Kuhentikan gerakanku sejenak untuk merasakan denyutan vagina Mbak Eliz yang cukup kuat. Wajahnya makin cantik lagi dikala orgasme, semu kemerahan terlihat jelas di raut mukanya yang putih, sungguh berbeda dengan keseharian biasanya.
Tubuh Mbak Eliz langsung melemas seiring dengan habisnya denyutan itu, aku ingin mengocoknya lagi tapi istriku sudah menarik lenganku meminta giliran. Aku telentang di samping tubuh Mbak Eliz yang masih ngos-ngosan, istriku langsung mengatur posisinya di atasku dan melesaklah penisku ke vaginanya, vagina kedua di pagi itu. Jujur saja kurasakan vagina Mbak Eliz lebih nikmat dibandingkan istriku, tapi gerakan dan goyangan istriku jauh lebih erotik dari Mbak Eliz, dia langsung naik turun dan bergoyang pinggul di atasku, aku dan istriku sama sama mendesah nikmat. Kuraih dan kuremas buah dadanya yang menggantung indah, lebih kecil dari punya Mbak Eliz, tapi sama sama padat dan kenyal.
Kupeluk tubuh istriku sambil mengocoknya dari bawah, dia mendesah dekat telingaku, kami saling berdekapan erat. Mbak Eliz sepertinya tak tahan melihat permainan kami, dia lalu mencium pipiku di sisi lain, kuraih tubuhnya, kuremas buah dadanya lalu kupeluk, sungguh nikmat memeluk dua wanita yang cantik dan sexy, sambil tetap mengocoknya.
Istriku kembali duduk di atas penisku sambil bergoyang pinggul.
"Mbak di atas sana gih" perintah istriku sambil menjulurkan lidah memberi kode untuk dijilati vaginanya.
Mereka saling berpandangan lalu tersenyum, Mbak eliz segera membuka kakinya tepat di atas mukaku, segera kusambut dengan lidahku. Kedua wanita ini saling mendesah di atasku, mereka saling berhadapan dan berpegangan tangan, ada kepuasan tersendiri bisa memberikan kenikmatan pada dua wanita cantik secara bersamaan, meski aku tidak bisa melihat expresi wajah keduanya, pandangan dan mukaku tertutup pantat Mbak Eliz.
Tiba tiba mereka turun secara bersamaan, aku kecewa, tetapi segera kekecewaanku berganti dengan kenikmatan lagi, ternyata berganti posisi, istriku di atas kepalaku sedangkan Mbak Eliz pada penisku. Goyangan Mbak Eliz tidak seliar istriku, tapi tetap saja nikmat, kembali mereka mendesah bersama sama.
"Dari belakang mbak" usul istriku tak lama kemudian
"Doggie??" Tanya Mbak Eliz yang masih turun naik di atas penisku.
Tanpa menjawab istriku langsung turun dan nungging di sebelahku, diikuti dengan Mbak Eliz nungging di sebelahnya, kini aku harus memilih diantara dua vagina yang menantang. Kuamati mereka sejenak, baru sekarang kusadari kalau pantat Mbak Eliz begitu sintal dan padat, indah dipandang, apalagi kalau digoyang. Tanpa piker panjang, aku berdiri di belakang Mbak Eliz, kusapukan sebentar lalu kudorong perlahan masuk hingga semua penisku tertanam ke vaginanya.
"Aaagghh.. pelaan" desahnya ketika penisku menguak liang vaginanya.
Istriku memandangku sambil tersenyum, tapi tak kupedulikan, aku sedang konsentrasi menikmati Mbak Eliz. Penisku mulai meluncur keluar masuk vaginanya, kupegang pantatnya yang padat berisi, kutarik dan kudorong seirama kocokanku, Mbak Eliz mendesah lebih liar. Buah dadanya ber-ayun ayun dengan bebasnya, kuraih dan kuremas dengan gemas penuh nafsu, kupermainkan putingnya, membuat dia makin mendesah dan mulai berani menggoyangkan pantat mengimbangiku, kenikmatanku bertambah apalagi ketika istriku memelukku dari belakang dan mengelus dadaku sambil menciumi tengkuk dan punggungku.
Kocokanku pada Mbak Eliz makin cepat dan liar, ketika istriku nungging di sebelahnya meminta giliran, agak berat aku melepas Mbak Eliz yang sedang dalam birahi tinggi, tapi aku tak bisa mengabaikan istriku. Kugeser tubuhku di belakang istriku, dengan sekali dorong melesaklah penisku ke vaginanya, langsung kukocok dengan cepat dan keras, aku tahu kesukaannya, makin liar makin suka dia.
"Mbak keluarnya di aku saja ya" pinta Mbak Eliz yang disambut senyuman oleh istriku di sela desahannya.
"Boleh asal setelah itu dibersihkan dengan mulut" jawab istriku nakal sambil mendesah nikmat
"Dengan mulut mbak??" tanyanya heran
"Iyyaa, mau nggak??" jawab istriku dengan nada tinggi, aku yang mendengarnya jadi tambah bernafsu, kuhentakkan makin keras penisku ke vaginanya.
"Mmm..iya deh" jawab Mbak Eliz sambil mengangkat dua jarinya lalu bergeser ke belakangku dan memeluk seperti yang dilakukan istriku tadi.
"Janji".
Belum sempat Mbak Eliz memberi jawaban, terdengar deru mobil melintas di depan pavilliun, Mas Surya telah datang. Sebelum kami sempat berpikir harus berbuat apa, istriku sudah mengambil inisiatif.
"Kalian lanjutkan saja, Mas Surya biar aku yang tangani, believe me" katanya langsung menarik keluar penisku dan turun dari ranjang, dikenakannya kaos dan celana pendeknya tanpa mengenakan pakaian dalam, entah sengaja atau terburu buru aku tak tahu.
"Ingat janjimu mbak" teriaknya sesaat sebelum pintu kamar tertutup.
Sepeninggal dia aku dan Mbak Eliz saling berpandangan seperti tak tahu harus berbuat apa. Masih tetap telanjang, kami mengintip ke jendela dari balik tirai, melihat keadaan, kulihat istriku berbicara dengan Mas Surya yang baru keluar dari mobil, digandengnya Mas Surya menuju kolam renang, tanpa berganti pakaian renang istriku langsung mencebur ke kolam, Mas Surya melepas pakaiannya, dengan memakai celana dalam dia mengikuti istriku masuk ke kolam, aku yakin Mas Surya akan segera tahu kalau istriku tidak memakai bra begitu kaosnya basah, putingnya pasti membayang di balik kaos basah itu, aku tidak tahu dengan pikiran Mbak Eliz.
Membayangkan mereka berdua gairahku kembali naik, aku bergeser ke belakang Mbak Eliz yang masih asik mengintip mereka. Kupeluk dan kuremas buah dadanya dari belakang, dia tidak memberi respon. Kubuka kakinya, dia menurut saja, ku usap usapkan penisku ke pantatnya lalu kusapukan penisku ke vaginanya, dia menoleh ke arahku dan kubalas dengan senyuman. Tubuhnya menegang ketika penisku meluncur masuk ke liang vaginanya, dia mendesah tapi matanya tetap tertuju pada istriku dan suaminya di kolam sana, aku tak peduli apa yang ada di benaknya. Kukocok dia dengan cepat, tangannya meremas tirai jendela, kami bercinta dengan berdiri, sambil memegang pantat dan meremas buah dadanya kukocok makin cepat, dia mendesah lepas, seakan melupakan mereka yang ada di kolam.
"Aduh mas, enak mas, teruss" desahnya lagi, tangannya tertumpu pada bingkai jendela, aku menyukai pandangan pantatnya yang mulus, sintal, padat berisi, apalagi saat bergoyang ketika kukocok, begitu indah dan menggairahkan.
Khawatir kami lepas kontrol dan tirainya tertarik, kami pindah ke sofa, sayup sayup kudengar tawa dan canda dari kolam. Mbak Eliz duduk di sofa, aku berlutut di antara kedua kakinya yang terbuka, kupeluk dan kuciumi bibir dan lehernya, dia memegang penisku, mengocoknya sejenak lalu menyapukan ke vaginanya, masih saling melumat bibir, penisku kembali memenuhi rongga vagina Mbak Eliz, dia melepaskan lumatannya ketika semuanya sudah berada dalam vaginanya, dipandanginya mataku dengan sorot penuh gairah.
"Cumbui aku sesuka Mas Hendra, fuck me as you like, puaskan aku mas" bisiknya, ada nada marah pada suaranya, mungkin dia cemburu dengan yang di kolam, tapi aku tak peduli, yang penting aku bisa menikmati tubuh sexy Mbak Eliz sebanyak yang aku bisa.
Kami saling memeluk dan mengocok, berbagai posisi kami lakukan dari meja, karpet lantai hingga kembali ke ranjang dengan segala posisi yang ada di imajinasi kami, entah sudah berapa kali dia mengalami orgasme, tapi selalu berulang dan berulang lagi. Rasanya tak pernah habis kureguk kenikmatan dari Mbak Eliz.
Suara canda dari kolam sudah tak terdengar lagi, kami terlalu asik mengarungi lautan kenikmatan hingga tak perhatikan sejak kapan terhenti.
Tubuhku untuk kesekian kalinya di atas tubuh Mbak Eliz, mengocok dan menggoyang dengan penuh gairah dan nafsu, kakinya dikaitkan di atas pinggangku, kami saling mereguk kenikmatan, hingga sampailah aku ke puncak kenikmatan sexual, tubuhku menegang.
"Keluarin di dalam Mas" bisiknya, dan sedetik kemudian menyemprotlah spermaku di rahim istri tetanggaku yang cantik ini.
"Aaauugghh" dia menjerit spontan ketika semprotan pertama menghantam dinding rahim dan vaginanya, tubuhnya ikut menegang dan sebelum denyutanku habis vaginanya ikutan berdenyut lemah, kami orgasme hampir bersamaan, saling memeluk erat, napas kami menderu seiring deru birahi kami. Aku langsung lunglai di atas tubuh dan pelukan Mbak Eliz, kurasakan detak jantungnya yang berpacu cepat. Kami berpelukan dan saling mendekap tanpa kata, seakan menikmati saat saat nikmat yang baru saja kami gapai.
"Udah dulu ya sayang, ntar suamimu tahu" kataku memecahkan keheningan, kuberanikan memanggil kata sayang, mengingat saat nikmat yang baru saja kami lalui.
"Thanks mas, ini the best sex I have ever had" katanya masih di pelukanku.
"Mas Hendra bukan satu satunya selain suamiku, aku memang beberapa kali selingkuh sama teman, tolong pegang rahasia ini ya Mas, tapi inilah yang terbaik dan punya Mas Hendra adalah yang terbesar yang pernah aku tahu selama ini, paling asik deh" katanya pelan tapi mengagetkanku. Sungguh beruntung laki laki yang telah menikmati tubuh sexy dan wajah cantik ini.
"Mas Surya tahu?" tanyaku sambil menutupi kekagetanku.
"Entahlah Mas, mungkin juga sudah tahu tapi dia belum memergoki secara langsung sih, mau Tanya juga nggak berani dia karena aku juga tahu dia sering selingkuh, bahkan sekali tertangkap basah"
Mbak Eliz terdiam sejenak.
"Kehidupan keluarga kami sih nggak ada masalah, selama masalah itu tidak dibawa ke rumah, dan kita juga nggak pernah mengungkit ungkit masalah itu, it just fun, selama ini kami happy-happy saja kok, nothing wrong with my family. Aku berkata sejujurnya bahwa inilah yang terbaik yang pernah aku alami, aku jadi pingin lagi lain waktu, terserah Mas Hendra apa dengan Mbak Lily atau Cuma kita berdua, aku sih oke oke saja, yang penting kita bisa menjaga keluarga kita masing masing" lanjutnya, dia menciumku, lalu turun dan berpakaian.
Kami lalu ke ruang tamu, kubuka tirai kamar pertanda kami sudah selesai, kolam renang terlihat sepi, dia membuatkan aku kopi lalu nonton TV bareng sambil menunggu kedatangan istriku dan suaminya yang entah sekarang dimana atau lagi ngapain. Sesekali kami berciuman dan kucuri remasan buah dadanya.
"Kamu belum memenuhi janjimu", kataku asal.
"Yang mana?"
"Sebelum istriku keluar"
"Emang dia pernah melakukannya?
"Bukan pernah lagi tapi setiap kali kami selesai bercinta" jawabku, melihat keadaan masih aman, kutarik Mbak Eliz ke dapur, aku bersandar di dinding dan kulorotkan celanaku hingga lutut dan kuminta dia jongkok. Agak ragu sebentar tapi akhirnya dia menurut, kembali bibir dan lidahnya menyusuri kejantananku, tak lama kemudian penisku sudah keluar masuk bibir mungilnya, makin lama makin menegang dan membesar. Kupegang rambutnya dan kukocokkan penisku di mulutnya.
"Eeegghh..eehhmm, gila, tak muat mulutku Mas"
Penisku makin cepat keluar masuk mulutnya, tak lebih dari tiga menit kemudian kusemprotkan spermaku ke mulutnya, tak banyak memang, tapi aku sudah bisa merasakan orgasme di mulutnya. Dia berusaha menarik keluar, tapi kutahan kepalanya, dan tertelanlah spermaku itu, dia seperti mau muntah tapi tak kupedulikan, takkan kulepas sebelum aku yakin dia sudah menelannya, kuusap usapkan penisku yang sudah lemas itu ke mukanya, dia menikmatinya.
Kami kembali ke ruang tamu menunggu kedatangan mereka, sepuluh menit kemudian muncullah Mas Surya dari balik pintu, sendirian dan masih mengenakan celana dalamnya yang sudah agak kering, berarti cukup lama dia keluar dari kolam renang, dia terlihat agak terkejut melihat kami berdua di ruangan itu.
"Eh, kirain kalian ikut Tea Walk" sapanya agak kaku langsung masuk ke kamarnya. Aku dan Mbak Eliz saling berpandangan, dia kemudian menyusul suaminya ke kamar meninggalkan aku sendirian di ruang tamu.
Cukup lama aku sendirian menunggu istriku sebelum akhirnya dia datang menenteng pakaiannya, hanya berbalut handuk dan rambutnya basah, padahal dia sudah lama keluar dari kolam. Dia tersenyum dan langsung masuk kamar, kususul dan kutarik handuknya hingga terlepas, ternyata dia tidak mengenakan apa apa dibaliknya, kupeluk dan kudorong dia ke ranjang yang baru saja aku pakai bercinta dengan Mbak Eliz.
Sambil berpelukan dia mulai bercerita apa yang telah terjadi. Ternyata dia membohongi Mas Surya bahwa kami ikut Tea Walk dan di kolam renang tak hentinya Mas Sur memandangi tubuhnya, sering tertangkap basah matanya memandang nakal ke arah buah dadanya yang memang menonjol di balik kaos basahnya, bahkan tak jarang Mas Surya berusaha menggodanya tapi istriku pura pura tak tahu.
Bersambung ...
Komentar
0 Komentar untuk "Pertukaran di Puncak - another story - 3"
Posting Komentar
Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.