Behind the scene of Joey and Jesse

0 comments

Temukan kami di Facebook
Kisah ini adalah sepenggal episode saja dari sinetron remaja Joey and Jesse yang ditayangkan oleh ANTV setiap senin malam dengan para pemain yang rasanya sudah tak perlu lagi kusebutkan ciri-cirinya, yang jelas tampang mereka tak perlu lagi diragukan, they're very cute! Ok, let's get the party started!

***

Yogi tak dapat menyembunyikan kegembiraannya ketika team kesayangannya Manchester United menang lagi atas team jagoan Joey, Juventus. Sekali lagi, dewi keberuntungan berpihak kepada Yogi. Tak tanggung-tanggung, kali ini taruhannya cukup besar, satu juta rupiah. Yogi pun langsung melompat dari sofa di kamar Joey ketika peluit terakhir wasit dibunyikan sambil bersorak, tingkahnya tak ubahnya seperti anak kecil yang baru mendapat sekotak besar coklat, setelah itu ia berputar-putar mengitari Joey sambil memasang muka jeleknya. Sungguh, seketika raut muka Joey langsung berubah seperti orang yang kehilangan gairah hidup, kusut bercampur jengkel. Lagi-lagi ia sial, harus merelakan uang sakunya selama satu bulan berpindah tangan ke tangan Yogi. Meski dengan berat hati, ia pun mengambil juga sisa uangnya dari dalam lemari dan menyerahkannya ke tangan Yogi, ia tidak mau ingkar janji. Sementara itu Vino hanya bengong di atas karpet sambil menikmati keripik kentang, persediaan camilan Joey untuk seminggu itu, ia hampir menghabiskannya tanpa ia sadari. Untunglah Vino tidak ikut-ikutan taruhan, sebelumnya ia pun sudah menjagokan Juventus. Joey memang benar-benar sial punya teman-teman yang hanya bisa membuatnya jatuh miskin, tapi meski begitu ia sangat menghargai arti sebuah persahabatan yang tidak bisa ditukar dengan segudang keripik kentang sekalipun.

Yogi pun tak sampai setega itu, ia bukanlah tipe raja tega yang bisa bersenang-senang di atas penderitaan orang lain yang notabene adalah sohib kentalnya sendiri. Yogi tak jadi mengambil uang taruhan itu, ia meraih tangan Joey dan mengembalikannya. Yang jelas, ia tak ingin temannya itu puasa terpaksa selama sebulan penuh, apalagi jika sampai ditraktir oleh ceweknya setiap kali makan malam, itu sama saja dengan menurunkan gengsi Joey di mata gadis pujaannya itu.

Lagi-lagi jam dinding di kamar Joey berbunyi, Joey memandanginya. Sudah jam dua pagi! Joey pun mematikan televisinya, ketika kedua temannya itu sudah berbaring kelelahan di atas kasurnya. Ia pun lantas ikut membanting tubuhnya ke atas kasur spon di kamarnya itu, memang agak sesak untuk memuat tiga orang, apalagi Vino yang paling tidak bisa diam saat tidur. Tak lama Joey bangun lagi dan bangkit dari kasurnya, ia lantas melepaskan celana panjangnya, seperti biasa ia ingin tidur dengan bercelana pendek dan bersinglet. Tapi entah mengapa ia merasa gerah sekali malam itu, memang sedang musim pancaroba. Maka ia pun melepaskan juga singletnya, bertelanjang dada. Tapi itu pun tidak banyak menolong, ia sebenarnya ingin sekalian melepaskan celana pendeknya pula dan bertelanjang ria, tentunya jika tidak ada kedua temannya itu. Meski Yogi dan Vino tampak telah terlelap dibuai mimpi-mimpi indah, toh ia akhirnya mengurungkan juga niatnya itu.

Sekitar jam lima pagi, ketika ayam jantan di pekarangan belakang berkokok, Joey merasakan adanya hawa hangat yang menempel di badannya, memeluknya dari belakang. Lebih-lebih pantatnya terasa digesek oleh kain basah. Sambil setengah sadar dan memicingkan mata, ia membalikkan badannya, ganti memeluk tubuh Yogi dan ia memeluknya dengan erat, sampai-sampai mukanya menempel di muka pemuda itu. Kakinya disilangkan ke pinggul Yogi, seperti ketika memeluk guling saja. Tak lama Yogi pun terbangun ketika hidungnya mencium bau badan tak sedap di depan batang hidungnya, ia benar-benar kaget bukan kepalang ketika disadarinya bahwa ia telah dijadikan guling oleh Joey, dan menyadarai bahwa sampai sedekat itu tubuh mereka bersentuhan. Tapi Yogi tak segera melepaskannya, entah angin dari mana yang membuatnya kemudian merasa nyaman diperlakukan seperti itu, yang jelas saat itu ia merasa celana dalamnya agak basah, ternyata semalam ia telah mimpi basah. Dan bagai kucing yang disediakan dendeng, gayung pun bersambut, kini Joey seolah-olah menawarkan diri untuk mewujudkan mimpi Yogi semalam, sungguh membangkitkan gairah.

Kontol Yogi pun tak lagi bisa tertidur tenang dalam sangkarnya, apalagi menghadapi serangan fajar semacam itu. Tentu saja, sang titit pun yang semula lemas dan kenyal seperti permen karet itu perlahan-lahan mengembang dan mengeras juga di dalam celana 3/4 yang membalut tubuhnya saat itu. Ia memang masih tergolong remaja yang fresh dan belum memasuki masa akil balignya, tetapi meski demikian pertumbuhan kontolnya boleh dikatakan seimbang dengan masa pertumbuhannya, bahkan kini sudah mencapai 12 cm. T-shirtnya sudah dilepaskannya dari tadi ketika ia merasa gerah dan kepanasan, makanya pantas saja jika Joey bisa merasakan hangatnya tubuh dan dekapan Yogi tadi.

Yogi memberanikan dirinya mengelus-elus muka Joey, menyibakkan rambut panjang berombak yang menutupi muka Joey. Cukup lama ia memainkan jari-jemarinya di seputar wajah Joey yang imut dan tampan itu sambil sesekali mencoba memasukkan jempol tangannya ke bibir Joey yang sangat sensual dengan berhati-hati sekali agar tidak sampai membangunkan Joey, kemudian perlahan jari-jemarinya makin turun ke dada Joey yang sedikit berbulu, kemudian teru dan terus turun ke bagian bawahnya, Yogi pun kemudian menyusupkan kedua telapak tangannya ke dalam celana karet yang dipakai Joey, begitu mudahnya ia menyusupkan tangannya karena karet celana Joey yang memang agak longgar itu. Yogi mulai meraba-raba kontol Joey dari balik celana dalamnya, ia dapat merasakan kontol Joey lambat laun mulai menegang dan mengeras, bagaimana bisa Joey menanggapi rangsangannya saat itu jika ia masih tidur? Justru itulah yang kemudian membuat Yogi menjadi terperanjat dan kalang kabut, perlahan matanya menatap ke arah Joey, yang nyengir ke arahnya, tampaknya Joey telah memergoki Yogi hendak melakukan percobaan pemerkosaan kepadanya pagi itu, sebuah serangan fajar.

"Kok berhenti?" tanya Joey sambil memandangi temannya yang tampak kikuk dan pucat itu. Yogi pun cepat-cepat menarik tangannya keluar dari arena penjelajahannya.

"Sorry, aku.." kata Yogi terbata-bata. Ia berhenti tak melanjutkan kata-katanya karena tak menemukan alasan yang tepat sebagai jawaban. Tangan Joey tiba-tiba memegang batang kejantanan Yogi, meremasnya dari balik celana yang dipakai Yogi.

"Kau mimpi basah, yah? Hayo, kau mimpikan siapa tuh!" tanya Joey setengah berbisik. Yogi tak menjawab, mukanya benar-benar pucat.

"Teruskan saja, Gi. Enak lagi!" sambung Joey lagi sambil tersenyum. Joey malah menuntun tangan Yogi untuk dimasukkan kembali ke balik celananya, bahkan sampai ke balik celana dalamnya sekalian untuk menjamah langsung kontolnya yang 14 cm itu. Yogi pun lambat-laun berhasil menenangkan dirinya dan mengatur kembali detak jantungnya, sementara di tangannya saat itu sudah tergenggam batang kejantanan Joey yang sedang ereksi penuh dan telah mencapai klimaksnya, mengeras dengan urat-uratnya. Yogi pun kemudian memperkuat cengkeramannya, ia meremas-remas dan memijit-mijit kontol Joey untuk beberapa saat lamanya, kemudian ia mencoba mengeluarkan kontol Joey itu dari balik celananya. Kontol Joey sungguh seksi terjepit di karet celana pendek yang dipakainya itu, kulupnya telah membuka, seolah-olah telah siap untuk segera dilumat.

Yogi pun tak lagi bisa bersabar menunggu lebih lama lagi untuk menikmati kontol sahabatnya itu, ia lantas merubah posisinya, berjongkok di samping paha Joey. Lalu Yogi melepaskan celana Joey, menanggalkan semuanya sampai pemuda itu telanjang bulat. Ia pun lantas membuka celananya sendiri, sekaligus celana dalam G-Stringnya. Kemudian, ia membungkukkan badannya tepat di atas rudal Joey yang berdiri tegak itu, Yogi pun lantas memasukkannya ke dalam mulutnya dengan penuh gairah, melumatnya dan menjilatinya dengan penuh nafsu. Ia memain-mainkan kontol Joey keluar masuk mulutnya. Menghisap dan menyedotnya dengan nikmat berulang kali sampai ia benar-benar merasa puas. Joey pun tak lagi bisa menahan sensasi nikmat yang diberikan Yogi, ia menggelinjang-gelinjang tak karuan di atas kasurnya sambil mengerang-erang.

"Argh, nikmat Gi!" Joey mendorong kepala Yogi agar kontolnya itu masuk seluruhnya ke dalam mulut Yogi. Baru sekali itu, kontol Joey dihisap orang, dan Joey sungguh tak bisa melukiskan kenikmatannya. Jauh lebih nikmat daripada permainan onaninya selama ini.

Yogi makin buas saja, tak hanya batangnya yang ia lumat, lidah Yogi pun mulai menjilat-jilat liar ke kantong buah pelir Joey, menikmati kedua bijinya yang terbungkus kulit kemerahan dan diselimuti jembut-jembut halus itu. Aroma kelelakian Joey benar-benar sangat terasa, sedikit pesing namun menggairahkan. Kemudian Yogi beralih ke seputar selangkangan Joey, ia menjilatinya sampai mendekati lubang anusnya. Diangkatnya sedikit ke atas pantat Joey agar lidah Yogi bisa mencapai sampai ke bawah buah pelir Joey. Yogi benar-benar sudah tak lagi terkontrol, pemuda bertampang lugu dan imut itu makin liar saja dengan permainannya, seolah-olah bukan lagi kelas amatiran.

Vino pun terbangun mendengar erangan Joey yang makin keras saja. Anak muda itu seakan tak percaya dengan adegan yang sedang berlangsung di depan matanya, ketika Yogi hampir menusukkan rudalnya ke pantat Joey yang saat itu telentang dengan kaki dan pantatnya mengangkat. Yogi pun memegang batang kejantanannya untuk memastikan cukup kokoh untuk ditenggelamkan ke dalam anus Joey. Perlahan-lahan dituntunnya, kontolnya itu memasuki hole yang pertama. Memang agak sedikit susah, tetapi lama-kelamaan ia pun berhasil juga.

Joey menggigit bibir bawahnya, menahan rasa nyeri yang di alaminya di dinding anusnya itu ketika sebuah benda tumpul yang sedemikian kerasnya dimasukkan ke dalamnya. Tetapi Yogi tak begitu mempedulikannya, ia tetap saja mendorong kontolnya sampai tenggelam penuh di dalam anus Joey. Setelah masuk seluruhnya, Yogi pun perlahan-lahan mencoba mempraktekkan apa yang pernah dilihatnya dari Blue Film selama ini yang sepertinya nikmat untuk dicoba. Yogi mendorong dan menarik pinggulnya maju mundur seiring dengan keluar masuk kontolnya di dalam lubang anus Joey.

Joey makin keras mengerang, untunglah tak ada seorang pun di rumah saat itu. Jesse kebetulan menginap di rumah Jenny semalam dan tentu saja tidak akan pulang sepagi itu. Vino pun tak lagi puas hanya dengan bengong saja, apalagi menyaksikan kedua sohibnya itu mempertontonkan badan mulus mereka yang pastinya bikin merangsang. Barangkali hanya Vino yang paling berpengalaman dalam urusan permainan ranjang di antara mereka berlima, karena Vino beberapa kali pernah melakukannya dengan cewek-cewek yang memburunya. Tetapi tentu saja, dengan sesama cowok ia belum pernah mencobanya. Vino sampai ngiler melihatnya saat itu, sepertinya permainan Yogi dan Joey asyik juga.

Vino kemudian menanggalkan t-shirt dan membuka sabuk celana jeansnya, ia lantas membuka restsleting celananya itu dan melepaskan semua sisa-sisa pakaian yang masih menempel di badannya. Ia seolah hendak mempertontonkan tubuhnya yang memang kekar dan berotot itu, wajar saja demikian karena Vino suka sekali fitness. Vino mendekati kedua temannya yang sedang berpacu dengan birahi itu. Ia langsung menindih dada Joey dan mengarahkan rudalnya ke mulut Joey agar dihisap. Joey pun menurut saja, di saat ia sendiri merasakan nyeri karena Yogi menyodominya, ia pun mencoba untuk memuaskan hasrat Vino.

Vino mendorong badannya lebih ke depan sambil memasukkan rudalnya ke dalam mulut Joey, sampai seluruh batangnya tenggelam penuh di dalam mulut Joey. Sementara itu Joey pun menanggapinya dengan agresif, setelah ia menghisap kontol Vino di dalam mulutnya beberapa lama, Joey lalu mencengkeram kontol Vino dan mengocoknya, sesekali dijilatinya ujung kontol Vino yang panjangnya 14 cm itu.

Yogi sudah tak lagi dapat menahan semprotan spermanya setelah beberapa kali ia memompa kontolnya keluar masuk lubang anal Joey, ia pun lantas memuntahkan cairan keperjakaannya di dalam lubang anus Joey, dan sebagian lagi tumpah ruah di atas sprei.

Kini berganti Vino yang mencoba untuk menembus lubang anal Yogi di balik pantatnya yang padat dan seksi itu. Yogi berada dalam posisi nungging (doggy style) di atas badan Joey, kontol Yogi tepat menggantung di atas mulut Joey, sehingga Joey pun punya mainan tersendiri. Vino merapatkan kontolnya ke lubang anus anus Yogi, kemudian ia membungkuk dan memeluk Yogi dengan erat dari belakang sebelum akhirnya ia menggoyang pinggulnya sekalian mengatur irama kontolnya keluar masuk ke lubang anus Yogi berulang-ulang.

"Pantat kamu oke juga, Gi!" puji Vino sesaat setelah spermanya yang kental itu muncrat karena tak tahan lagi dirangsang seperti itu. Yogi langsung merebahkan badannya ke atas kasur di samping Joey, ia meringis sambil menahan sakit di lubang pantatnya akibat ditusuk Vino itu.

Sementara itu Vino belum menyerah, staminanya masih cukup kuat. Ia pun kemudian merebahkan dirinya menindih Joey, tetapi dengan posisi membelakangi sehingga dada Joey menempel dengan punggung Vino.

"Please, fuck me, Joey!" pinta Vino sambil mengatur agar kontol Joey bisa tepat sasaran di lubang analnya.
Setelah dirasanya sudah pas, Vino mengangkat sedikit tubuhnya ke atas dan kemudian menggoyang-goyangkan pinggulnya naik turun, seiring dengan keluar masuknya kontol Joey di dalam lubang anus Vino. Tak tahan berlama-lama seperti itu karena membuat pinggang Vino sakit, maka merekapun berpindah ke atas sofa, Joey duduk diatas sofa dan Vino masih seperti posisi yang tadi berjongkok membelakangi Joey dan menempelkan lubang anusnya ke kontol Joey di bawahnya. Setelah itu, dipompanya kembali pantatnya naik turun, sampai Joey memuntahkan spermanya.

"Ach!" desah Joey begitu spermanya menyemprot tiga kali di lubang anus Vino seiring dengan melemasnya kontolnya sesudah itu. Joey seperti baru saja menanggalkan pikulan yang sangat berat di bahunya. Ia benar-benar lega dan puas, dan bukan hanya Joey, Yogi dan Vino pun merasakan kepuasan yang sama!

Tamat




Komentar

0 Komentar untuk "Behind the scene of Joey and Jesse"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald