Back for Autumn - 7

0 comments

Temukan kami di Facebook
Akupun membalasnya dengan bernafsu. Lama juga Jin yong mengulum bibirku. Aku mulai meronta karena tidak dapat bernafas. Tapi tidak juga dia melepaskan kulumannya. Malah semakin kuat dia menekan kepalaku. Karena tak tahan lagi, lalu aku gigit perlahan ujung lidahnya yang bergerilya di antara gigiku. Dan ketika ciumannya mengendur aku cepat melepaskan diri lalu bergeser ke samping.

"Sudahlah. Aku tidak mau bermain lagi." Aku pasang muka sebal dan menarik kembali selimut untuk menutupi tubuhku yang telanjang. Tapi penisku masih berdiri. Tepat seperti dugaanku, dia meraih aku kembali dalam pelukannya.
"Kamu yang duluan mulai." Jawabnya sambil berusaha membalikkan badanku supaya menghadapnya.
"Ayolah, Hui." Pintanya lagi.

Aku menahan senyumku karena akupun memang mau menuntaskan gairahku yang sudah di bangkitkannya. Aku tidak sanggup lagi menahan tawaku. Aku berbalik dan melihat wajah Jin Yong. Sekarang gantian dia yang jengkel. Dengan beringas tubuhku di tindihnya. Kedua tanganku di tekannya ke samping kiri-kanan lalu dia melumat dan mengulum kedua puting dadaku. Aku tertawa, meronta dan menggelinjang kegelian. Sampai lemas aku di buatnya.

"Sudah. Sudahlah Jin Yong."Aku mulai menjerit. Nafasku sudah tersengal-sengal.

Kurang ajar betul anak ini. Jin Yong menghentikan lumatan dan melepaskan pegangannya di tanganku. Namun dia masih tergeletak di atas tubuhku. Pasti dia sendiri kecapekan. Sesaat kami terdiam memulihkan tenaga yang habis karena bercanda tadi. Aku dekap erat tubuhnya yang menimpaku. Perlahan penis kami yang sempat tertidur waktu bercanda tadi, kini mulai bangkit kembali dan saling menekan perut kami masing-masing.

Nafas Jin Yong terdengar mulai memburu dan terasa hangat menyapu di bawah telingaku. Aku pejamkan mataku untuk menikmati bibirnya yang mulai merambati leherku dengan jilatan lidahnya. Tanganku mengusap punggungnya dan kudekap lehernya dengan mesra. Kepalaku mendongak ketika dia melumat bagian bawah daguku sambil menekan pantatnya naik-turun seperti orang bersenggama sehingga penisnya menekan dan menggesek perut dan batang penisku.

Secara reflek tanganku bergerak turun dan ketika sampai di bungkahan pantatnya, aku remas dan ikut menekan-nekan pantatnya. Memang rasanya tidak seberapa namun sensasi dan rangsangannya membuat suasana hati semakin bergelora. Setelah puas mencumbuku, Jin Yong memelukku mesra sambil berbisik di telingaku dengan suara parau dan nafas memburu tanda dia sudah benar-benar bernafsu.

"Kita main seperti Tony, ya?"Bujuknya sambil membelai rambutku.

Hari itu setelah mereka memuaskanku, dia dan Tony bermain anal. Aku yang sudah lemas sempat terangsang melihat mereka dan penisku kembali tegang. Tetapi aku segera masuk ke dalam kamar saat mereka mengajakku untuk bergabung. Dan aku sangat salut dengan Jin Yong karena dia menghargai prinsipku dan tidak pernah memaksaku. Meski dia masih sering menawarkan. Dan saat ini dia kembali mengajakku dengan bujukan. Aku menggeleng untuk membalas tawarannya. Seperti biasa aku lihat kekecewaan di matanya. Aku gulingkan tubuhnya kesamping dan sekarang ganti aku yang menindih tubuhnya. Tanpa berciuman lagi aku segera merangsang dadanya dengan kuluman dan jilatan di kedua putingnya. Karena dia sudah terangsang berat, aku mau cepat-cepat membuat dia ejakulasi supaya nafsunya cepat down dan melupakan keinginannya untuk mengerjai aku.

"Uuh, uuh." Jin Yong mendesah-desah saat kepala penisnya yang besar aku kulum dan lumat.

Batangnya penuh di tanganku saat kugenggam. Aku berikan nilai 9 buat penis Jin Yong. Ukuran antara batang dan kepala penisnya cukup sempurna. Aku jilati kulit bawah topi bajanya. Dan setelah puas membuat dia mengerang, aku lumati selruh permukaan penisnya. Lidahku bermain di antara urat-urat penisnya yang bermunculan. Seperti sedang menikmati ice cream, aku dengan bernafsu menjilati dan mengulumnya seakan sayang untuk melepaskannya. Saat kulihat penisnya mengeluarkan precum, segera aku masukkannya dalam-dalam sampai bibirku mentok ke bulu kemaluannya. Aku tahan sebentar sambil aku ketatkan hisapan mulutku. Terasa penisnya berdenyut dalam mulutku.

Lalu aku lakukan gerakan keluar-masuk sambil aku gelitik kulit antara anus dan buah pelirnya. Jin Yong mengerang keenakan. Tangannya menjambak rambutku dan menekannya sembari pantatnya naik turun. Precumnya yang banyak keluar terasa gurih dalam mulutku. Aku telan bersama dengan air liurku. Mulutku terasa pegal menghisap dan mengulum karena penisnya yang cukup besar. Namun tidak terlalu lama kunikmati kehangatan penis Jin Yong saat dia semakin menggila dengan menekan kepalaku ke bawah. Aku buka rongga mulutku lebar-lebar agar tidak tersodok oleh penisnya yang keluar masuk dengan cepat karena dia menaik-turunkan pantatnya.

"Houh, ouhh, Hui." Desahnya dengan nafas memburu.

Matanya terpejam rapat menahan kenikmatan yang hendak meledak. Kepala penisnya semakin terasa penuh di tenggorokanku sehingga aku kesulitan bernafas. Dan saat dia mengejang, kepalaku ditekannya kuat-kuat. Kepala penisnya terasa menyumpal tenggorokanku. Aku menahan nafas. Aku terbatuk-batuk ketika spermanya menyemprot beberapakali dalam mulutku. Cairan yang panas itu langsung masuk ketubuhku tanpa aku sempat merasakannya. Namun saat penisnya kukeluarkan dari mulutku, masih ada sisa sperma yang keluar dari penisnya yang tetap tegang itu. Terus aku jilati sisa sperma itu dan aku kulum kembali kepala penis Jin Yong sampai dia meringis menahan geli.

*****

Malam ini seperti biasa ada desau angin dingin yang menemaniku menikmati sepi. Di beranda kamar Jin Yong aku merenungi perjalanan yang sudah aku tempuh. Tak terasa hampir setahun aku arungi penantian yang tiada pernah aku tahu kapan sampai ke tepinya. Tapi tak lama lagi mimpi sedih ini akan aku akhiri. Cukup sampai disini saja penderitaanku. Tak kuasa lagi aku dirantai dan di belenggu masa lalu. Entah sampai dimana tetes airmataku yang setiap malam aku titipkan pada angin yang berhembus. Terhempas dimanakah bisik rindu yang selalu kuteriakan dilangit sana.

Aku sudah lelah. Hatiku lelah. Selama ini aku menahan kepedihan ini seorang diri. Hanya angin dingin dan gelap malam yang setia menemaniku merindu. Saat kulayangkan pandanganku jauh ke cakrawala, sungguh luas dunia ini terasa. Luas dan hampa. Tiada tempat untukku meletakkan hati. Membaringkan asa yang penat. Semua ini harus aku sendiri yang mengakhiri. Aku harus tinggalkan negara ini. Akan aku coba lupakan apa yang sudah terjadi.

Siang tadi aku sudah selesai mengurus dokument untuk kembali ke indonesia. Dengan bantuan kedutaan dan tentu dengan sejumlah uang, aku akhirnya berhasil membuat surat perjalanan untuk pulang. Musim gugur yang aku nantikan telah kulewati dengan kerinduanku kepada Lee yang tidak juga terobati. Dan kini musim semi telah menjelang. Segala yang aku jalani adalah sia-sia.
Aku hirup dalam-dalam udara dingin malam ini. Tinggal hitungan hari saja aku akan tinggalkan negara ini. Dan selama ini aku selalu mengharapkan bayangan Lee untuk mengobati rinduku.

Lelah sudah aku terpaku mengantarkan malam menyambut fajar hanya untuk melukiskan kembali keindahan Lee di anganku. Namun tidak sekalipun dia hadir meski hanya dalam mimpi. Apakah dia tahu ada seorang pengejar mimpi yang setia menanti.

*****

saat semua musnah
kucari impian masa lalu
rindu mampukan aku bertahan
menerjang sepi yang menghadang
penantian yang panjang
kemana harus aku melayang
mencari seberkas bayangan
pengobat hati yang beku

*****

22 Februari '98

Aku bangkit dari tempat dudukku di ruang tunggu bandara Kimpo, saat kulihat pintu masuk jalur penerbangan menuju Jakarta sudah di buka. Dengan perasaan tak menentu aku mencoba tegar melangkah di ikuti Jin Yong di belakangku. Dadaku terasa sesak dan nafasku terasa berat oleh kesedihan yang menghimpit perasaanku. Aku harus meninggalkan semuanya. Harus melupakan apa yang telah aku alami di negara ini. Saat sudah melangkah, aku tak ingin kembali lagi. Terlalu banyak airmata yang kutumpahkan disini. Di depan pintu masuk aku berhenti sejenak.

"Hui. Goodbye." Terdengar suara Jin Yong yang seperti bisikan.

Airmata yang dari tadi kutahan, kini mengalir sudah. Dengan cepat aku hapus dan kutarik nafas panjang untuk meredakan tangisku, sebelum aku menoleh kepadanya. Kulihat mata Jin Yong pun memerah. Kupandangi wajahnya untuk terakhir kali. Terbayang kembali saat-saat indah yang telah dia berikan padaku. Ku kuatkan diri untuk tidak memeluknya meski hatiku ingin.

"Goodbye, bro. I love you." Ucapku dengan suara serak menahan tangis, dan cepat aku berbalik sebelum air mata ini tumpah.

Pukul setengah dua siang, pesawat tinggal landas. Ku bisikkan selamat tinggal pada semuanya. Pada angin musim gugur, pada salju musim dingin, pada bunga musim semi, pada mentari musim panas dan pada semua orang yang mengisi hidupku di negara ini. Kini aku pulang kembali dengan dada yang hampa. Hati dan cintaku telah tertinggal di kota Kimpo. Tergantung di setiap helai daun maple yang berguguran saat musim gugur. Kupejamkan mataku, ada yang menetes hangat dari sudutnya. Samar terdengar tawa Lee saat kami bercanda. Dan tercium kembali keharuman yang bermusim telah hilang dari dekapanku. Tergambar kembali di anganku, daun-daun maple yang luruh saat angin menyapa. Teringat kembali kehangatan yang pernah aku rasakan dengan Lee.

Seakan baru semalam saja keindahan itu aku rasakan. Belum puas aku menikmatinya. Kenangan masa lalu bersama Lee selamanya tidak akan kulupakan. Karena dia adalah masa mudaku.

*****

Aku yakin di suatu tempat, entah di bulan atau di bumi, di laut atau di langit, di musim semi atau di musim gugur, pasti ada seseorang untukku. Seseorang yang mengerti hatiku.

*****

aku pernah mengenalnya
di suatu tempat yang jauh
terpisah diantara riak samudra
angin masa yang bawaku kesana
kekasih belahan hatiku
bertahta di musim gugur
sejenak kulenakan diri
dalam hangat dekapan cintanya
sampai masa bawaku kembali
terpisah diantara langit
kini kerinduan merintih
di alunan nada yang sepi

Tamat





Komentar

0 Komentar untuk "Back for Autumn - 7"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald