Semalam bersama Lina - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Saat usia TK, aku pernah memergoki kedua orang tuaku 'menunaikan' tugas' rumah tangga, karena tempat tidurku hanya terpisah oleh kain gorden dengan kedua orang tuaku.

Pada usia SD, hobby mengintip orang mandi telah membakar otakku untuk lebih 'encer'. Sampai kemudian sejak SMP pelajaran 'mempermainkan jari' telahku lampaui dengan penuh keberanian dan kenekadan setiap kunaiki kendaraan umum, gara-gara hobby baruku nonton bokep.

Baru usia SMA, seorang teman menertawakan ketololanku karena belum pernah melakukan onani dan hanya mengandalkan mimpi basah. Sementara adik-adik kelas antri untuk menjadi mangsaku (mengingat saat itu aku aktif sebagai ketua OSIS).

Dan akhirnya keperkasaanku terjajal setelah lulus SMA. Ketika sekolah di Selandia dan Belanda, pengalamanku bertambah sedikit demi sedikit sampai akhirnya menjadi co-pilot dan ber-advontur di pelosok negri.

Salah satu kisahnya adalah berikut ini:

Ini adalah kali ke lima aku mendapat schedule 5 hari Ambon-Ternate.
Kali ini capt. Frank yang hobby bobok masih menjadi bosku, didampingi seorang pramugari montok bernama Yuni dan pramugara gebleg bernama Ardi.

Seperti biasa hari pertama adalah hari perkenalan antar crew.
Capt. Frank orangnya gempal tapi funky, terkenal jago 'cari' cewe kepulauan di kalangan senior.
Ardi seorang pramugara senior yang gak kalah gila dengan para captain 'girang'.
Yuni pramugari senior berwajah manis bertubuh montok karena pakai spiral sebagai pengaman kalo terjadi 'insiden'.
Sementara aku hanyalah ampas bila dibandingkan mereka bertiga pada saat itu.

Malam kedua sehabis last landing, om Frank kutemui sedang ngobrol dengan petugas restaurant hotel Ambon Manise, sembari menunggu ketiga anak buahnya makan malam bersama. Lima menit kemudian kedua rekan lainnya menyusul kami.
Kami dinner diselingi gelak tawa sembari ngobrol tentang pengalaman-pengalaman adult selama tugas terbang, sementara aku cuma menjadi pendengar yang 'memendam' perasaan.

Demikian juga schedule hari ketiga.
Pada malam keempat nampak kejenuhan mulai menggelitik kami berempat. Namun nampaknya si captain dan sang pramugara telah memiliki jam terbang cukup banyak untuk menyelesaikan masalah mereka masing-masing.
Yuni nampaknya juga tak berminat untuk merasakan kegerahan mereka
berdua, hal ini nampak sekali karena selama tiga hari ini Yuni lebih lengket
padaku, maklum doski mending milih sasaran yang lebih 'empuk' kalo terpaksa.
Hal ini diperkuat ketika pada malam terakhir (ke 5) Yuni semakin berani mencari kesempatan ngobrol berdua denganku. Memang aku nggak good looking amat, cuman kalo itil udah gatel, apa mau
di kata. Begitulah kira-kira opininya di satu kesempatan kami berdua.

Malam itu, pukul tujuh, Yuni menelepon katanya pengin ngobrol. Kucari berbagai dalih agar itu tak terjadi. Yuni memanggilku ke kamarnya, biar lebih enak ngobrolnya karena aku gak mau dimasukin ke daftar gosipnya (prisipku: sex ok - stewardesses no) aku tantangin biar dia ke kamarku.
Eh dasar udah kebelet kali, Yuni menyambut tantanganku, setelah menutup telepon, doski mengetuk pintu kamarku.
Sekarang aku yang panik, Yuni masuk kamarku dengan daster mini. Kakinya mulus berbentuk indah, kemontokannya memang tak bisa disangkal.
Tergoda juga sih, but prinsip is prinsip. Bagiku tinggal sontok dan tanpa tawar lagi. Namun keberuntungan masih di pihakku, telepon berdering. Ternyata co-pil dari pesawat lain yang ternyata temenku, juga nge-RON (Rest Over Night) ditempat yang sama. Namanya Hari.

"Jul....lagi ngapain lu?"
"Bengong....kenapa?"
"Bantuin gue dong !"
"Bantuin ? Emang kenapa?" lalu si Hari cerita, katanya dia pas jalan-jalan kenalan sama tiga ABG
setempat, manis-manis, tapi Hari kewalahan mengaturnya. Hari kemudian minta bantuanku untuk menemaninya.
"Thanks god..." batinku. Karena aku akhirnya punya alasan cabut dari terkaman macan, dan dengan sedikit 'speak nabi', aku terlepas dari cengkraman Yuni, yang kemudian kembali ke kamarnya dengan muka di tekuk.

Namun membantu tak teman tak selamanya berjalan mulus. Singkat cerita, kami (aku & Hari) berhasil di kadalin sama tuh tiga ABG lokal Ambon, tapi aku tak terlalu sekecewa hari yang telah bermimpi sebelum tidur.

Kembali ke hotel ku telepon Yuni, namun dengan suara malas Yuni mema'afkanku telah meninggalkannya dalam keadaan horny tadi. Yah, padahal aku udah sedikit berubah pikiran sebenarnya.

Kututup telepon, kuturun kebawah hotel, dimana ada bar dan karaoke di sana. Kupikir ada baiknya melepaskan ketegangan, karena besok hari terakhir di Ambon (setelah itu aku belum pernah ke ambon lagi hingga sekarang Ambon dilanda tragedi).

Di tempat karaoke, aku datangi bartender yang juga merangkap petugas hotel. Namanya Alex dan kami biasa bertukar cerita tentang kehidupan malam.

Menjelang jam dua belas, sudah empat lagu kunyanyikan bergantian dengan pengunjung lainnya. Jam satu, karaoke akan tutup. Karena bir, rasa kantukku terlanjur lenyap. Jam setengah satu Alex mengahampiriku,
"Jul"
"Da-pa lex?"
"Liat cewe sebelah kananmu, tempat duduk paling ujung !"
"Iya, kenapa lex?" tanyaku setelah melihat seorang wanita bertubuh sintal, berbaju rapi bercelana jeans ketat.

"Katanya, dia tertarik kaos kamu, dia nanya itu kaos Joger apa bukan..." emang kebetulan, aku memakai kaos Joger hijau tua bertuliskan : "ma'af anu saya cuma 'L' "
"Cakep nggak lex? dari sini terlalu gelap" Alex hanya mengankat dua jempolnya.
"Kamu kenal lex?"
"Dia sering kemari jul..., katanya baru sekali liat kamu, kalo boleh kaosmu mau dia beli, katanya kaos Joger cuma ada di Bali...."
"Lah, ntar gua pake apa lex ?"
Alex diam menunggu reaksiku.
"Trus bilang apalagi lex ?"
"Dia nanyain nama kamu sama asalmu.....katanya mukamu seperti orang jawa.."
"Kamu kasih tau aku kerja dimana?"
"Beta bilang aku belum kenal juga jul..."
"Ok...kali ini mau tolongin aku gak lex?"
"Pasti jul, asal jangan lupa temen aja..., apa yang beta bisa bantu?"
"Tolong kasih nomor kamarku ke dia, suruh dia ambil sendiri kaosnya dikamarku, gak usah bayar..."

"Ok bos.!"
"Dan...."
"Ada lagi..?"
"Kasih aja nama asliku, tapi bilangin kalo aku gigolo dari jawa"
"Udah..?"
"Udah itu aja, sekarang aku mau ke kamar dulu, persiapan...." Alex nyengir, tapi dia paham luar kepala akan maksudku.
Setelah meyelipkan beberapa lembar uang tip dan membayar bir, aku kembali ke kamar.

Tiba di kamar, semua perabot yang berhubungan dengan profesiku kumasukkan ke dalam lemari, dari sepatu, koper, topi, dasi, ID...pokoknya ruangan kurapikan dengan kilat agar terkesan aku sedang berlibur di Ambon.

Dan dugaanku benar, telepon berdering. Setelah kuangkat terdengar suara merdu seorang wanita... (kalo malem suara wanita ga'ada yang jelek pokoknya... heh... heh...)
"Kaosnya udah dibungkus dik..?"
"Eh...udah mbak...kirain ga beneran..." jawabku menangkap isyaratnya..
"Kamar 306 kan?"
"Betul mbak.."
"Saya ke sana?"
"Saya tunggu mbak..."
"krekk!" telepon ditutup.

Dag-dig-dug juga aku nunggu saking tegangnya...

Sengaja kubuka pintu sedikit, tak sampai 2 menit, pintu kamarku terbuka dengan pelan. Nampak seraut wajah cantik melongok kamarku.
"306?"
"Masuk aja mbak..."
Wanita cantik berumur sekitar 28 itu masuk. Rambutnya dipotong sagy, lurus hitam sepundak, matanya sendu sedikit kubil, hidungnya bangir, mulutnya mungil indah, lehernya jenjang, kulitnya putih, dadanya nampak penuh, sekitar 36 B.
Tubuhnya busyet dah pokoknya.
Pinggangnya ramping, kakinya indah...

Sejenak aku tercekat, ada sedikit sesal akan membohongi manusia secantik ini, ada juga remang dibagian belakang leherku.
"Jangan-jangan bukan manusia..." pikirku
"Halo...?", suaranya menyadarkanku
"Eh...ng...iya mbak...ini......." jawabku agak parau sambil menunjuk kearah bungkusan kaos Joger.
"Kepalang tanggung" begitu pikirku pada akhirnya.
"Nova..."
"Lina..."
Tangan lembutnya menyambut tanganku yang mendingin.
"Duduk dulu mbak.." kataku sok santai sambil melangkah ke arah kamar mandi.
Di kamar mandi aku menenangkan diri, kutarik napas dalam-dalam.
"Sabar jul..." begitulah kira-kira kata hatiku.
Sekitar dua menit kemudian darahku sudah mengalir lebih tenang. Ketika keluar dari kamar mandi, Lina sedang menelepon.
Lina menoleh, menutup telepon dan tersenyum.
"Siapa lin?"
"Ngga ada suara, telepon kaleng kali"
Aku tersenyum kecut, "wah pasti si yuni" pikirku.
"Udah makan?"
Lina mengangguk.
Kuambil dua kaleng green sand dari kulkas kecil, dan kusodorkan rokok A mild menthol.
Lina mengambil sebatang rokok, dan langsung menyalakannya.

Bersambung . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Semalam bersama Lina - 1"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald