Sebelumnya saya ingin berterima kasih pada seluruh personil Rumah Seks agar mau memuat ceritaku ini. Saya sudah lama bergelut dengan Rumah Seks, dari situ saya membaca banyak sekali pengalaman rekan-rekan seputar kegiatan seksnya. Terus terang selama saya membaca Rumah Seks, kesan yang saya dapat betapa bebasnya rekan-rekan melakukan kegiatan seks. Saya sempat menganggap mereka adalah orang-orang yang tidak bermoral, namun pandangan itu berubah setelah saya sendiri mengalaminya. Jadi, untuk meringankan beban perasaan, saya memberanikan diri untuk membagi pengalaman saya di Rumah Seks. Mohon maaf bila kalimat yang saya gunakan kurang enak dibaca, sebab saya memang bukan penulis handal. Selamat membaca.
Namaku Rendy (nama samaran, mohon maaf bila ada kesamaan), umur 22 tahun, tinggi 170 cm, berat 60 kg. Saya mahasiswa ekonomi jurusan manajemen semester 7 di sebuah universitas swasta di Jakarta. Aku tergolong anak yang biasa-biasa saja di lingkungan pergaulan kampus, maksudnya dibilang kuper tidak tapi dibilang anak gaul pun tidak. Aku anak bungsu dari dua bersaudara, yang berasal dari keluarga menengah atas. Di kampus aku dikenal oleh anak-anak cewek sebagai cowok pendiam, namun aku tidak demikian bila sedang berkumpul dengan teman-teman cowokku.
Aku memang agak sulit bergaul dengan cewek. Bila berhadapan dengan cewek, otomatis sikapku langsung kaku, pikiran buntu mau ngomong apa, jangankan ngomong, basa-basi pun aku sulit. Aku bingung mesti bersikap bagaimana. Tetapi yang aku perlu sangat tegaskan di sini bahwa aku sama sekali bukan homo! Sebab aku masih terangsang bila melihat cewek cantik apalagi memakai baju ketat lewat di hadapanku, sampai kalau cewek itu belum hilang dari pandanganku, aku belum mau melepaskannya. Hal itu sering menjadi beban pikiranku, aku berkhayal dapat memiliki cewek itu, namun untuk berkenalan saja rasanya berat sekali. Bila aku sedang birahi, tetapi aku tidak tahu harus menyalurkannya ke mana, aku suka melakukan onani. Hal itu sudah kulakukan sejak SMP.
Ternyata sifat pendiamku membuat cewek-cewek di kampusku penasaran, sepertinya mereka ingin tahu lebih banyak tentangku. Salah satu cewek yang penasaran dengan diriku adalah teman sekelasku sendiri. Namanya Desti, wajahnya cukup manis kalau menurutku, bodinya langsing namun tidak terlihat kurus, kulit putih, rambut lurus sebahu, dan bibirnya tipis. Dari informasi temanku, diam-diam dia sering memperhatikan tingkah lakuku. Namun biar aku lebih percaya aku ingin mengeceknya sendiri. Bila aku kebetulan sedang sekelas dengannya, aku ingin melihat sikapnya.
Dia kalau duduk sering di belakang, jadi aku sengaja mengambil posisi duduk di depan. Begitu kuliah berjalan 30 menit, dengan tiba-tiba aku pura-pura menoleh ke belakang ngomong dengan temanku sambil dengan cepat melirik ke arah cewek itu. Benar ternyata! Begitu aku melirik ke arahnya, dia agak gugup sambil cepat-cepat membuang muka. Kulihat wajahnya merah. Aku dalam hati geli juga melihatnya, namun kalau dipikir-pikir ini lampu hijau buatku. Kejadian itu berlangsung lama dengan model yang berbeda-beda, sepertinya dia memang ingin menarik perhatianku. Aku menjadi termotivasi untuk berkenalan lebih jauh dengannya.
Kemudian pada suatu hari aku mendapat kejadian yang seakan-akan aku memperoleh impianku. Saat kuliah usai pada pukul 19:00, selepas keluar ruangan aku pergi ke WC untuk sekedar mencuci muka. Tadinya aku ingin menunaikan shalat Isya, tetapi aku ingin melakukannya di rumah saja. Kebetulan WC terletak agak menyendiri dari gedung utama, soalnya WC yang di gedung utama sedang diperbaiki. Di sana tinggal beberapa orang saja yang sedang berwudhu. Selesai mencuci muka aku juga sekalian ingin buang air kecil, tapi pintu masih tertutup, berarti masih ada orang. Aku menunggu sampai orang yang tadi berwudhu sudah pergi semua, tinggal aku bersama dengan "seseorang" yang di dalam WC.
Setelah lama menunggu, terdengar suara kunci pintu dibuka, akhirnya. Begitu pintu dibuka, yang keluar ternyata Desti, cewek yang selama ini diam-diam suka padaku. Aku kaget campur girang, terus campur grogi melihatnya. Sikapku hampir salah tingkah, begitu pun dengannya. Kami saling bertatapan mata dan terdiam beberapa saat. Dia agak tersenyum malu-malu. Kok dia ada di WC cowok sih? pikirku. Kemudian aku memberanikan diri untuk memulai pembicaraan, walaupun sangat kupaksakan.
"Des, kok elo make WC cowok sih?" tanyaku.
"Ehh.. itu.. mm.. tempat cewek penuh semua, aku males ngantri. Lagian aku sudah kebelet banget sih.. he.. he.."
"Iya juga sih, lagian tidak bagus kalau ditahan, bisa penyakit," kataku sok-sok nasehatin.
"Eh sorry yah aku pengen wudhu dulu," sambil minggirin tubuhku yang kebetulan menghalangi kran air.
Setelah itu gantian aku yang masuk ke kamar mandi untuk buang air kecil, sementara Desti sedang berwudhu. Rupanya Desti sudah selesai duluan sebelum aku keluar kamar mandi, soalnya sudah tidak ada suara apa-apa lagi. Aku kemudian keluar tanpa berpikiran apa-apa. Aku mendadak heran begitu melihat pintu tertutup, padahal tadi terbuka. Aku berpikir apa yang menutup pintu si Desti, tapi ngapain? Apa dia mau ngerjain aku, atau temanku yang suka iseng. Tapi tidak mungkin soalnya hari ini tidak ada jadwal kuliah yang bareng komplotan aku. Aku tambah heran lagi kalau pintunya ternyata dikunci. Lama-lama aku kesel juga, siapa sih nih yang reseh? Masa penjaga kampus jam segini sudah ngunci-ngunci segala, padahal mahasiswa masih banyak yang berkeliaran.
Hampir 10 menit aku di dalam WC sial itu. Aku berharap ada yang lewat, biar bisa minta dibukakan. Tiba-tiba mataku mendadak melihat ada satu pintu kamar mandi yang tertutup. Berarti ada orang dong, tapi kok tidak ada suaranya. Terus masa sih dia betah sekali di kamar bau pesing seperti itu. Sudahlah, aku tidak suka penasaran lama-lama. Dengan hati-hati aku dekati pintu itu, belum ada suara sedikit pun. Pikiranku sudah mulai curiga, bisa aja nih orang begitu selesai kencing "anunya" kejepit resleting, terus pingsan deh. Aku aneh-aneh aja yah, sudah situasi seperti itu masih punya pikiran konyol saja, dasar.
Begitu sampai di depan pintu, tanganku sudah mau ngetuk, tiba-tiba dalam hitungan detik pintu terbuka dengan cepat. Aku langsung kaget setengah mati, bukan soal pintu yang mendadak kebuka, tapi siapa yang ada di dalam kamar mandi itu. Sebab yang kulihat adalah ternyata si Desti dalam keadaan telanjang bulat sambil senyum-senyum ke arahku. What the hell is going on?
Aku masih terbengong-bengong dengan pemandangan yang disiarkan secara langsung itu. Tanpa sadar aku mulai melangkah mundur sambil mataku menyapu seluruh bagian tubuh Desti. Emang sih, aku tidak mau munafik, walau bagaimana pun aku akui bodinya bagus banget. Kulitnya putih mulus, langsing, dadanya proporsional sama badannya, putingnya masih berwarna pink, sementara yang paling aku suka, bagian kemaluannya mulus, tidak ada bulu sama sekali. Aku memang suka sama cewek yang bulu kemaluannya dicukur, aku tidak begitu nafsu sama kemaluan yang berbulu lebat. Belahan kemaluannya juga kelihatan bersih, tidak hitam seperti cewek lain kebanyakan. Pasti dia juga suka merawat bagian vitalnya itu. Bersih juga nih cewek.
Aku sama Desti masih saling tatap-tatapan. Tidak ada yang berani ngomong. Suasana benar-benar hening. Kemudian entah keberanian dari mana, aku mulai mendekati dia lagi, tapi perlahan-lahan. Mata Desti masih memandang mataku dalam-dalam, sambil lidahnya menjilati bibirnya sendiri. Gila, nih cewek sepertinya sudah nafsu banget, pikirku. Melihat aku sudah berani mendekat, dia juga mulai melangkah ke depan. Akhirnya aku benar-benar berhadapan langsung sama cewek manis plus bugil. Kami masih belum berkata-kata sama sekali. Cuma mulut Desti kelihatan mulai terbuka seperti ingin bilang sesuatu. Terus terang, aku lama-lama jadi terangsang juga kalau terus-terusan kayak gini.
Aku mulai mengelus pipinya, sambil membelai rambutnya. Dia kelihatan senang sekali, nafasnya sudah mulai memburu, sampai hembusannya terasa ke dadaku. Tanganku juga sudah mulai berani mengelus pantatnya yang mulus habis. Terus dia mulai mendekati wajahnya ke wajahku, bibirnya langsung mengecup bibirku dengan lembut. Untuk pertama kalinya aku dicium sama cewek. Jelas aku belum begitu mahir, jadi aku tidak membalas. Tapi lama-lama aku jadi menikmati ciumannya, secara reflek kubalas dengan mainkan lidahku ke dalam bibirnya. Aku mulai mengerti soalnya aku juga sudah pernah nonton BF, jadi saat kejadian itu berlangsung, aku sudah tahu apa yang mesti kulakukan, meskipun masih agak kaku.
Kami masih berciuman dengan cukup lama. Desti sangat menikmatinya dengan menghisap lidahku kuat-kuat. Aku juga mempererat tekanan bibirku. Sambil tetap berciuman tanganku mencoba untuk mengusap kemaluannya. Rasanya kenyal-kenyal lembek. Aku berusaha mencari klitorisnya, pas ketemu kuusap-usap dengan lembut. Desti mulai sedikit mengerang, sehingga ciuman kami terlepas.
"Hehh.. iyahh.. bener.. itunya.. teruss.." desah Desti keenakan.
Lama juga aku mengusapi kemaluannya. Tanganku mulai merasakan kemaluannya agak basah.
"Terus dong Ren.. kok diem.. sshshsh.." Rupanya Desti agak kesel tanganku berhenti mengusap.
Mulutku ganti menciumi lehernya yang putih mulus. Aromanya bikin aku makin gencar melumat lehernya. Aku jilat, hisap, sampai kugigit sedikit. Desti menengadahkan wajahnya ke atas menahan nikmat. Tangannya mulai berani menggosok-gosok batang kemaluanku yang masih terhalang celana panjang. Diremasnya batang kemaluanku dengan keras. Sepertinya dia sudah tidak sabaran ingin mencoba punyaku. Sabar sayang.
Buah dadanya yang mengeras ke depan membuatku makin penasaran. Kuraba-raba buah dadanya, aku remas secara bergantian.
"Ahh.. sshh.. aduh.. duh.. pelan-pelan.. dong.. say.." Desti agak kesakitan.
Aku langsung minta maaf dan aku meremasnya jadi lebih lembut. Dia jadi senyum lagi. Puas meremas payudara, putingnya yang sudah tegak aku hisap sambil kukemut. Kusedot susunya sampai buah dadanya merah akibat kemutanku. Buah dadanya kelihatan mengkilat bekas jilatanku.
Dia mulai membuka bajuku, terus celana panjangku. Aku risih juga setengah bugil di depan dia. Akhirnya tanpa ragu-ragu dia meloroti CD-ku. Batang kemaluanku langsung mencuat tegak di hadapannya. Dia kagum memandangi batang kemaluanku yang tidak terlalu panjang. Dielus-elusnya batang kemaluanku dengan lembut, selembut tangannya. Dia masih mengagumi sebentar sebelum dimasukkan ke mulutnya. Dia mulai mencium-cium kecil batang kemaluanku sambil biji zakarku yang keleweran. Kemudian yang bikin jantungku berdebar, dia mulai membuka mulutnya sambil mendekatkan batang kemaluanku ke arah mulutnya.
Kemudian dia melihat ke wajahku sambil tersenyum, terus sedikit demi sedikit dia memasukkan batang kemaluanku ke mulutnya. Baru setengahnya batang kemaluanku di dalam mulutnya. Sepertinya dia ragu-ragu. Aku kasih dukungan kepadanya dengan membelai-belai rambutnya. Dia mencoba memasukkan lebih dalam lagi batang kemaluanku.
"Slepps.." masuklah seluruh bagian batang kemaluanku ke dalam mulutnya. Aku sudah tidak dapat lagi melihat barang kesayanganku, semuanya sudah tertutup oleh mulutnya.
Kemudian dia mulai menggerak-gerakkan mulutnya. Mulanya perlahan, lama-lama gerakannya makin cepat. Sedotan dan hisapannya sangat nikmat. Aku menahan geli yang amat sangat. Hampir saja aku ejakulasi di mulutnya. Tapi jangan! Belum saatnya. Aku masih ingin menikmati elusan dan kekenyalan dinding liang kemaluannya. Maka kukasih tanda agar Desti berhenti sebentar. Aku mencoba rileks sebentar sambil mempermainkan putingnya. Setelah yakin tak akan terasa keluar, kuijinkan lagi Desti melanjutkan kesenangannya. Sempat ada cairan bening yang keluar dari ujung batang kemaluanku, dan langsung dijilat oleh Desti.
Bersambung . . .
Komentar
0 Komentar untuk "WC kampus - 1"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.