Love before Y2K - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
"Punya Mas besar banget" bisiknya.
"Gede mana dengan punya Mas Samsi?"
"Gedean ini. Lagian lebih panjang."
Kami tertawa dan meneruskan pagutan kami. Giliran aku yang bekerja sekarang. Aku selangkangannya dengan tangan kananku. Ternyata kancing dan resleting celana jeansnya telah terbuka. Aku terus saja menerobos kedalam celana dalamnya. Kurasakan bulu kemaluannya kriting dan lebat menyentuh lembut telapak tanganku. Jariku menyentuh klitorisnya, lalu menggosoknya berputar. Ia semakin bergairah. Ciuman kami semakin ganas. Lalu kugunakan jariku untuk mengelus celah vaginanya diantara bibir dua vaginanya yang menyembul indah, sambil mencari lubangnya. Kata orang, bibir vagina yang gembul ini menimbulkan rasa yang lebih nikmat terhadap zakar disetubuhi. Ketika jariku menemukan lubangnya, kurasakan sudah ada cairan yang membasahinya. Aku mencoba menusuknya dengan satu jari. Bibir Srini jadi terbuka merasakan kenikmatannya.

"Ahh.." katanya Lalu memagutku kembali.
Aku lalu memaju mundurkan jariku yang mulai basah oleh cairan vaginanya. Tangannya jadi semakin keras mengurut kermaluanku. Tiba-tiba ia berhenti. Lalu berdiri dan membuka seluruh pakaiannya sampai celana dalamnya sehingga bugil. Akupun tak mau ketinggalan. Kubuka seluruh pakaianku, sehingga ketika celana dalam kuperosotkan, batang kemaluanku menyembul keras. Srini tertawa melihatnya.
"Hebat.." Katanya.
Ia lalu berbaring telentang dan mengajakku naik diatasnya. Aku menatapnya penuh nafsu. Jantungku terus berdegup kencang. Nafaskupun sudah memburu. Tubuhnya langsing, putih-mulus dan padat. Payudaranya mungil dan kencang. Mimpi apa aku semalam sehingga dapat rejeki nomplok begini. Tanpa nunggu waktu akupun naik ke atasnya. Ia membuka kakinya dan seketika terlihat vaginanya yang berwarna kecoklatan ditengah bulu lebatnya, membuka untukku. Aku memeluknya erat dan bibirku kembali mengulum bibirnya. Ia menyambutnya dengan nafsu yang sama. Dengan satu tangan ia memegang batang zakarku yang sudah tegak dan membimbingnya ke arah vaginanya. Tiba di mulut vaginanya aku mendorongnya perlahan. Meskipun basah, batangku agak susah masuk, karena agak sempit.

"Ahh.." Desahnya.
"Teruss hh.. Punyamu besar.. owww.. enak"
Kulihat mata Srini setengah membuka. Nampaknya ia amat menikmati persetubuhan ini. Aku menekan lagi. Baru setengahnya aku cabut. Tapi tangannya yang satu menekan pantatku. Lalu kedu akakinya melingkari pinggangku. Lengkap sudah. Aku memasukkan zakarku kembali dan mendorongnya lebih kuat. Dua pertiga masuk. Kucabut. Lalu kumasukkan lagi dengan tekanan yang lebih kuat. Akhirnya batangku amblas ditelan vaginanya. Tak terkatakan rasa nikmat yang kudapatkan. Aku menciumi wajah bibir dan dadanya. Kuhisap dengan ganas. Kadang-kadang kupelintir puting susu yang agak kehitaman itu dengan bibirku dan ia mengerang nikmat.

"Ahh.. aw.. Ohh.. ohh. Cabut dong."
"Ahh.." Aku cuma mendesah nikmat.
Aku mulai menarik batangku. Ia mengerang. Lalu kutekan lagi. Akhirnya dengan lancar kukayuh batangku mengocok vaginanya. Terdengar suara keplokan saat selangkangan kami beradu. Srini mengerang-ngerang tiada henti.
"Awww.. ahh ..owww.. eenakk.. aduhh.. teruss..shh..uhh.. uhh.. awww.."
Aku merasakan batangku diurut oleh vaginanya yang sempit dan kencang itu. Geli dan enak. Tak terkira nikmatnya. Dan aku masih saja menggenjot ketika ia menurunkan kedua kakinya ke kasur. Dengan bertumpu pada pijakan kakinya ia menggoyang pinggulnya berputar-putar mengikuti ayunan batangku keluar masuk liang nikmatnya. Luar biasa. Penisku terasa dipelintir.

Si Cantik ini rupanya tahu cara menciptakan kenikmatan dan kepuasan bagi laki-laki. Sayang sekali Samsi terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak dapat memenikmatinya setiap saat. Kalau aku jadi dia, mendingan cari kerja lain yang bisa pulang sore dan menikmatinya. Sambil mernggoyang pinggulnya ia menarik tangan kananku untuk meremas dada kirinya. Sedangkan dada kanannya masih dalam mulutku. Kuhisap mesra dan kutarik-tarik dengan bibirku. Tiba-tiba goyangannya berubah semakin kencang. Tangannya pun pindah ke rambutku dan menarik-narik dengan liar. Mulutnya semakin keras mengerang. Nafasnya semakin memburu. Keringatnya semakin banyak. Rupanya ia hampir orgasme. Akupun ingin keluar. Aku tidak tahu kenapa secepat ini. Biasanya aku bisa bertahan lama. Mungkin karena udara dingin. Atau mungkin karena aku mendapatkan bidadari yang mau memuaskan nafsuku.

"Ahh.. teruss.. cepatt.. cepetiin.. awww.. ahh ..owww.. mass sstt.. aku.."
"Yahh.. ohh.. iyaahh.. ituu.. ahh.. keluarr.. aww!"
Serr.. serr.. Terasa batangku tersiram cairan hangat dalam vaginanya. Ia menyemprotkan air maninya begitu kencang. Badannya mengejang dan memelukku sangat kencang. Aku menghentikan enjotanku sebentar dan membenamkan seluruh batangku dalam liang nikmatnya. Terjepit diantara bibir vaginanya yang sempit dan ditambah gairah yang semakin membara, aku pun tidak tahan lagi.
"Huhh.. ahh.. ohh.."
Serr! Serr! Serr! Air maniku menyembur diujung lubang vaginanya yang terdalam. Aku memeluknya sekuat tenagaku. Bibirku pun mengenyot bibirnya. Ia membalasnya. Kenikmatanku telah mencapai puncaknya. Keringat membasahi tubuh kami di tengah cuaca dingin tengah malam. Aku terhempas di atas tubuhnya. Lemas.

"Enak mass?" bisik Srini.
"Bukan enak tapi.. nikmat." balasku sambil mencium telinganya.
Ia tertawa dan balas mencium pipiku. Kami terdiam agak lama, menikmati sisa persetubuhan kami. Batangku mulai mengerut tapi masih tertanam dalam vaginanya.
"Boleh saya tanya sesuatu?" bisikku.
Ia mengangguk.
"Kenapa sih napsu banget, sampai orang tidur diganggu?"
"Kalau saya jawab, jangan marah ya."
Ia mengelus dadaku yang berbulu.
"Emangnya kenapa?"
"Tadi waktu Mas lagi mandi, saya ngintip. Saya lihat punya Mas gede banget. Lebih gede dari punya suami saya. Saya jadi napsu."
"Jadi, tadi itu takutnya cuma pura-pura?"
"Takutnya sih benarran. Cuma kalau sudah nafsu gitu dan ada kesempatan, kenapa nggak dimanfaatkan?"
"Nakal yach?!"
Aku mencubit hidungnya. Ia membalas dengan mencubit pinggangku.

"Aduh.. Enak" bisikku. Ia malah semakin keras mencubitku.
"Aduhh.. hh.. hh.. ooww" Aku mendesah menirukan suara orang bersetubuh.
Ia tertawa dan berhenti mencubitku. Kini giliran bibirnya yang menyumpalku agar tidak meneruskan desahan palsuku. Ia berhenti dan memandangku. Kami tertawa.
"Aku haus.." katanya.
"Ayo.."
Bisikku, "aku juga kepingin minum."
Dengan hanya memakai selimut kami ke dapur. Selesai minum kami tidak kembali ke kamar. Ia mengajak duduk di sofa, lalu sambil menyenderkan badannya ke badanku ia menyalakan televisi. Tapi tengah malam begini mana ada TV yang siaran? Akhirnya TV pun dimatikan. Ia menoleh padaku dan tersenyum. Aku mendaratkan ciuman lembut di bibirnya yang ranum. Ia membalasnya dengan ganas. Kamipun saling mengulum, menggesekkan bibir kami, saling menyedot lidah lawan.

Batangku yang tertutup selimut mulai bangun lagi. Aku tak kuasa menahan tanganku untuk memegang dadanya yang kecil tapi montok dan masih tertutup selimut itu. Kubuka selimutnya, sekejap kemudian kuremas dan kupilin putingnya berganti kiri kanan. Srini mulai mendesah dan tangannyapun mulai beraksi, meremas batang kemaluanku sudah mulai tegang dibalik selimut. Ia menyibakkan selimut yang kupakai dan dalam seketika ia sudah mencengkeram kemaluanku. Ia meremas dan mengurutnya dengan penuh nafsu. Ciumanku mulai turun ke dagunya, lalu lehernya dan kemudian dadanya. Aku berlutut dihadapannya dan secara otomatis ia membuka kedua kakinya. Sambil meremas dengan kedua tanganku, puting payudaranya kuhisap dengan mulutku, berganti kiri dan kanan.

Desahan Srini mulai keras dan ia kini membelai punggungku dengan tangannya. Terkadang ia membelai rambutku dan memegang kepalaku. Mulutku lalu turun keperutnya, bulu kemaluannya dan akhirnya berhenti tepat di depan kemaluannya. Kuperhatikan bentuk kemaluannya, indah sekali. Kelentitnya berwarna kecoklatan berada di ujung atas celah vagina, dibawah rambut kemaluannya yang ikal dan lebat. Sedangkan disisi celah vagina itu dua bukit daging menyembul seakan melindungi celah itu. Perfect! pikirku. Bisa jadi kemaluanku tadi merasakan nikmat bukan kepalang karena rupanya kedua bukit ini ikut menjepitnya. Kuangkat kedua lututnya ke atas kedua punggungku. Kukecup vagina itu dengan mesra lalu kujilat celah itu dari bawah ke atas. Terasa ada cairan membasahi bibir dan lidahku. Agak asin rasanya. Aku malah semakin bergelora menjilat, mengulum dan mengecup kemaluannya. Kadang-kadang kelentitnya kutarik-tarik dengan mulutku. Srini nampaknya tidak menduga hal ini kulakukan.

"Awww.." ia menjerit keenakan dan kepalanya terkulai di senderan sofa, menggeleng kiri dan kanan.
Tangannya menekan kepalaku. Aku menarik kedua bukit daging vaginanya dengan jari tanganku dan terlihatlah lubang kecil disebelah bawahnya, sementara celahnya terbuka dan berisi daging kemerahan. Aku memasukkan lidahku kedalamnya dan kupelintir. Badan Srini bergetar hebat sambil merintih tertahan.

"Ahh.. terusshh.. awww.. Nikmaat.. aahh.. Ahh.."
Aku terus menjilati dan memutar-mutar lidahku pada lubang kemaluannya. Terkadang jarikupun ikut partisipasi, menusuk-nusuk lubang itu. Lama-kelamaan lidah dan mulutku terasa pegal. Kuangkat kepalaku dan bergerak keatas mencium bibir Srini. Ia menyambutnya dengan ganas. Cairan yang berasal dari vaginanya kini membasahi juga bibir dan pipinya. Aku berusaha membimbing kemaluanku dengan tangan kanan, tapi Srini menahan dadaku dengan tanggannya, pertanda ia belum mau memulai. Ia memintaku duduk bersender, kemudian ia berlutut dihadapanku. Lalu dengan cepat ia mencengkeram kemaluanku yang juga sudah basah oleh cairan, lalu dikocoknya. Ia mengulurkan lidahnya ke arah kepala batangku yang sudah mulai tegang lagi, dan menjilatinya. Lalu seluruh batangkupun dijilatinya turun naik.

Dimasukkan batangku kedalam mulutnya sedikit sehingga hanya kepalanya saja yang ada dalam mulutnya. Ia mengenyotnya seperti es krim dan memutar-mutar kepalanya. Aku terpana dalam kenikmatan. Tidak disangka cewek cantik dan sopan di kantor bisa fantastis dalam soal sex. Ia pasti pernah nonton film blue, karena adegan semacam itu hanya ada dalam film semacamnya. Aku semakin merasa keenakan ketika ia memasukkan seluruh batangku kedalam mulutnya dan menghisap-hisapnya. Kepalanya turun-naik mengikuti kulumannya. Ia mendesah-desah dan pantatnya ikut bergoyang. Rupanya ia juga memainkan kelentit dan vaginanya dengan tangan kiri. Merasa tidak tahan aku menarik tubuhnya ke atas dan merapatkan kedua pahaku agar ia duduk mengangkangiku. Kugeser dudukku agak kebawah sehingga kemaluanku yang sudah tegang tepat berada dibawahnya. Ia meletakkan kedua lututnya di sofa dan merendahkan posisinya. Dengan tangan kirinya ia membimbing kemaluanku masuk kedalam vaginanya. Dengan memegang kedua pantatnya yang kencang itu aku menekan ke atas.

Batangku mulai masuk sedikit-demi sedikit. Lubang vagina terasa sempit dan menjepit kemaluanku. Rasa nikmat luar biasa menyelimuti tubuhku. Kini batangku sudah tertelan semua dan terasa ujungnya menyentuh dasar vaginanya. Srini menggoyangkan pantatnya ke kiri dan kanan, semacam isyarat agar aku mulai mengayuhnya. Dengan kedua tanganku kuangkat pantatnya perlahan, lalu kuturunkan lagi. Masih terasa sempit, tapi kali ini sudah licin oleh cairan yang keluar dari kedua alat kami. Tak lama kemudian batangku dengan lancar keluar masuk pintunya, diringi suara erangan Srini yang mulai keras. Deru nafasku pun mulai memacu. Betapa nikmat bersenggama di malam dingin seperti ini, dengan suara rintik hujang masih menemani enjotanku. Sambil mengayunkan pantatnya, aku mulai menyedot puting payudara Srini yang dari tadi menganggur. Kusedot dengan penuh nafsu. Terkadang Srini membantunya dengan meremas payudaranya sendiri dari arah tepi. Aku menghentikan ayunanku dan memintanya turun. Lalu kubalikkan badannya agar membelakangiku. Lalu dengan kakinya yang terbuka mengangkangiku kuturunkan tubuhnya.

Bersambung...




Komentar

0 Komentar untuk "Love before Y2K - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald