lucky motherfucker, you know?"
"I know, man. Thanks berat. Ini rahasia kita aja ya." Sahutku santai.
"Yuk, turun. Nanti Ayu curigation, lagi. Ra, kamu turun dulu, say. Bilangan Ayu "Pertandingan basketnya" sudah ampir selesai. Nanti kita nyusul."
"OK." Rara bergegas berpakaian dan langsung turun. Aku sedikit lega karena sebagian fantasiku sudah terpuaskan.
"Reno, my man. If you need us to go any further than that, just ask, buddy. Hehehe." Sonny ngomong gitu sambil membetulkan pakaiannya. Aku ngangguk saja, ikut berberes, dan membersihkan lantai yang terkena semburan maniku barusan.

*****

Seusai makan siang yang dipenuhi dengan canda dan obrolan seperti biasanya, kami bersantai di kebun belakang rumah kami sambil makan buah-buahan yang dibawa Sonny dan Ayu. Kami duduk di meja bundar yang ada di tengah-tengah kebun kami. Aku, Rara, Sonny, Ayu. Sonny melirik Rara yang pura-pura tidak melihatnya sambil terus ngobrol denganku dan Ayu.

Tiba-tiba Rara beranjak bangun.
"Mau pipis", katanya.
Sambil berdiri begitu, sambil tangannya mengelus penis Sonny. Kurasa Ayu tidak memperhatikannya karena sibuk berkomentar tentang bunga-bunga yang kelihatan indah sekali sore itu. Sonny memandangiku sambil nyengir. Kukedipkan mataku kepadanya sambil meladeni ocehan Ayu. Sejam kemudian mereka pamit pulang.

*****

"Do you like it?" aku bertanya pada istriku sebelum tidur malam itu.
"Hmm? I think I do." Rara membalas menjawab sambil memeluk dadaku dan merebahkan kepalanya di dadaku.
"Mau coba lebih lagi?" aku bertanya singkat.
"Terserah kamu, sayang." Balasnya sambil mengelus penisku yang sudah berdiri.
"Idih, kok udah ngaceng sih ininya?" katanya lagi sambil merogoh kedalam celana tidurku yang komprang tanpa celana dalam.
Dia mulai mengelus-elus kepala penisku dan mulai mengocoknya perlahan.

"Ahh, baby.. I want you to fuck him." Kataku dengan napsu yang sudah naik.
"I know, baby.." sambil berkata begitu, kepalanya menyusup kebalik selimut dan mengulum penisku.
"This is what I did to him. Tell me how you like it.." Kurasakan air maniku segera terkumpul akibat sedotan, jilatan dan kulumannya di penisku.
"Sayang, kamu bakalan bikin aku keluar nih.. telan ya.. mmhh.. oohh." Gila, belum pernah aku keluar secepat itu. Kurang dari 2 menit saja! Istriku memang luar biasa tehnik oralnya. Maniku ditelannya.
"Baby, I need you to fuck me. Pleasee.." Rara menggelinjang sambil tangannya meremas toketnya sendiri dan lalu mengelus vaginanya yang sudah basah. Sejak kapan dia nggak pakai baju lagi?
"Aku nggak mau.. the next fuck you'll get will be from Sonny, babe." Aku berkata dengan kejam sambil membereskan celanaku dan tidur pulas.

*****

Dua hari kemudian, aku masih belum bersanggama dengan Rara. Malam harinya, sekitar pukul 7, Sonny menelponku saat aku baru selesai mandi.
"Ren, bini gue lagi ke Yogya, ada sodaranya yang meninggal. Gue udah cari alasan biar nggak ikut. So, I'll have 2 days Off. What's up?"
"Perfecto. Si Rara udah horny berat nih. Nggak gue masukkin udah dua hari. Lu dateng deh sekarang."
"Say no more, buddy." Sonny menutup teleponnya. Kira-kira setengah jam kemudian dia sudah sampai. Rara yang membukakan pintu.

Begitu melihat Rara, Sonny langsung memeluk dan mencium lehernya.
"Hello, doll. Miss me?" Ini orang cool juga, pikirku.
"Mmhh.." Rara menggelinjang senang. "A lot. You come for me, or what?"
"No, I come for my buddy. YOU will make me cum." Sonny menyeringai.
"And I will make you cum with me."
Sonny langsung menggandeng Rara ke kamar tidur kami. Aku mengikuti dari belakang.

"Strip for us. And masturbate, but stop when you are about to cum." Sonny memerintah Rara sesampainya di kamar. Aku menyetel CD jazz yang lembut untuk menunjang suasana.
Rara melucuti pakaiannya satu persatu sambil meliuk-liukan tubuhnya yang sintal mulus itu. Mau tidak mau, kami berdua menelan ludah berkali-kali. Lalu setelah bugil total, ia membelakangi kami dan membungkuk. Dengan tersenyum ia menoleh ke arah kami dan menjilat jari tengah kanannya. Lalu dengan sensualnya ia mengelus sepanjang bibir vaginanya dan dengan perlahan memasukkan jari tersebut ke dalam vaginanya keluar masuk kira-kira lima kali.

"Ouhh.. it's so wet, boys.." katanya seraya menjilat kembali jari itu.
"And it taste so yummy.." Kami kembali menelan ludah dengan tangan kami mengelus penis kami masing-masing.

Bersambung . . . .




Komentar

0 Komentar untuk "The fantasy reality - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald