Imajinasiku

0 comments

Temukan kami di Facebook
Gila nggak! Yang mengirim email untukku ternyata kebanyakan usianya masih balita (bawah usia dua puluh lima tahun), berari [MA] kebanyakan memang dibaca oleh anak imut-imut seusia mereka.

Bagaimana aku tahu? Dari sebagian besar email yang masuk memang kubalas semua dengan mencantumkan persyaratannya, mereka bukannya memenuhi persyaratanku tapi malah mundur teratur. Mundur sich tidak masalah, namun rata-rata dari mereka tetap nekad mengontak saya walau tanpa memenuhi persyaratannya. Eeh, malah pada nekad ngajak ML segala, gila nich anak, pikirku, HP saja pulsa masih minta orang tua kok berani-beraninya ngajak ML? Emangnya kalau aku mau sungguhan apakah aku juga yang harus bayar hotelnya? Wah gawat, pikirku.

Tapi terus terang dalam benakku, aku sempat berpikir juga, bagaimana rasanya aku melakukan ML dengan anak yang usianya belasan tahun? Seandainya ada anak yang usianya belum 20 tahun dan ternyata mampu memenuhi syarat dariku untuk berkenalan, kemudian seandainya kami bertukar foto dst, dst, dst.

Saat ini kubayangkan hal itu sambil rebahan di tempat tidur. Malam belum terlalu larut, saat ini jam baru menunjukkan pukul 21.15. Aku memang sudah berada di atas tempat tidur, siap-siap untuk tidur, namun tiba-tiba terbayang di kepalaku ide seperti tadi. Jika benar-benar ada anak yang jauh lebih muda dariku yang saat ini berusia 28 tahun. Dalam emailnya, mereka ada yang memanggilku Tante, hi.. hi.. hi..! Bayangkan saja kalau aku yang masih berusia 28 tahun saja mereka panggil Tante, berarti jangan-jangan mereka ada yang masih berusia 10 tahun, tapi apa mungkin seusia itu sudah menjelajah ke situs [MA]?

Ah, persetan dengan usia mereka, yang penting bayanganku saat ini adalah seandainya memang benar ada anak yang berusia belasan tahun, pokoknya di bawah usia 20 tahun, tiba-tiba kami berkenalan dan dia mengajakku ML, bagaimana ya rasanya? Sambil membayangkan hal itu, aku yang saat ini sedang tiduran tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh, tiba-tiba jadi terangsang sendiri.

Kubayangkan Toni (misalnya) yang usianya saat ini masih berusia 19 tahun dan sebelumnya belum pernah melakukan ML, jangankan ML, melihat tubuh wanita yang sesungguhnya telanjang bulat di hadapannya saja ia belum pernah. Selama ini Toni hanya diam-diam curi-curi menonton BF di kamarnya dan setelah menonton BF yang dia beli di pinggir-pinggir jalan, dia rupanya sudah tidak tahan lagi hingga penisnya langsung ereksi dan satu-satunya jalan yang harus ditempuh apa lagi kalau bukan masturbasi?

Kubayangkan lagi, saat ini Toni sedang bersamaku berduaan saja di tempat tidur, dan kami berdua sama-sama dalam keadaan tanpa berbusana sama sekali. Tubuh kami sama-sama telah telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupinya. Kulihat penis Toni sudah berdiri tegak, ukurannya sih tidak terlalu besar dan panjangnya sekitar 14 cm saja. Mata Toni terbelalak melihat tubuh bugilku, keringat dingin mulai mengucur di dahinya saat dia melihat pangkal pahaku yang ditumbuhi bulu-bulu halus.

Tinggiku yang 170 cm, sedikit lebih tinggi dari Toni yang tingginya hanya 165 cm. Di atas ranjang, perbedaan tinggi ini tidak menjadi masalah bagi kami. Kucium bibir Toni dan dia balas melumat bibirku dengan penuh nafsu. Walau mungkin juga baru kali ini Toni berciuman dengan lawan jenisnya, namun tampaknya dia punya bakat alami walau cukup hanya belajar dari BF yang pernah dia tonton di rumahnya.

Tangannya langsung sibuk menjamah payudaraku yang padat dan sintal, diremas-remasnya dengan sedikit kasar, mungkin karena Toni belum terbiasa meremas payudara seorang wanita, maka dia meremasnya dengan penuh nafsu. Sengaja kubiarkan saja apapun yang dia lakukan terhadap diriku, karena aku benar-benar ingin menikmati tindakan alami darinya.

Aku sedikit mengajari Toni dalam hal bercinta, terlebih dulu kujulurkan lidahku ke dalam rongga mulutnya, karena sejak tadi kami berciuman, Toni hanya melumat bibirku saja, sedangkan nafsuku sudah mulai merambah naik. Toni mulai mengerti maksudku, dia langsung menghisap lidahku yang memasuki rongga mulutnya, dan dia juga mulai membalas dengan menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku.

Uuff! Tangan Toni tiba-tiba menyentuh pangkal pahaku, jari-jarinya tanpa sengaja tepat menggesek klitorisku, sehingga membuat kakiku sedikit terangkat karena dikejutkan oleh sebuah rangsangan, yang tiba-tiba muncul di situ saat mendapat sentuhan jari Toni. Tangan Toni dengan kasarnya meraba seluruh bagian permukaan vaginaku hingga kakiku jadi terbuka lebih lebar dan vaginaku pun juga mulai basah oleh cairanku sendiri.

Kepala Toni kudorong sedikit agar turun ke payudaraku. Rupanya dia juga mengerti apa yang kuinginkan. Lidahnya tetap terjulur menelusuri leherku dan terus turun ke bawah tepat di gundukan payudaraku. Lidahnya tetap turun menjilat kulit tubuhku kesana kemari. Jilatannya sudah mengarah ke sasaran yang tepat dipayudaraku, puting susuku dimainkannya dengan lidahnya. Rupanya dalam hal yang satu ini Toni cukup piawai.

Sementara mulutnya menghisap dan menjilat payudaraku, tangannya terus digosokkan di area vaginaku, jari-jari tangannya memainkan bibir vaginaku, dikoreknya dari bawah ke atas terus menerus berulang-ulang. Akibatnya cairan yang keluar dari dalam liang vaginaku mengalir semakin deras, tumpah ruah membasahi bagian luar vaginaku sehingga vaginaku semakin licin saja.

Rupanya Toni belum berpengalaman betul akan seluk beluk vagina seorang wanita, terbukti G Spot yang paling rawan di bagian vagina sejak tadi tidak juga disentuhnya dengan sungguh-sungguh hingga karena memang sudah tidak tahan lagi, kuraih dan kutuntun tangannya menuju klitorisku. Kutunjukkan dengan tanganku dimana letak klitorisku, dan kubantu jari-jari tangannya untuk menggesek-gesek klitorisku.

Toni pun cepat tanggap rupanya karena kemudian jari-jarinya aktif bermain di klitorisku, kini jari tengah, jari manis dan jari kelingkingnya disusupkan melalui belahan bibir vaginaku. Jarinya memaksa masuk ke dalam liang vaginaku yang sudah basah kuyup oleh lendir yang mengalir keluar dari dalam liang vaginaku. Sementara itu jari telunjuknya dengan nakalnya mengorek-ngorek klitorisku, sehingga aku tidak tahan menahan geli yang bercampur nikmat di seputaran selangkanganku. Kepalaku hanya bisa menggeleng ke kanan dan ke kiri merasakan nikmat yang timbul dari permainan jari-jari tangan Toni.

Puas menjilati payudaraku, lidah Toni kini makin turun menjilati seluruh bagian perutku, lidahnya juga meliuk-liuk di pusarku, terus ke bawah ke bagian pangkal pahaku. Dengan tanpa merasa jijik sedikit pun, mulut Toni langsung saja menyambar vaginaku, bibirnya dengan rakus melumat habis bibir vaginaku.

Rupanya Toni sudah mengetahui dimana letak daerah erogen wanita yang paling sensitif, terbukti dengan lidahnya yang menjulur mengais-ngais klitorisku. Pantatku jadi terangkat oleh jilatan lidahnya di ujung klitorisku, Toni juga menghisap-hisap klitorisku dengan penuh gairah dan nafsu, sehingga tanpa sadar kujepit kepalanya dengan kedua pahaku.

Tanganku meremas rambut kepalanya dan sedikit menekan agar kepalanya lebih terbenam di pangkal selangkanganku. Rupanya Toni tahu bahwa nafsuku sudah mencapai puncaknya hingga kepalanya digeleng-gelengkannya ke kanan dan ke kiri sementara bibir mulutnya tetap menempel ketat di bibir vaginaku dan aku menjadi semakin menggelepar dibuatnya.

"Oo.. Ooh! Ton..! Aku sudah tidak kuat lagi, ayo masukin dong!", rengekku.

Dan Toni rupanya cukup berbaik hati. Dia merangkak naik kembali mencium bibirku. Bibirnya melumat bibirku, sementara batang kemaluannya yang sudah berdiri tegak sejak tadi sengaja disentuhkannya ke bibir vaginaku. Langsung saja kuarahkan sedikit dengan membetulkan posisi pantatku. Kini batang kemaluannya berada tepat di celah lipatan bibir vaginaku yang sudah menganga agak lebar.

"Masukin dong!", pintaku lirih.

Toni-pun mendorong batang kemaluannya maju, dan kugoyang sedikit pinggulku hingga akhirnya benar-benar pas, dan blee.. eess! Slee.. Eep! Slee.. Eep! Slee.. Eep! Batang kemaluan Toni langsung masuk dan memompa vaginaku.

"Uu.. Uucch! Oo.. Oocch! Aa.. Aacch!", hanya itu yang bisa keluar dari mulutku, sambil kugoyang-goyangkan pantatku mengimbangi pompaan batang kemaluan Toni yang keluar masuk di dalam liang vaginaku.

Pompaan batang kemaluan Toni semakin cepat dan akhirnya.. Tzee.. Eerrt! Tzee.. Eerrt! Tzee.. Eerrt! Muncrat sudah sperma Toni di dalam liang vaginaku. Banyak sekali sehingga liang vaginaku jadi sangat becek.

Sialan nich anak, gerutuku dalam hati, cepat benar sudah orgasme? Rupanya Toni mengalami ejakulasi dini, sementara aku masih belum apa-apa. Terus terang aku sangat kecewa, namun apa mau dikata, kenyataan memang beginilah resikonya kalau ML bersama anak ingusan, namun untungnya ini tadi semua hanya imajinasiku belaka.

Namun akibat imajinasiku tadi melakukan ML dengan seorang bocah yang masih ingusan, vaginaku menjadi benar-benar basah dan libidoku juga benar-benar naik ke puncaknya, sebab saat aku membayangkan ML tadi jari tangan kiriku asyik menggosok-gosok klitoris, sedangkan jari tangan kananku mengobok-obok liang vaginaku.

Gesekan jariku menggesek klitorisku semakin lama kubuat semakin cepat, demikian pula kocokan jari tangan kananku yang mengocok-ngocok liang vaginaku, semakin lama iramanya semakin kupercepat, sehingga terdengar bunyi berkecipak dari dalam liang vaginaku.

"Uu.. Uucch! Aa.. Aaff! Oo.. Oocch! Aa.. Aacch!", badanku tiba-tiba menggigil dan sedikit kejang, pantatku terangkat tinggi-tinggi. Sambil menggeliat aku akhirnya mengalami orgasme juga, ini adalah orgasme yang sesungguhnya dan orgasme yang benar-benar kuinginkan.

"Oo.. Ooh!", desahku dengan napas panjang mengiringi semburan terakhir pelumasku yang keluar banyak sekali dari dalam vaginaku.

Badanku mejadi lemas dan tergeletak begitu saja di tempat tidur, mataku terpejam sambil menikmati sisa-sisa orgasme yang baru saja terjadi. Tanpa kusadari akhirnya aku pun benar-benar pulas tertidur sampai pagi dengan dibuat rasa nikmat yang menyelimuti seluruh tubuh telanjangku.


Tamat




Komentar

0 Komentar untuk "Imajinasiku"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald