Aku mendesah. Godaan ini terlalu besar untuk dilawan. Aku memilih untuk menyerah. Kubuka mulutku, dan sekejap kemudian puting itu telah masuk ke mulutku. Kuhisaphisap dengan nikmat (dan memang sangat nikmat), mulutku mulai merambah dan menghisap lebih banyak lagi bagian buah dada yang besar itu. Kudengar Wiwin mendesah-desah.
"Aahh.., enak Mas. Isep terus Mas.., auuhh..", sambil tangannya meremas dan menarik-narik rambutku dengan gemas.
Ketika aku sedang asyik mengisap, kurasakan ada tubuh lain mendesak di sebelahku. Ternyata si Dwi, dia mengikuti langkahku dengan mengisap buah dada kiri si Wiwin. Dengan dua laki-laki yang menyusu dengan lahap itu, Wiwin tampak terangsang berat. Dia mengerang-ngerang dan mendesah, kedua tangannya memegang kepala kami seakan kuatir kami akan melepaskan hisapan kami.
Lima menit kami melakukan aktivitas kami, ketika aku merasa ada tubuh lain mendesak di bawah kami. Ternyata Deni, menyungkupkan wajahnya ke selangkangan Wiwin yang terbuka. Dengan ganas dia menjilat dan menghisap kemaluan Wiwin yang berbulu super lebat itu, begitu hebatnya sehingga aku mendengar suara berkecipak dari mulutnya. Wiwin semakin menggila. Digerak-gerakannya pinggulnya sehingga kemaluannya bergesekan semakin keras ke mulut Deni. Kedua insan itu saling merenggut dan merengkuh, erangan dan desahan keduanya terdengar saling bersahutan.
Tampaknya rangsangan yang dirasakan Wiwin lebih besar dari yang dapat ditahannya. Kulihat dan kurasakan tubuh dan kakinya bergetar, tubuhnya semakin melengkung ke depan dan akhirnya dia roboh.., kami bertiga (sambil tetap melanjutnya hisapan kami) menahan tubuh itu dan dengan perlahanlahan membaringkannya ke atas karpet. Kini dia tidur telentang, tetap bergoyang-goyang menahan rangsangan jilatan dan hisapan kami.
Tiba-tiba Dwi melepaskan hisapannya pada puting dada Wiwin, dan menoleh ke Atok yang masih duduk bengong di karpet.
"Ini Tok.., gantian lo yang ngisep. Enak bener rasanya. Kagak ada yang ngalahin", katanya sambil menjepit puting Wiwin dengan jari telunjuk dan jempolnya.
"Rasain deh."
Atok (yang tampaknya juga sudah terangsang berat) segera menyerbu dan memasukkan buah dada bahenol itu ke mulutnya hingga kembali terdengar suara berkecipak dan sedotan dari mulutnya.
Kulirik ke bawah, tampak Deni tetap bersemangat menjilat dan mengisap kemaluan Wiwin yang kini tampak sangat basah. Pinggul gadis itu tetap bergerak-gerak dengan liar mengimbangi jilatan Deni, pahanya yang mulus terangkat ke atas dan menelikung kepala Deni. Aku sungguh ingin merasakan memek si Wiwin, tetapi kutahan dahulu nafsuku. Aku punya rencana lain.
Aku melepaskan hisapanku pada dada Wiwin, dan berdiri. Kulepaskan celana pendekku, sehingga kini kemaluanku tampak tegak berdiri siap tempur. Kemudian aku merendahkan tubuhku dan mendekatkan kemaluanku ke mulutnya.
"Isepin Win..", kataku penuh nafsu, "Kamu mau kan?".
Tetapi pada saat itu kurasakan tangan Dwi menepis lenganku.
"Gua duluan, brengsek" katanya parau.
"Gua udah ngimpiin sejak semalem", kulihat dia, ternyata Dwi sudah telanjang bulat dan juga mengarahkan kemaluannya yang super besar (paling besar di antara kami bertiga) ke mulut Wiwin.
Wiwin terkikik-kikik, pura-pura bingung.
"Aduuh.., bagaimana nih? Kok ada dua kontol rebutan minta diisep? Wiwin bingung dah".
Tapi sambil berkata begitu, kedua tangannya memegang kemaluanku dan kemaluan Dwi dan segera membetotnya ke mulutnya.
"Gih, masukin aja dua-duanya. Wiwin demen banget."
Dibukanya mulutnya lebar-lebar, dan dimasukkannya kepala kemaluan kami ke dalamnya. Tentu saja tidak bisa masuk semua, tetapi cukuplah bagi Wiwin untuk menyapu-nyapukan lidahnya ke kepala kemaluan kami. Aku mendesah. Seakan rangsangan listrik menjalari batang kemaluanku, rangsangan yang sungguh luar biasa. Jari-jari lentik Wiwin memegang batang kemaluanku dan batang kemaluan si Dwi serta mengocoknya dengan berirama. Kami berdua mengerang-erang menahan nikmat.
Akhirnya aku tak tahan lagi.
"Dwi, gua duluan yah. Gua udah mau muncrat rasanya."
Dwi menangguk, dan mencabut batang kemaluannya dari mulut Wiwin. Mulut Wiwin sekarang bebas, dan aku segera mengambil posisi. Dengan gaya anjing mau kencing, kukangkangi kepala Wiwin dan kusodorkan kemaluanku ke mulutnya. Wiwin dengan hangat menyambut dan langsung mengisap hampir separuh panjang kemaluanku. Kurasakan lidahnya berputar-putar di kemaluanku, dan sesekali giginya menggigit-gigit kecil dengan gemas. Sementara kulihat tangan kirinya tetap mengocok batang kemaluan Dwi dengan berirama.
Aku semakin menggila. Dengan setengah menelungkup, kugoyangkan pinggulku sehingga kemaluanku keluar masuk mulutnya. Ditingkahi dengan jilatan lidahnya di sekujur batang kemaluanku dan sedotan-sedotannya yang terasa semakin lama semakin kuat, aku merasa tidak tahan lagi. Aku menegangkan bagian bawah badanku, kutarik kemaluanku sehingga agak jauh dari kerongkongan Wiwin (supaya dia tidak tersedak, pikirku), dan croot.., croot.., muncratlah seluruh air maniku di dalam mulutnya. Hebat sekali, si Wiwin sama sekali tidak mengendorkan sedotan dan tarian lidahnya selama proses ejakulasiku berlangsung. Hanya kurasakan desahan napasnya kian memburu dan matanya kini sama sekali tertutup.
Setelah seluruh maniku keluar, aku tetap menelungkup di atas kepala Wiwin dan kemaluanku tetap berada di mulutnya. Meskipun senjataku terasa semakin mengecil, sepertinya Wiwin enggan melepaskannya. Kurasakan sedotannya masih berlanjut dan lidahnya (yang kini terasa sangat basah karena bercampur dengan air maniku) masih terus bermain menelusuri batang kemaluanku. Tetapi kenikmatan itu tidak berlangsung lama. Si Dwi yang sejak tadi dikocok-kocok kemaluannya oleh Wiwin, tampaknya sudah tidak sabar lagi. Didorongnya tubuhku sehingga hampir terjengkang ke kanan.
"Gantian lu, brengsek. Gua sudah nggak tahan."
Dan tanpa basa basi lagi didorongnya kemaluannya ke mulut Wiwin yang setengah terbuka dan masih belepotan air maniku.
Wiwin tampak sangat kewalahan dengan tindakan si Dwi yang tampak seperti kesetanan itu. Temanku yang biasanya pendiam itu sungguh berubah menjadi mahluk yang liar dan ganas. Digoyangkannya pinggulnya sekuat tenaga, tanpa memperhatikan apakah Wiwin tidak mati tersedak karena ulahnya tersebut. Kulihat juga wajah Wiwin tampak menahan serangan itu, mulutnya terbuka lebar disesaki oleh batang kemaluan Dwi yang super besar dan kudengar gumamannya, "Mmmpph.., mppff..", dengan nada memprotes.
Aku yang sekarang duduk menggelesot di lantai karpet melihat adegan itu, dan kulihat juga si Deni dan Atok juga menghentikan aktivitasnya dan memandang adegan ganas itu dengan mulut melongo. Aku hampir saja akan mengingatkan si Dwi supaya tidak terlalu ganas bekerja, ketika tiba-tiba dia menghentikan "goyang ngebor"-nya dan mengerang keras.
"Haagh.., gua kelu..", kata-katanya terputus ketika dia menegangkan badannya.
Tanpa melihatpun aku bisa mengetahui bahwa dia sedang melepaskan simpanan air maninya di dalam mulut Wiwin.
Kulihat wajah Wiwin memerah, matanya melotot dan karena dia dalam posisi telentang maka tidak ada air mani yang lolos keluar dari kerongkongannya. Tampaknya dia sudah tidak kuat lagi, dan didorongnya tubuh Dwi ke samping sehingga Dwi terguling di karpet. Wiwin membalikkan tubuhnya, dan dengan napas tersengal-sengal menundukkan kepala dan mengeluarkan sebagian mani di mulutnya ke karpet.
"Aduuh.., kalian keterlaluan deh. Kalo napsu ya napsu tapi inget dikit doong.., kan Wiwin bisa mati kesedak. Hi, hi, hi..".
Wah, aku kira dia akan marah tapinya malah terkikik-kikik ketawa. Dengan genit dicubitnya si Dwi.
"Itu burung isinya berapa liter sih? bisa bikin anak sekampung beneran."
Mendengar itu Dwi hanya diam saja. Napasnya masih tersengal-sengal.
Dengan gaya lemas si Wiwin berdiri dan berjalan gontai menuju kulkas. Diambilnya botol air es dan diminumnya dengan gaya khasnya, langsung ditenggak tanpa pakai gelas lagi. Setelah napasnya kembali teratur, dia memandang kami berempat yang masih duduk menggelosor di karpet dengan pandangan lucu (ingat, dia masih telanjang bulat lho. Untung kaca jendela masih tertutup gorden sehingga orang di jalan tidak bisa melihat tubuhnya yang bahenol).
"Udah puas nggaak..?" tanyanya lucu.
"Mas Dwi sama Mas Nano udah keluar simpenannya berliter-liter. Tapi Mas Deni dan Mas Atok kan belum. Mau diterusin nggak?", tanyanya sambil melihat kepada dua teman kami itu.
Deni dan Atok saling berpandangan, dan meskipun tidak berkata-kata keduanya tampak sepakat. Mereka berdiri dan dengan secepat kilat menyerbu tubuh Wiwin yang masih berdiri di sebelah kulkas. Deni memeluk dari depan, Atok dari belakang, keduanya dengan ganas menciumi wajah dan leher Wiwin. Tangan mereka berebutan meremas buah dada dan kemaluan Wiwin, sedemikian bernafsu dan kacaunya sehingga gadis itu (eh, memangnya dia masih gadis?) menjerit dan tertawa terkikik-kikik.
"Hi, hi, hi.., aduuh.., berhenti dulu.., stoop dulu deeh.., kalo main yang lembut doong..".
Dan dengan sekuat tenaga Wiwin melepaskan diri dari dekapan dua serigala kelaparan itu dan berdiri agak menjauh.
"Udaah.., udaah.., kalian kayak orang belum pernah pegang badan cewek saja", katanya sambil tersedak-sedak ketawa.
"Buka dulu baju kalian dong. Baru kita main beneran. Ayo!", perintahnya.
Deni dan Atok saling berpandangan, dan seperti dikomando mereka segera membuka baju dan celananya. Hanya dalam hitungan detik keduanya sudah telanjang bulat, kulihat kemaluan mereka mengacung ke atas karena sangat tegang. Namun keduanya tetap berdiri diam, seakan menunggu komando dari Wiwin lagi.
Wiwin tersenyum senyum menandang dua jagoan itu, seperti gaya cewek yang lagi memilih-milih barang di toko.
"Mmm.., lumayan juga kalian deh", katanya sambil terus melihat keduanya berganti ganti.
"Bukan wajah dan tubuhnya lho.., kalau itu mah kalian nilainya cuman dapet lima setengah. Tapi kontolnya itu lho.., sungguh menggairahkan."
Dan sambil berkata begitu, didekatinya Deni dan Atok, dipegangnya batang kemaluan keduanya dengan tangan kanan dan kiri dan dikocoknya lembut.
"Kita mulai yach..", desahnya penuh godaan.
Kemudian didorongnya Deni dengan lembut.
"Elo telentang deh Den.., kamu coblos memek gua sekarang."
Deni menurut seperti orang bego, sekarang dia telentang di karpet dengan batang kemaluannya mengacung ke atas seperti tiang bendera. Wiwin memandangnya seperti serigala kelaparan, diremasnya kemaluan Deni, dikocok dan akhirnya dikulum dengan buas.
"Gua tegakin dulu yach", gumamnya dengan napas memburu.
Semenit kemudian dilepaskannya kulumannya dan benar saja, kemaluan Deni sekarang sudah jauh lebih kencang lagi dan berkilat karena ludah si Wiwin.
Wiwin terkikik gembira dan segera melompat ke atas pinggul Deni. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya membuka bibir kemaluannya, sedang tangan kirinya memegang batang kemaluan Deni dan diarahkan ke lubang yang sudah terbuka itu.
"Masukkan kontolmu sayang, rasakan nikmatnya memek ini.", desisnya (astaga, mulutnya comberan banget!).
Direndahkannya tubuhnya, sehingga kepala kemaluan Deni mulai melesak ke dalam lubang kemaluannya.
"Aahh..", desahnya.
Aku sudah menduga kalau lubang memek si Wiwin ini pasti sudah agak longgar karena terlalu banyak dipakai. Dan ternyata benar. Tanpa terlalu banyak usaha, batang kemaluan Deni yang berukuran menengah itu langsung melesak seluruhnya ke dalam lubang kemaluan Wiwin. Wiwin terkikik kecil dan akhirnya merebahkan tubuhnya ke atas tubuh Deni. Buah dadanya yang super besar menggantung bebas, tangan Deni segera menyambut dan meremasnya. Wiwin mendesah nikmat.
"Enak ya?", desahnya pada Deni.
"Hnggh.., enak" jawab Deni. Matanya terpejam.
"Kerasa longgar nggak? Apa sudah ngejepit?" tanya Wiwin, rupanya dia juga menyadari kalau dia sudah lama sekali tidak perawan dan sudah dicoblos entah berapa banyak laki-laki.
"Nggak kok Win, masih enak sekali", jawab Deni.
Matanya merem melek dan pinggulnya mulai bergerak-gerak. Wiwin mengimbangi gerakan itu dengan menaik turunkan pinggulnya yang besar dengan berirama. Napas mereka memburu, seakan lupa sama sekali dengan tiga laki-laki lain yang mengitarinya dan memandang adegan super porno itu dengan jelas. Karena aku kebetulan duduk di karpet dengan menghadap pinggul Wiwin, aku dapat memandang dengan jelas batang kemaluan Deni yang bergerak keluar masuk lubang kemaluan Wiwin dengan berirama. Sangat merangsang.
Bersambung . . . .
Komentar
0 Komentar untuk "Nikmat membawa sengsara - 2"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.