Ahhh ramahnya Jakarta - 3

0 comments

Temukan kami di Facebook

Menyusul kemudian Wawan yang semakin membuat panas pantatku. Dia genjot penisnya dengan cepat. Semakin cepat.., hingga kembali kudengar dia mengeluarkan auman yang mengiringi keluar spermanya. Belum tuntas seluruhnya ketika dengan cepat dia mencabut penisnya dari anusku sambil tangannya mengocokinya. Dia menarik aku agar jongkok menerima semprotannya. Aku bergegas jongkok dan mengangakan mulutku. Sekali lagi cairan kental hangat dan gurih memenuhi mulutku.


Ah, rupanya mereka telah merekayasa semua ini untukku. 3 muntahan sperma dari 3 lelaki telah menyemprot dan tumpah ke mulutku. Kompak benar.


Aku capai tetapi puas banget. Langsung aku merosot telentang di lantai parket yang terbuat dari kayu itu. Terus terang baru pertama kali ini aku ber-seks ria rame-rame. Belum pernah aku mengalaminya. Aku sungguh-sungguh mendapatkan pengalaman erotis yang luar biasa.


Kami sama-sama istirahat. Dengan setengah telanjang kami meneruskan membuka makanan yang Koh Gun pesan dari kafe dan minum bier. Semalaman kami nyaris tidak tidur, dan bagiku ini malam ke-2 yang kurang cukup tidur sesudah kemarinnya bersama Asep di kamar hotelku.


Malam pertama di Puncak kami penuhi dengan segala cara dan gaya. Dan ternyata dari mereka semua itu hanya aku yang memiliki kesukaan menelan apapun yang keluar dari tubuh pasangan seksku. Menjelang pagi, karena pengaruh minuman bier, teman-teman banyak kencing. Koh Gun mengusulkan bagaimana kalau mereka kencingi mulutku rame-rame. Aku agak sedikt tersipu tetapi dengar usulan itu kurasakan syahwatku menyala. Aku hanya memandangi mereka penuh arti sebagai jawaban persetujuanku.


Mereka rencanakan besok pagi, dimana air seni mereka sedang pekat-pekatnya, siapapun yang bangun lebih dahulu akan langsung mengencingi aku, walaupun aku masih tertidur. Aku tidak komentar kecuali tersenyum tanda tidak menolak. Ah, asyiknyaa.. Aku membayangkan nikmat birahiku yang akan menyala besok pagi. Menjelang pagi aku tak mampu menahan kantukku, tertidur..


Aku merasa seperti sedang jalan-jalan pagi di lapangan Monas saat tiba-tiba air mancur Monas menyemprot aku dengan air panasnya. Aku terkaget dan bangun. Ternyata itu mimpi pagi hariku. Saat kubuka mata kulihat sentoran air hangat itu keluar dari kemaluan Doddy. Air kencingnya yang kuning pekat menyirami wajahku. Dengan sedikit gelagapan aku teringat akan kesepakatan semalam. Ah, .. Sepertinya mereka benar-benar memanjakan aku. Dengan senyum aku menyambut semburan cairan kuning pekat yang hangat itu. Aku membuka mulutku lebar-lebar. Aku mendesah dalam batinku,


"Doddy, aku adalah urinoir-mu. Kencinglah, biar kujadikan penyegar pagi hariku".


Kuminum sebagian kencing Doddy. Dan sebagian lainnya membuat ranjangku basah dan pesing. Belum usai Doddy kencing datang Koh Gun yang hanya bercelana dalam. Dia lantas keluarin burungnya dan siap seperti di depan urinoir dia memancurkan kencingnya ke mulutku pula. Kemudian nampak menyusul Wawan dari kamarnya telanjang. Penisnya yang gede itu ngaceng hingga agak sesaat baru berhasil mengeluarkan air kencingnya. Kini genaplah tiga pancuran air kencing yang menyirami mulutku, wajahku, leherku dan bagian tubuhku yang lain. Mereka lakukan itu dengan kegembiraan penuh tawa dan canda.


Koh Gun tidak peduli akan tempat tidurnya yang akan berbau pesing nantinya. Yaa.., aku jadi ingat tulisan 'Therapi Urine' bahwa air seni itu bisa dijadikan obat alternatif. Siapa tahu aku jadi tambah sehat sesudah minum kencing mereka.


Itulah nikmat bersama terakhir di Puncak. Karena Koh Gun mesti urus tokonya, sesudah sarapan pagi kami balik ke Jakarta. Saat aku ambil kinci kamar di resepsionis, petugas hotel menyerahkan amplop surat. Katanya dari relasiku. Siapa? Kubuka. Ah si sopir taksi itu. Dia pengin ketemu lagi.


"Aku terkesan sama barangnya Oom yang gede," tulisnya. Dia mau telpon ke kamarku nanti.


Walau hanya tas cangkingan kecil, seorang room boy menjemputku dan membawakan tas kecilku itu. Mungkin dia perlu uang tip. Sesampai di kamar dia taruh tasku di meja rias, aku merogoh kantongku memberi dia 10 ribu rupiah. Kemudian tanpa buka baju dan sepatu kurebahkan badanku ke ranjang. Uh, capainya..


Ternyata room boy itu tidak langsung keluar.


"Mau pijat, Oom?".


Oo.., dia nawari aku pijat. Aku jadi bangkit,


"Kamu bisa pijat aku?," sambil aku memperhatikan anak itu.


Masih muda, mungkin sekitar 20 tahunan. Lugu. Tetapi simpatik amat anak ini, pikirku. Dia tidak menunggu jawabanku tetapi langsung jongkok melepasi sepatuku. Kemudian juga melepasi celana panjangku. Dia membiarkan aku setengah telanjang kecuali celana dalamku yang tinggal menutupi auratku. Biarlah. Kuperhatikan sosoknya.


Badannya bersih terawat dan sehat. Wajah dan sosoknya mengingatkan Syahrul Gunawan, tokoh sinetron itu. Ternyata ketika tersenyum juga mirip selebriti itu. Aku kembali berbaring telentang di ranjang. Aku jadi membayangkan Syahrul Gunawan yang saat ini mijiti kakiku. Ah, enak juga pijitannya. Aku hampir tertidur ketika aku merasakan geli pada kakiku. Ketika aku membuat mata kulihat Syahrul ini mengulum jari-jari kakiku dengan penuh nafsu. Saat itu aku kaget dan hampir menarik kakiku. Tetapi aku kasihan sama Syahrul ini. Kubiarkan.


Dia nampaknya sangat terobsesi padaku. Dan aku merasakan betapa syahwatku langsung terbakar. Dia melihat aku bangun. Saat tahu aku tak menolak kulumannya, dia semakin meliar sambil mulai memperdengarkan desahannya. Dia begitu menikmati jari-jari kakiku. Sambil mengelusi betis-betisku dia juga menjilat dan menciumi telapak kakiku. Aduuhh.., nikmatnya serasa naik ke ubun-ubunku. Penisku jadi ngaceng berat. Kuelus-elus kepalanya. Syahrul nampak mengunggu elusanku itu. Dia kembali mendesah.


Nafasnya kudengar memburu. "Oomm, Oom, Oom, mmhh.. Mmllpp..," dia meracau.


Matanya setengah merem. Kepalanya bergulir kekanan dan kekiri saat meratai jilatannya ke telapak-telapak kakiku. Aku semakin merinding. Anak ini sangat pintar membangkitkan gairah nafsu birahiku. Ciumannya bergerak ke atas. Ke betisku. Dia juga menggigit kecil saat menemui rambut-rambut kakiku. Dia juga mencakar-cakar kecil betisku menahan gelora birahinya.


Tangannya kini tak sabar merabai selangkanganku dan kemudian gundukkan celana dalam yang berisi penisku yang sudah sangat mengeras. Aku lebih baik diam meraskan nikmatnya. Kubiarkan Syahrul manis ini melampiaskan nafsunya. Dia meremas-remas kemaluanku. Sementara itu gigitan dan jilatannya sudah melwati lututku dan kini mulai masuk ke wilayah pahaku. Aduuh.., bukan main dan.. Betapa aku terangsang.


Aku kini merintih dan mendesah-desah. Tak tahan merasakan lidah lembut si manis Syahrul ini. Kenapa dia begitu berkobar nafsunya?


Dan sesudah bermenit-menit puas menciumi pahaku, Syahrul mulai merambati selangkanganku. Dia ' nyungsep' di pangkal pahaku. Kudengar dia menarik dalam-dalam nafasnya untuk menghirup bau selangkanganku. Ah, anak ini, kenapa dia begitu 'hot'?!


Dia ciumi celana dalamku. Dia hisap-isap penisku di balik celana dalam ini. Aku merasakan betapa aku menggelinjang nikmat. Kuelusi dan sesekali kujambak rambutnya. Dia semakin bersemangat. Tangannya kini meraih ketepian celana dalamku, merogoh dan menarik keluar penisku. Mulutnya langsung mencaploknya. Dia melumat-lumat bijih dan seluruh batang kemaluanku. Kepalanya bergeser naik turun mendorong lidahnya yang menjulur kelantai pori-porinya.


Aku tak mampu untuk tidak mendesah dan merintih. Kenikmatan ini sungguh tak bertara. Syahrulku ini ternyata benar-benar jago kecil yang mampu mendongkrak libidoku. Aku tak tahan lagi. Aku bangkit dan kuterkam dia. Kurebahkan dan ganti, Kini aku yang aktif menjilat dan menciumi tubuhnya. Aku seakan macan lapar yang melahap kijang lembut mangsa tangkapanku.


Dia menyerah pada apa mau nafsuku. Dia ganti pasif merasakan ciuman-ciumanku pada tubuhnya.


"Ah, Syharuull.., begitu harum dan manis ketiakmu, dadamu, perutmu, selangkanganmu. Ah, Syahrulkuu.., sini.. Biar aku jilati seluruh bagian tubuhmu. Biar aku nikmati segala keringat-keringatmu. Biar aku lumat-lumat tubuh indahmu."


Kubolak-balik tubuhnya. Kusedotin bagian-bagian sensualnya. Dan aku paling suka menciumi lubang pantatnya. Aroma lubang pantat sangat cepat merangsang syahwatku. Lidahku menusuk-nusuk lubang itu seakan ingin meraih apa yang ada di dalamnya. Terkadang kubawa rasa sepat-sepat lengket ke mulutku. Itu yang biasa disebut sebagai semen anus. Sungguh nikmat merasakan semen anus Syahrulku.


Dan akhirnya dia minta aku memasukan kemaluanku ke anusnya. Dia ingin aku melakukan seks anal padanya. Dia pengin merasakan tusukan penisku di anusnya. Dia mau aku pisa memuntahkan air maniku ke lubang pantatnya. Kuturuti. Ini memang satu hal yang paling kusukai.


Saat kemaluanku mulai membelah lubang pantatnya, Syahrul menjerit kecil. Saat kemaluanku mulai merasuk amblas ke lubangnya, Syahrul mendesah nikmat. Saat itu kurasakan cengkeraman otot-otot dinding anusnya sangat legit menjepit penisku. Ampuunn.. Enaknya.. Sesudah itu, pantat si manis itu mulai menggoyang menjemput penisku. Sekali lagi, kurasakan nikmat hingga ke-ubun-ubunku.


Kudengar Syahrul meracau,


"Enak banget, Oom, enak banget penis Oom, yaa.. Enak banget penis Oom.., keluarin di dalam ya Oomm..," maksudnya biar aku keluarin air maniku di lubang pantatnya itu.


Suara racaunya sangat merdu di telingaku. Dan suara racau itu yang kemudian membuat gejolak syahwatku langsung melonjak. Kupacu penisku memompa anal Syahrul. Aku ikut meracau juga,


"Enak pantatmu Rul, enaakk.. Wangi banget duburmu Rul, wangii..," dengan gemetar dan menggigil racauku keluar dari mulutku.


Aku sungguh didera nikmat syahwat yang luar biasa. Melihat Syahrul anak manis tergoncang-goncang menerima tusukan penisku, mendorong spermaku untuk merambati menuju klimaks nikmat. Aku merasakan betapa saraf-sarafku menyongsong akan kehadirannya air maniku mengalirinya. Dan aku memang tak mampu menahan lebih lama.


Saat menjelang muncrat kurenggut rambut Syahrul. Kutarik seperti menarik surai kuda. Kuhentakkan penisku ke lubangnya. Dan dengan kedutan-kedutan yang begitu nikmat, tumpahlah air maniku. Syahrul merasakan kedutan-kedutanku itu,


"Oom. Enaakk.. Oom, Oom, Oom, oohh.. Oom..".


Sesaat sesudahnya, sebelum kedutanku usai, dengan cepat dia melepaskan penisku dari anusnya dan berbalik. Dia raih kemaluanku dan di kulumnya. Dia mereguk dan membasahi tengorokannya dengan air maniku. Kulihat cairan kental lengket itu belepotan membusa di sekitar mulutnya. Sebagian nampak meleleh ke dagunya. Aku tahu nafsu panas macam Syahrul ini. Lelehan sperma di dagunya kukais dengan jariku. Kusodorkan ke mulutnya. Dia emut-emuti jari-jariku untuk membersihkan dan menelan habis lendir putih kentalku itu.


Syahrul di kamarku hingga sore hari. Dia mendengar tentang aku dari kawannya Asep yang aku temui dan kuajak ke kamarku kemarin. Aku jadi tahu, bahwa dia bukan room boy hotel. Dia memang menunggu aku.


Dia penasaran mendengar kenikmatan yang didapat Asep dariku. Dia ingin aku memasuki pantatnya sebagaimana yang dialami Asep. Cerita Aseplah yang membuat Syahrul ini seperti kesetanan padaku. Aku ajak dia makan di restoran sebelum pulang. Dan hebatnya, dia tak mau menerima uangku. Dia senang saja berteman dengan aku. Dan berharap kalau nanti aku ke Jakarta lagi agar menghubunginya. Dia serahkan nomer HP padaku.


Besok pagi aku meninggalkan hotel ini. Demikian banyak yang kudapatkan dalam kunjunganku ke Jakarta kali ini. Urusan pekerjaan kantorku beres, urusan senang-senang beres. Aku juga mendapatkan banyak kawan baru yang tak membuatku khawatir sewaktu-waktu aku berkunjung ke Jakarta lagi. Kawan-kawan yang saling memberik dan menerima nikmat. Para lelaki tulen yang saling mengincar kepuasan dari kawan sejenisnya.


Ah, ramahnya Jakarta..


Aku mulai melipat-lipat pakaian kotorku. Aku melihat kembali tiket keretaku yang telah kubeli untuk pulang pergi dari Semarang. Sekitar jam 9 malam bosku telpon dari Semarang untuk mengecek rencana pulangku. Inilah malam di Jakarta dimana aku bisa benar-benar tidur lelap.


TAMAT






Komentar

0 Komentar untuk "Ahhh ramahnya Jakarta - 3"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald