Romantika dua saudara - 5

0 comments

Temukan kami di Facebook
Setelah membuka pintu kami pun masuk ke kamar dan Bang Atin langsung mengunci pintu. Sambil berjalan ke arah ranjang kulihat Bang Atin langsung menaggalkan sarungnya, dan terpacaklah kitangnya yang besar itu. Rupanya kitangnya kembali besar seperti saat dia mengobatiku tadi. Kemudian dilepasnya singletnya, sementara itu aku terus naik ranjang dan segera berbaring. Aku siap untuk menerima pengobatan lagi oleh Bang Atin. Bang Atin segera menaiki ranjang dan langsung merangkak ke atasku. Kitangnya yang besar tadi benar-benar mencanak dan mengarah ke selangkanganku.

Segera dia melepaskan lilitan handukku dan dia mulai membuka kancing-kancing bajuku. Nafasku kembali sesak dan rasa cemas kembali menghantui. Sambil menolong membukakan bajuku kurasakan tubuh bagian bawahku sudah ditindihnya. Kitangnya sudah terjepit selangkanganku. Bulu romaku pun berdiri merasakan kegelian akibat sentuhan-sentuhan Bang Atin itu. Sekarang aku berada dalam dekapan eratnya. Dia membisikkan kata-kata bahwa dia sangat senang dapat mengobatiku dan katanya dia ingin terus melakukannya selama tiga hari ini. Sambil mendekap erat tubuhku, bibirnya mulai melumat-lumat bibirku yang membuatku merasa sesak.

Kemudian lidahnya menyapu lembut pipi dan leherku dan terus ke arah telingaku dan menjolok-jolok lubang telingaku yang membuatku menggelinjang hebat. Pinggulnya pun digerak-gerakkan sehingga kitangnya yang terasa hangat itu menggesek-gesek milikku. Perasaan tubuhku saat itu dilanda kegelian yang sangat. Setelah puas memainkan bibir dan lidahnya di wajah dan telingaku, kemudian dia beralih ke payudaraku. Puting kiri dan kananku jadi bulan-bulanan Bang Atin. Kadang-kadang dihisapnya kuat-kuat kadang-kala diremas-remasnya. Semua perlakuan Bang Atin terhadap itup (puting)ku itu membuatku menggelinjang dan menahan rasa gatal yang amat sangat.

Aku merasa epotku telah basah karena rangsangan tadi, namun Bang Atin masih belum puas menyonyot payudaraku. Dia masih sibuk meremas dan memilin-milin. Aku rasanya tak sanggup lagi menahan dan ingin segera agar kitang Bang Atin kembali mengobati epotku. Aku mendesis-desis dan akhirnya aku beranikan diri berkata kepada Bang Atin yang selama ini aku hanya diam saja.

"Bang, Munah tidak tahan. Munah ingin diobati lagi," pintaku padanya.
"Oh iyya, tentu Munah," jawabnya segera dan dia langsung mendongakkan kepalanya dan tersenyum kepadaku.

Selanjutnya kembali dia mendekapku sangat erat sepertinya terasa lengket tubuh kami. Saat itulah dia membisikkan kepadaku: "Munah, aku mencintaimu!"

Suatu kata yang sangat asing bagiku. Aku tidak mengerti dengan kata "mencintai" tersebut. Namun aku merasakan nyaman ketika dia mengatakannya secara lembut di telingaku. Bang Atin mengatur posisinya. Ujung kitangnya tepat diarahkannya ke epotku yang sudah basah. Kemudian dia kembali mendekapku sambil kurasakan tekanan-tekanan pada epotku oleh ujung kitangnya. Aku merasa posisinya telah tepat dan sambil menunggu sodokannya aku merasakan kenikmatan yang sangat indah kala itu. Aku merasa damai dengan kedua tubuh kami yang berimpit dan terasa menyatu luar dalam. Dengan lembut Bang Atin menggesekkan tubuhnya dengan tubuhku sementara itu bibir dan lidahnya selalu bermain disekitar wajahku. Aku tidak lagi merasakan pedih pada epotku seperti waktu itu, yang ada hanyalah rasa gatal dan ingin segera dimasuki oleh Bang Atin. Bang Atin mulai menekan pantatnya menyebabkan kepala kitangnya menekan-nekan bibir epotku.

Beberapa kali ditekan-tekannya sampai akhirnya kepala kitangnya masuk sedikit. Kemudian dia mendiamkannya sebentar dan dicoba menekan lagi hingga masuk sedikit demi sedikit. Dia menariknya kembali dan terus didorongnya dan malah semakin dalam masuknya. Karena rasa gairahku yang semakin tinggi menyebabkan rasa pedih dan perih seperti yang lalu tidak begitu terasa, walaupun ada sedikit rasa ngilu. Beberapa kali ditariksorongnya oleh Bang Atin menyebabkan epotku basah, sehingga semakin lancar saja kitang Bang Atin keluar masuk. Aku merasakan nikmat yang sangat luar biasa karena Bang Atin bukan hanya melakukan tarik sorong saja tetapi juga melumat-lumat bibir, telinga dan leherku.

Sesekali Bang Atin menghunjamkan dalam-dalam miliknya hingga membuatku tersentak dan tubuh kami semakin rapat dan basah oleh peluh. Bang Atin semakin rajin menggenjot kitangnya yang sangat keras itu keluar masuk epotku. Ketika dia menarik keluar serasa bagian dalam epotku menjemputnya ke atas dan ketika dibenamkannya dalam-dalam terasa sisi dalam epotku menyibak dan menimbulkan rasa nikmat yang sangat luar biasa. Itulah yang kurasakan saat itu. Aku tidak sadar lagi bahwa ranjang kami berderit-derit keras dan kelambu bergoyang hebat dan kedengarannya riuh rendah suara derit, dengus nafas dan juga rintihanku bergabung satu memenuhi kamar kecil tersebut. Bang Atin sudah tidak peduli lagi dengan sekelilingnya, bahkan dengan keras dia menyodok epotku hingga aku tercungapcungap kehilangan nafas.

Bunyi kecipak-kecipuk suara lendir epotku semakin menambah semangat Bang Atin mengobarak-abrik epot mungilku ini. Aku betul-betul kelelahan dan tekanan-tekanan dalam epotku membuatku berkelojotan dan menegang. Aku telah sampai pada orgasme, seluruh otot-ototku meregang nikmat, sementara itu Bang Atin semakin beringas menghajar milikku.

"Ohh, ohh, Munah, Abang sayang kamu. Enak sekali Munah. Abang tidak ingin berhenti sayang. Kamu disini saja selamanya. Abang enak mengobatimu," begitulah suara racau Bang Atin ketika mengobrak-abrik milikku ini.
"Abang, ingin menembak obatnya, terima ya?," kata Bang Atin dengan nafas sesak.

Aku yang sudah letih meneguk orgasme dari tadi, terkulai lemas dan terkapar tak berdaya. Melihat kondisiku seperti itu, Bang Atin malah semakin mempercepat kocokannya pada epotku dan akhirnya semburan panas itu kuterima jua. Berdenyut-denyut kitang Bang Atin menyemprotkan sisa cairannya sampai akhirnya dia terkapar di atasku dengan suara nafas yang sangat keras dan cepat.

"Abang sangat bahagia, sayang. Kamu begitu cantik, kamu telah memberikan Abang segalanya," bisik Bang Atin kepadaku.

Dalam diamku yang lemas, aku sempat berpikir apa memang begini pengobatan yang harus dilakukan kepadaku. Apakah betul begini pengobatan itu, akh sudahlah, aku sudah merasakan ada dunia lain yang betul-betul nikmat. Dalam merenung itu aku merasakan Bang Atin mengelap pangkal pahaku dengan selembar kain. Antara sadar dan tidak karena letih aku terus diam dan tertidur. Aku baru terbangun ketika kurasakan ada orang yang menaikiku, ketika kubuka mata ternyata Bang Atin sudah berada di atasku dalam keadaan telanjang dan begitu pula aku. Rupanya sewaktu kutidur dia bekerja membugilkanku. Dia membelai-belai rambutku dan sesekali diciumnya pipiku. Tangannya mulai mengelus dadaku dan berhenti pada puting itupku, kemudian memutar-mutarnya sehingga membuatku kegelian.

"Munah, Abang masih ingin melakukannya lagi sebelum kita keluar," begitu kata Bang Atin padaku.

Seperti biasa aku hanya diam dan mengangguk saja. Aku teruskan menikmati gesekangesekan yang diberikan Bang Atin. Tidak berapa lama kemudian dengan mengubah posisinya, dia mengarahkan kitangnya ke lubang epotku. Dia menekannya kemudian ditarik lagi, ditekan lagi ditarik lagi, begitu seterusnya hingga kurasakan kepala kitangnya terjepit bibir epotku. Agaknya dia begitu kesulitan memasukkan batangnya karena epotku belum basah. Dengan gigih terus disodok-sodok dan dicabut-cabut serta tekan tusuk ke lubang epotku, hingga kurasakan sedikit demi sedikit benda itu menyeruak memasuki epotku. Setelah separuh masuk dia berhenti dan mengatur nafas.

"Oh, sempit sekali punyamu Munah. Tidak seperti tadi," katanya.
"Abang berkeringat dibuatnya," sambungnya lagi.

Kemudian dia meneruskan usahanya menekan kitangnya hingga kurasakan kandas. Aku merasakan panas sekali seakan terbakar epotku dibuatnya. Dimulainya tusuk tekan pada epotku. Seiring gerakan tusuk tarik itu begitu pula kurasakan perih dan panas bibir-bibir epotku. Dia tetap terus dengan sodokan-sodokannya dan bahkan tidak peduli dengan rintihan kesakitan yang kurasakan. Semakin lama dia melakukan gerakan-gerakan itu semakin berkurang rasa perih karena epotku sudah mulai basah. Bang Atin malah semakin beringas. Bunyi derit ranjang dan lenguhannya menjadi satu. Aku pun sudah mulai menikmati. Dengan cepat diaduknya lubang epotku seakan hancur.

"Oh, oh, Munah, Abang akan hantam punyamu. Rasakan! Abang akan lantak sampai pagi. Ohh, nikmatnya," racau Bang Atin saat itu.

Kemudian dengan gerakan yang tidak teratur dan beringas, dia menyudahi pekerjaannya dengan menyemprotkan cairan-cairan itu ke epotku. Seperti sebelumnya kurasakan denyut-denyut kitangnya menyudahi pengobatan ini. Sebentar kemudian dia sudah terkapar dengan nafas memburu di sampingku. Dia mengecup keningku dan terus mengelap pahaku. Bang Atin bangkit dan memakai sarung serta singletnya kemudian terus ke pintu dan membukanya. Aku terkejut begitu melihat cahaya pagi sudah memasuki rumah itu. Berarti semalaman aku telah diobati oleh Bang Atin dengan penuh pengalaman yang menarik bagiku. Aku membereskan diri dan memakai sarung serta handuk dan berniat untuk terus ke kamar mandi.

Ketika berjalan keluar, kulihat Kak Antan sedang duduk-duduk di luar rumah. Aku teruskan ke kamar mandi dan sesampainya di kamar mandi tersebut langsung kubuka handuk dan sarung dan terus mengambil air. Aku tidak sadar bahwa Bang Atin juga di situ memperhatikanku. Aku terkejut ketika mengetahuinya, namun Bang Atin begitu cepat memelukku dan menciumi pipiku.

"Abang sangat bahagia, Munah. Maukah kau tetap tinggal di sini?," tanyanya padaku sambil berbisik di telingaku.
"Ehm, ooh, aku tak tahu, Bang. Terserah sama Kakak Antan," jawabku.
"Baiklah," balasnya.

Selanjutnya dia meninggalkan kamar mandi dan aku terus membersihkan diri serta mandi sepuas-puasnya.

Bersambung . . . . . . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Romantika dua saudara - 5"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald