Sebuah Tantangan - 6

0 comments

Temukan kami di Facebook
"Kok lama?" tanya JJ.
"Ngantrinya yang lama" jawabku pendek sambil meneguk Coca Cola yang sudah tidak dingin lagi.
"Gimana? Masih mau lagi? Kalo begini semalam bisa terima order lebih dari 5 kali nih, udah banyak yang menanyakan kamu tadi" kata JJ, tentu saja mereka semua tahu siapa si JJ, dan gadis yang bersamanya pasti adalah para anak buahnya.
"Satu dua lagi boleh juga sih" jawabku kepalang tanggung, malam ini aku benar benar di obral seperti pelacur jalanan.
"Kalau gitu tunggu disini aku carikan lagi yang tadi udah minta" jawabnya seraya meninggalkanku.

Kulihat Yudi dan Yeni sedang jojing di floor, seorang laki laki mendekatiku, mencoba bersikap akrab meski aku tak pernah melihatnya sebelumnya. Sebenarnya bisa diduga maunya tapi aku pura pura nggak tahu, nggak enak rasanya kalau cari tamu tanpa setahu JJ karena dialah yang memiliki aku malam ini.

"Aku tadi lihat kamu keluar dari toilet" katanya, tapi aku cuek saja.
"Emang kenapa?" jawabku, untunglah Yudi datang, tanpa Yeni, melihat kedatangannya laki laki tadi langsung mundur teratur.
"Mana Yeni?" tanyaku.
"Tuh ngelanjutin turun sama temannya" katanya sambil menunjuk ke floor, tapi tak terlihat dia disana.

JJ datang dan mengajakku ke tempat lain, tempat itu begitu ramai hingga untuk jalan saja susah, terpaksa aku harus merelakan buah tersenggol sana sini.

Kami menemui seorang anak muda cina di dekat DJ, dia sedang bersama temannya, kelihatannya sedang ON. Bergandengan tangan melintasi dance floor, kami menuju ke toilet seperti tadi, ternyata banyak orang sedang menunggu entah apa yang ditunggu.

"Kita ke VIP saja, kalau ngantri kapan mainnya" katanya seraya kembali menggandengku ke lantai 2.

Di salah satu ruangan VIP dia langsung masuk, tanpa kuduga ternyata ruangan itu sedang terjadi persetubuhan seru 2 pasang, sepintas aku mengenali salah satu dari gadis itu, hanya sesaat mereka terkaget atas kedatangan kami tapi langsung kembali ke urusannya masing masing.

"Mau disini rame rame atau di toilet itu, masih ada sofa kosong sih" katanya.
"Disini aja deh, di toilet kurang enak" jawabku.

Sesampai di sofa kosong itu, seperti kedua pasangan itu, kami hanya membuka celana masing masing, tanpa banyak basa basi kupasangkan kondom pada penisnya, agak susah karena masih belum tegang, kukocok dan kuremas sebentar supaya segera bangun, ternyata susah juga membangunkannya, memang pengaruh drug membuat susah terangsang, bahkan ketika kupaksa kupasangkan ternyata masih belum bisa.

Setelah beberapa menit kucoba ternyata masih juga belum berhasil, terpaksa aku harus mengulumnya, padahal itu diluar perjanjian tapi demi servis kulakukan juga. Beberapa kuluman membuahkan hasil, langsung kupasangi kondom dan kubasahi dengan ludah.

Aku sudah nungging siap menerima sodokannya dari belakang tapi dia justru membalik tubuhku, memintanya duduk selonjor di sofa, rupanya dia menginginkan dari depan. Dibuka kakiku lebar lebar seraya memasukkan penis itu ke vaginaku, penis keenam di hari itu, kocokannya langsung cepat dan keras, untung tadi sudah kulumasi dengan ludah, kalau tidak tentu lecet karena vaginaku belum basah.

Tengah asik kami bersetubuh, pasangan lain masuk ke kamar itu, kami semua terkejut sesaat tapi segera kembali melanjutkan tanpa peduli siapa yang masuk. Empat pasang dengan desahan yang tak karuan saling bersahutan mengiringi dentuman musik yang keras.

Ternyata tak secepat yang kuduga, tentu saja masih pengaruh drug yang dia minum. Aku kini duduk dipangkuanya berganti mengocoknya, kaos dan bra-ku sudah tersingkap hingga dada, maka dengan bebas diapun mulai mengulum putingku dikala aku tengah bergoyang pantat di atasnya, kalau dituruti dia sudah minta aku melepas kaos hingga telanjang, tentu saja kutolak.

Satu pasangan sudah menuntaskan hasratnya dan keluar, namun tak lama berganti dengan pasangan lain, entahlah tempat ini sepertinya memang disewa untuk dijadikan tempat pelampiasan nafsu. Pasangan demi pasangan sudah berganti keluar masuk tapi aku masih belum juga menyelesaikannya. Barulah ketika pada posisi dogie dia berhasil menggapai orgasmenya, sekitar 15 menit nonstop.

Belum selesai aku berpakaian dan merapikan make up, dia memberikan uang lalu meninggalkan begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun apalagi ciuman, sungguh aku diperlakukan seperti pelacur jalanan yang hanya menjadi tempat pelampiasan nafsu belaka, tanpa sentuhan romantisme sama sekali seperti selama ini yang aku lakukan pada tamu tamuku, bahkan namanya-pun dia nggak tanya dan akupun tak tahu.

Enam penis sudah kurasakan hari ini, sama dengan rekorku sebelumnya, tambah satu lagi berarti rekor baru bagiku, dengan buru buru aku segera keluar kamar itu meninggalkan beberapa pasang yang tengah mengayuh nafsu birahi.

Baru beberapa meter keluar dari kamar VIP, seorang laki laki mendekatiku.

"Lily, tumben kamu berkeliaran ditempat seperti ini" sapa laki laki itu, aku tak terlalu mengenalnya karena tempat itu memang remang remang, mungkin juga salah satu tamuku.
"Siapa ya?" tanyaku mendekatinya, suaraku tertimpa kebingaran musik yang semakin menggelegar.
"Kebetulan kita kurang satu orang, ikut yuk, dari tadi aku nyari nyari tapi nggak dapat yang cocok" jawabnya agak teriak ditelingaku.

Setelah kuamati lebih seksama ternyata dia adalah teman dari tamu langgananku, aku mengenali meski tak pernah tidur dengannya.

"Eh kamu toh, sama sama dia?" tanyaku mengira dia sedang menemani temannya yang tamuku itu.
"Nggak, mana mau dia datang ke tempat beginian, gimana mau temanin aku nggak?" tanyanya, aku tahu sudah lama dia menginginkan aku tapi segan sama temannya itu padahal tak perlu begitu.
"Kemana?" tanyaku, tanpa menjawab dia menggandengku, ternyata kembali ke tempat VIP tadi.
"Tempat ini memang disewa untuk beginian, kami share menyewanya" jelasnya seraya memasuki kamar, anehnya sofa yang kutempati tadi masih kosong, seolah memang disediakan untuk aku. Saat kulirik ke sofa lain, ternyata pasangan yang ada sudah berganti, sungguh cepat perputarannya.

Seperti tadi, kamipun segera melepas celana, kondom yang kubawa sudah terpakai, sialnya dia juga nggak bawa.

"Ada yang bawa kondom nggak?" tiba tiba teriaknya entah ditujukan pada siapa.
"Ambil di tas biru itu" kata seorang gadis sambil menunjuk tas biru disampingnya karena dia juga sedang menerima kocokan dasyat dari pasangannya.

Setelah mengambil dan memasangnya, baru kusadari ternyata kondom itu berkepala seperti kelinci, aku bisa membayangkan kepala kelinci itu akan menyodok nyodok rahimku karena sebenarnya penis itu sendiri sudah cukup panjang.

Tiba tiba aku teringat bahwa itu adalah penis ketujuh, berarti pemecahan rekor, tanpa tersadar aku merinding membayangkan merasakan tujuh penis berbeda dalam sehari, tapi segera tersadar saat penis ketujuh itu mulai menyentuh bibir vagina.

Kubasahi vaginaku dengan ludah saat dia mulai menyapukan penis itu pada vagina, tangannya menyingkap kaos dan bra-ku keatas sambil mendorong masuk kejantanannya memenuhi vaginaku. Dugaanku benar, penis yang panjang ditambah kepala kelincinya menyodok rahimku dan mengocok serta mengaduk aduk vaginaku, aku menjerit mendesah nikmat, kenikmatan pertama dari tiga persetubuhan terakhir.

Kocokan demi kocokan, sodokan demi sodokan kali ini kuterima dengan penuh kenikmatan, tak kupedulikan lagi pasangan lain yang berganti keluar masuk, aku tengah merasakan nikmatnya sex ditengah kebingaran musik tecno yang mengalun tiada henti.

Bahkan saat ada pasangan yang bermain disamping sofa kami, karena semua sudah penuh, akupun tak peduli lagi, bahkan tak melirik sedikitpun siapa dia. Desah dan jeritanku seakan mengalahkan kerasnya musik itu saat aku dikocok dari belakang, serasa kepala kelinci itu semakin dalam dan mulai menggigit gigit rahimku, ada rasa sakit bercampur nikmat.

Dan akupun berteriak histeris, tak menyangka mendapatkan orgasme dari quickie dan suasana seperti ini, kulirik beberapa orang melihatku saat aku histeria orgasme, tapi siapa peduli. Kembali teriakanku terdengar beberapa menit kemudian saat kurasakan kepala kelinci itu membesar dan berdenyut kuat. Denyutan demi denyutan kurasakan menghantam dinding dinding vaginaku hingga cengkeraman kuat pada buah dadaku tak kurasakan lagi dan kamipun melemas, kali ini aku benar benar lemas.

Aku masih tergeletak di sofa tanpa celana dan kaos berantakan saat dia kembali memakai celananya, diselipkannya uang di sela sela pahaku, setelah memberi ciuman di bibir aku ditinggalkannya sendirian dalam keadaan semula dan terkapar di sofa disekeliling manusia manusia yang tengah mengayuh bahtera birahi.

Begitu sadar bahwa masih ada orang yang mau pakai sofa ini, aku beranjak merapikan pakaian dan mengenakan kembali celanaku, baru kusadar kalau kaitan bra telah terbuka. Aku tak bisa memasang sendiri dalam keadaan seperti ini, mau minta bantuan kulihat semua sedang sibuk, akhirnya kuputuskan untuk melepas sekalian bra itu.

Sebelum keluar kamar, kuhampiri wanita yang memberiku kondom tadi, mereka baru selesai menuntaskan hasratnya.

"Terima kasih kondomnya" kataku sambil mencium pipinya, dia hanya terenyum.
"Lama banget" kata JJ setelah aku kembali, hampir setengah jam kutinggalkan dia.

Aku hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaannya seraya menyerahkan bra-ku.

"Titip tolong disimpan, dari pada bongkar pasang lebih baik nggak pake sekalian" jawabku sembil tersenyum.
"Aku udah dapatkan seorang lagi" katanya, sebenarnya aku menolak, masih lemas karena orgasme barusan tapi JJ mendesak, sudah telanjur bikin janji untuk aku, nggak enak, desaknya.

Akhirnya terpaksa aku melakukannya sekali lagi, di toilet, delapan laki sudah kurasakan dalam satu hari, suatu rekor pribadi baru telah kuciptakan.


Bersambung . . . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Sebuah Tantangan - 6"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald