Liang itu masih membasah pada dinding-dinding dalamnya dengan cairan bening lengket di sana-sini. Baunya sangat sedap di penciuman Dudung kala ia mendekatkan hidungnya di belahan indah yang ia rekahkan dengan jari-jarinya. Aromanya sangat nyata terpancar dari dalamnya, begitu memancarkan keharuman nan pekat bercampur dengan bau pesing yang memikat. Namun wanginya tentu sangatlah jauh melebihi kedua istri tuanya yang sudah mendekati masa menopause. Tak heran karena kemaluan Dina masih suci serta belum pernah disetubuhi oleh lelaki, tentu saja baunya masih sangat sembab asli perawan murni!
Siapa yang tahan menyaksikan pemandangan itu begitu lama? Dan ini pun berlaku juga buat si Dudung yang langsung menyelipkan lidahnya di antara celah keintiman istri mudanya untuk kemudian melahap lendir bagian terlarang itu dengan rakus dan lahap. Sruph! Sruph! Dihirupnya air madu di selangkangan Dina untuk kemudian di telannya tanpa rasa jijik sama sekali olehnya di antara geliatan-geliatan sensasi geli yang dirasakan istrinya tersebut, padahal rasanya agak-agak asin sedikit.
Dina semakin berkelojotan diperlakukan demikian, bahkan semakin Dudung gencar menjilati belahan kegadisannya, lendir kemaluannya juga terus-terusan mengalir dari dalam selangkangannya. Bokongnya turut bergerak-gerak seirama jilatan lidah Dudung yang seakan mengorek-ngorek isi belahan kegadisannya nan intim. Selain itu kedua tangannya sibuk pula mengelusi bongkahan pantat Dina nan menyesaki rongga-rongga dada Dudung yang dipenuhi birahi hebatnya selama ini.
Ingin rasanya Dudung segera menikmati kepunyaan Dina, namun ia tak mau terburu-buru melaksanakan niatnya, apalagi langsung main hantam kromo. Dia ingin membuat Dina juga sama-sama menikmati permainan asmara ini berdua dengannya nanti, karena itulah janji yang telah ia ucapkan kepada penghulu maupun kepada ayah dan ibu Dina, bahwa ia akan membuat Dina bahagia dengan perkawinannya. Selain itu situasi rumah kini mendukung sekali niat Dudung untuk menggauli istrinya malam itu seiring dengan pekatnya malam nan mulai temaram dengan kedinginannya.
Dengan kelincahan lidahnya yang menari-nari di dalam belahan liang kegadisan milik Dina, Dudung juga mengait-ngait kelentit dara belia muda ini sehingga tampak melejit-lejit dibuatnya. Umbai itilnya turut bergoyang-goyang seirama ulasan lidah suami tuanya yang sah. Rasanya sungguh membuatnya lupa daratan, bagaikan di tengah laut lepas terombang-ambing tak bertepi hanyut dalam gerakan badai ombak ganas namun serasa lembut di awang-awang. Semakin lama kelentit dara itu mengembang memerah terisi oleh buluh-buluh darahnya nan tersirap sudah di pangkuan wajah suami tuanya.
Diam-diam Dina membatin dalam dirinya dengan hati berkecamuk antara kebenciannya pada Dudung serta gejolak pada tubuhnya nan seperti tak bisa ia bendung lagi. Tubuh dara yang menungging terikat itu bergetar hebat diperlakukan sedemikian rupa. Seluruh urat-urat di tubuhnya yang setengah telanjang itu seakan bereaksi menjadi satu menciptakan sebuah gelombang besar yang siap meletup setiap saat. Semakin ia berusaha menekan rasa itu, semakin beratlah ia menanggung derita karenanya. Celah keintimannya semakin berdenyut-denyut disertai rasa gatal nan menyerang berkepanjangan.
Perlahan-lahan kedua belah telapak kaki indahnya menekuk hingga tampak berjinjit di hamparan sprei putih mahligai cinta rumah persembahan orang tuanya untuk mereka. Getaran di tubuh mulusnya semakin kuat sampai mirip menyerupai geleparan-geleparan kecil. Otot-otot di perutnya yang ramping nan terbuka separuh telanjang itu terlihat berkedut-kedut seiring dengan bongkahan pantatnya yang semakin mengeras. Dudung pun mengetahui apa yang tengah menimpa istrinya sekarang dan ia pun menambah kuluman serta jilatannya mengulas ke segenap penjuru daerah keintiman istrinya yang terlarang bagi lelaki lain selain dirinya yang telah disahkan resmi sebagai suaminya.. Itulah keuntungan terbesarnya malam ini.
"Ouggh! Efhh.. Ouh.. Aaffrghh!!"
Itulah jeritan gadis sekolah berusia 18 tahun saat di ambang puncak kenikmatannya yang tak tertahankan lagi seiring dengan banjirnya isi lubang kemaluannya nan kini sarat dengan cairan putih seperti air santan kelapa. Lendir itulah yang kiranya dinanti-nantikan oleh Dudung sejak tadi, sebab air kemaluan orgasme seorang perawan dianggap berkhasiat sebagai obat awet muda serta dapat menguatkan kembali keperkasaan lelaki.
Serta merta disedotnya air santan yang mengalir dari lubang berbulu basah milik sang istri mudanya itu bak orang haus di padang pasir saat meneguk air oase pada sela-sela pinggul dara itu yang masih berkelojotan melepas luapan puncak birahi pertamanya di hadapan sang suami. Curahan air santan itu bersemburat lewat isi dalam liang kemaluannya yang dilihat Dudung berdenyut bahkan cenderung mengempot. Dudung pun terkesiap melihat empotan pada lubang kemaluan Dina yang masih utuh dengan selaput keperawanannya sambil berpikir.. Seperti inikah?
Dina pun terkapar dalam keadaan masih menungging di ranjang bersimbah peluh di sekujur tubuhnya merasakan sisa-sisa kenikmatan duniawi yang tak pernah dirasakan sebelumnya. Baru kali ini ia mencapai keadaan surgawi dunia perkawinan, padahal suaminya belum lagi menyebadaninya. Gadis itu terlena beberapa saat sehingga ia sama sekali tak sadar bahwa Dudung di belakangnya tengah mengambil posisi berlutut pada bokongnya nan terhidang sambil menggenggam batang pelirnya yang telah tegang mengacung.
Batang pelirnya berukuran cukup panjang di usia senjanya itu dan sudah mempunyai jam aksi yang sangat banyak bersama kedua istrinya terdahulu. Kepala kejantanannya diarahkan tepat pada celah masuk gerbang surga sang dara belia nan cantik yang sungguh mempesona dirinya, sebab saat itu dirasanya paling tepat untuk memulai penetrasinya pada Dina yang memeknya sudah sembab membasah tertimpa oleh orgasme pertamanya sendiri barusan.
Daging kepala kontolnya telah lekat pada pintu masuk belahan kemaluan sang istri dan dalam kondisi siap untuk melakukan ritual persetubuhan dengannya. Ujung penisnya yang seperti helm baja serdadu itu sudah terarah sepenuhnya ke belahan selaput bulan sabit kembar kepunyaan Dina istrinya nan masih perawan tersebut. Gadis itu terhenyak ketika Dudung menghentakkan pinggulnya berusaha menembus gerbang pintu surga miliknya yang paling berharga. Namun apalah dayanya sebagai perempuan lemah dalam kondisi terikat erat kedua tangan dan kakinya, apalagi Dudung mencengkeram kuat-kuat pinggang rampingnya dimana rok abu-abunya masih melekat tersibak di situ.
Dina hanya bisa melenguh kesakitan saat suaminya mulai menodainya. Berkali-kali pelir Dudung terpeleset-peleset ketika dihunjamkan ke dalam lubang memek berbulu basah itu. Dara itu pun hanya dapat menjerit dalam bungkaman sumbatan sapu tangan di mulutnya. Peluh keduanya telah mengucur membasahi sprei ranjang perkawinan mereka malam itu. Dudung pun baru tahu bahwa ternyata memperawani seorang gadis akan sesulit ini. Tapi kepalang tanggung sudah, ia terus berusaha sekuatnya menembus benteng pertahanan istri ketiganya itu dengan gencar. Akhirnya topi baja sang dukun pengobatan ini berhasil jua terjepit oleh bibir memek Dina yang perawan.
Kini dirasa oleh Dudung bahwa ujung kontolnya telah bersentuhan dengan selaput dara gadis bidadari impiannya itu. Sudah terasa hawa hangat mengaliri daging kepala pelirnya dan memberikan rasa nyaman yang sukar dilukiskan. Perlahan ia menekan selangkangan Dina dengan kekuatan pinggulnya nan berotot dan kontolnya mulai melesak masuk ke dalam kemaluan istri termudanya ini. Dina menggigit kuat-kuat saputangan penyumbat mulut mungilnya berusaha menahan pedih pada memeknya yang mulai dijejali pelir lelaki tua itu. Wajahnya yang terpuruk pada kasur dihentak-hentakkannya ke kiri dan kanan menghalau rasa sakit saat selaput daranya mulai ditembusi oleh kontol lelaki yang hampir sebulan setengah telah menjadi suaminya itu.
Bertolak belakang dengan yang dirasakan oleh Dina, Dudung malah merasakan nikmat nan amat sangat menjalari tonggak kejantanannya. Kontolnya serasa menembus sesuatu yang lunak basah namun sangat lembut dan begitu hangat saat daging keduanya berpadu. Tidak hanya itu, lelaki tua itu juga merasakan kontolnya seperti diurut-urut oleh daging hangat yang berdenyut-denyut menjepit kuat urat-urat kejantanannya ini. Semakin dalam kontolnya ia benamkan ke dalam celah memek yang penuh sesak itu, makin terasa hangatnya daging belia si Dina yang masih sekal dan ranum ini. Ketika masih menyisakan kira-kira satu setengah sentimeter dari pangkal selangkangannya yang berjembut ini, pelir Dudung telah berhenti sampai di situ.
Saat ia kembali menekan pinggulnya, tetap saja kontolnya sudah tidak dapat terbenam semuanya dan paling mentok sisa satu sentimeter saja. Agaknya kontol Dudung telah mentok ke dasar belahan memek gadis belia itu dan memang gadis seusia Dina lorong kemaluannya masih belum berkembang sempurna untuk menerima kehadiran kontol lelaki, namun itu bukan berarti mengurangi kenikmatan sama sekali jika bersanggama dengannya. Malahan lelaki akan merasa perkasa bila pelirnya mentok di dasar peranakannya. Itu memberi sugesti bahwa kejantanannya sungguh panjang dan kuat. Demikian pula dengan Dudung, ia pun bangga demi mendapati kontolnya mentok ke dasar belahan kemaluan gadis itu. Apalagi dasar memek Dina dirasanya begitu nikmat menahan helm bajanya kini.
Diremasnya kedua belah payudara Dina yang menggantung bebas itu sambil merasakan jepitan selaput daranya yang begitu menciptakan nikmat yang tak tertandingi dari apa yang didapat dari para istrinya terdahulu tanpa peduli lagi akan raungan yang tersumbat dari mulut istri terakhirnya ini nan sudah terpedaya di tangannya. Setelah puas barulah Dudung mencabut tonggak zakarnya dari lubang peraduan itu diiringi dengan genangan darah kesucian Dina yang membasahi kulit luar batang pelirnya. Sebagian lagi menetes-netes jatuh ke gumpalan celana dalam yang masih berkutat di paha putihnya nan mulus. Celana dalam putih berenda miliknya kini telah bernoda darah keperawanannya sendiri dan inilah yang diinginkan Dudung sebagai bukti penyerahan diri sepenuhnya dari sang istri kepadanya.
Setelah itu mulailah Dudung menggenjot tubuh Dina yang sudah mempersembahkan keperawanannya ini perlahan-lahan agar memek Dina yang masih terasa peret namun legit itu dapat menyesuaikan diri dengan ukuran pelirnya yang dikeluar-masukkan ke dalam lubang sanggama istri termudanya ini. Betapa hancur hati Dina demi mengetahui dirinya sudah berserah segala-galanya bagi lelaki tua yang pantas menjadi ayahnya itu. Tak ada lagi sikap tinggi hatinya ketika kini dalam posisi sedemikian rupa ia dipaksa melayani kemauan sang suami yang menuntut haknya. Dina pun sadar bahwa sebagai seorang perempuan yang telah menikah berkewajiban untuk melayani sang suami termasuk pelayanan ranjang seperti dirinya sekarang.
Pertanyaan di benak Dudung terjawab sudah dengan apa yang dirasannya detik ini. Rupanya lorong merah kemaluan istrinya mempunyai kekhasan yang khusus dan jarang sekali bisa ditemui dari setiap memek wanita. Dinding lubang vagina gadis itu dapat mengempot-empot dan menyedot-nyedot kelelakian Dudung yang terbenam di dalamnya. Agaknya ini merupakan tanda lahiriah nan dimaksudkan oleh gurunya. Tentunya wanita seperti Dina ini dapat memuaskan seorang suami dengan keistimewaan yang dipunyainya itu. Dan Dudung pun merasakan hal itu seraya mengusap peluhnya di dahi dengan penuh rasa puas, sudah dapat perawan, bisa ngempot lagi memeknya!
Dudung begitu terlena oleh permainan asmara paksa dan siksa ini atas istri termudanya ini. Bibirnya mendesah-desah seperti orang yang kepedasan di antara laju batang pelirnya yang keluar masuk menggesek-gesek dinding vagina sang dara belia nan terus mengurut zakar tuanya. Perlawanan Dina sudah tiada lagi, yang ada tubuhnya hanya mengikuti hempasan-hempasan yang dilakukan oleh Dudung pada memeknya dalam keadaan menungging seperti anjing. Lelaki bermuka bopeng yang beruban di rambutnya itu pun sangat senang mendapati istrinya telah bertekuk lutut dan paha padanya kini dan ia semakin gencar mengayuh biduk-biduk birahinya yang tertunda sekian lama akibat sifat ketak-acuhan gadis ini pada dirinya.
Hmm.. Somad! Lihatlah..! Kini anak semata wayangmu ini sedang kugauli di kamar rumahmu dan ia sudah berhasil kuperawani serta kutundukkan. Ternyata sungguh enak sekali memek anakmu ini Somad! Aku telah memenuhi janjiku akan membahagiakannya lagi.. Dan lagi setelah ini.. Sampai aku benar-benar puas nantinya.. Hmm.. Telah sekian lama aku bersabar dari hinaan dan cercaan darimu saat aku bermaksud baik meminang putrimu ini.. Lihatlah Somad! Aku dan putrimu telah bersatu dalam hubungan badan yang ditentang keras olehmu.. Padahal anakmu ini sebetulnya telah haus akan belaian seorang lelaki di usia belianya ini. Tak tahukah engkau bahwa putrimu begitu cantik untuk hanya dipajang di rumah mewahmu ini? Tak sadarkah engkau kemaluan anakmu ini sudah matang untuk dibuahi oleh seorang lelaki? Tetapi kau tidak mungkin menyaksikan semua ini, karena hal ini tabu bagimu, meskipun ia anakmu, tapi aku..? Dapat menyaksikan semua bagian-bagian yang tersembunyi dari anak gadismu kini, sebab akulah yang berhak melakukan ini padanya! Ha.. Ha.. Ha..
{Demikianlah umpatan hati Dudung di sela-sela ritual persetubuhannya}
Dudung menjatuhkan dirinya dari posisi berlutut ke berbaring miring sambil menarik pinggul Dina yang masih tercengkeram oleh tangan-tangan tuanya tanpa kejantanannya lepas dari kemaluan istrinya. Dalam posisi tubuh keduanya rebah miring tersebut pelir Dudung semakin dirasa menusuk-nusuk tajam ke dalam lubang surga gadis itu. Duhh.. Kebayang nggak sih? Dina di usia belianya itu cantiknya seperti gadis pom-pom girls yang selalu menyemangati pagelaran olahraga. Tubuh rampingnya meliuk-liuk seirama hentakan Dudung pada selangkangannya yang terbuka bebas itu di ranjang. Kaki sebelah kanannya terjuntai bergoyang-goyang di udara menambah gairah bagi setiap lelaki yang melihatnya saat demikian sementara kontol sang suami keluar masuk di bawahnya menyumpal memeknya yang basah berjembut lembab namun berdenyut-denyut itu.
Lelaki tua seumuran ayah gadis itu leluasa sekali tengah membuahi rahimnya malam itu mendaki jenjang demi jenjang luapan syahwat nan menggelora diburu birahi terpendamnya yang menuntut penuntasan secepat-cepatnya. Batang zakar Dudung sudah berkilat-kilat berlumur cairan kewanitaan Dina dan hentakan yang diarahkan ke liang vagina sang dara ini dirasa semakin menggelitik kembali umbai kelentitnya serta membawa rasa gatal tak berkesudahan meminta untuk digesek dan digesek lagi.. Terus dan terus..
Bersambung . . . . .
Komentar
0 Komentar untuk "Tirai perkawinan yang terkoyak - 3"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.