Autumn Diary - 7

0 comments

Temukan kami di Facebook
"Lee. Kamu jorok." Tegurku.
Mungkin dia ikut-ikutan dengan apa yang dilihatnya di blue film. Sedangkan aku sendiri tidak pernah mengajarnya begitu. Lee cuma senyum melirikku sambil tetap melanjutkan aksinya. Wajahnya tetap kelihatan inoncent meskipun dia sedang melakukan hal yang jauh dari sebutan innocent. Dia melanjutkan aksi kocoknya dengan mengulum kepala penisku. Aku terpejam-pejam merasakan kehangatan dan kenikmatan penisku saat dia melumat-lumat dan mempermainkan lidahnya di kepala batangku.
"Ouhg." Aku terkejang-kejang saat Lee menghisap-hisap kepala penisku. Terasa begitu geli sampai tubuhku seperti tersetrum listrik. Dan rasa geli itu menjadi kenikmatan yang melenakan saat batangku keluar masuk sepenuhnya dalam rongga mulutnya.
Lumatan dan kulumannya semakin nikmat. Lee kini tahu bagaimana memberi aku kenikmatan seperti yang aku berikan kepadanya. Memang hanya lelakilah yang tahu apa yang disukai lelaki. Lee terus menaik turunkan mulutnya yang penuh dengan batang penisku. Wajahnya tampak kemerahan. Ada kilau keringat di keningnya. Ingin sekali aku mendekapnya dan melenakannya dalam pelukanku. Aku tidak ingin membuatnya penat karena terlalu lama mengoralku.
Kupusatkan perhatianku pada setiap rangsangan yang dibuat oleh Lee. Kunikmati setiap nikmat gesekan lidah dan kehangatan mulutnya agar aku bisa cepat orgasme. Tak berapa lama kurasakan buah pelirku menjadi berat dan panas. Batangku pun membengkak disertai urat yang bermunculan. Lee pun pasti merasakannya. Dia mempercepat menaik turunkan mulutnya dan tangannya turut mengocok batangku yang tak dapat masuk kemulutnya.
Nafasku semakin tak beraturan. Lee mengulum semakin dalam. Saat aku mengejang dia menekan kuat mulutnya sehingga batang penisku amblas seluruhnya. Tak ayal lagi, spermaku muncrat memenuhi rongga mulutnya disertai lenguhanku menahan kenikmatan. Aku terbaring tak berdaya. Tulang-tulangku seperti dilolosi semua. Lee masih melumat kepala penisku yang masih tegang untuk mengeringkan sisa sperma. Aku merasa geli sekali.
"Lee. Sudah Lee." Aku mengeser tubuhku.
Lee tertawa. Rupanya dia sengaja melakukanya. Dia lalu berbaring di sampingku.
"Kamu juga mau?" Tanyaku.
Dia menggeleng sambil menatapku tajam. Sejenak kami sama-sama terdiam. Aku lalu bangkit dan memakai kembali celanaku dan berbaring lagi di samping Lee. Lee terus memandangiku, aku jadi rikuh. Serta merta kurengkuh dia dalam pelukanku. Kuciumi keningnya yang basah oleh keringat. Udara luar memang dingin, tetapi di dalam kamar ada pemanas yang kadang membuat kami kegerahan.
"Lee. Aku suka kamu Lee." Bisikku padanya yang sedang memejamkan mata menikmati belaianku.
Dia diam saja. Tapi aku memang tidak memerlukan kata-kata. Asal sudah kuluapkan isi hatiku, aku puas. Hampir kami tertidur dalam keadaan berpelukan saat mendengar ada yang datang. Lalu Lee pun beranjak kembali ke kamarnya.
*****
Datang dalam awan, berlalu dalam angin
Membawa sekeping cinta yang tulus
Hati terluka, asmara membeku, airmata pun kering
Sedih ataukah bahagia tak lagi bermakna
Takdir, siapakah yang dapat mengerti
Bagai mimpi semua lenyap terbawa angin
Tinggal mata yang menyimpan kepedihan
Di langit mana kini kekasih berada
Kehidupan ini tak dapat dipertanyakan
Waktu yang hilang hanya menyisakan duka
Saat ingin kembali langit telah senja
Sisa kenangan tak dapat diuntai lagi
Hati pengelana kini lelah sudah
Airmatanya siapa yang akan peduli
*****
3 September 97
Hembusan angin dingin yang masuk dari jendela kamarku di lantai tiga, telah membangunkanku dari tidur siangku. Kupandang keluar dari jendela kamar. Langit mendung dengan deru angin yang meluruhkan daun-daun. Tak lama kemudian hujan pun mulai turun. Aku terpaku menatap tetesan hujan. Mataku pun menjadi merah. Apakah ini pertanda akan tiba musim gugur untuk menganti musim panas yang menyiksa ini. Aku terlampau lelap dalam sepi dan sibuk menangisi hari-hari panjang yang tak habis kulalui, hingga aku tidak sadar kalau musim yang aku nanti sudah menjelang. Tampak olehku warna kekuningan mulai menghiasi bukit di sana. Baru terasa olehku hembusan angin yang begitu akrab.
Hembusan ini pernah kurasakan setahun yang lalu. Namun kali ini aku akan melewatinya dalam sepi. Tanpa Lee lagi. Lelah sudah aku merindukan Lee. Dulu kupikir dapat melupakannya. Tapi semakin aku coba lupakan, semakin diriku tersiksa. Di pabrik baru ini hanya beberapa orang lama yang tersisa. Semua sudah pulang sejak kepindahan itu. Tinggal Chang Ho dan Yong Jun yang dari dulu memang teman karibku dan beberapa orang lagi yang tak begitu akrab. Yang menyebalkan adalah Yong Hoon. Dulu dia cuma curi-curi pandang saja, tetapi sekarang dia berani memelukku kalau ganti baju bareng di locker. Song Min juga tidak ikut pindah.
Mengenangkan Song Min aku jadi sedih dan menyesal. Dia begitu baik dan menyayangiku. Selama kerja denganku dia selalu menuruti apa yang kusuruh. Saat aku akan berangkat ke Ansan dia terus menggenggam tanganku dan mengekoriku. Dia terus menatap wajahku sambil menyebut namaku. Memang dia juga bilang tidak ikut ke Ansan, tapi aku pikir dia cuma bergurau. Sekarang aku menyesal karena mengecewakannya. Satu kali saja kami tidur bersama, itupun tanpa melakukan apa-apa karena aku bukan tipe pemangsa. Memang cinta tak pernah lepas dari luka. Siapa yang terlalu berharap kepada cinta, pasti akan terluka.
Aku juga bukan orang yang setia, sebab akupun pernah dua kali main-main dengan orang lain. Yang pertama dengan Jin Yong saat Lee sedang cuti dan aku main ke rumah teman. Tapi saat itu aku cuma pegang sebentar. Dan setelah itu aku tidak pernah bertemu lagi dengannya sampai saat ini. Yang kedua dengan Hyon Jae. Anak nakal yang suka mencium pipiku meski di depan teman lain. Dialah anak ganteng yang pertama kutemui saat aku menginjakkan kaki di asrama.
Setiap kali ada kesempatan, dia selalu menatap mataku, memujinya dan selanjutnya pasti pipiku jadi landasan bibirnya. Sehari sebelum pindah ke Ansan kami tidur bersama di kamarnya. Tapi sebelumnya aku meminta dia berjanji untuk tidak memeluk dan menciumiku lagi. Malam itu kami bercerita banyak tentang kehidupan. Ternyata nasib keluarganya sama denganku. Dia juga tidak mendapat kasih sayang dari ayahnya. Dia pun mengaku biseks. Kami menjadi akrab dan aku tidak mampu menolak saat dia memohon menciumku.
Saat badannya yang lebih tegap itu merengkuhku dalam pelukannya, aku merasa tenang. Merasa terlindungi meskipun dia lebih muda dariku. Kalau selama ini aku yang selalu berkuasa atas Lee, saat itu aku tak berdaya dalam dekapannya. Aku pasrah saja saat dia menciumi bibirku, sekujur tubuhku. Akupun bukan cuma menikmati saja tapi kucoba untuk memberikan kasih sayangku padanya. Malam itu Hyon Jae membuatku terlena dalam cumbuannya. Sepertinya dia tahu kalau aku lebih menikmati cumbuan yang memabukan daripada permainan yang mematikan. Aku yang kecewa dan sedih karena kepergian Lee merasa terhibur dan dapat melupakan sejenak kepedihan hati. Dan esoknya kami lupakan semua yang telah terjadi. Akupun mencoba menganggapnya hanya sebuah mimpi.
Aku telah mencoba mencari tahu keberadaan Lee. Aku minta tolong Chang Ho dan Yong Jun untuk mencari alamat Lee, namun mereka tidak tahu karena tidak begitu akrab dengan Lee. Sedangkan aku hanya tahu dia punya Kakak di In Chon. Jalan satu-satunya adalah membongkar arsip office. Tapi hal itu tidak mungkin aku lakukan sedangkan Chang Ho dan Yong Jun yang orang Korea saja tidak berani untuk memintanya. Mungkin memang harus aku lupakan semua kenangan itu. Mungkin dengan begini lebih mendewasakanku untuk menghadapi masa depan yang pasti lebih banyak tantangan. Mungkin hanya dalam mimpi saja Lee dapat kumiliki. Ah.. Tak pernah kusangka aku bisa menjadi seperti ini. Seorang pengejar mimpi.
15 September 97
"Kak. Jangan pergi." Yong Nam berusaha menghalang niatku untuk lari dari perusahaan ini.
Aku sudah putuskan untuk melewati musim gugur di kota Kimpo. Tempat di mana aku dan Lee berjumpa untuk pertama kali. Memang suatu kebodohan apa yang aku lakukan. Aku merugikan diriku sendiri. Resikonya aku akan menjadi pendatang ilegal di negeri ini, karena tidak ada dokument perjalanan yang aku bawa. Aku juga akan kehilangan simpananku di perusahaan. Kalau ada yang menanyakan bagaimana nanti pulang ke Indonesia, aku juga tidak dapat menjawabnya. Semua kebodohan yang kulakukan ini hanya orang yang mengerti cinta yang dapat memahami.
Aku menatap Yong Nam dengan senyuman tanpa menjawab. Sementara Yong Jun terdiam sambil menatapku menyusun pakaianku yang hanya beberapa saja yang kubawa. Aku memang tidak memberitahu Chang Ho yang tinggal di apartement Dong Bu, karena pasti tidak akan di biarkannya aku pergi. Aku sudah mendapat tempat kerja di belakang pabrik yang lama. Seratus meter jaraknya dari tempat Jin Yong bekerja. Memang gajinya tidak seberapa di bandingkan sekarang, tetapi aku bisa merasakan kembali indahnya musim gugur di Kimpo meskipun aku sendiri.
Mataku berkaca ketika Yong Nam melepaskan arloji yang di pakainya dan memberikannya padaku.
"Kak. Seringlah menelepon kemari." Ucapnya sendu.
Langsung aku peluk dia sambil ku acak-acak rambutnya. Sejak pertama kali aku datang ke Ansan, anak ini memang sudah menarik perhatianku. Dia seorang pemuda 18 tahun berpenampilan menarik, lincah dan mempunyai alis mata yang tajam. Aku tidak kesulitan dalam mendekatinya. Karena aku cukup menguasai bahasa Korea. Tinggal seasrama dengan seabrek orang Korea mau tak mau membuatku mahir berkomunikasi dengan bahasa mereka.
Yong Nam selalu memanggilku Kakak dan mengunakan bahasa sopan untuk berbicara denganku. Aku sudah menyuruhnya memakai bahasa umum, tetapi dia tidak mau. Kami juga sering mandi bersama dalam kamar mandi asrama yang memang cukup luas. Juga selalu mendekapnya saat melihat TV bersama. Tetapi aku tidak pernah melakukan yang lebih dari itu kepadanya. Dia betul-betul seperti Adik bagiku. Yong Nam dan Yong Jun mengantarku ke bus stop yang membawaku dari Shi Hwa ke stasiun subway Ansan.
*****
Di merah dedaunan ada hati
Di dingin deru angin ada mimpi
Musim gugur tiba menagih janji
Aku datang merengkuh sepi
*****
Buat Andy di Kumi, tetaplah tegar. Hidup ini bukanlah mimpi yang dapat sirna kala kita terjaga. Hidup adalah kenyataan yang harus di hadapi meskipun pedih. Ikuti juga kisahku di Back 4 Autumn.
*****
Terima kasih buat komentar teman-teman atas kisahku. Kisah ini pengalaman nyata diriku. Memang tidak hot seperti kisah-kisah lainnya, tapi inilah keadaan sebenarnya. Aku berharap kalian tetap mengikuti kisahku ini.
Tamat





Komentar

0 Komentar untuk "Autumn Diary - 7"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald