Lily Panther - Sang promotor

0 comments

Temukan kami di Facebook
Sebagai seorang wanita penghibur kelas atas, aku harus membiasakan diri untuk menerima segala macam tipe tamu dengan segala keramahan, sesuai kontrakku dengan Om Lok, aku tidak boleh menolak setiap tamu yang datang mencari pelayanan dariku, karena mereka membayar mahal untuk itu. Beruntunglah aku apabila mendapatkan tamu yang sesuai seleraku, tapi itu sangat kecil kemungkinannya.

Kali ini tamuku adalah lagi lagi Chinese seorang promotor tinju terkenal dari Surabaya, bahkan makin terkenal hingga sekarang. Aku memanggilnya Koh Seng, orangnya besar dan gendut, cukup berumur, sekali lagi aku tidak bisa memilih orang yang bisa bercinta denganku, sejauh mereka bisa bayar kenapa tidak?

Begitu dia masuk kamar, aku langsung mengenalinya, karena aku penggemar olah raga keras seperti tinju, balap mobil, balap motor dan sejenisnya. Orangnya cukup ramah dan easy going. Tanpa banyak bicara, begitu dia masuk kamar aku langsung menyambut dengan pelukan, tanganku hampir tak dapat melingkar di tubuhnya karena terganjal perutnya, kami berciuman sebentar lalu dia langsung rebah di ranjang. Sambil telentang kami saling bercakap melepas kekakuan dan mencairkan kebekuan suasana, seperti biasa kulakukan pada tamuku yang baru pertama kali ketemu. Koh Seng mencegahku ketika aku akan membuka gaunku, dia memintaku untuk melakukannya dengan gerakan erotis, mulanya aku menolak halus, tapi setelah di iming imingi tip, aku melakukannya.

Kuputar musik pengiring gerakanku, aku meliuk liuk mengikuti irama musik, perlahan kubuka kancing di depan, tampak belahan bukitku dari balik bajuku, kulepas dan kulemparkan ke wajahnya, dia mencium bajuku dan melemparkannya ke kursi. Selanjutnya dengan gerakan menggoda, kusingkap rok miniku ke atas, hingga tampak paha mulus dan celana dalam merah yang menutupi bagian kewanitaanku, dan terlepaslah rok miniku, kini aku hanya mengenakan bikini. Kudengar suitan kagum setiap kali aku melepas bagian demi bagaian pakaianku, aku melakukan sebisa yang aku mampu, karena memang belum pernah melihat tarian erotis secara live, hanya kira kira dan mengikuti naluri erotic yang menyelimuti tubuhku.

Kugoda Koh Seng, kudekatkan buah dadaku ke wajahnya tapi ketika dia mau memegang aku menjauh, dia menyelipkan 2 lembar 100 dolar pada tali celana dalam, gerakanku makin erotis dengan melepas bra berenda penutup buah dadaku, kulemparkan ke wajahnya, lalu kututupi dengan bantal.

"Yaa.. kok gitu" protesnya karena tak bisa melihat buah dadaku, tak kuhiraukan kekecewaannya, tarianku makin erotis diiringi house music dari VCD, 2 lembar lagi diselipkan ketika kubuka bantal penutup dadaku. Semakin erotik dan menggoda, semakin banyak lembaran dolar yang terselip di celana dalam.

Akhirnya giliran celana dalam mini melayang ke mukanya, dalam keadaan telanjang aku teruskan menari erotis, aku menjauh setiap kali tangan Koh Seng berusaha meraihku, tanpa melepas sepatu, aku naik ranjang, kukangkangi tubuh Koh Seng, menari erotis di atasnya, kubiarkan dia menikmati pemandangan tubuhku terutama bagian kewanitaanku dari bawah, sesekali kukangkangi kepalanya untuk memberikan pandangan yang lebih baik, tapi tak pernah kuijinkan tangannya menjamahku. Dengan tetap berdiri di atasnya, aku membungkuk membuka baju dan celananya, kuberi kesempatan dia untuk menikmati indahnya buah dadaku yang menggantung, ketika aku berhasil melepas baju dan celananya, aku terkejut karena dia sudah tidak memakai celana dalam, "Mungkin tidak ada ukuran yang cocok" pikirku.

Alat kejantanannya kelihatan kecil karena tertutup perutnya yang gendut, aku jongkok di antara kakinya, kupegang penis kecilnya yang sudah tegang, kukocok dengan tanganku, sebenarnya sudah cukup keras untuk dimasukkan ke vaginaku, tapi aku ingin memberi dia pelayanan lebih lama, kujilat kepala penisnya, kukulum dan kukocok dengan mulutku sambil tetap menggoyangkan pantat dan tubuhku sesuai irama musik mengalun, dia mulai mendesis, kugeser tubuhku ke sampingnya hingga dia bisa menjangkau vaginaku, tangannya langsung bermain di vaginaku.

Kunaiki tubuhnya, kini kami dalam posisi 69, agak susah aku berada di atasnya karena perutnya yang terlalu gendut, sebisa mungkin mulutku menjangkau penisnya, kurasakan jilatan lidah pada klitoris dan permainan jari di liang kenikmatanku. Dengan penuh gairah Koh Seng memainkan daerah kewanitaanku, aku hanya bisa memegang dan mengocok penisnya, tapi untuk mengulumnya mulutku tidak bisa menjangkau karena ganjalan perut buncitnya.

Tahu akan kesulitanku, Koh Seng segera mengubah posisi kami, dia minta aku nungging, dan tanpa kesulitan langsung memasukkan penis kecilnya ke liang kenikmatanku. Kocokannya langsung cepat, penisnya dengan mudah meluncur keluar masuk vaginaku.

Terus terang tak kurasakan kenikmatan dalam bercinta ini, apalagi dengan perut buncitnya masih kurasakan menghambat gerakannya, perutnya seringkali mengganjal ke pantatku sehingga cukup susah memasukkan penisnya sedalam mungkin. Apa peduliku, tugasku hanyalah memberikan kepuasan pada dia dan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan rupiah yang dia bayar. Aku mendesis nikmat dalam kepura puraan, entah dia tahu atau tidak. Tangannya meraih buah dadaku yang menggantung, diremasnya dengan gemas. Kami saling menggoyang, Koh Seng menarik rambutku ke belakang, aku kaget tapi kubiarkan sejauh masih bisa di tolerir perlakuan kasarnya, itu sudah biasa aku alami dari tamu yang lain.

Pantatku bergerak makin liar mengimbangi kocokannya, tak lama kemudian tubuh Koh Seng kurasakan menegang, rambutku dijambak, disusul dengan denyutan pada penisnya dan kurasaakan cairan hangat menyirami vaginaku, Koh Seng orgasme dengan sedikit teriakan kepuasan.

Kubiarkan sesaat dia menikmati masa pasca orgasme hingga penisnya melemas dan keluar dengan sendirinya. Koh Seng rebah di sampingku dengan napas yang masih turun naik, kubersihkan penisnya dengan tissue lalu aku ikutan rebah di sampingnya, kusandarkan kepalaku di dada dan perutnya yang buncit itu. Tak lama kemudian kurasakan spermanya meleleh keluar dari liang vaginaku, maka aku segera ke kamar mandi mencuci sisa sperma yang masih di vaginaku.

Setelah beristirahat dan berbincang hampir satu jam, kelihatan nafsu Koh Aseng kembali naik, dia mulai menciumi leher dan dadaku, dikulumnya putingku yang dari tadi hanya di raba dan diremas, begitu rakus dia mempermainkan putingku, diremas dan dijilatinya dengan gemas, membuatku mau tak mau ikut terbawa dalam birahi sexual.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, kukocok penisnya dan kutuntun ke vaginaku, dengan sedikit usapan dan dorongan melesaklah penisnya kembali ke vaginaku, dari atas tubuhku dia mengocok penisnya keluar masuk vaginaku. Tubuh tambunnya menindih tubuhku, mulanya tak kurasakan berat karena sebagian masih tertumpu pada lengannya, tapi begitu kocokannya makin cepat dan Koh Seng mulai menciumi leherku, baru kurasakan perut buncitnya menggencet perutku, makin lama makin berat, aku tak kuat lagi menahan beban tubuhnya, napasku jadi sesak,"Bisa pingsan kalau begini" pikirku.

Dengan halus kudorong tubuhnya, kini dia berlutut mengocokku, kakiku dipegang dan dibuka lebar, baru sekarang kurasakan gerakan dia tidak terganggu perut buncitnya, tapi aku tahu dia kesulitan berlutut seperti itu, tapi gerakannya mulai normal mengocokku, sedikit kurasakan kenikmatan kocokannya. Terus terang aku nggak punya ide bagaimana memberikan pelayanan sex yang maximal pada tamuku yang buncit seperti dia, kubiarkan dia melakukan improvisasi sendiri, sejauh tidak menyakiti aku, maka kubiarkan saja, untunglah sepertinya Koh Seng seperti terbiasa dan tahu bagaimana bercinta dengan kondisi tubuh seperti itu.

Kuminta Koh Seng telentang, aku ingin posisi di atas, kumasukkan penisnya ke vaginaku dan langsung kugoyang pinggulku, kurasakan lebih baik dengan posisi seperti ini, aku bisa lebih bebas bergerak baik memutar maupun turun naik, terkadang tubuhku kucondongkan ke belakang bertumpu pada kakinya untuk memberikan yang lebih baik. Kulihat expresi kepuasan di wajah Koh Seng dengan improvisasiku, aku makin bergairah menggoyangnya meskipun sedikit kurasakan kenikmatan, tak lama kemudian usahaku membuahkan hasil ketika kudengar teriakan orgasme darinya disusul dengan semprotan sperma dan kurasakan cairan hangat membasahi vaginaku. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuh Koh Seng, dipeluknya aku, meski terganjal perutnya kami berusaha saling mendekap hingga kurasakan degup jantung dan napasnya yang turun naik, rambutku dibelainya dengan halus dan mesra.

Dia banyak berbicara mengenai dunia pertinjuan di tanah air, rencana rencana besarnya (sebagian besar terlaksana setelah adanya reformasi dan anda bisa saksikan sekarang bagaimana kiprahnya di dunia tinju tanah air, tapi aku sudah mengetahuinya beberapa tahun yang lalu). Karena aku juga penggemar tinju, maka pembicaraan kita bisa nyambung meskipun levelku hanya mengenal Mike Tyson, Holyfield, Oscar de La Hoya, Chaves maupun Kaseem "Prince" Ahmed, atau yang seperti mereka, tak satupun petinju lokal yang kukenal selain Elyas Pical yang sudah hilang dari peredaran.

Setengah jam berlalu, saatnya untuk mulai babak kedua, sebenarnya dia sudah puas dengan sekali main, tapi mengingat dia sudah memberiku tip yang lumayan banyak akupun harus memberikan pelayanan yang setimpal.

Aku jongkok di antara kakinya ketika dia duduk di sofa, kupermainkan kejantanannya dengan lidahku, dia mulai mendesah, kukulum dan kukocok dengan mulutku, desahnya makin keras, dan tak lama kemudian menyemprotlah sperma yang tidak terlalu banyak ke wajahku, entahlah tak ada rasa jijik ketika wajahku terkena spermanya. Aku hanya tersenyum sambil mengusap usapkan kejantanannya yang mulai melemah ke mukaku, sungguh puas melihat kepuasan di wajahnya, yang berarti akan ada tambahan tip bagiku.

Hanya sekali kami bercinta dan sekali permainan oral, dia memberikan tip yang lumayan gede, kutunjukkan expresi kegembiraanku selama melayaninya apalagi dengan tip sebesar itu, kami berciuman di depan pintu kamar dan pergilah dia, entah kapan dia akan kembali lagi.

Dalam satu bulan aku "Buka praktek" di hotel, sudah tiga kali dia datang, dan tiap kali datang kami hanya bercinta sekali plus sekali oral, mungkin karena staminanya yang tidak memungkinkan.

E N D




Komentar

0 Komentar untuk "Lily Panther - Sang promotor"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald