Lika-liku kehidupanku - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Sudah 3 bulan Dewa bekerja sebagai guru piano. Sebuah keahlian yang dia dapat ketika SMA dulu saat ayahnya masih ada. Dengan keahlian itu dia berusaha menyambung hidup, dan kalau bisa menjadi pianis profesional.

Dalam dinginnya AC ruangan kantor, Dewa menghitung uang yang tersisa untuk bulan ini."Uhh, Tinggal 50 ribu, padahal gajian masih 1 minggu lagi," gumannya sambil memasukkan kembali dompetnya ke saku celana. Kini dia hanya mempunyai 3 murid SD sebagai anak didiknya. Sebuah jumlah yang sangat sedikit.

"Saya harus mendapat tambahan satu orang murid lagi," Dewa beringsut berdiri menuju pelataran kantor. Dia ingin menghabiskan sisa rokoknya yang disimpan tadi, ketika terdengar seseorang menyebut namanya.

"Maaf, Bu. Bisakah saya bertemu dengan Bapak Dewa..?" Dewa menoleh, dilihatnya seorang wanitamuda bertanya kepada sekretaris kantor.

"Ya, saya sendiri," Dewa berjalan mendekati wanita tersebut sambil memasukkan kembali rokoknya.Dilihatnya seorang wanita cantik berumur sama dengan dirinya sekitar 24 tahun. Tinggi 170 cm dan perut yang ramping.

"Saya Dewa, ada yang bisa saya bantu?" diulurkan tangannya.
"Wah kebetulan, saya Wedi, dan saya berniat untuk mengambil les piano pada Bapak."
"Panggil saja saya Dewa, mari ke ruang tamu. Kita akan membicarakan jadwal latihan dan jenis latihan yang ingin anda pelajari," Dewa sungguh bersyukur akan hari itu, kini dia tidak terlalu khawatir akan uang makan sampai akhir bulan. Jika sudah rejeki tidak akan kemana, begitu hatinya berkata. Tanpa disadarinya itulah awal dari perubahan seluruh hidupnya.

MINGGU, 23 MARET 1997

Dewa berada di depan rumah Wedi, hari itu jam 3 sore, ini hari pertama dia akan mengajari Wedi berpiano. Tiada lain niatnya selain memberikan semua ilmu pianonya dan semoga dari pembicaraan Wedi dengan teman-temannya, maka anak didiknya akan bertambah.

Diketuknya pintu rumah, sebuah rumah yang sangat besar dan mewah. "Rumah ini lebih bagus daripada rumahku yang dulu, tapi nggak beda jauh lah.." guman Dewa mengenang masa saat ayahnya masih ada. Tak berapa lama terdengar suara kunci diputar dan pintu dibuka.

"Selamat sore Dewa, mari silakan masuk..!" Wedi memberikan jalan bagi Dewa untuk lewat, lalu dia menutup pintunya kembali.
"Mau minum dulu, atau langsung berlatih..?" tanya Wedi sambil mengunci kembali pintu rumah.
"Langsung aja yuk.!" jawab Dewa yang merasa tidak haus.
Mereka lalu menuju meja piano yang ada di ruang tengah. Dewa membuka cover piano, lalu duduk di kursi piano sambil beringsut memberi tempat pada Wedi.

"Ayo kita mulai.!" kata Dewa, sambil menjelaskan nada-nada yang terdengar dari tuts yang dipijitnya. Setelah berapa lama lalu dia mempersilakan Wedi untuk mencobanya. Terlihat raut ragu di wajah Wedi, lalu dia mencobanya. Terdengar nada-nada yang sangat tak beraturan. Derai tawa segera mengalir dari bibir mereka.

"Tidak apa-apa..! Ini saya tunjukkan lagi..!" Dewa lalu menunjukkan kembali nada-nada yang tadidiperdengarkannya. Tapi bukannya mendengarkan, dia malah memperhatikan wajah Dewa. Sepertinya dia tidak dapat konsentrasi pada pelajaran dari Dewa.

"Kamu ingin saya memainkan sebuah lagu..?" itu jurus yang biasa Dewa lakukan jika anak didiknya tidak konsentrasi. Dewa akan memamerkan keahliannya agar anak didiknya jadi semangat berlatih. Bukannya menjawab Wedi malah menyenderkan kepalanya ke bahu Dewa. Tiba-tiba dia berkata, "Eh tunggu dulu ya..!"

Wedi masuk ke dalam kamar, tak lama dia keluar. Kali ini dia telah memakai gaun tidur yang sangat tipis. Gugup Dewa melihat pemandangan di depannya, lalu dia berkata, "Maaf Wedi, saya datang ke sini untuk mengajar, saya sangat butuh pekerjaan ini, jangan permainkan saya..! Saya tidak tahu apa yang anda mau.!" Dewa tidak tahu harus berpikir apa, ingin pergi dari situtapi dia sangat butuh uang saat ini. Jika tetap di situ berarti dia melanggar cita-citanya untuk menjadi pianis profesional.

"Saya tidak butuh les piano..!" tiba-tiba Wedi berteriak.
"Saya tahu kamu butuh uang, kupikir kamu tahu apa yang saya butuhkan. Jadi kalau kamu bisa beri apa yang saya butuhkan, maka saya akan beri yang kamu butuhkan.!" kata Wedi lebih lembut dari sebelumnya.
"Tapi kenapa aku?" tanya Dewa.

"Karena kamu butuh uaanngg..!" Wedi berteriak lagi karena sebal dengan penolakan Dewa. Mata Dewa mulai berkaca, merasa betapa harga dirinya begitu rendah. Wedi berkata benar, dia memang butuh uang itu, Dewa makin merasa harga dirinya hancur.

"Oke Wed, tapi aku ingin uang les satu bulan kamu bayar malam ini juga.." sambil berkata itu, menetes air mata Dewa. Bukannya iba melihat sedihnya Dewa, Wedi malah tersenyum.
"Oke.." jawab Wedi sambil berlari riang menuju Dewa dan menariknya menuju kamar tidur.
"Kamu tidur di situ ya..!" pinta Wedi menunjuk tempat tidur sambil memberi senyum termanis yang dia punya.
"Ugh, manisnya senyum itu andai saja dia tak bersuami dan kami sudah kenal lama." Dewa beringsut mengikuti permintaan Wedi.

Dewa kemudian naik ke atas ranjang, dan merebahkan kepalanya di sandaran ranjang. Wedi kemudian mengikuti naik ke ranjang, sambil tangannya mendorong perlahan tubuh Dewa untuk bergeser sedikit. Lalu Wedi berlutut tegak di samping Dewa, memandang mata Dewa lekat-lekat masih dengan senyum termanis. Kemudian secara perlahan-lahan dia mengambil ujung bawah baju tidurnya. Ops.. Wedi terlupa sesuatu.. buru-buru dia turun ranjang dulu, menuju ke buffet yang ada componya, dia pilih salah satu CD lalu diputarnya. Mengalun sebuah lagu romantis dari Lionel Richie.

Dia kembali lagi ke samping Dewa, berlutut di atas ranjang sambil melenggok menari mengikuti irama lagu. Tangannya balik lagi memegang ujung bawah gaun tidurnya dan mulai memilin sedikit-sedikit, lalu menarik perlahan ke atas. Gaun bawahnya mulai naik setinggi bawah selangkangannya. Dewa diam terpaku melihatnya, seumur hidup Dewa tidak pernah berpacaran, apalagi melihat bagian dalam tubuh wanita. Dewa merasa degup jantungnya berdetak kencang, dan dia mulai terangsang. Wedi lalu melanjutkan tariannya. Tak berapa lama muncul celana dalamnya yang transparan dan dan membungkus ketat kemaluannya. Warnanya hitam, ada merahnya sedikit persis di tengah dekat bawah pusarnya, ada satu bunga merah kecil.

Bulu kemaluannya terlihat. Belahan vaginanya tercetak dalam bungkusan CD halus itu yang mengikuti bentuk bibir vaginanya. Dewa merasakan kemaluannya mulai bergerak, terasa penisnya mulai menggemuk, dia sudah terangsang dengan semua yang dilihatnya. Tangannya terlihat mencoba menggapai belahan itu.

"Hmm, tunggu dulu," Wedi melarang Dewa melakukannya. Wedi lalu menarik gaun tidurnya makin ke atas. Menarik bajunya, semakin jelas tubuh putihnya terlihat. Payudaranya masih tertutup BH, tapi terlihat putih dan kencang dan saat bajunya telah melewati kepala, Wedi langsung membuangnya. Tangannya kembali turun lagi yang membuat payudaranya terlihat dan berbentuksemakin menonjol saja. Kemudian Wedi menggeser posisinya, kali ini dia mengangkangi Dewa. Belahan vaginanya makin jelas terpampang di mata Dewa. Saking dekatnya terkadang vagina Wedi menyentuh hidung Dewa. Tercium wangi harum vagina Wedi membuat Dewa tidak mampu lagi menahan sakit penisnya yang ereksinya tertahan oleh celana jeans-nya.

"Mari saya buka.!" Wedi sepertinya melihat hal itu, lalu sambil tetap menyuruh Dewa diam. Dia mulai membuka seluruh kain yang menempel di badan Dewa. Kini Dewa telanjang bulat. Penisnya sudah ereksi penuh dan tegak menunjuk pada Wedi. Wedi tersenyum melihatnya.

Wedi berdiri dan dengan perlahan-lahan melepaskan kaitan BH di punggungnya. Dijatuhkannya tali BH dari samping sehingga Dewa bisa melihat putih dan bulatnya buah dada Wedi. Dewa mengamati puting susu Wedi yang lingkarannya cukup besar dan berwarna coklat kemerahan, sangat kontras dengan tubuhnya yang putih mulus.

Kemudian Wedi membalikkan badan dan membungkuk. Perlahan-lahan dia menurunkan celana dalamnya sehingga Dewa dapat melihat vagina Wedi dari belakang. Vagina itu berwarna merah muda dengan bibir vaginanya agak kehitaman. Wedi membuka kemaluannya lebar-lebar, dan membuka bibir kemaluannya sehingga Dewa dapat melihat jelas bagian dalam vaginanya yang berwarna merah mudadan basah.

Wedi sudah sangat terangsang dan vaginanya sudah sangat basah. Dia masukkan satu jari ke dalamnya dan setelah itu mulai bermasturbasi di depan Dewa. Dalam posisi mengangkang dengan pahanya terbuka lebar, harum liang kewanitaannya langsung tercium. Wedi menyentuh belahan liang kewanitaan dengan ujung tangannya. Lalu tangan satunya lagi menyentuh klitoris. Lalu perlahan-lahan dia menggosok-gosok kedua bagian itu.

Dengan pantat sedikit terangkat, dia terus bermasturbasi dan membuka kakinya lebar-lebar. Setelah kurang dari tiga menit Wedi mendapati dirinya orgasme dan menyemprotkan cairan bening ke tubuh Dewa.

"Sepertinya sekarang giliran kamu ya Wa..?!" kata Wedi sambil berganti posisi dan sekarang berjongkok di atas pinggang Dewa. Demi melihat penis Dewa yang penuh, diusapnya penis itu. Lalu dia mendekat ke dada Dewa, diciumnya puting Dewa. Perlahan-lahan lidahnya mengusap permukaan puting Dewa. Dewa menggelinjang kegelian, tangannya memegang kepala Wedi. Wedi menurunkan kepalanya, menjilati perut dan semakin turun. Dewa makin kegelian ketika hembusan nafas Wedimenyentuh bulu-bulu kemaluannya. Bibir Wedi mulai menyentuh ujung penisnya, dan bergerak terus melingkar mengulum seluruh permukaan kepala penisnya. Sensasi luar biasa membuat pantat Dewa sedikit terangkat. Hangat terasa menutupi sekujur penis Dewa ketika lidah Wedi terus menjilati permukaan kulit penis.

Dan saat jepitan erat bibir Wedi ini semakin turun ke arah bulu-bulu kemaluannya. Penis Dewa semakin berdenyut. Ujung penisnya menyentuh daging halus dan lembut langit-langit tenggorokan Wedi. Lalu perlahan-lahan Wedi mulai menaik-turunkan kepalanya mengulum kemaluan Dewa, sambil sekali-sekali menggunakan giginya untuk menyentuh penis Dewa. Hal ini membuat Dewa meringis kenikmatan. Dia memegang kepala Wedi untuk membantu dan mempercepat gerakan kepala Wedi.

Lalu tak lama berselang, "Cret.. cret.. cret.. cret.. cret.." beberapa kali Dewa mengeluarkan maninya. Dewa melakukannya sambil memajukan pantatnya dan menekan kepala Wedi ke selangkangannya. Hal ini membuat Wedi harus menerima semua air mani yang dikeluarkan Dewa.Ditelan seluruh air mani Dewa tanpa disisakan setetes pun.

Wedi sambil tersenyum manis rebah telentang dengan posisi setengah mengangkang mempertontonkan seluruh anggota tubuhnya ke arah Dewa. Kedua buah dadanya yang ternyata memang sangat besar terlihat masih begitu kencang, sama sekali tidak kendor, membentuk bulatan indah bak buah semangka. Kedua puting payudaranya yang kecil berwarna coklat kemerahan mengacung ke atas seolah menantang. Begitu pula perutnya masih terlihat ramping dan seksi tanpa lipatan lemak.

"Uoogh.." tanpa terasa mulut Dewa mendesah takjub menyaksikan keindahan bukit kemaluannya yang besar. Seumur hidupnya baru kali ini dia menyaksikan alat kemaluan wanita. Belahan bibir kemaluannya yang sangat putih mulus walau sedikit kecoklatan terlihat sangat tebal membentuk sebuah bukit kecil. Bibir luarnya masih terbuka seakan memanggil-manggil Dewa untuk kembali menikmati.

Melihat hal itu, membuat penis Dewa tetap tegang. Dia ingin sekali memasukkan kemaluannya ke lubang vagina yang ada di depannya, merasakan jepitan dan pijitannya. Jelas sekali Dewa melihat vagina itu berdenyut-denyut. "Terbayang betapa nikmatnya jika penisku bisa masuk ke situ," guman Dewa dalam hatinya. Tapi dia tak tahu batas permainan Wedi. Apakah sebatas mencapai orgasme atau bisa sampai coitus total. Dewa tetap diam saja sambil menikmati pemandangan yang baru pertama kali dia lihat itu.

Keberanian Dewa mulai timbul ketika dilihatnya Wedi tersenyum padanya, dan membuka kakinya lebih lebar. Terlihat bagian dalam vagina yang merah dan basah. Dewa mendekat ke arah bukit itu pelan-pelan sekali sambil memperhatikan reaksi Wedi. Terlihat Wedi diam saja, bahkan tangannya terlihat menyambut kedatangan kepala Dewa. Seperti mendapat ijin, Dewa mencium lembut bibir kemaluan itu, dijilati ujungnya, dan diputar-putarkan lidahnya. Terkadang dimasukkan lidahnya ke dalam rongga vagina hingga membuat rongga itu semakin berdenyut-denyut. Hal ini membuat nafsu Dewa semakin memuncak untuk merasakan pijitannya. Dewa lalu menaikkan badannya. Wajahnya mendekati wajah Wedi, dilihatnya wanita itu tersenyum.

"Wed, bolehkan aku melakukannya?" tanya Dewa.
Wedi mengangguk sambil membelai lembut rambut Dewa dan menggigit bibirnya sendiri.

Mereka berdua secara bersamaan melenguh nikmat saat kulit tubuh mereka saling bersentuhan dan akhirnya merapat dalam kemesraan. Batang penis Dewa yang berdiri tegak seakan kena setrum saat menyentuh bukit kemaluan Wedi yang halus dan sangat empuk. Bukit kemaluan Wedi memang relatif montok dan besar.

Perlahan Dewa membuka kedua belah paha Wedi. Vaginanya terlihat membuka dan makin menggoda. Dengan lembut Dewa menyentuhkan dan menyelipkan penisnya ke dalam bibir kemaluan Wedi yang basah. Dewa berhenti sejenak ketika kepala penisnya masuk 1/4. Dia memejamkan matanya menahan nikmatnya perasaan saat itu. Perasaan luar biasa ketika kepala penisnya menggesek bibir minoravagina Wedi. Wedi mungkin mengira seluruh batang penis itu ingin memasuki liang vaginanya, karena begitu kepala penis menyelip di antara bibir kemaluannya terlihat ia membuka kedua pahanya lebar-lebar. Dewa merasa betapa begitu halus kulit kedua belah pahanya yang langsung mengapit pinggangnya lembut.

"Lagi Wa, masukin lagi..!" Wedi merengek ketika mengetahui Dewa menahan gerakannya.
Dewa yang masih baru dalam bercinta mengikuti permintaan itu, dia terus menekan penisnya lebih dalam perlahan-lahan sampai akhirnya semuanya masuk.

"Ouugghh..!" Dewa melenguh ketika pangkal penisnya menyentuh lubang kewanitaan Wedi. Terasa seluruh penisnya digenggam erat oleh vagina Wedi. Ujung penisnya seperti menyentuh kain-kain basah yang lembut di ujung sana. Dewa lalu memajumundurkan pantatnya. Dia menarik sampai sekitar 50 persen panjangnya, lalu menekan lagi hingga masuk semuanya. Dewa terus melakukan itu, sekarang dia mulai berani mengocok agak keras cepat.

Tiba-tiba, "Oougghh.. oh.. oh.. oh.. oh.." Wedi menjerit-jerit.
Dewa mengisi ruang baru yang tak tersentuh sebelumnya. Sangat terasa sumpalannya, kokoh, kuat, bertenaga. Fantastis! Hampir semua permukaan penis Dewa yang panjang itu bagai membelai seluruh permukaan dalam vaginanya.

"Ough.. terus Wa..!" Wedi menggelepar-gelepar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lubang vagina Wedi semakin basah, dan meremas-remas batang kemaluan Dewa. "Uhh.. hu.. hu.. huu.." terdengar suara Wedi seperti merintih, menahan nikmatnya sodokan penis Dewa. Wedi makin membuka kakinya. Ditariknya kakinya ke atas, sehingga lututnya menyentuh dadanya. Hal ini membuat Dewa makin leluasa memasukkan penisnya.

"Waa.. udah Waa.. aku udah dapat.!" teriak Wedi ketika merasakan orgasme, rongga kewanitaannya menjadi lebih berdenyut, seperti menggigit lembut penis Dewa. Wedi menaikkan pantatnya agar penis Dewa makin dalam mengisi vaginanya.

"Ouughh.. Wa.. hiks.. hiks.. hu.. hu.." Wedi kembali merintih kenikmatan. Kedua tangannyameremas-remas pundak Dewa. Pada saat Wedi mencapai orgasme. Dewa tiba-tiba merenggut pantat Wedi, mencengkeramnya. Dihentak-hentakkan pantatnya ke bawah. Hal ini membuat gesekan antara penis dan rongga vagina makin cepat. Dewa terus melakukannya hingga pada hentakan terakhirditekannya pantat lama sekali ke bawah.

Tiba-tiba Wedi merasakan senjata Dewa semakin besar, dan Dewa memdesis desis dan berteriak. Vagina Wedi terasa semakin penuh, Dewa mencapai orgasmenya. Dibarengi dengan semburan cairan kewanitaan Wedi tanda pengakuan akan kenikmatan yang diberikan Dewa. "Seerr.." Wedi merasakan ada tembakan hangat di dalam rahimnya. Lembut dan mesra. Semprotannya kencang sekali danberkali-kali. Kira-kira tujuh atau delapan tembakan, badan Dewa mengejang, dan lalu lemas, lunglai, jatuh ke depan, menindih Wedi. Dia mencium bibir Wedi dan mengucapkan terima kasih. Wedi mencium balik. Mereka berpagutan beberapa saat. Tubuh mereka berkeringat, basah sekali.

Bersambung ... . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Lika-liku kehidupanku - 1"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald