Petualangan Seks - 8

0 comments

Temukan kami di Facebook
Aku mulai secara khusus memperhatikan pria yang ingin tidur denganku ini. Kali ini dia datang tanpa seragam satpamnya. Wow, ternyata kharisma kelelakiannya tak kalah dari penampilan Rendi maupun Burhan dan Wijaya. Dengan T-shirt Polo (mungkin merk imitasi) dan celana Valentinonya (barangkali juga imitasinya), di mataku Basri jadi tampak sangat tampan. Posturnya yang di atas 175 cm, membuatku hanya setinggi bahunya. Kekesalanku akan teleponnya tadi seketika lenyap. Bahkan kelelahanku dari perjalanan ke Bogorpun ikut lenyap. Dan untuk tetangga-tetangga sekitar yang kemungkinan usil karena aku telah menerima tamu pria di malam hari sementara suamiku berada di luar kota, persetan! Tidak akan semudah itu menuduhku berbuat macam-macam.

Dengan membiarkan semua pintu tetap terbuka lebar-lebar, pelan-pelan aku mengajak Basri menuju ruang makan yang tak nampak dari halaman depan dan jalanan. Di situ Basri langsung menubrukku. Dia langsung mencium kudukku dan tangannya memeluk dadaku, meremas payudaraku. Berani benar dia, batinku. Dan terus terang aku jadi sangat bernafsu menjalani sandiwara ini. Ini merupakan skandal terbesar sejak aku selingkuh dengan Rendi. Ini merupakan pertaruhan dengan risiko terbesar selama aku berani berkhianat pada Mas Adit, suamiku. Darahku terasa menggelegak. Jantungku berdegup keras. Aku gemetar sejadi-jadinya. Perasaan birahi yang menggelegak campur aduk dengan rasa takut tertangkap orang di kampungku, bercampur aduk.

"Bu Adit, kita keluar yuk".
"Nggak, ah. Di sini saja. Aman, deh. Tenang saja..", aku menjawab sambil tersenyum dan mendekatkan bibirku ke bibirnya.
Kami berpagutan dengan penuh nafsu. Aku sudah tidak tahan untuk tidak meraba selangkangannya. Aku mendesah. Tangan kiri Basri memeluk pinggangku, sementara tangan kanannya mulai bermain meremas-remas payudaraku yang masih terbungkus dalam blusku. Kuraba selangkangan itu.
"Waduuhh.. pentungan Satpam benaran nih..", batinku.

Aku meraba daging panas yang sangat besar dan panjang di balik celananya. Kuremas. Pantat Basri langsung menekan tanganku menahan gelinjang kontolnya.
"Jangan lebih dari 1 jam yang Mas Basri",
"Uuhh, cukup Bu, cukup Bu, cc.. cukkupp.. Bb.. Bu.. Jangan-jangan Ibu yang kurang nanti", mendengar jawabannya yang nakal aku tertawa geli sambil mencubit pantatnya.
Dia mengaduh, manis. Cukup lama kami saling berpagut dan meremas apa saja. Kubimbing Basri menuju kamar tidur pengantinku, tempat yang biasanya hanya aku dan Mas Adit -bossnya- yang tidur di atasnya.

Dan saat sampai di tepi ranjang, kudorong tubuhnya hingga telentang di ranjang. Aku menyusul menindihnya. Kami bergulingan. Dan dengan penuh ketidaksabaran kami saling melucuti pakaian. Aku melucuti pakaiannya, dia melucuti pakaianku. Kami telah siap untuk langsung menuju kenikmatan tak terhingga. Aku telentang di kasur dengan pahaku yang terbuka menjepit tubuhnya. Dia bergerak sedikit mengangkat pantatnya, tangan kirinya menggenggam kontolnya untuk diarahkannya ke memekku. Aku lebih melebarkan pahaku untuk bersiap menerima kontol itu menembus kemaluanku.
Saat bibir vaginaku tersentuh ujung kontol yang mirip pentungan itu, aku langsung memejamkan mataku dan jiwaku seakan melayang ke langit. Aku bergetar. Pantatku kuangkat-angkat sedikit kerena sangat merindukan kontol itu untuk secepatnya terbenam ke kemaluanku.

Seperti biasanya, Basri sangat ahli, ujung kontol itu dimainkan terlebih dulu di gerbang vaginaku untuk memancing cairan birahiku. Tetapi tak perlu memakan waktu lama, karena cairan itu sebenarnya telah mulai keluar sejak aku meremas celananya tadi. Dan tak ayal lagi, kurasakan betapa batangan besar dan hangat itu akhirnya tertelan seluruhnya hingga ke akar-akarnya, masuk dan menembus vaginaku. Seketika itu pula saraf-saraf peka pada dinding vaginaku bekerja menyambut batang itu. Diremas-remasnya kontol Basri. Mengencang dan mengendor bergantian.

"Dduhh, Ibuu.. Bu Aditt.. ennhakk bBHhaanngett.. Bbuu..".
Basri langsung memompakan kontolnya, suara pelirnya yang terayun-ayun memukuli akar kontolnya sendiri, akibat dari ayunan pompa kontol besarnya itu ke lubang memekku. Dan aku sendiri yang mendapat landa kenikmatan tak terhingga ini hanya bisa mendesah dan merintih sambil kepalaku bergoyang ke kanan dan ke kiri, seperti menggeleng-geleng, karena nikmat yang tak mampu kutahan itu.

Kami bersanggama penuh irama dan improvisasi yang mengalir. Sungguh hebat si Basri ini. Tubuhnya di jatuhkan miring. Tanpa mencabut kontolnya, dia angkat kaki kiriku melintasi tubuhnya dan tetap dipegang dengan tangan kirinya. Aku dientotnya dari arah belakang punggungku. Kemudian dengan posisi strategis itu yang membuat ketiakku tepat berada di dekat wajahnya, dia peluk tubuhku dengan tangan kanannya dan lebih didekatkannya ketiakku dan di ciuminya.

Paduan entotan pada vaginaku dan ciuman pada ketiakku ini benar-benar membuatku terlempar jauh melayang dalam gelombang nikmat tak terperikan. Pantatku langsung bergoyang-goyang untuk mempercepat tusukan kontol nikmat milik Basri itu. Aku berteriak kecil dan merintih.
"Mas Basrii.. Mas Basrrii.. Mas Bassrrii..", tidak tahu lagi aku mesti bicara apa.
Setelah posisi itu kami nikmati beberapa saat, Basri membisiki telingaku.
"Bu, nungging donk..", dan segera kurespon.
Aku bergerak menungging, mulai dengan tengkurap, kemudian pelan-pelan kunaikkan pantatku, kemudian lututku mengambil alih peran sebagai tumpuan pantatku. Hebatnya si Basri tetap tidak mau melepaskan kontolnya yang telah menancap pada vaginaku. Itu berarti dia harus mendukung tubuhnya hanya pada dengkulnya. Dan saat akhirnya sepenuhnya aku berhasil menungging, Basri sudah setengah bangkit, seperti anjing jantan, kontolnya masih menancap pada betinanya. Wow..

Kurasakan posisi ini membuat kontol Basri main merangsek dan meruyak kedalaman vaginaku. Titik-titik saraf peka birahiku mengelinjang. Ujung kontol itu mendesak gerbang rahimku. Aku, dengan kepalaku yang bertumpu pada bantal, jari-jari tanganku meremasi tepian bantal-bantalku. Aku merasakan kenikmatan itu seakan air bah yang menghanyutkan seluruh haribaanku. Kenikmatan ini sungguh tak bertara.

Aku mulai merasakan ada desakan ingin kencing dari dalam vaginaku. Ini bukan lagi untuk yang pertama kalinya. Sejak dua hari yang lalu aku sudah merasakan hal seperti ini 4 kali. Dan ini adalah untuk yang ke lima kalinya. Aku akan menyongsong kenikmatan tertinggi seorang wanita dari sanggamanya. Aku akan meraih orgasmeku.
"Acchh.. Mass Basrii.. tolonng akuu.. Basrii.. tolongg..".
Kontol Basri makin cepat memompa. Pantatku berusaha bergoyang untuk menangkap nikmat pompaan Basri. Kami mulai merasakan berada di gerbang kenikmatan puncak. Basri melepas payudaraku yang sejak aku menungging tadi diremas-remasnya. Kini dia bangkit dengan tangannya menekan pinggulku. Itu artinya nafsu Basri sudah tak mungkin dia bendung lagi.

Kocokan kontolnya makin cepat, "in & out" ke lubang vaginaku. Aku sendiri tak mampu menahan keinginan rasa ingin kencingku. Aku menggoyang-goyangkan pantatku dengan memepertegas desahan dan rintihanku untuk memacu nafsu Basri.
Dan akhirnya.. Bertetes-tetes sperma Basri terasa menghangatkan memekku. Sedetik berikutnya, orgasmeku datang. Cairan birahiku membanjir. Pompaan kontol Basri tidak langsung berhenti saat menembak lubang vaginaku dengan spermanya. Dan akibatnya dari celah ketat antara batang kontol dan bibir vaginaku nampak busa-busa cairan birahiku bercampur sperma Basri muncrat dan meleleh setiap kali kontol Basri masuk maupun keluar dari lubang kemaluanku.

Kemudian lama-lama melambat dan akhirnya diam. Kami bersama-sama rebah di ranjang. Kecuali nafas-nafas panjang yang terdengar, yang lainnya sepi. Terdengar anjing tetangga menyalak, seakan ada yang lewat. Terdengar kucing mengejar betinanya di genting. Terdengar tukang mie menawarkan dagangannya. Aku melirik ke Basri dan saling bertemu pandang. Kami masing-masing meraih kepuasan. Untuk sementara rasa penasaran Basri telah reda.

Jam menunjukkan pukul 10.40 malam. Basri bangkit dari ranjang dan turun ke kamar mandi. Kubiarkan saja dia, mungkin dia perlu buang air kecil. Aku masih menginginkan ada lanjutannya. Aku selalu belum tuntas kalau mulutku belum dientot lelaki yang mengencaniku. Dan Basri harus menyelesaikannya. Aku yakin dia akan menyelesaikannya dengan baik dan aku akan meraih kepuasan darinya untuk yang kedua kalinya.

Ternyata memang sekembalinya dari kamar mandi, kontolnya sudah terlihat tegak kembali. Aku yakin, lelaki seperti Basri ini tidak akan cukup dengan hanya sekali spermanya muncrat pada setiap bersetubuh dengan perempuan. Dia kembali mendekat ke ranjang. Aku cepat meraih kontolnya yang sebesar pentungan satpamnya. Kuelus dengan jari-jariku dan kulihat wajahnya. Dia menutup matanya menikmati sentuhan jari-jari lembutku. Aku senang dia menutup matanya itu. Bibirku mendekat, kuulurkan lidahku ke belahan lubang kencingnya. Kurasakan, lidahku merasakan sebagian air kencingnya yang masih tertinggal di belahan lubang itu. Aromanya mendekati bir yang baru terbuka botolnya. Keras dan ada sedikit pesingnya. Kujilati hingga bersih dari sisa-sisa tetesan air kencingnya. Aku sangat menikmati kesempatan langka ini.

Kulihat kembali wajahnya. Ternyata dia telah membuka matanya dan memperhatikan lidahku yang sedang menjilat-jilat.
"Bu Adit, enak banget ketika bibir Bu Adit menyentuh kontol saya. Dan ketika lidah Ibu menjilat.. aku tidak pernah membayangkan ada wanita secantik Ibu mau menjilat kontol saya. Bahkan sisa-sisa kencing saya, Bu", kata Basri sambil tangannya mengelus rambutku yang terurai panjang.

Mendengar pembicaraannya itu, terbit kenakalanku. Aku ingin melihatnya benar-benar blingsatan, ingin mendengar rintihan nikmatnya yang luar biasa, ingin melihat bagaimana jika tubuhnya menggeliat-geliat dengan penuh gelinjang karena merasakan jilatan dan kuluman nikmat dari mulutku. Kugenggam kontolnya, kunaikkan dan kupepetkan ke perutnya. Wow, panjangnya adalah hingga ujungnya menyentuh pusarnya.

Saat itu pelirnya berada tepat di depan bibirku. Tentu saja lidahku langsung bekerja dipadu dengan bibirku yang menyedot-nyedot biji pelirnya itu. Dia mulai gelisah. Pantatnya bergoyang, ingin menekankan pada mulutku. Kemudian aku mengubah posisi dengan turun dari ranjang. Dan Basri kudorong hingga telentang di kasur dengan kedua kakinya tetap terjuntai ke lantai. Kini aku sepenuhnya memegang 'komando'. Dengan tetap kugenggam kontolnya, lidahku mulai menjilat selangkangannya.

Bau keringatnya yang sangat alami karena telah seharian terjemur dalam tugasnya, sangat merangsang libidoku. Bau alami seperti ini terkadang jauh lebih merangsang dari pada para pria pesolek seperti Rendi dan teman-temannya yang suka dengan parfum, bedak atau pewangi lainnya. Benar juga. Lidahku di selangkangannya membuat Basri seperti orang tenggelam di laut, gelagapan dengan nafasnya yang terputus-putus memburu. Tangannya terus mengacak-ngacak rambutku yang istri bossnya ini.

Saat aku menjilat lebih ke bawah lagi dan mengarah ke anusnya, pantatnya dia angkat-angkat sambil kakinya di tekankan ke pinggiran ranjang menahan kegelian yang amat sangat. Ah, tanggung.. kubalik saja badannya hingga posisinya tengkurap, kemudian tanganku memberi isyarat agar Basri sedikit menungging. Dia patuh. Dengan lututnya sebagai tumpuan dia bukan lagi sedikit, tetapi benar-benar menungging. Inilah saatnya Basri akan merasakan bagaimana aku, istri Pak Adit atasannya akan menjilati duburnya.

Kusapu dulu bukit pantatnya dengan lidahku sambil hidungku berusaha menangkap aroma anusnya. Wow, dia langsung menggelinjang dengan suara rintihan yang menimbulkan rasa horny. Tangannya menggapai-gapai untuk berusaha meraih kembali rambutku. Dan lidahku tak lagi berputar-putar, tetapi langsung kubenamkan pada analnya. Basri benar-benar blingsatan. Kini tangannya yang telah meraih rambutku menariknya kencang-kencang hingga kulit kepalaku terasa pedih. Aku sangat menikmati hal ini. Aku semakin bersemangat menjilat dan menyedot-sedot pantatnya, sementara tangan kiriku meraba dan kemudian meraih kontolnya yang bergelantungan di bawah perutnya dalam keadaan ngaceng berat. Tanganku mengocok lembut kontol itu.

Setelah beberapa saat hal itu berlangsung, terdengar desahan dan rintihan Basri yang menandakan bahwa spermanya akan muncrat. Cepat kudorong kembali tubuhnya untuk telentang. Kucaplok kontolnya, kukulum dan kupompa dengan mulutku. Basri ingin aku memompa dengan cepat. Dan dengan lolongan seperti serigala di malam hari, Basri menjerit kecil dengan disertai tumpahnya sperma ke mulutku. Aku merasakan kehangatan adanya lendir-lendir yang menyemprot dan memenuhi mulutku. Aku kecap sperma Basri dan kutelan. Tak setetespun yang tercecer. Kami kembali rubuh ke kasur. Aku teramat sangat lelah. Ini mungkin adalah akumulasi kelelahan yang tak begitu kurasakan sejak kepergianku dari Bogor tadi. Aku terlena sesaat.

Saat Basri membangunkanku untuk pamit pulang, kulihat dia sudah rapi dengan pakaiannya kembali. Aku bergegas berpakaian. Aku sengaja tidak ke kamar mandi dulu. Nanti saja. Ada kenikmatan erotis tersendiri untuk menahan sperma yang masih mencemari tubuhku. Kuantarkan Basri ke pintu. Dia harus cepat pergi dari rumahku. Saat telah siap semuanya, aku mendekat dan memagutnya dalam-dalam. Sesaat kami saling bertukar ludah dan lidah.
"Mas Basri, ntar kita cari waktu lagi, ya. Aku ingin dientot terus menerus sama Mas Basri. Kontolmu ini sangat membuatku mabuk. Aku masih belum puas".

Kontol Basri yang masih kugenggam langsung berdiri kembali. Aku tahu, kalau saja kutahan dia, Basri akan dengan senang hati tinggal. Mungkin sampai pagi. Tetapi kubimbing saja dia ke pintu, karena dia memang harus pergi dari rumahku sekarang. Tepat pada pukul 11.10 Kijang Basri sudah meninggalkan rumahku. Aku tidak langsung mematikan lampu-lampu. Bahkan aku masih sempat berjalan-jalan di taman rumahku, seakan-akan memperhatikan tanaman-tanaman bungaku yang memang setiap hari kurawat dengan penuh kecintaan.

Tetanggaku, Pak Taslim baru saja lewat bersama anaknya dari warung sebelah. Setelah pintu halaman kukunci, pada pukul 11.30 malam baru aku masuk rumah. Pintu utama kututup dan kukunci. Lampu-lampu yang tidak penting kumatikan. Baru aku menuju peraduan dengan masih menyimpan sperma Basri dalam nonokku dan sebagian sperma kering yang masih belepotan di sekitar mulutku. Aku nikmati terus agar selalu merasa dekat dengannya. Selama 2 hari berselingkuh dengan 4 lelaki teman kantor suamiku, aku baru merasakan bahwa hanya dengan Basrilah aku mendapatkan keaslian sifatnya. Bayangkan, dengan pendidikannya yang hanya dapat membuatnya menjadi satpam, dia berani melakukan sesuatu loncatan keluar jauh dari 'orbit'-nya, dia entoti aku yang merupakan istrinya bossnya di kantor, Mas Adit.

Bogor, April 2003

Tamat




Komentar

0 Komentar untuk "Petualangan Seks - 8"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald