Kejutan Paris - 4

0 comments

Temukan kami di Facebook
Kemudian, saya merasakan bibirnya mencium-cium kulit punggungku. Lidahnya pun tak mau kalah, asyik menjilati dan memandikan punggungku. Sementara itu kedua tangannya sibuk meraba-raba bagian depan tubuhku. Veri meremas-remas dadaku dan mengelus-ngelus perutku. Aku hanya bisa mengarahkan tanganku ke belakang dan meremas-remas pinggangnya. Suara deru napas kami ditenggelamkan oleh suara deru angin yang jauh lebih kencang. Lalu kurasakan pergerakan dari batang kejantanan Veri. Veri memulai penetrasinya.
"Aarrgghh.." erangku saat penisnya bergerak mundur, keluar dari anusku.
Setiap jengkal dari dinding duburku terangsang dan menjadi gatal, memohon untuk kembali disentuh oleh penis itu. Permohonan itu terkabul karena penis Veri kembali memasuki lubangku.
"Hhoohh.. Aahh.. Veri.. Aahh.. Teruskan, sayang.. Oohh.."
Setelah mengenai prostatku, penis itu kembali mundur, lalu maju lagi, dan kemudian mundur lagi. Begitu seterusnya. Dengan irama tetap nan bertenaga, Veri menghajar lubangku dengan batang kejantanannya.
"Aargghh!! Ooh!! Aahh!!" erangku setiap kali prostatku terkena.
Sekujur tubuhku bergetar saat gelombang orgasme kecil menyerangku. Setiap kali prostatku terkena, aku merasa seolah-olah napasku tercekat dan tubuhku dialiri gelombang kenikmatan. Hal itu terjadi berulang-ulang. Tekanan di dalam bolaku semakin menguat, membuat penisku terus-menerus meliurkan precum. Keringatku bercucuran meskipun keadaan suhu udara di puncak Eiffel lumayan dingin dan berangin keras. Veri mendorong penisnya lebih dalam, ikut mendorong tubuhku. Berpegangan kuat-kuat, aku menahan tubuhku agar tidak terjungkal ke depan. Kedua tangan Veri bergerak dan mengamankan pinggulku. Ah, nikmatnya bersetubuh dengan pria yang kucintai..
"Aarrgghh.. Aarrgghh.. Sempit sekali, sayang.. Oohh.. I'm fucking you.. Oohh.." racau Veri, menekan-nekan batang penisnya sedalam mungkin.
Deru napasnya terdengar kencang sekali saat Veri membungkuk untuk mencium leherku. Ciumannya sangat maut, diselingi gigitan-gigitan mesra. Seperti tentakel gurita, Veri menahan kulit leherku dnegan bibirnya. Kemudian dia mencium, menyedot, dan menggigitnya. Saat dia melepaskannya, ada sebuah noda kemerahan di kulit leher. Sebuah cupang tanda cinta dari Veri. Keirngat Veri jatuh bercucuran di atas punggungku yang telanjang, bercampur dengan keringatku. Veri menyodomiku tanpa henti bagaikan mesin pemerkosa. Batangnya bergerak masuk-keluar, masuk-keluar, cepat dan bertenaga.
"Hhohh.. Oohh.. Aahh.. Enaknya.."
"Aarrgghh.." erangku.
Rasa nikmat yang kurasakan sungguh tak terlukiskan. Setiap sodokannya melambungkanku ke surga. Penisku tak henti-hentinya mengeluarkan precum. Jumlahnya lebih banyak dari yang biasanya.
"Oohh.. Aahh.." erangku saat prostatku kembali dihajar.
Sodokan yang bertenaga itu mulai membuat isi perutku nyeri seakan-akan ada yang terluka dan bengkak. Namun saya tetap merasa nikmat dan sama sekali tidak ingin Veri berhenti beraksi. Aku ingin terus disodomi oleh Veri. Aahh.. Kuberikan jiwa dan ragaku seutuhnya padanya. Aku mau menjadi miliknya selamanya.
"Oohh.. Aahh.. Veri.. Oohh.. Mau kkelluarr.. Aarrgghh.." Aku menggeliat-geliat, berusaha keras menahan laju orgasmeku. Veri tetap memegangiku erat-erat, tak mau aku terjatuh.
"Oohh!!" Pertahananku jebol. Orgasme menjemputku padahal aku sama sekali tidak menyentuh penisku dari tadi! Batangku mulai berkedut-kedut dengan liar.
"Aarrgghh!! Aarrgghh!! Oohh!! Aarrgghh!!"
Ccrroott!! Ccrroott!! Cairan spermaku yang kental dan putih telah disemprotkan keluar dari lubang penisku. Badanku bergetar dengan hebat karena rasa nikmat yang luar biasa. Sungguh orgasme terhebat yang pernah kualami. Veri masih memegangi pinggulku seraya mempenetrasi anusku yang kini berkedut-kedut liar sebagai efek berantai dari orgasmeku.
"Oohh!! Aku juga mau.. Aarrgghh!!" Veri tak mau mencabut batangnya. Dia terus saja menusuk-nusuk lubang pantatku.
"Aarrgghh!! Oohh!! Aarrgghh!! Uugghh!!", erang Veri, dan.. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Cairan kelaki-lakiannya membanjiri anusku yang sudah longgar, terasa panas membara.
Sekujur tubuhnya bergetar hebat sampai-sampai kakinya hampir tak mampu menopang tubuhnya. Penis Veri mengeluarkan seluruh isinya hingga saya merasa seolah-olah perutku penuh. Dengan desahan panjang, Veri menarik penisnya keluar.
Lelehan pejuhnya ikut mengalir keluar karena duburku sudah penuh sekali dengan spermanya. Sebagian menetes ke atas lantai. Aku bahkan dapat merasakan sel-sel spermanya berenang-renang di dalam duburku. Jika aku bisa hamil, aku mau sekali hamil dan melahirkan anak untuknya. Veri sungguh baik dan cinta sekali padaku, aku akan melakukan apa saja demi kebahagiaannya.
Lubangku masih menganga dan terasa agak perih akibat penetrasi sebelumnya yang tidak melibatkan pelumas. Aku mencoba untuk menutup otot anusku namun hanya dapat bergerak sedikit. Penis Veri memang luar biasa. Aku berbalik dan menciumi Veri. Tubuh telanjang kami bertempelan dan saling menghangatkan. Angin kencang dengan cepat mengeringkan rambut kami yang basah dengan keringat. Selama beberapa saat, kami saling berdekapan sampai sisa-sisa orgasme di tubuh kami benar-benar hilang.
Ketika orgasme kami berdua sudah benar-benar mereda, kami tak mau langsung turun. Setelah berpakaian kembali, kami memutuskan untuk menikmati pemandangan Paris. Berdiri di tepian, Veri melingkarkan tangannya di pinggulku, mengamankannya. Bibirnya mencium-ciumi daun telingaku sambil membisikan kata-kata cinta. Kami bercumbu; bibir kami saling mencari. Di bawah kami, masyarakat Paris mengerjakan aktivitas mereka tanpa menyadari bahwa kami baru saja bercinta di puncak menara Eiffel!
"Rentangkan tanganmu, sayang," bisik Veri, meraba-raba tubuhku.
"Buat apa? Nanti aku jatuh. Nggak mau, ah. Takut," tolakku dengan manja.
"Masa nggak percaya ama saya? Kamu nggak akan jatuh. Saya akan memegangi badanmu. Cobalah, biar kayak film Titanic," bujuk Veri.
Aku tidak menolak saat Veri, dengan lembut, merentangkan kedua tanganku lebar-lebar seperti sayap burung. Angin kencang bertiup ke arahku. Mulanya aku takut, tapi lama-kelamaan terasa asyik. Aku tertawa-tawa bahagia. Ini sungguh hadiah terindah yang pernah kuterima.
"Enak kan?" tanya Veri, tersenyum manis. Aku hanya mengangguk-ngangguk saja, tersenyum bahagia. Dalam hati saya berdoa semoga mimpi indah ini takkan pernah berakhir.
Dalam benakku, terbayang kembali perjalanan cintaku. Pria-pria yang dulu pernah mengisi hatiku muncul dalam pikiranku. Tidak untuk kupikirkan, namun untuk mengingatkanku betapa baiknya Veri dibandingkan mereka. Lynn, kekasih pertamaku yang dikabarkan telah meninggal, seakan berkata padaku, "Veri adalah pasangan jiwamu yang sebenarnya. Cintailah dia dengan sungguh-sungguh. Aku akan selalu berada di atas untuk menjagamu. Kalian berdua akan hidup bahagia selamanya, Endy." Lalu bayangan Brian menggantikannya. Dulu kau pernah mencintainya namun dia pergi meninggalkanku tanpa pesan selamat tinggal. Kemudian ada Areg, pria Armenia, yang sempat menipu hatiku dan uangku.
Air mataku menetes turun. Saya sadar bahwa jodohku memang bukan berada di luar negeri, maka dari itu saya memulai pencarianku di Jakarta dan Odie muncul. Tapi dia pun meninggalkanku dengan alasan dia ingin tobat dari homoseksualitas. Kemudian ada Aan. Dulu kukira aku takkan pernah dapat melupakannya, namun aku salah. Kini hatiku hanya untuk Veri seorang. Cintaku pada kelima pria itu sudah kukubur dalam-dalam. Mereka tak hidup lagi di hatiku. Kutolehkan wajahku dan kupandang wajah Veri yang ganteng dan penuh cinta itu. Andai saja dari dulu kami bertemu, hidupku pasti akan lebih bahagia.
"Kok melamun, sayang? Mikirin apa?" tanya Veri, penasaran.
"Nggak. Cuma sedang ingat masa laluku saja. Dulu aku begitu menderita karena cinta. Aku selalu disakiti, ditipu, dan diperalat. Tak ada yang benar-benar mencintaiku. Namun kamu berbeda sekali dengan mereka, sayang. Aku senang sekali kita menjadi kekasih. Aku akan selalu menjaga cintamu ini." Kukecup pipinya.
"Aku juga akan menjaga cintamu, Endy." Veri memelukku dari belakang. Ah, hangatnya pelukannya itu.
"Kamu mau menikah denganku?" tanyanya tiba-tiba.
"Apa? Menikah?" Aku merasa tak percaya dengan pendengaranku ini.
"Denganmu? Kamu serius?"
"Benar. Menikah. Kamu mau menjadi pendamping hidupku? Aku janji akan sellau membahagiakanmu, sayang," kata Veri dengan mata bersinar-sinar.
"Kita bisa menikah di Holland kalau kamu mau. Hanya kita berdua saja. Lalu kau akan membawamu pergi jauh sekali ke tempat di mana hanya ada kau dan aku saja. Kau akan menjadi milikku selamanya. Bagaimana? Kamu mau?"
"Oh Veri, tentu saja. Aku mau. Aku mau sekali menjadi pasangan hidupmu. Sayangku.."
Kubalikkan badanku dan kupeluk tubuhnya erat-erat. Dalam hati, aku berharap semoga mimpi ini akan menjadi kenyataan. Dulu kau memang pernah memberitahukan Veri tentang impian terbesarku, bahwa aku ingin hidup bersama kekasihku selamanya, selalu berada di sisinya. Tapi aku tak pernah menyangka bahwa Veri bersedia mewujudkannya.
Hidup ini memang aneh. Apa yang kita inginkan, tidak akan langsung diberikan. Aku memohon untuk diberikan seorang kekasih tetap seumur hidup, namun takdir mengharuskan aku bertemu dengan 5 pria dahulu untuk mempelajari arti hidup dan cinta, kemudian baru mempetemukanku dengan Veri. Kupandang bintang-bintang di atas dan kulihat mereka berkelap-kelip seolah tersenyum padaku. Aku tak perlu lagi menjelajahi dunia untuk menemukan pasanganku. Kini aku dapat beristirahat. Aku percaya bahwa setiap orang mempunyai belahan jiwa masing-masing. Dan aku telah menemukan belahan jiwaku.. Veri..
*****
Veri, cerita ini untukmu. Aku sungguh berharap kamu akan semakin mencintaiku. Dan aku juga berharap kelak kita dapat hidup sebagai pasangan seperti suami-istri. Aku takkan pernah meninggalkanmu, Veri. Lewat sumbercerita.com, aku ingin seluruh dunia mengetahui cinta kita. Terima kasih atas cintamu, Veri. Aku mencintaimu..

Tamat





Komentar

0 Komentar untuk "Kejutan Paris - 4"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald