Biar lambat asal nikmat - 5

0 comments

Temukan kami di Facebook
Sebenarnya Lisna memanfaatkan kesempatan, mumpung omongan suaminya mengarah sekalian saja deh, gila nih si Farid, mainin it1lnya kagak kira – kira sampai kelojotan dia. Setengah mati nahan orgasme, juga desahannya....untung saja saat ia keluar tadi berbarengan dengan permintaan suaminya....sinting nih si Farid. Suara mas Joko kembali terdengar...

”Persis banget kayak aslinya Las, kamu segitu kangennya ya sama aku...kasihan...”
”Iyaaaa...mas...aduuhhhh...Ooohhh...makanya akuuuu sengaajaaa kasiiihhh desahaaannn yaaang paling hoottt buat mas.”
”Iya..makasih, buat ngobatin kangen nih...”
”Iya maaass...sudah duluu yaahh, lagi repot nih lagiii ngurusin peraboootaaan si Farid. Nanti telepon lagi yaaaa...”
”Iya deh Las...sampai nanti, salam kangen dan rindu ya...”
”Yaaa...Oooohhhh....”

Lisna buru – buru mematikan HP. Segera menghentikan kegiatan Farid. Ia bahkan mencabut kont01 Farid dari m3meknya. Duh...padahal sedikit lagi nih...gerutu Farid dalam hati. Ia lalu dengan gusar duduk di samping Farid...

”Rid..kamu ini sudah edan ya, gimana kalau ayahmu curiga ?”
”kenyataannya nggak kan bu...? Lagian aku lucu saja dengar percakapan tadi. Nggak nyangka ayah yang kelihatannya kaku, bisa jadi kolokan sama ibu. Memang tubuh ibu bisa membuat siapa saja kangen....duh...aku kangen nih sama kamu....”
”Kamu ini...malah bercanda...”
”Nggak...nggak bu, memang lucu kok huahahaha...hehehe.”

Walau awalnya kesal, tapi mau tak mau akhirnya Lisna tertawa juga, memang benar sih kata Farid tadi, jarang banget suaminya kolokan seperti tadi. Jadi lucu kedengarannya. Lisnapun tertawa lepas, kemarahannya menguap begitu saja. Farid yang masih nanggung, segera merebahkan Lisna di sofa. Satu kaki Farid menginjak lantai, satunya dilipat di sofa, segera saja ia menyodokkan kont01nya ke lobang m3mek ibunya itu. Kembali memompanya dengan cepat dan kuat, menebus sedikit rasa tanggung yang masih tersisa. Kont01nya menyodok dengan cepat membuat tetek ibunya bergoyang lincah tak terkendali, makin menambah rangsangannya, ia benamkan sedalam dan sekuat mungkin, menggelitik bibir bibir kemaluan ibunya itu setiap kali kont01 itu bergerak. Tangannya memegang dan meremas erat tetek ibunya itu. Pompaan kont01nya sudah sangat maksimal, menghujani lobang m3mek yang sudah basah dan licin itu, menggelitik semua bagian dinding pada lobang nikmat tersebut. Ibunya juga sudah mulai kembali enjoy, bahkan pantatnya juga mengimbangi sodokan Farid. Mulutnya kembali mendesah nikmat. Wajahnya sangat menikmati, tergambar jelas sekali, yang makin membuat Farid nafsu saja saat melihat ekspresi penuh mesum di wajah canti ibunya itu. Jleb...jleb...plook...plook....makin cepat dan kuat....Ooohh....desahan makin nyaring....dan akhirnya...crooot...crooot.....nikmatnya. Kedua insan ini terkulai lemas dan bahagia.

Akhirnya masa – masa menyenangan Farid pun harus berakhir. Dua bulan sudah medekati akhir. Kemarin malam ayahnya menelepon ibunya, katanya 2 hari lagi pulang, pesawat yang siang, tak langsung ke rumah, mampir sebentar ke kantor. Besoknya ibunya meminta Farid mengantarnya beli oleh – oleh, bolos saja kuliah kata ibu. Bude sebenarnya mau mengantar, tapi ibu menolak, katanya sekalian mau belikan Farid baju. Ya sudah pagi – pagi kami sudah jalan. Tujuannya, nggak langsung belanja, ke hotel kelas melati yang agak di pinggiran. Memuaskan moment terakhir. Baru jam satu kami keluar dan pergi belanja. Petugas hotelnya nyengir nyebelin, dipikirnya mungkin ada tante lagi main sama brondong. Sambil beli oleh – oleh, ibu sekalian membeli tiket pesawat buat besok pagi. Sesekali naik pesawat saja kata ibu, lebih cepat. Ibu membeli oleh –oleh buat saudara ayah di Jakarta dan tetangga. Juga buat pakde dan bude. Malamnya kembali kami mereguk kenikmatan bersama untuk terakhir kali pada kunjungan ibu ini, kata ibu setelah ini libur dulu, nanti kalau aku libur kuliah dan pulang ke Jakarta, toh bisa bebas lagi melakukannya sesukaku, sepanjang pagi sampai sorekan ayah di kantor. Esoknya Pakde dan bude mengantar ibu ke airport, aku tak ikut kuliah, kemarin sudah bolos sih. Ya...dua bulan yang menyenangkan dan penuh sensasi itu sudah berakhir. Walau terlambat memulainya, tapi bagiku tak masalah. Biar agak telat aku memulainya, namun akhirnya tetap sama...nikmat. Bahkan makin enak, karena di usianya sekarang ini, ibu makin matang dan makin merangsang.

Hampir 3 bulan sudah kini berlalu. Kehidupan berjalan seperti biasa dan datar saja. Setelah kenangan indah bersama ibu mulai mereda, kembali aku mulai memikirkan bude Sri, yang sedikit tersisihkan dari otak kotorku saat kehadiran ibu, makin hot saja budeku ini. Nggak beda jauh sama ibu, bahkan bodinya sedikit lebih montok dan padat, mungkin karena bude tak setinggi ibu. Tapi tetap saja, tak bisa berbuat lebih jauh. Pendekatanku sama Yuni sedikit bergerak lebih maju, SMS dan telepon makin sering, mulai sering jalan ke mall atau ke tempat jajanan yang enak dan asik. Tapi belum pernah ke rumahnya atau ngapel, biarlah, slow saja toh arahnya sudah positive. Yuni sendiri dari pengamatanku sejauh ini sepertinya belum punya pacar, Pernah waktu lagi makan di mall, Yuni ke toilet meninggalkan HP-nya di meja, aku iseng membuka, tak ada SMS atau nama ID yang mengindikasikan pacarnya. Bahkan aku kaget karena ID namaku dia buat...Yayang Farid...wah ini sih bisa segera ditembak...tinggal tunggu moment yang greget saja.

Tapi sudahlah, cerita Yuni lain kali saja. Sekarang aku juga lagi sibuk ujian. Melelahkan, baik teori dan praktek, untung akhirnya kelar.Sambil menunggu hasil, aku jadi jarang kuliah dulu, toh lebih banyak santainya saja kalau ke kampus. Aku sering menghabiskan waktu browsing internet di rumah, Seperti pagi ini, Pakde kerja seperti biasa, bude lagi ke rumah mbak Sinta, kayaknya mbak Sinta menunjukkan gejala hamil nih.Aku bersantai saja, membuka jendela, maklum sambil merokok. Karena santai aku juga tak terburu – buru bahkan buka situs apa juga aku nggak nentuin dulu, saat aku ketik satu huruf awalan situs degan awalan k, seperti biasa di address browser suka muncul history address yang pernah dikunjungi sebelumnya yang awalannya k, mataku menangkap alamat konsultasikesehatan, perasaan nggak pernah buka situs ini, paling pakde, iseng aku klik saja deh. Halaman segera loading...tak lama...lho apaan nih...kok isinya artikel tentang ejakulasi dini sih, karena penasaran aku buka menu history. Aku sendiri kalau habis browsing selalu rajin menghapus jejakku, beda sama pakde yang agak awam. Kulihat semua adress history, rata – rata situs konsultasi kesehatan dan seksiologi, satu persatu kubuka...ejakulasi dini lagi...sama ini juga...itu juga ejakulasi dini dan cara mengatasinya...semua sama. Otakku yng tadinya mau bersantai browsing situs jorok akhirnya mau nggak mau berpikir...apakah pakdeku sedang mengalami masalah ejakulasi dini alias baru nyodok atau nempel dikit sudah langsung ngecret...sambil berpikir aku juga jadi prihatin. Akhirnya karena merasa dipikirkan juga itu bukan masalahku, Pakde juga tak mungkin cerita hal ini padaku, aku segera memulai kesibukkanku browsing situs – situs porno idolaku.

Malamnya Pakde memanggilku, bude juga ada di situ, ada apa ini..? Pakde segera memulai percakapan.

”Rid...ada yang Pakde mau omongin ke kamu.”
”Iya Pakde..ada apa...?”
”Gini, Pakde kan pernah cerita, kantor pakde belum lama ini sedang dalam tahap awal kerjasama dengan Perusahaan tambang batubara di Kalimantan dan Sumatra. Perusahaan itu bermaksud melakukan peremajaan besar – besaran pada mesin – mesinnya.”
”Ya...lalu apa hubungannya sama Farid..?”
”Bukan sama kamu hehehe. Nah Perusahaan tempat Pakde bekerja tentu tak mau menyiakan kesempatan emas in, sulit melobi perusahaan pertambangan itu samapi bisa berhsil teken kontrak. Kami bermaksud menjalin hubungan jangka panjang. Juga bagus buat kredibilitas Perusahaan sat menawarkan mesin ke tempat lain. Nah singkatnya kontrak sudah ditandatangani, mesin – mesin sebagian sudah dikirim. Nah di awal ini kantor pusat sudah menargetkan tak boleh ada kesalahan, walau tak diwajibkan dalam kontrak, tapi sudah diputuskan menyeleksi dan mengirimkan para insinyur mesin terbaik, baik dari pusat atau kantor cabang guna mengawasi kinerja mesin – mesin baru itu selama 3 bulan ke depan. biaya Perusahaan Pakde sendiri. Tadinya Pakde nggak berharap atau yakin bakalan terpilih, ya sudah tua, masih banyak yang muda, tapi dari pusat ternyata memasukkan nama Pakde untuk bertugas di sana selama 3 bulan ini.”
”Wah, selamat Pakde. Memang Pakde itu insinyur mesin yang jempolan. Masih diperhitungkan atasan.”
”Ah bisa saja kamu muji Rid, jadi GeEr nih Pakde. Tapi bukan itu masalahnya, masalahnya Pakde harus meninggalkan rumah 3 bulan ini, memang minimal sebulan sekali Pakde dapat jatah tiket pesawat buat pulang. Tapi budemu sendirian dirumah. Tak mungkin Sinta di sini terus, suaminya juga terkadang dinas luar. Lagian mbakmu itu lagi hamil muda, harus istirahat. Jadi baik di sini dan yang di sana sama – sama tak bisa menginap, nggak ada yang jagain rumah. Nah kamu kan sebentar lagi libur kuliah, Pakde minta tolong, kamu jangan pulang ya, jagain budemu, nanti Pakde akan telapon ayah ibumu mereka pasti akan mengerti...bagaimana...?”
”Ya...ba..baiklah Pakde.”
”Nah...kamu memang bisa diharapkan. Pakde telepon ayahmu dulu.”
”Kalau begtu Farid balik ke kamar dulu deh Pakde, bude...”

Walau Pakde merendah saat mengatakan ia terpilih, tapi Farid tahu Pakdenya senang dan bangga bisa terpilih, hidungnya saja sampai kembang kempis saat menceritakan hal tadi. Farid pun balik ke kamar. Jujurnya Farid nggak sepenuhnya menyanggupi, mengingat hal istimewa yang bakalan ia dapat dari ibu saat ia pulang. Tapi mau nolak, nggak enak, Pakde sudah sangat baik menerimanya, bahkan membiarkan aku memakai fasilitas internet dan ruang kerjanya. Lagipula...ehem...siapa tahu aku bisa memancing di air jernih....lho nggak salah Rid ? Bukannya memancing di air keruh ? Nggak...nggak salah kok, kalau situasinya Pakde pergi dinas, dan aku hanya tinggal berdua saja, maka namanya itu sudah air jernih hehehe.

Akhirnya memang orangtuaku tak keberatan, bahkan kata ayah, kalaupun Pakde tak minta dan ayah tahu budeku sendirian, pasti ia juga akan menyuruhku tetap tinggal di sana untuk menemani. Alasan ayah sama denganku, karena mereka sudah berbaik hati mau menerimaku. Ibu bahkan dengan teganya menggodaku saat meneleponku di HP...katanya..Kasihan anakku...libur lagi nih ye....huah...hiks. Nilai ujianku keluar, nilainya lumayan oke, Nilai C nya Cuma satu, sisanya B dan A, tak ada yang mengulang, aku naik tingkat 2.

Seminggu terakhir menjelang keberangkatan Pakde dan juga karyawan lain yang dikirim mendapat libur seminggu penuh dari kantornya. Kebijakan Perusahaan, buat berkumpul bersama keluarga. Sekalian lembur ngejatah bini...pikir Farid ngeres. Seminggu itu juga Farid yang kini banyak waktu senggang, sibuk membantu Pakdenya men-scan sketsa – sketsa diagram mesin, buku panduan dan catatan atau gambar penting lainnya, lumayan banyak. Pakdenya menyimpannya di USB, biar praktis dan mudah menemukannya kalau dibutuhkan nanti. Akhirnya Pakde berangkat. Selama awal liburan aku paling keluyuran kalau siang, sesekali aku ijin bude meminjam mobil Pakde, keliling agak jauhan sedikit, ngajak temanku atau Yuni, sekalian melumasi mesin mobil karena jarang dipakai. Bude mengijinkan. Tapi setelah seminggu bosan juga keluyuran, aku mulai banyak di rumah, membaca atau nonton film, main internet, juga menemani bude ngobrol. Belum melihat adanya kesempatan memancing di air jernih, mau nekad bisa panjang urusannya. Aku kini lagi asik menemani bude ngobrol di dapur, duduk di bangku kecil, bude lagi asik mencuci dan memotong sayuran. Sambil ngobrol juga nyuci mata ngeliatin lobang lengan daster bude yang lebar itu.

”Kamu bosan ya Rid..?”
”Ah nggak ko Bude.”
”Ah ndak usah bohonglah kamu. Paling kamu lagi mikirin enaknya libur di Jakarta.”
”He he...sedikit sih bude, tapi benar kok nggak kenapa. Toh bude sama pakde sudah baik sama Farid selama ini.”
”Bude perhatikan kalau malam mingguan, kamu jarang keluar toh, memangnya belum punya gacoan ?”
”Belum, masih nyari kok. Belum ada yang nyantol.”
”Oh gitu, apa karena kamu sudah punya pacar di Jakarta Rid...?”
”Nggak juga...memang belum dapat kok.”
”Ya wis...padahal kamu tampangmu bagus juga lho. Kalau kamu mau nanti bude bilangin mbak Sintamu itu, suruh dia nyomblangi kamu.”
”Ah...ndak usah toh bude. Biarin saja, nanti juga kalau sudah waktunya pasti ketemu.”

Ngobrol sih ngobrol, kont01ku sudah ngaceng, ngelihat ketek sama bagian pinggir tetek bude, mana bude nggak pakai BH lagi. Mungkin terasa panas dan pengap kalau dipakai sambil memasak di dapur. Nanggung ah, bude juga nggak tahu. Aku asik saja mengobrol dan mengamati.

”Pakdemu kalau ngomong sama bude selalu saja mengatakan senang dengan adanya kamu di sini Rid, maklumlah dari dulu nggak kesampaian pingin punya anak laki. Makanya Pakdemu sudah menganggap kamu sebagai anak lelakinya.”
”Farid juga menganggap Pakde sebagai ayah kok.”
”Pakdemu itu sebenarnya senang sekali bisa dipercaya dikirim ke Kalimantan. Bude juga tak keberatan. Cuma memang setahun belakangan ini Pakdemu kerjanya terlalu giat, sampai...”
”Sampai apa bude...”
”Ah..ng..nggak, nggak kenap...lho kamu sedang lihatin apa Rid ?”

Sebenarnya aku penasaran bude mau ngomong sampai apa sih Pakdeku itu, tapi penasaranku sambil memandangi belahan lengan dasternya. Memang sih bude saat itu lagi mengambil panci dalam lemari atas, otomatis saat lengannya terjulur lobang di lengan daternya makin lebar, nyaris menampakkan sebelah teteknya. Sialnya bude yang salah tingkah karena hampir kelepasan ngomong jadi menoleh tepat saat mataku sedang menatap dengan sangat fokus. Tengsin. Bude memandangku lalu menyadari ke mana arah pandanganku. Harus bisa berkelit nih.

”Kamu lihat apa toh Rid...?”
”Maaf bude nggak sengaja dan nggak bisa...eh ditolak. Habis mau gimana lagi, awalnya sih Farid berusaha melihat ke bawah, mau bilang bude nggak enak. Tapi lama – lama kan nggak enak ngobrol sambil lihat lantai terus. Tapi benar kok, Farid nggak bermaksud melihat..eh..itu dari lengan daster bude.”
”Ya wis..bude paham, memang bukan salah kamu, bude memang nyaman pakai daster begini, adem. Lagian kamu ngapain juga ngelihatin bude yang sudah tua. Masih banyak kok perempuan muda yang cakep.”

Farid merasa mendapat angin sejuk saat ini, mulai berani ngomongnya.

”Ya..awalnya memang tak sengaja kok bude...eh...tapi..anu...maaf..bude jangan marah ya..duh..nggak enak Farid ngomongnya....”
”Ngomong saja Rid, nggak kenapa, Bude nggak akan marah kok.”
”I..iya...anu i..itu lho...bude masih cantik kok, masih seksi kok. Eh..a..anu...tadi nggak sengaja terlihat, te...tetek bude juga masih bagus, besar dan kencang...ben...benar masih menarik dan seksi. Bude belum tua kok, masih menarik.”
”Duh kamu ini bisa saja mujinya. Bude sudah tua begini dibilang cantik, teteknya juga sudah kendor dan turun.”
”Ng...nggak kok.”
”kamu ini kalau bude bilangin. Ya sudah deh nih coba kamu lihat...”

Dan budenya dengan santai menarik lengan dasternya ke tengah, memperlihatkan sebelah teteknya...buset...besar banget pikir Farid, pentilnya juga sudah mengacung, kecoklatan, belum lagi lingkaran sekelilingnya yang agak lebar, teteknya sedikit turun tapi masih sangat sangat kencang. Kont01 Farid tak terkendali. Tapi budenya sudah menutup peluang...kembali merapikan dasternya.

”Nah percaya kan. Wong bude sudah tua kok. Sudah mandi sana, nggak usah merasa bersalah ya Rid, memang kamu nggak sengaja kok, nemanin bude ngobrol, daster bude saja yang lengannya kelebaran, jadinya kamu serba salah. Sana mandi.”
“I…iya bude..tapi benar kok,bude masih cantik hehehe.”
”hush...kamu ini, cepat mandi sudah siang.”

Sementara Farid ke kamarnya, budenya hanya nyengir sambil menggelengkan kepala, ada – ada saja anak itu pikirnya. Apa yang membuat dia tertarik sama budenya yang sudah tua ini. Dia lalu ingat, suaminya pernah berkata sambil lalu sewaktu di kamar, di awal Farid baru tinggal sama mereka. Kata suaminya...Sri, kamu sebaiknya mengganti model dastermu, nggak enak ada si farid, diakan sudah besar, takutnya gimana gitu, sungkan sama kamu. Tapi Sri menjawab, nggak kenapa, toh Farid keponakannya, lagian dia ogah ganti model daster, sudah lama menyenangi dan nyaman memakai model begini, adem dan lebih sejuk, dapat angin banyak. Suaminya akhirnya mendiamkan saja dan tak membahas lagi, apalagi suaminya juga tak pernah melihat mata Farid jelajatan. Terus ia berpikir kembali, kalau sekarang murni si Farid nggak sengaja, sulit bagi anak itu mengobrol tanpa melihat....salahku yang lebih besar pikir Sri lagi meneruskan kesibukannya memasak.

Farid masuk kamarnya, sebenarnya dia bisa saja nekad tadi, tapi belum yakin dengan reaksi budenya, dia juga yakin tadi kalau budenya sebenarnya bermaksud ngomong pakdenya bekerja terlalu giat sampai berpengaruh pada daya seksualitasnya, mengakibatkan stress dan lelah, salah satu faktor penyebab ejakulasi dini. Tapi paling nggak Farid akhirnya bisa dapat melihat tetek budenya, bahkan budenya secara sukarela memperlihatkannya, mulai ada peluang pikir Farid. Ia pun segera mandi, tentu saja sebelumnya ia ber onani ra, melepaskan desakan pada kont01nya. Siangnya budenya memanggilnya untuk makan, budenya bahkan masih memakai daster itu, walau sudah tahu tadi Farid melihat dengan mata melotot isi di balik lengan dasternya. Nampaknya mmang budenya serius hanya menganggap itu suatu hal yang tak disengaja dan tak kuasa dihindarkan. Farid makan dengan sedikit rada canggung. Budenya bersikap netral. Selesai makan budenya bilang mau istirahat sebentar, Farid membawa piring kotor dan mencucinya. Setelah selesai ia mengunci pintu depan, maklum siang begini sepi, takut ada maling, sering kejadian...juga Farid punya agenda lain. Tak lama ia mengetuk pintu kamar budenya. Budenya menyuruhnya masuk Nampak budenya lagi tiduran telentang, Farid duduk di pinggir ranjang. Farid memasang muka menyesal, sambil memijat kaki budenya. Budenya tak melarang, karena memang suka meminta Farid memijat betisnya kalau lagi pegal. Bahkan budenya senang karena saat ini Farid memijat kakinya tanpa ia minta.

”Eh..anu..bude..”
”Kenapa Rid...kok kayak orang nggak enak hati gitu sih. Kenapa..? Ngomong saja..”
”I..itu..tadi...Farid masih merasa bersalah, sudah melihat eh itu tuh...menyesal sekali.”
”Ah...sudahlah...kan kamu tadi sudah jujur menerangkan, memang tak kuasa untuk tak melihat. Bude juga punya andil, daster bude memang modelnya begitu.”
”I..iya..Farid benar – benar minta maaf.”
”Sudahlah Rid, tak masalah. Bude tak marah kok. Lagian apa sih yang menarik dari bude.”

Farid sengaja diam, menggantung suasana. Ia masih asik memijit betis mulus budenya, memijatnya seenak mungkin, bahkan kini sudah sampai sendi lutut budenya. Farid kembali bicara.

”Kalau Farid boleh terus terang, bude nggak marah kan...?”
”Ya nggaklah Rid. Ngomong saja. Mau ngomong sama bude saja kok pakai ijin segala.”
”I..iya...anu bude, sebenarnya bude memang menarik kok..eh..maaf ya bude, buktinya saat tadi Farid tak sengaja melihat, Farid..eh a..anu...jadi bangun...itu kan membuktikan bude menarik. Eh pahanya mau dipijat sekalian bude ?”
”A..apa Rid...ya...ya pijat saja sekalian.”

Farid lalu agak menaikkan daster budenya, mulai memijat paha montok budenya yang putih bersih. Budenya sendiri sedang memikirkan kata – kata keponakannya ini, makanya tadi agak kaget waktu Farid bertanya soal memijat pahanya. Pikir budenya...kayaknya si Farid lagi merayunya. Iyalah, budenya juga nggak bego – bego amat. Budenya kembali berpikir, memang belakangan ia banyak kecewa. Suaminya, Harno, memang baik dan sayang sama dia. Tapi belakangan ini setiap berhubungan seks selalu saja begitu masalahnya. Baru juga nempel atau goyang sebentar sudah keluar, tak seperti dulu, sangat memuaskan. Ibarat hidangan, makanan pembuka alias rangsangannya bagus, mampu membangkitkan selera, masuk ke hidangan utama...buruk, Hidangan penutup ? Apalagi, hidangan utamanya saja tak memuaskan. Sedikit banyak Sri terganggu juga. Tak bisa lagi menuntaskan gairahnya. Lalu keponakannya ini, nampak sekali sedang berusaha meraih sesuatu, Sri pernah membaca di majalah, memang ada anak muda yang tergila – gila pada wanita dewasa atau paruhbaya, bukan berarti mereka tak suka wanita seusianya, apakah Farid keponakannya ini termasuk salah satunya, tentunya di sini Sri memikirkan tanpa melibatkan masalah hubungan kekeluargaan, murni dari sisi personal. Sri lama menimbang. Dan keponakannya itu juga menarik, tinggi, tegap dan lumayan imut. Jujurnya dia memang belakangan jadi sering sakit kepala, hasrat yang tak tuntas membuatnya mudah uring – uringan, gelisah, pusing. Maafkan aku msa Harno, bukannya aku berkhianat, tapi kalau kau tak tahu, toh tak akan jadi masalah, lagian aku bukannya mencari lelaki asing sama sekali. Kalau sama Farid, terus terang saja Sri bisa mempertimbangkannya sebagai opsi untuk menuntaskan masalahnya belakangan ini. Baiklah Sri membulatkan tekad. Farid, kamu sudah melepas umpan, kini bude akan menangkapnya, tapi bude akan bersenang – senang sedikit, ngerjain kamu.

”Eh...tadi kamu bilang apa Rid ? Apanya yang bangun..? Bude nggak paham..?”
“A..anu..ah nggak deh bude, malu aku…”
“Sudah ngomong saja…eh sekalian pantat bude kamu pijit, belakangan sering pegal. Pijitan kamu enak dan berasa.”
”I..iya bude..eh bude yakin mau tahu apa yang bangun.”
”Iya...apaan sih..?”
”Itu...eh anu Farid..eh kont01 Farid...maaf ngomongnya kasar.”
”Oh itu...nggaklah nggak kasar kok ngomongnya, memang namanya kont01 kan. Eh, kurang berasa pijitannya, kamu angkat saja daster bude...ndak kenapa.”

Bersambung . . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Biar lambat asal nikmat - 5"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald