Lily Panther 07 Sayap-Sayap Tak Berkepak - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Di antara tamu-tamu yang membookingku, tak semuanya masih mempunyai kemampuan dan stamina yang memenuhi syarat untuk terjadinya suatu hubungan seksual, meskipun hasrat dan gairahnya masih tinggi.

Kisah dibawah ini adalah sepotong pengalaman dari para tamu yang "burungnya tidak lagi mampu berkepak terbang"

*****

SANG DIRJEN

Tamuku kali ini sungguh lain, berbeda dengan tamuku sebelumnya, aku diminta datang ke kamarnya yang kebetulan atau memang sengaja berada di satu hotel, cuma letaknya agak berjauhan. Om Lok berpesan supaya aku berpakaian resmi seperti halnya orang kantoran, tentu saja bukan masalah bagiku karena di samping koleksi bajuku dan gaunku memang banyak, juga Om Lok selalu menyediakan gaun dan segala perlengkapan pakaian tidur yang sexy, termasuk urusan bra dan celana dalam, karena dia memang sudah mengerti ukuranku dan selera para tamu, bermacam busana baik yang resmi, santai, gaun pesta, gaun malam, baju tidur, lingerie semuanya terpajang di lemari kamarku seperti layaknya butik.

Aku sih tak keberatan dan senang senang saja dengan pengaturan seperti ini, toh meski aku tidak suka busana yang dia belikan, aku kan tidak harus pakai tiap hari dalam waktu yang lama, paling juga saat menemani tamu, itupun disesuaikan dengan selera atau permintaan tamu, ada yang minta supaya aku mengenakan busana sexy, pakaian santai, pakaian tidur, busana resmi, pakaian ketat, tanpa pakaian dalam, bahkan ada yang memintaku langsung telanjang ketika menyambutnya, biasanya kalau sudah lebih dua kali bertemu, permintaan yang aneh-aneh timbul, mungkin karena sudah merasa saling mengenal jadi mereka juga nggak segan untuk memintaku tampil berbeda, itu semua kuturuti demi kepuasan tamuku, toh bagiku nggak ada bedanya, toh semua itu akhirnya dibuka juga, toh akhirnya aku harus telanjang di depan mereka, jadi apalah bedanya semua itu bagiku, tapi sangat beda bagi mereka yang memintaku seperti itu untuk memenuhi fantasinya, yang tidak didapat di rumah.

Hari itu sebenarnya cukup melelahkan bagiku, karena mulai pagi jam 10 sudah menerima tamu, dan tamuku ketiga baru selesai jam setengah tujuh malam, kini aku masih harus melayani tamuku keempat hari itu. Meskipun dari ketiga tamuku tadi hanya satu yang bisa membuatku orgasme, tapi justru dari tamu terakhirlah aku mendapatkannya, bahkan lebih dari 2 kali, jadi capeknya masih terasa hingga malam hari. Ingin aku menolak, tapi karena Om Lok memberiku iming iming pembayaran lebih karena tamuku ini seorang pejabat, Dirjen, maka kuturuti saja karena aku juga tak ingin mengecewakan Om Lok dan pasti kalau aku menolak gadis lain yang akan menggantikannya, disamping itu keterangan dari Om Lok bahwa Pak Dirjen ini sudah tua, mungkin sudah lebih 60 tahun, jadi dua kali usiaku, "jangan jangan seusia opa-ku" pikirku, tentunya tak perlu kerja keras melayaninya, paling juga nggak lebih lima menit sudah KO dan rasanya seusia dia tak mungkin melakukannya dua kali.

Jam 19:45 Om Lok sudah menjemputku untuk di antar ke kamar Pak Yono, sang Dirjen, kukenakan pakaian kerja kantoran, rok resmi dipadu dengan blus You Can See yang ditutupi blazer biru tua, seperti orang ke kantor. Ini adalah pertama kali aku "keluar kandang", menemui panggilan tamuku di kamarnya, tidak seperti biasanya aku melayani mereka di kamarku, bercinta dan bercumbu di ranjangku, kembali ada rasa bimbang dan gugup menggelayut di batinku, sepanjang jalan ke kamar Pak Yono kepercayaan diriku makin mengecil, seperti anak kecil pertama kali keluar dari rumah, takut tersesat dan merasa tidak aman, padahal tidak jarang kalau lagi suntuk di kamar aku jalan jalan sekitar Lobby, atau berenang di pagi hari sebelum "jam kerja" dimulai.

Ketika sampai di kamar suite Pak Yono, ternyata ada beberapa tamu yang sedang ditemui beliau, ada lima orang, dua diantaranya chinese, yang lainnya masih mengenakan seragam dari instansi tertentu. Mengetahui masih ada tamu, Om Lok mengajakku menunggu di lobby atau di kamarku, tapi salah seorang chinese tadi menghampiri Om Lok, mereka berdua bicara menjauh dariku, kemudian chinese tadi masuk kamar sebentar dan kembali menemui kami seraya mempersilahkan masuk. Aku langsung dikenalkan ke Pak Dirjen, aku kaget ketika mengetahui yang mana Pak Yono, benar dugaanku, orangnya seusia Opaku, yang jelas lebih dari 60 tahun, ada sedikit rasa jijik melihat orang sudah setua itu dan sudah bau kubur masih suka sama wanita muda. Aku dipersilakan duduk di antara mereka di kamar tamu, mereka membicarakan masalah proyek angkutan darat di Jawa Timur.

Sambil bicara sesekali para laki laki itu melirik ke arahku, aku jadi canggung dan jengah mendapat perhatian dari mereka, entah mereka tahu atau tidak siapa aku ini, tapi aku yakin ingin mereka sudah mengetahuinya, rasanya aku ingin pergi dari ruangan itu, lebih baik aku menunggu di kamarku dari pada jadi kambing bodoh di antara laki laki dengan sorot mata yang ingin menelanjangiku itu.

Untunglah Pak Yono cepat tanggap, aku dipersilakan menunggu di kamar tidurnya, ada rasa canggung berada di kamar tidur orang lain, meski itu kamar hotel tetapi beberapa barang pribadi Pak Yono menggeletak di situ, ada bungkusan menggeletak di tempat duduk satu satunya yaitu sofa panjang, aku tak berani menyentuh barang pribadi beliau, sehingga mau tak mau aku harus duduk di ranjang menunggu beliau masuk.

Menunggu adalah siksaan yang berat, lebih setengah jam aku menunggunya tapi tak nongol juga, sementara badanku yang capek makin terasa capek dengan hanya duduk tak nyaman di ranjang Pak Yono sambil nonton MTV di TV, akhirnya kuberanikan diri rebahan di ranjang itu, entah sudah berapa lama aku menunggu hingga akhirnya ketiduran di ranjang Pak Yono dengan pakaian masih lengkap.

Dalam tidurku, aku merasa sekujur tubuhku mendapatkan rangsangan tanpa sadar dan kemudian ada beban berat menindih dadaku, membuatku susah bernafas, ketika kubuka mataku Pak Yono sudah menindihku sembil menciumi pipiku, wajah jeleknya tepat di depan wajahku, aku kaget, mau marah dan teriak tapi untunglah kesadaranku segera pulih.

"Eh Bapak, mengagetkanku saja, maaf Pak aku ketiduran", kataku segera menghilangkan kekagetanku.
"Nggak apa, aku yang minta maaf membuatmu menunggu terlalu lama", jawabnya tanpa beranjak dari atas tubuhku, bagian kejantanannya ditekankan di selangkanganku yang ternyata kakiku sudah terbuka dengan rok yang tersingkap di perut sehingga menampakkan celana dalamku, dua kancing atas bajuku sudah terbuka sehingga bra bagian buah dadaku sudah bisa dinikmati, rupanya aku terlalu lelap tidur, mungkin Pak Yono sudah menggerayangi seluruh tubuhku saat aku tidur.
"Orang tua kurang ajar", pikirku tapi tetap menampakkan senyuman di bibirku sambil memeluknya, baru aku tahu ternyata Pak Yono sudah melepas pakaiannya dan tinggal celana dalam yang menempel di tubuhnya.
Mukanya yang jelek dan hitam sudah menempel di pipiku, menciumi dan menjilati leherku, membuatku makin jijik dibuatnya, digumuli orang setua beliau, opa-ku saja tak pernah menciumiku sebanyak itu.
"Aku lepas baju dulu ya Pak biar nggak kusut", pintaku

Seperti terlepas dari beban berat ketika tubuh Pak Yono beranjak dari tubuhku, beliau melarangku ketika aku mau melepas baju di kamar mandi, dengan terpaksa dan dipenuhi perasaan marah kulepas penutup tubuhku satu persatu di depannya, hingga aku benar benar telanjang bulat di hadapannya.

Begitu melihat tubuh telanjangku, beliau langsung menarikku di pelukannya, kembali wajah jeleknya menyusuri seluruh tubuhku, tangannya dengan bebasnya menjamah seluruh daerah erotisku, tangannya meremas remas pantatku kemudian beralih ke buah dadaku dan dengan rakusnya beliau mengulum putingku, aku makin muak melihat tingkah lakunya.

Kemuakanku makin bertambah ketika beliau berada di antara kakiku, dengan mata jelalatan diamatinya vaginaku, kebetulan habis aku rapihkan bulu rambutnya sehingga tampak indah, beliau memandangku dengan tersenyum lalu secepat kilat lidahnya langsung mendarat di klitorisku, aku menjerit kaget dan marah, tapi beliau tak memperdulikanku, lidahnya sudah mempermainkan klitorisku, kemudian menyusuri daerah kewanitaanku, disapukannya lidah tuanya ke bibir vagina. Tak lama kemudian jari tangannya sudah mulai ikutan mempermainkan sekitar vaginaku, dimasukkannya satu jari kemudian dua jari ke liang vaginaku, dan mengocokknya. Jujur harus aku akui bahwa permainan lidahnya sungguh menghanyutkanku, mungkin karena pengalamannya yang sudah banyak sehingga beliau bisa membuatku ikut terhanyut meski sebenarnya aku tidak menghendaki.

Sungguh aku membenci diriku sendiri ketika tanpa sengaja desahan nikmat keluar dari mulutku, permainan lidahnya terlalu nikmat bagiku, desahanku makin sering keluar tanpa kontrol, kupegang kepala Pak Yono dan kutekankan ke vaginaku, gerakan lidah Pak Yono makin ganas dan liar menyusuri celah celah kewanitaanku. Tanpa kusadari pantatku sudah bergoyang mengimbangi jilatan Pak Yono, tentu ini membuat beliau makin menjadi jadi mempermainkan vaginaku, jilatan di klitoris dan kocokan jarinya secara kompak bermain di vaginaku, memainkan irama birahinya.

Pak Yono kemudian menindih tubuhku, kupejamkan mataku ketika beliau menciumi wajahku, aku jijik melihatnya, ciumannya turun ke leher dan berhenti di kedua putingku, mengulum dengan rakusnya, aku masih memejamkan mata, jari tangannya menggosok klitorisku dan mengocoknya. Meski aku biasa melayani orang yang jauh lebih tua, tapi terhadap Pak Yono rasanya belum siap, tak seperti biasanya, entah kenapa perasaan jijik selalu menyelimutiku setiap kali wajah Pak Yono mendekat ke mukaku.

Pak Yono lalu rebah di sampingku, aku mengerti maksudnya, kugeser posisi tubuhku di antara kedua kakinya, aku kaget, ternyata kejantananku masih lemah lunglai, kupegang penisnya yang loyo, kuremas remas untuk memberikan rangsangan, mulai mengeras tapi masih jauh memenuhi syarat, belum bisa berdiri sendiri. Dengan menahan rasa muak dan jijik, kubelai dan kuciumi, belum juga bangun, maka terpaksa kujilati kepala penisnya, kemudian batangnya hingga ke kantong bola, tetap tidak membuahkan hasil yang diharapkan, kemudian kumasukkan ke mulutku, semua penisnya yang loyo masuk ke mulutku sampai hidungku menyentuh rambut kemaluannya, kukulum dan kupermainkan lidahku di kepala penisnya, berharap segera "bangkit", tapi tetap sia-sia, hanya sedikit menegang, bahkan ketika kusapukan kepala penisnya ke putingku, masih saja tidak ada perubahan. Aku tak tahu apa yang terjadi, apakah beliau impoten, atau aku kurang bisa memberikan rangsangan atau memang sudah hilang kemampuan ereksinya, padahal biasanya hanya dengan pegangan dan sedikit ciuman para tamu sudah kelocotan mendesah nikmat.

Berbagai upaya kulakukan untuk membuatnya "hidup" tapi tetap tak membawa hasil, akhirnya kunaiki tubuh Pak Yono, kuatur posisiku di atas penisnya dan kuusap usapkan menyapu bibir vaginaku, berharap hal ini memberikan rangsangan, tapi tetap saja penis itu tak bisa bereaksi secara maximal, kembali kukulum dan kukocok dengan mulutku, aku sudah kehilangan jurus untuk membuatnya "hidup", segala kemampuanku sudah kukerahkan tapi tetap tak seperti yang harapan.
"Susah ya nduk?", katanya, "nduk" adalah panggilan untuk gadis kecil di jawa, kujawab dengan senyuman terpaksa, sambil kembali memasukkan penisnya ke mulutku.
"Ya sudah sini nduk, kalo memang nggak bisa nggak usah dipaksain, maklum sudah tua", katanya sambil menarikku ke atas, rebah di sampingnya.

Pak Yono kembali menindihku, bibir dan lidahnya kembali dengan rakus menjelajah sekujur tubuhku, berkali kali beliau menyapukan penisnya ke vaginaku dan berusaha mendorong masuk tapi berkali kali pula beliau gagal melakukannya, entah sudah berapa liter ludah yang digunakan untuk membasai penis dan vaginaku, toh gagal juga.

Ketika penisnya sudah mulai agak menegang, dipaksanya mendorong masuk, kubuka kakiku lebar lebar, juga kubantu memperlebar bibir vaginaku dengan tangan, beliau berhasil memasukkan penisnya dengan paksa, bagiku tak ada artinya tapi bagi beliau sudah sangat berharga, merupakan kemajuan yang besar, kurasakan penis itu seperti "berlari-lari" di vaginaku, tapi tak sampai lima kali kocokan kurasakan cairan hangat membasahi vaginaku, tak ada denyutan atau semprotan, sepertinya sperma itu menetes dengan sendirinya, tubuh Pak Yono terkulai lemas menindihku kemudian berguling dan rebah di sisiku. Beliau miring memelukku, kaki kanannya ditumpangkan ke pahaku, sedangkan mukanya dekat telingaku, bisa kurasakan hembusan napasnya menerpa telingaku, membuatku semakin muak dalam pelukannya.

Kami terdiam pada posisi seperti ini, tak lama akupun ikut ketiduran karena memang sebelumnya sudah kecapekan. Belum kurasakan nyenyaknya tidurku, tiba tiba kurasakan tangan Pak Yono sudah kembali menjelajah di vaginaku, digosoknya bibir dan klitorisku dengan jarinya, tentu saja aku makin risih, kuraih penisnya yang lunglai dan kuremas remas, tetap seperti tadi lemas tak berdaya.

Baru kusadari, mulailah penyiksaan seksual terhadapku, beliau menggumuli tubuhku dengan bibir dan lidahnya menjelajah seluruh tubuhku, aku makin jijik dengan perbuatannya, lebih dari satu jam beliau memperlakukanku seperti mainan, menjilat, mengulum, mencium, mengocok dengan jarinya, ingin rasanya kutampar mukanya ketika beliau berada di selangkanganku, aku hanya menggigit bibirku menahan amarah.

Aku tak tahu dan tak bisa memperkirakan bagaimana berakhirnya permainan ini, karena tentunya tidak ada klimaks-nya.
Ternyata penyiksaanku tak berakhir begitu saja, sepanjang malam dia menggerayangi tubuhku yang tetap telanjang, hanya saat dia tertidurlah penyiksaan itu berhenti tapi begitu terbangun kembali tangan dan lidahnya menggerayangi sekujur tubuhku, dan itu berlangsung hingga pagi hari, kurasakan vaginaku panas dan lecet karena gosokan jari tangannya yang kasar.

Inilah pengalaman terberat dan terburuk yang aku alami selama menjalani profesi ini, baik saat itu maupun perjalananku selanjutnya, begitu berat aku memendam perasaan muak terhadapnya. Ketika aku pamit meninggalkannya, dia memberiku beberapa lembar uang lima puluh ribu yang menurutku tidak ada artinya, sangat tidak sepadan dengan "pengorbanan dan service" yang kuberikan, dua kali kecewa olehnya, dalam hati aku bersumpah tak akan mau menemui dia lagi. Namun sungguh konyol ketika aku sudah menjadi freelancer, beberapa bulan kemudian, aku kembali terperangkap mendapatkan tamu beliau, bahkan 2 kali terperosok dalam kubangan yang sama.

Bersambung . . . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Lily Panther 07 Sayap-Sayap Tak Berkepak - 1"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald