Pukul 13:50 WIB di flat tempat tinggal Sonny, Hujan tinggal gerimis saja tapi cukup menyejukkan di siang hari yang biasanya panas. Rupanya hujan deras tadi membuat perjalanan dari bandara cukup lama. Setelah mampir di warung Mas Mono untuk membeli rokok kita berdua bergegas ke kamarku yang terletak di lantai 4.
"silakan masuk!" aku mempersilakan Imel masuk kamarku.
"Tapi sorry yah tempatku berantakan, maklum cowok", aku agak tidak enak kalau Imel tidak nyaman di sini.
"Ah kamu Son.. biasa aja kok, tempatku di Singapura juga nggak lebih bagus dari ini", ujarnya merendah.
Ruangan flatku tidak besar, terdiri dari ruang tamu, satu kamar tidur, kamar mandi dan dapur. Lumayan buat bujangan. "Wah!" seru Imel. "Sofa kamu funky banget warnanya", Imel rupanya tertarik pada sofaku yang berwarna kuning itu. Aku sendiri tidak suka dengan warna kuning karena norak sekali. Tapi sofa pemberian kakakku ini bisa dirubah jadi tempat tidur cadangan, jadi berguna kalau ada teman-teman yang menginap di sini. "Oh ini sofa udah lama, ini diberi sama kakakku, Mbak Widya", kataku. "Its very cool!" Imel segera merebahkan tubuhnya di atas sofa itu. Dari ekspresinya dia seperti anak kecil yang menemukan mainan lamanya. "Eh sorry, aku juga punya sofa warna kuning di apartemenku di Singapur", kata Imel sambil mengganti posisi duduknya. Dia seperti menyadari kalau aku agak terbengong-bengong atas sikapnya tadi.
Aku kembali memutar otak, bagaimana caranya untuk mendapatkan tropi yang satu ini sebelum Erika menjemputnya. Segala macam cara kupikirkan termasuk memberinya obat perangsang (tapi segera aku buang dari benakku karena merasa malu sendiri). Aku duduk di sampingnya dan menyalakan TV. Imel bangkit dan bertanya, "Son.. aku haus kamu ada es batu?" Aku heran dan berkata, "Di kulkas ada air dingin tuh, kamu tidak perlu pakai es batu lagi." Imel segera mangambil gelas dan sebotol air dingin di kulkas. Aku menonton TV sambil kakiku selonjoran di atas meja di depan sofa.
"Eh si Erika masih lama yah meeting-nya?" tanya Imel sambari duduk di sampingku dan menaikkan kakinya selonjoran di meja. "Nanti sekitar jam 3 atau jam 4 selesai, dia bilang mau telpon kok kalau udah selesai", kataku menjelaskan sambil menghembuskan asap rokok. Tampak asap rokok mengepul melenggok bagai tubuh seorang wanita yang menggoda. "Kamu mau juga nggak?" Imel menawarkan segelas air minumnya. "Oh no thanks.. dingin-dingin begini aku tidak bisa minum es." Aku menjawab singkat sambil memperhatikan sepasang kaki Imel yang parkir di sebelah kakiku di atas meja. Tampak gelang kakinya menambah manis kakinya yang bagus dan terawat itu.
Terdengar suara Imel yang minum pakai sedotan dari gelas yang sudah habis airnya. "Srrt.. srrt!" Imel menyedot gelas yang sudah kosong. Aku menoleh ke arahnya dan tanpa kusangka sepasang mata bulatnya sedang menatapku dengan tatapan nakal. Terlihat senyumnya yang kekanak-kanakan sambil bibirnya menyedot sedotan di gelas yang sudah kosong itu. Rupanya Imel menggodaku. "Kayak anak-anak yah?" ujarnya sambil tetap tersenyum ke arahku. Aku tetap belum mau terpancing (soalnya takut salah kira).
"Iseng banget sih kamu", aku menjawab sambil membalas senyumnya. "Lagian daripada nungguin Erika lama banget." Aku makin terkejut, suara Imel sengaja dibuat seperti merengek manja. Aku jadi makin salah tingkah, bingung apakah Imel benar-benar menggodaku atau memang dia punya sifat manja? Belum habis kebingunganku, tiba-tiba kurasakan kaki Imel menggelitik kakiku. "Serius banget sih kamu, biasa aja dong", ujarnya menggodaku lagi. Pucuk ditimpa ulam tiba, aku segera membalas menggelitiki kakinya. Terdengar Imel tertawa tertahan menahan geli. "Mel.." ucapanku tertahan karena Imel meletakkan jari telunjuknya di atas bibirku memotong perkataanku. "Ssst.. stop talking", tatapan matanya berubah dan aku melihat ada gairah dalam tatapannya. Suaranya terdengar lebih mesra sementara nafasnya semakin berat. "Kira-kira pikiran di kepala kita saat ini sama nggak yah?" Perkataan Imel itu segara manyalakan lampu di kepalaku yang dilanda kebuntuan sejak tadi.
Segera aku mematikan rokok, menyingkirkan gelas yang dipegangnya dan segera membalikkan badan ke arahnya. Imel mengganti posisi duduknya menjadi meringkuk, kakinya ditekuk di depan dadanya. Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya tak sabar ingin melumat bibir tipisnya. Tiba-tiba Imel menahan tubuhku dengan tangannya dan agak mendorongku menjauh darinya. "Wait a second", katanya. "Kita lakuin step by step, OK." Suara Imel setengah memerintah dengan tatapan mata yang kian meredup menahan gejolak hasratnya.
Aku kembali berusaha mendekat kepadanya bagaikan seekor pemangsa mendekati mangsanya. Kali ini gerak majuku tartahan oleh kaki kanan Imel yang disodorkan menahan dadaku. Imel seperti menendang secara perlahan hingga kembali mendorongku mundur. Terlihat senyumnya dingin tapi penuh gairah ke arahku. Kakinya yang halus dan mulus itu diselipkan ke bagian kemejaku yang sudah terbuka dan aku merasakan kakinya yang halus membelai dadaku yang bidang dan agak berbulu. Gerakan kakinya lincah bermain di atas puting dadaku. Kuraih betisnya lalu lidahku mulai menjelajahi kaki Imel yang indah dan terawat itu. Mulai dari tumitnya ke bagian engkel lalu ke arah betis bagian bawahnya. Halus dan hangat terasa di lidahku. Imel kegelian, ujung jari-jari kakinya beberapa kali mengejang menahan kenikmatan yang mulai merembet ke atas.
Aku gemas melihat jari-jari kakinya yang indah tersebut lalu kukulum satu persatu. "Iiih", Imel mengerang lirih menahan rasa geli bercampur nikmat. Sekitar 3 menit aku melakukan legs job ketika Imel yang sudah tidak tahan lagi membuka ikat pinggangku dan membuka celanaku dengan penuh hasrat. Aku segera menarik lepas baju kaos tanpa lengan yang dia kenakan. Terlihat bra hitamnya dan garis payudaranya yang kencang dan ranum.
Begitu celana dalamku terlepas, kemaluanku segera berdiri bagaikan ular kobra yang terusik. Imel sejenak menggigit bibir bawahnya dan memeletkan lidahnya sebelum dia memagut batang kemaluanku dangan rakusnya tanpa dipegang terlebih dahulu. Kedua tangan Imel merayap ke atas dadaku sambil sesekali membuat gerakan seperti mencakar yang membangkitkan sensasi tersendiri buatku. Kedua lengan Imel terlihat kencang dan pundaknya tampak cukup atletis (belakangan aku baru tahu kalau Imel punya hobby diving/menyelam). Hangat terasa saat batang kemaluanku dikulumnya. Kadang Imel memainkan batang kemaluanku dalam mulutnya dengan lidah. Kemudian Imel menciumku mulai dari batang kemaluan terus ke atas hingga bibir kita berdua bertemu dan saling berpagutan dengan permainan lidah yang memabukkan.
Sementara itu Imel melepaskan celananya sedangkan aku membuka bra-nya. Tampak buah dadanya yang ranum dan terbentuk dengan sempurna. Payudara Imel tidak tergolong besar tapi bentuknya betul-betul indah dengan putingnya yang lancip bagaikan melotot ke arahku. kulingkarkan lenganku di pinggangnya yang ramping sambil mendekapkan kedua tubuh kita yang berciuman. Bagaikan es dan api bertemu menghasilkan getaran dahsyat di antara kita. Imel mendongak sambil menggoyang pinggulnya menggesek batang kemaluanku. "Oooh Sonnyy.. uffssh", dia mengerang sambil memejamkan matanya. Aku menciumi lehernya yang jenjang, lalu telinganya kemudian turun ke payudaranya. Aku memainkan lidahku di ujung puting susunya, "Uuuhh.. yes Soon!" Imel mendekap dan membenamkan wajahku di antara buah dadanya. Tercium wangi aroma tubuh wanita yang sedang dilanda birahi.
Aku merebahkan tubuhnya lalu meneruskan eksplorasiku ke bagian bawah. Kugerakkan tanganku mencakar halus pinggangnya sampai ke payudaranya. Imel meremas kedua tanganku, menahan geli yang ditimbulkannya. "Ssshh.. sshh!" Imel mendesis berkali-kali menahan kenikmatan itu. Aku menarik turun celana dalamnya yang berwarna putih dengan motif kupu-kupu berwarna-warni. Sesaat kemudian aku sudah berhadapan dengan tropi itu. Liang kewanitaan Imel yang tampak tebal dengan bulu-bulu yang sepertinya sering dicukur sehingga tumbuh rapi.
Sejenak aku mengagumi keindahan liang kewanitaannya, lalu Imel bergerak sedikit mengangkat pinggulnya dan membuka agak lebar kedua pahanya seakan menyodorkan menu utamanya ke wajahku. Aku memainkan klitorisnya dengan tanganku, sementara kujilati kedua pahanya. "Aaahh.. sshh", Imel mengerang lirih. Aku menikmati aroma kewanitaannya yang semerbak bersamaan keluarnya cairan cinta dari liang kemaluannya. Kubenamkan wajahku ke liang kemaluannya sambil menjilati bibir kemaluannya. Klitorisnya yang berwarna merah jambu kukulum sambil kumainkan dengan lidahku. Tubuh Imel menggelinjang bergetar, "Uuuhffss.. Aaahh!" Imel menjerit menahan kenikmatan sambil tangannya menggenggam tepi sofa. Kurasakan cairan kemaluannya deras mengalir dan kuhisap dengan penuh kepuasan.
"Son.. masukin sekarang.. aku nggak tahan nich.." Imel lirih memohonku untuk segera memasuki tubuhnya. Aku segera menempatkan tubuhku di atas tubuhnya yang ramping seksi serta kencang itu. Berdesir darahku melihat Imel terbaring polos telanjang. Kulitnya yang berwarna kemerahan karena terbakar matahari namun tetap mulus dan halus karena dirawat dengan baik hingga menambah gairahku. Body Imel agak kurus tapi kencang dan atletis mirip-mirip pelari sprinter tapi untungnya tidak sampai berotot. "Sonn.. jangan lupa pake pengaman.. aku tidak ingin hamil.." suara Imel yang seksi mengingatkanku. "Ok, tenang aja.." aku segera meraih dompetku dan mengeluarkan kondom yang selalu kusiapkan di situ. Si junior bersarungkan karet siap tempur! Imel menggenggam batang kemaluanku dan menuntunnya ke liang kemaluannya yang merah basah.
Sejenak sempat kudengar Imel mendesis saat meraih batang kemaluanku. "Uuu.. besar dan kuat", ujarnya setengah berbisik seperti berbicara pada dirinya sendiri. Begitu ujung kepalanya menempel di bibir kewanitaannya, kurasakan getaran listrik yang mulai menjalar di seluruh tubuhku. Lalu perlahan aku dorongkan ke dalam liang kemaluannya. "Uuuhhss.. yess, Soon.. uuffssh", Imel mengerang sambil mendongakkan kepalanya. Dengan satu dorongan berikutnya batang kemaluanku sudah masuk secara full dalam liang kenikmatan Imel yang hangat dan tebal. Imel mengalungkan kedua tangannya di leherku dan kedua kakinya melingkar di pinggangku.
Aku mulai gerakan memompa liang kemaluannya. "Yess.. uff Soon", Imel menjerit halus sambil memejamkan matanya. Gerakanku semakin lama semakin cepat dengan tekanan yang makin kuat menerobos kedalaman liang kemaluan Imel yang merespon dengan berdenyut-denyut seperti memijit batang kemaluanku. Tiba-tiba Imel membuka matanya dan berbisik lirih, "Son ganti posisi.. aku biasa orgasme sambil doggy." Kami segera ganti posisi, badan Imel membalik dalam posisi menungging (doggy style). Katanya dia biasa orgasme dalam posisi ini.
Aku menuruti permintaan Imel yang jelas dalam posisi ini aku jadi bisa melihat postur Imel lebih lengkap. Biarpun Imel ramping, tapi dia memiliki pantat yang padat dan berisi sehingga dengan pinggangnya yang ramping makin membuat pantatnya montok. Aku segera mengarahkan batang kemaluanku kembali, kali ini penetrasi dari belakang. "Srrt.." makin lancar penetrasiku kali ini soalnya bagian luar liang kemaluan Imel sudah makin basah. Imel menggenggam pegangan sofa dengan kedua tangannya. Aku menciumi lehernya dari belakang sambil kadang-kadang menggigit pundaknya. Ternyata Imel sangat berpengalaman dalam posisi ini dia makin aktif bergerak, selain mengikuti gerakan maju mundurku pinggulnya pun bergoyang mengocok batang kemaluanku. "Imel.. pinggul kamu hebat banget", aku berbisik terengah-engah. Imel menjawabnya dengan erangan-erangan, dia menoleh kepadaku sambil menggigit bibir bawahnya. Terlihat peluh membasahi wajahnya yang makin memerah.
Sesaat kemudian dia berbisik kepadaku, "Faster.. sayang.. lebih cepat!" suaranya dibarengi deru nafas yang memburu. Rupanya dia sudah semakin mendekati klimaks. Aku pun meresponnya dengan gerakan yang lebih cepat dan keras. Kutusukkan batang kemaluanku makin dalam ke liang kemaluannya seiring perasaan klimaks yang sudah diambang. "Aaahh Uuuh Sssh.. teruus Soon ahh", Imel menjerit sambil bergerak makin liar sampai sofa ini bergetar berderik-derik. Kuteruskan gerakanku dengan mengerahkan sekuat tenaga mengimbangi gerakan liar Imel. Gerimis masih turun di luar ketika Imel tiba-tiba menjerit, "Aaah Uuuhhffsshh.. Soonnyy", kepalanya mendongak, tubuhnya bergetar hebat dan kurasakan semburan hangat dari liang kewanitaannya merembes sampai ke buah kemaluanku. Aku pun melepaskan jutaan spermaku menyemprot kencang memenuhi karet kondom yang kupakai. "Uuu.. yess", Imel mengakhiri gelombang kenikmatannya.
Sejenak tubuh kami mengejang bersama lalu rebah lunglai di atas sofa kuning. Imel rebah menelungkup dengan tubuhku di atasnya. 15 menit kemudian kami duduk dan mulai membereskan pakaian kami. "Kok jadi begini yah", aku seperti bicara pada diriku sendiri (sengaja biar tidak ketahuan niatnya). "Tau nggak apa sebabnya?" Imel berkata sambil menatap lekat wajahku. Kemudian dia melanjutkan dengan senyum nakalnya yang penuh arti itu, "Sofa kuning ini.. bikin aku sugesti buat ngelakuinnya." Aku masih tidak mengerti maksudnya, kemudian Imel menambahkan, "Kan udah kubilang, di apartemenku di Singapur aku punya sofa kuning", katanya. "Terus?" aku minta penjelasan. Imel menambahkan, "Pertama kali aku bercinta di sofa itu dan sampai sekarang aku selalu melakukan aktivitas seksualku di sofa itu." Lalu ia melanjutkan, "Sofa kamu mengingatkanku sama punyaku di sana, so sofa kuning ini turn me on, bikin aku terangsang."
Aku terheran-heran kok bisa begitu? belum selesai keherananku Imel berkata lagi, "Tapi punya kamu besar juga kok, I like it very much", ujarnya tersenyum sambil berjalan ke arah kamar mandi. Aku masih duduk lemas di atas sofa itu ketika HP-ku berbunyi. Ternyata Erika telah selesai dengan presentasinya dan sekarang sudah tiba di sini. Dia menunggu Imel di tempat parkir. Aku mengantarkan Imel ke bawah dan di tangga Imel sempat berbisik, "Son.. sofanya jangan kamu ganti yah! soalnya kalau aku kangen sama sofaku di Singapur pasti aku ke sini lagi." Aha! pasti akan aku rawat dengan baik. Kalau perlu tidak boleh ada orang lain yang duduk di situ selain Imel saja.
Begitulah yang terjadi di flatku sore itu. Betul-betul story baru yang membuatku semangat. Karena Erika mau langsung pulang sama Imel dan besok dia harus keluar kota, jadi barang-barang bawaan Imel itu dititipkan padaku. Biar aku yang membawanya besok sekalian ke kantor.
Begitulah setiap imel kangen pada sofa kuningnya di Singapura maka dia selalu datang ke apartemenku, dan disaat itu pula kami bercinta habis-habisan.
TAMAT
Komentar
0 Komentar untuk "Sofa kuningku"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.