A Taste of Honey 5 - Beautiful Journey - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Deburan ombak di pantai juga seolah-olah menambah semangatku. Kupercepat gerakanku seakan berlomba dengan ombak yang berkejaran. Akhirnya tak lama kemudian kami bersama mencapai titik trianggulasi tertinggi. Aku menyemprotkan spermaku terlebih dahulu. Hanny semakin cepat menggerakkan tubuhnya agar tidak ketinggalan dan tak lama Hannypun mendapatkan puncaknya ketika penisku masih menyemburkan sisa-sisa lahar kenikmatan. Setelah itu kami terbaring lemas. Sekilas terlihat bayangan orang yang mengendap-endap menjauh.

Setelah mandi dan berenang lagi sebentar, maka kamipun duduk menikmati sunset dan segera pulang ke hotel. Dalam perjalanan ke hotel, Hanny singgah sebentar di sebuah kios.

"Kamu tunggu saja di sini, ada yang mau kubeli!" katanya.

Aku tidak berpikir apa-apa, paling dia beli air minum atau makanan kecil. Tiba-tiba aku melihat di samping kios tadi ada toko obat. Entah bagaimana tiba-tiba timbul keinginanku untuk merasakan bersetubuh dengan menggunakan kondom. Selama ini kami bersetubuh secara alami, karena toh dia juga masih ikut KB suntik. Selagi Hanny sibuk di kedai, maka akupun membeli sekotak kondom dan kusimpan di saku celanaku.

Kami tiba di kamar hotel dan segera mandi untuk menghilangkan rasa lengket akibat air asin. Setelah mandi, badan terasa segar dan perut terasa lapar. Kami makan di sebuah rumah makan kecil di dekat hotel. Rumah makan yang cukup bersih dan asri, hanya berdinding anyaman bambu setinggi dada. Bau khas laut terbawa angin yang bertiup perlahan.

Setelah makan, langit sudah mulai gelap. Bulan di arah timur sudah mulai muncul. Kupikir-pikir malam ini belumlah purnama penuh, paling tanggal 12-13 menurut kalender Jawa. Kami berjalan menyusuri pantai sampai ke ujung, dan kembali lagi ke arah hotel.

Sekitar jam sembilan kami sudah sampai di hotel dan duduk di teras hotel sambil memandang laut. Hanny sudah berganti pakaian dengan baju yang bagian atasnya terbuka berwarna pink dan celana pendek dari jeans. Branya yang berwarna hitam dengan model tanpa tali di bahu terlihat tidak mampu menampung buah dadanya. Ia duduk di atas pagar teras kamar dan aku memeluk dari samping, sambil bibirku mulai bekerja memberikan pemanasan, menciumi daerah leher, pelipis dan sekitarnya.

Angin mulai bertiup agak kencang sehingga Hanny mulai menggigil. Tanganku dipegangnya dan didekapkan di dadanya. Kubisikkan di telinganya, "Daripada kita kedinginan lebih baik kita panaskan dulu suasana ini!"

Ia tidak menjawab namun tubuhnya turun merosot dari pagar teras tempat ia duduk dan kemudian tangannya menggelayut di leherku. Kuangkat tubuhnya yang montok itu. Bibirnya menempel di leherku dan segera kami masuk ke dalam kamar.

Kumatikan lampu kamar sehingga cahaya bulan yang kuning keemasan menerangi kamar kami. Ketika aku hendak menyalakan lampu tidur, ia menahanku, "Aku ingin bercinta dengan diterangi cahaya bulan malam ini," katanya.

Tidak lama kami sudah berpelukan di atas ranjang. Tak lama kemudian tubuh bagian bawahnya sudah telanjang, sementara aku sudah telanjang bulat. Aku sengaja belum membuka bajunya karena ingin menikmati pemandangan di depanku ini.

Tubuh yang putih mengenakan pakaian tipis terbuka di atas sedang berbaring di ranjang dengan bed cover biru laut diterpa sinar bulan kuning keemasan. Sungguh suatu pemandangan yang luar biasa. Sementara di bagian pangkal pahanya terbayang sejumlah rumput hitam yang rapi mengitari sebuah telaga. Ia membuka pahanya sehingga telaganya yang berwarna kemerahan sangat menantang. Aku hanya diam dan mengelus-elus perutnya.

"Kamu cuma akan memandangi aku begini terus atau..".

Belum habis kata-katanya kucium bibirnya dan aksiku pun segera berlanjut. Kutindih dan kujelajahi sekujur tubuhnya dengan jariku. Mulutnya mendekat ke telingaku dan berbisik.

"Ouuhh.. Anto.. Jantanku.. Terserah kamu apapun yang akan kau lakukan..".
"Aku akan memuaskanmu sampai kamu tidak ingin berhenti.." kataku membalas bisikannya.
"Ouhh.. Apa.. Saja. Akhh..!"

Dari bibir lidahku turun ke dada dan ke samping, mengecup pinggul dan pinggangnya, kemudian ke arah pahanya. Hidungku kutempelkan di bibir vaginanya. Tercium aroma harum dan segar. Kulebarkan pahanya kuberikan rangsangan di sekitar pangkal pahanya tanpa menyentuh vaginanya. Ketika kugigit pahanya sampai merah ia memekik.

"Antoo.. Jangan.. Sudah To!" pekiknya.

Kepalaku kembali ke dadanya dan kuminta dia untuk berguling ke atas. Dengan cepat kami berguling. Kuraih bagian bawah bajunya dan dengan cepat kulepaskan lewat kepalanya. Kukecup gundukan payudaranya yang keluar dari cupnya. Bra-nya dengan sekali jentikan jariku kemudian terlepas. Kusambut payudaranya dengan jilatan lidahku melingkari sekitar puting dan dengan sekali jilatan halus.

Hanny memencet pangkal payudaranya sehingga payudaranya seperti mengencang. Hanny kemudian membawa payudaranya ke mulutku dan kusambut dengan rakus seperti bayi yang sedang kehausan susu ibunya. Kugantikan posisi tangannya dan kuremas. Ujung putingnya kujilat dan kumainkan dengan gigitan lembut bibirku. Ia semakin terangsang dan ingin segera mendaki lereng kenikmatan.

Tangannya mengocok penisku dengan lembut. Dikecupnya kepala penisku, diratakannya cairan bening yang sudah mulai keluar dari lubang kencingku dengan mulutnya. Aku menahan napas ketika lidahnya menjilati lubang kencingku. Kini ia jongkok di atas pahaku dan mulai mengarahkan penisku ke dalam liang vaginanya.

Aku tiba-tiba ingat akan keinginanku. Kuambil kondom yang tadi kusisipkan di bawah bantal. Hanny melihatnya dan menyatakan protes.

"Ihh, ngapain pakai kondom, nggak nikmat. Nggak, aku nggak mau".

Aku menjelaskan bahwa aku ingin mencoba rasanya bersetubuh dengan menggunakan kondom. Akhirnya kami bersepakat coba saja dulu, kalau nanti kurang nyaman tinggal cabut saja.

Kini ia menyobek bungkus kondom tadi. Dikocoknya penisku sebentar sampai menegang maksimal, kemudian dipasangnya kondom tadi dengan hati-hati di ujung penisku dan dibuka gulungannya ke batang penisku. Rasanya agak asing, seperti ada permukaan licin dan sedikit berminyak.

Hanny segera mengarahkan penisku, melanjutkan pekerjaan yang tertunda sebentar dan tak lama peniskupun masuk ke dalam liang vaginanya. Rasanya memang berbeda, sepertinya penisku diselaputi lendir yang licin, sehingga gesekan kulit penisku dengan dinding vaginanya kurang terasa. Kukeraskan ototku sedikit dan Hannypun mulai menggerakkan pantatnya. Ia seperti penunggang kuda yang sedang memacu kudanya. Pantatnya bergerak naik turun dengan cepat. Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku serta meremas dan mengulum payudaranya.

Gerakannya semakin cepat dan erangannya makin sering. Aku mengubah posisiku menjadi duduk dan memeluk pinggangnya. Kami berciuman dalam posisi Hanny duduk di pangkuanku. Kueksplorasi seluruh tubuhnya dengan tangan dan bibirku.

"Aaagghh.. Anto..," teriaknya.

Kudorong dia ke arah yang berlawanan dengan posisi tidur kami semula. Kini aku berada di atasnya dan mulai mengatur irama permainan. Bibirku bergerak ke leher dan menjilatinya. Tangannya mengusap punggung dan pinggang sampai pantatku.

Tanganku meremas lembut payudaranya dari pangkal kemudian kutarik ke arah puting. Kutarik putingnya sedikit dan kujilati sekitarnya yang juga berwarna kemerahan. Kutekan payudaranya dengan telapak tangan dan kuputar-putar.

Kususuri buah dadanya dengan bibirku tanpa mengenai putingnya. Ia bergerak tidak menentu. Semakin ia bergerak maka payudaranya ikut bergoyang. Jilatanku makin ganas mengitari tonjolan kemerahan itu.

"To.. Aku.. Isep.. Isep dong.. Yang," pintanya.

Aku masih mempermainkan gairahnya dengan jilatan halus di putingnya itu. Umi mendorong buah dadanya ke mulutku, dan putingnya langsung masuk ke mulutku, dan kukulum, kugigit kecil serta kujilat bergantian. Tanganku mulai bermain di vaginanya semakin basah oleh lendir yang mengalir.

Jariku tengah tangan kiriku kumasukkan ke dalam vaginanya dan kukocok keluar masuk sambil menekan bagian atas dinding vaginanya. Lumatan bibirku di puting Umi makin ganas. Ia semakin liar bergerak.

"Aaagh.." ia memekik-mekik.

Vagina Hanny makin lembab, namun tidak sampai banjir. Hanny langsung mendesis keras ketika merasakan hunjaman penisku yang menyodoknya bertubi-tubi. Tangannya mencengkeram punggungku. Gerakan naik turunku diimbangi dengan memutarkan pinggulnya. Semakin lama gerakan kami semakin cepat dan liar.

Ia semakin sering memekik dan mengerang. Kuku tangannya kadang mencakar punggungku. Kutarik rambutnya dengan satu tarikan kuat, kukecup lehernya dan kugigit bahunya.

"Ouhh.. Ehh.. Yyyeesshh!"

Kugenjot Hanny dengan cepat dan menghentak-hentak. Kuganti irama gerakanku. Kumasukkan penisku setengahnya dan kucabut sampai tinggal kepalanya yang terbenam beberapa hitungan dan kemudian kuhempaskan pantatku dengan keras. Hanny pun menjerit tertahan dan wajahnya mendongak.

Pinggulnya yang tidak pernah berhenti untuk bergoyang dan berputar semakin menambah kenikmatan yang terjadi. Jepitan vaginanya yang menyempit ditambah dengan gerakan pinggulnya membuatku semakin bergairah.

Aku menurunkan irama untuk mengurangi rasa nikmat yang meledak-ledak. Penisku kubiarkan tertanam di dalam vaginanya dan kemudian aku menggerakkan otot kemaluanku. Terasa penisku berkontraksi mendesak dinding vaginanya dan ketika aku melepaskan kontraksiku, kurasakan dinding vaginanya menyempit meremas penisku. Ia sudah sangat menguasai gerakan ini dengan latihan yang lama.

Hanya suara desahan yang terdengar di dalam kamar. Ia memberi isyarat untuk menyelesaikan permainan ini.

"Lepas kondomnya To. Aku ingin merasakan panasnya lahar gairahmu," ia mendesah.

Kucabut penisku dan dengan cepat ditariknya kondom yang terpasang di penisku. Kembali kami berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan tubuh kami yang basah oleh keringat kami.

Hanny semakin cepat menggerakkan pantatnya sampai penisku terasa disedot oleh satu pusaran yang sangat kuat. Hanny meremas rambutku dan membenamkan kepalaku ke dadanya, betisnya menjepit erat pinggulku. Badannya meronta-ronta, kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan, tangannya semakin kuat menjambak rambutku dan menekan kepalaku lebih keras lagi ke dadanya.

Aku pun semakin bergairah untuk menghujani kenikmatan kepada Hanny yang tidak berhenti mengerang.

"Aaahh.. Ssshh.. Ssshh"

Gerakan tubuh kami semakin liar dan cepat.

"Ouoohh.. Nikmat.. Aku.. Sam.. Pai.."
Aku mengangguk dan iapun memekik panjang, "Ya .. Ayo.. Aaahhkk..!"

Aku mengencangkan otot kemaluanku dan menghunjamkan penisku ke dalam vaginanya. Nafasnya tercekat sejenak dan kemudian keluarlah erangannya. Tubuhnya kami mengejang bersama-sama. Kakinya memperketat jepitan di pinggulku. Sedetik kemudian spermaku sudah memancar di dalam vaginanya.

Kami menjerit tertahan "Awww.. Aduuh.. Hggkk"

Sunyi sejenak di dalam kamar. Hanya ada suara napas memburu yang kemudian berangsur-angsur menjadi tenang. Sayup-sayup suara deburan ombak terdengar berirama. Sampai check out pada pagi harinya kami tidak sempat memakai pakaian lagi karena harus bergumul dua kali lagi. Terakhir kali aku mengejang di atas tubuhnya sudah tidak ada lagi cairan sperma yang memancar, hanya denyutan penisku saja yang menyisakan rasa nikmat.

Paginya kuantar ia sampai ke Ciamis dan aku pulang sendirian ke Bogor dengan kenangan indah ombak Pangandaran yang bergelora.

Tamat




Komentar

0 Komentar untuk "A Taste of Honey 5 - Beautiful Journey - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald