Me and My Teacher - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Namaku Indra. Sudah hampir sebulan bulan ini aku menjadi budak seks ibu Anna, Ibu guru biologi di sekolahku. Dengan bermodalkan foto-foto diriku (baca "My Teacher"), dia membuatku menuruti semua perintahnya.

Setiap harinya kecuali hari rabu dimana ibu Anna mengajar praktikum biologi, aku diharuskan datang ke rumahnya, tidak boleh lewat dari jam satu siang. Jam pulang sekolah adalah jam 12:30, namun karena jarak rumah ibu Anna yang tidak terlalu jauh (10 menit perjalanan dengan kendaraan umum) maka itu aku masih sempat untuk makan siang dahulu di kantin. Walaupun tak urung seorang teman dekatku mulai mencurigai kegiatanku. Karena memang tidak biasanya aku selalu bergegas pergi setelah pulang sekolah. Biasanya aku menghabiskan waktu di sekolahan dengan teman-temanku untuk sekedar ngobrol sambil makan roti bakar atau juga bermain basket sampai sore.

Dengan sebuah kebohongan yang diikuti kebohongan lainnya aku untuk sementara dapat meloloskan diri dari kecurigaannya. Di rumah ibu Anna sudah banyak pekerjaan yang menantiku. Sesudah mencuci piring-piring kotor, kemudian aku mencuci pakaian-pakaiannya dengan mesin cuci, sesudah itu baru aku terakhir menyapu dan mengepel lantai. Pada awalnya pekerjaan itu menghabiskan waktu selama satu jam, kini setelah terbiasa, aku dapat mengerjakannya dalam waktu 30 menit. Ibu Anna sendiri biasanya datang pada jam sekitar jam 01:30-02:00 siang.

Ibu Anna pernah memberikan larangan masuk ke kamarnya jika dia belum datang, namun suatu hari aku pernah memberanikan diri untuk masuk ke kamarnya untuk mencari foto-foto diriku yang kuperkirakan disembunyikannya di suatu tempat di kamarnya. Dengan cepat aku memeriksa dengan seksama kamar itu mencari dimana kira-kira foto-foto itu disembunyikan. Akhirnya aku menemukan satu laci lemarinya yang terkunci. Sesudah mencari beberapa saat, akhirnya aku temukan kuncinya di bawah tumpukan buku.

Namun ketika kubuka laci itu yang kutemukan adalah kumpulan vCD porno yang semuanya kira-kira berjumlah 30 buah dan juga beberapa majalah porno keluaran luar negri. Mau tidak mau aku terkagum-kagum dengan koleksinya. Temanku Agus yang dikenal sebagai "raja bokep" di sekolahku saja tidak mempunyai koleksi sebanyak ini. Setelah kuperhatikan semua vCD dan juga buku-buku pornonya bertema perbudakan kaum pria oleh wanita. Di cover-cover vCD terlihat gambar pria yang disiksa dengan sadis. Beberapa pernah kualami sendiri, namun banyak yang memperlihatkan penyiksaan yang lebih menyakitkan dari pada yang kualami selama ini.

Di salah satu cover vCD yang tampaknya keluaran Jepang aku melihat seorang pria yang di gantung terbalik kemudian disekelilingnya ada 5 wanita yang mencambukinya. Dapat kulihat expressi kesakitannya dan juga bekas-bekas pukulan yang sebelumnya mendarat di tubuhnya. Dalam hatiku berharap ibu Anna tidak tergoda untuk memperlakukan diriku seperti demikian. Dan entah kenapa ada keinginan dalam diriku untuk melihat-lihat yang lain, namun segera saja kuurungkan niatku ketika aku melihat sudah hampir jam setengah dua. Dengan segera aku mengunci laci itu dan meletakkan kuncinya pada tempat sebelumnya. Yah memang hari itu aku sedang beruntung, karena jika terlambat satu menit saja ibu Anna bisa memergokiku yang sedang menggeledah kamarnya.

Sesudah datang biasanya ibu Anna langsung masuk ke kamarnya, dan tanpa diperintah lagi aku mengikutinya masuk. Disana sudah menunggu tugas "kebersihan" lainnya. Ibu Anna dengan santai berbaring di ranjangnya sedangkan aku dengan perlahan melepaskan sepatu hak tingginya lalu mejilati kedua telapak kakinya dengan lidahku sampai bersih. Maksudku benar-benar bersih, ibu Anna tidak mau ada bagian yang terlewat sedikitpun, termasuk disela-sela jarinya. Setelah itu, dia akan memberiku isyarat untuk melepaskan rok yang dikenakannya, sedangkan untuk membuka celana dalam yang dikenakannya aku tidak diperbolehkan menggunakan tanganku, melainkan hanya menggunakan mulutku.

Pada awalnya aku kesulitan dengan tugas satu itu, baru sesudah kulakukan berulang kali aku mulai bisa melakukannya dengan mudah. Sesudah itu vaginanya yang lembab akibat keringat setelah bekerja mengajar seharian, kukecup dengan lembut berulang kali, sesuai dengan yang di ajarkannya padaku. Setelah beberapa kali mendapat petunjuknya, kini bisa dibilang ibu Anna sudah cukup puas dengan keahlianku, sehingga dia hanya berdiam diri saja memperhatikanku mengerjakan pekerjaan rutinku, atau biasanya dia dengan santai menonton film porno yang sebelumnya disetelnya. Sedangkan aku masih terus mencium dan menjilati vaginanya sampai ibu Anna menyuruhku berhenti. Pernah suatu kali aku melakukannya selama hampir satu jam. Akibatnya lidahku menjadi sakit dan kelu. Sedangkan rahangku hampir copot rasanya.

Suatu kali, tanpa terduga ibu Anna memperbolehkanku untuk memasukkan penisku ke vaginanya. Tentu saja aku kegirangan mendapat kesempatan ini. Selama aku mengerjakan pekerjaanku mengoral vaginanya tentu saja aku merasa terangsang, hanya saja biasanya setelah ibu Anna puas dengan pekerjaanku dia kemudian menggunakan vibrator (penis buatan) untuk memuaskan nafsunya yang sudah memuncak. Sedangkan diriku hanya dapat dengan iri melihat vibrator itu melaksanakan tugasnya. Sesudah selesai, barulah ibu Anna menyuruhku pulang. Baru di rumah aku menyalurkan nafsuku dengan mansturbasi. Karena itu kesempatan yang kali ini kudapat tidak akan kusia-siakan begitu saja. Sedangkan ibu Anna sudah siap dengan posisi menungging. Dengan hati-hati aku mencoba untuk memasukkan penisku yang tegang ke dalam vaginannya. Secara perlahan aku melihat penisku masuk ke dalam lubang vaginannya, yang sebelumnya sudah kujilati sampai basah sekali.

"Kontol kamu kecil" kata ibu Anna dengan nada mengejek.

Panas juga hatiku mendengar perkataannya. Memang ketika sedang berada di rumah, ibu Anna seperti orang yang berbeda dengan ibu Anna yang mengajar biologi di sekolah yang biasa berkata-kata dengan sopan dan santun. Disini dia adalah wanita berumur 30 tahun dengan dengan birahi yang tidak kunjung terpuaskan. Sesudah seluruh batang penisku terbenam dalam liang vaginanya barulah aku mencoba menggerakannya perlahan. Yang terjadi selanjutnya adalah ketika baru 3 kali aku memompa penisku di dalam vaginanya aku sudah tidak dapat menahannya lagi.

"Keluarin!" bentak ibu Anna dengan tiba-tiba setelah dia menyadari aku sudah hampir orgasme.

Bersamaan dengan keluarnya penisku, aku mengalami orgasme dahsyat. Spermaku menyembur mengenai tepat di lubang anusnya yang kemudian turun ke masuk ke lubang vaginanya dan menetes-netes ke sprei. Sedangkan aku dengan terengah-engah kenikmatan mengocok-ngocok batang penisku sehingga makin banyak menumpahkan sperma ke lubang anusnya. Melihat keadaanku, secara spontan ibu Anna tertawa terbahak-bahak.

"Baru kali ini saya ketemu cowok yang kontolnya nggak ada gunanya kayak punya kamu itu" katanya mengejekku.

Tentu saja ketika itu harga diriku sebagai lelaki terusik mendengar ejekannya. Dengan menggenggam batang penisku yang masih tegang aku mencoba memasukannya kembali ke lubang vaginanya.

Zlebb..

Dengan mudah batang penisku masuk ke dalam liang vaginanya yang masih basah.

"Apa-apaan kamu! Keluarin kontol kamu itu" tiba-tiba ibu Anna membentakku dengan keras.

Dengan tergesa-gesa aku menarik batang penisku yang baru saja terbenam dalam liang vaginanya. Dan tanpa bisa kutahan kembali aku mengalami ejakulasi. Dengan tubuh gemetar menahan nikmat, aku mengocok penisku dengan cepat sehingga banyak sperma yang tumpah dan jatuh di telapak kakinya. Sementara ibu Anna menatapku dengan pandangan jijik, seakan-akan aku ini adalah gundukan sampah yang menyerupai manusia.

"Heh kontol! Kamu harus membersihkan ini semua" bentaknya.
"Maaf bu" jawabku pelan dengan menundukan kepala karena malu. Aku segera beranjak turun dari ranjang untuk mengambil tissue.
"Pakai mulut" kata ibu Anna dengan dingin.

Tentu saja aku mau protes dengan perintahnya itu. Yang pertama, itu adalah spermaku dan tentunya aku tidak mau menjilati spermaku sendiri dan yang kedua adalah setelah dua kali ejakulasi tadi aku kini sudah tidak mempunyai nafsu lagi. Tapi ketika kulihat tatapan marah di matanya segera saja hatiku menjadi ciut. Dengan perasaan menyesal aku memandang ke genangan sperma di lubang anus ibu Anna. Belum pernah aku menjilati lubang anus ibu Anna sebelumnya, kini mau tidak mau aku harus melakukannya.

"Cepat!" bentak ibu Anna, "Dan jangan berhenti sebelum disuruh" sambungnya lagi.

Dengan harga diri yang hancur terinjak-injak aku mulai menjilati daerah sekitar lubang anusnya dengan perlahan.

"Heh kontol! Bersihin yang benar," bentaknya sambil melotot padaku.

Kupejamkan mataku dan setelah mengumpulkan kekuatanku aku mulai menjilati sperma yang tergenang. Dengan segera aku mencium bau khas sperma dan juga rasa asin dari spermaku yang tadi baru kutumpahkan di lubang anusnya.

"Lebih cepet!" kembali ibu Anna memberikan perintah.

Hampir menangis rasanya aku mendapat penghinaan seperti ini. Mau tak mau aku mempercepat gerakan lidahku. Kutempelkan lidahku di lubang anusnya, kemudian kuseret lidahku di permukaan lubang anusnya sehingga sperma di lubang anusnya sudah terangkat semua oleh lidahku, ini kulakukan agar aku tidak berlama-lama dengan pekerjaan yang menyiksaku ini. Namun kerena ibu Anna belum mengatakan apapun maka aku tidak berani menghentikan pekerjaanku. Mau tidak mau aku terus menerus menjilati lubang anusnya, sehingga lubang anusnya yang tadinya basah karena spermaku kini malah menjadi tergenang oleh air liurku.

Pada awalnya aku menyangka akan mencium bau tidak sedap dari lubang anusnya itu, namun setelah beberapa saat aku menyadari bahwa aku tidak mencium dan merasakan apa-apa disana. Selang beberapa lama setelah aku melakukannya aku mulai merasa menikmatinya. Sementara aku masih dengan bersemangat menjilati lubang anusnya, ibu Anna mulai merintih-rintih keenakan.

"Ternyata lidah kamu lebih berguna dari pada kontol kecil kamu itu" katanya padaku dengan seenaknya.

Setelah beberapa saat kemudian, ibu Anna memerintahkanku untuk menciumi lubang anusnya. Sesudah beberapa kali kulakukan barulah dia menyuruhku berhenti. Kemudian menyusul vaginanya yang 'kubersihkan' dan terakhir telapak kakinya. Barulah sesudah itu aku diperbolehkan pulang.

Bersambung . . . . . .




Me and My Teacher - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Hari itu hari sabtu. Dengan gelisah aku berkali-kali melihat ke jam dinding, sudah jam 12 lewat 40 menit tapi Pak Rudi (Kepala Sekolah) masih dengan semangatnya menerangkan tentang rencana study lapangan selama tiga hari yang akan diadakan di luar kota bulan depan. Yang membuatku gelisah adalah entah kenapa hari itu tanpa sengaja aku meninggalkan kunci rumah ibu Anna yang dipercayakannya padaku. Rumahku bisa dibilang dekat dengan rumah ibu Anna, hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk pulang ke rumahku dan kemudian langsung ke rumah ibu Anna. Yang membuatku khawatir adalah beberapa hari terakhir ini ibu Anna pulang lebih awal. Biasanya hampir jam 2 siang ibu Anna baru datang, namun kini jam satu lewat beberapa menit saja ia sudah datang. Bahkan pernah suatu ketika ibu Anna sudah menunggu di depan rumahnya pada saat aku datang, namun karena memang belum lewat jam 1 siang maka ibu Anna tidak menarik panjang hal itu.

Sementara itu belum ada tanda-tanda Pak Rudi akan selesai bicara sehingga membuatku semakin gerah saja. Selang beberapa menit kemudian aku sudah tidak tahan.

"Pak sudah siang nih," ujarku memberanikan diri.

Untung saja teman-teman kelasku yang lain ikut-ikutan memprotes sehingga dengan terpaksa Pak Rudi menyudahi pembicaraannya lalu membubarkan kelas. Langsung saja aku berlari secepatnya untuk segera pulang ke rumah mengambil kunci baru kemudian ke rumah ibu Anna. Dan benar saja kekhawatiranku, meskipun dengan sekuat tenaga aku berusaha, aku baru bisa sampai pada jam 1 lewat 10 menit. Dan ibu Anna sudah menyambut di depan pintu rumahnya dengan pandangan yang mau membunuhku ketika melihatku datang.

"Kamu tahu apa kesalahan kamu?" kata ibu Anna kepadaku ketika kami sudah berada di dalam rumahnya.
"Tahu bu" jawabku.
"Bagus, berarti kamu juga tahu apa hukuman kamu?" lanjutnya lagi.

Aku tertegun sejenak mendengar pertanyaanya. Bisa-bisanya aku tidak ingat dengan ucapanya waktu itu. Aku mencoba berpikir mengingat-ingat apa yang waktu itu pernah ibu Anna katakan padaku tentang hukuman apa yang diberikan jika aku datang telat. Semakin lama aku berpikir semakin aku tidak bisa ingat apa-apa, apalagi aku mejadi semakin gugup melihat gerak-gerik ibu Anna yang tampaknya akan marah besar.

"Tahu tidak!?" bentak ibu Anna di depan wajahku.
"Maaf bu" jawabku pasrah.
"Dasar otak kontol" makinya padaku semaunya.

Entah mengapa setelah mendengar makiannya yang pedas, aku langsung teringat dengan perkataanya waktu itu. Ketika itu ibu Anna memberikan surat ancamannya yang disertai dengan foto-foto diriku, siangnya ibu Anna menemuiku dan memberikan kunci rumahnya padaku disertai dengan perintah-perintah dan peringatannya jika aku sampai telat aku akan dihukum seperti pada waktu aku pertama kali datang kerumahnya (baca "My Teacher").

Namun kini sesudah aku mengetahuinya, aku malah tidak berani mengatakannya, karena aku tahu ibu Anna sekarang ini sedang marah besar, dan menurut pendapatku pada saat ini ibu Anna lebih suka aku diam tidak menyela makian-makiannya pada diriku.

"Bagaimana sekarang?" tanyanya padaku setelah puas menyemburkan cacian padaku selama hampir semenit lamanya.
"Ampun Bu saya pantas dihukum" jawabku terpaksa.
"Sekarang kamu pulang dan minta ijin sama orang tua kamu untuk menginap di rumah teman kamu malam ini" katanya padaku setelah terdiam sesaat.

Walaupun aku tahu apa yang akan terjadi padaku, namun tetap saja aku tidak berani protes, bahkan untuk menatap matanya saja aku tidak berani.

"Baik bu" jawabku lirih.
"Kamu harus kembali kesini dalam sejam" katanya padaku, "Awas kamu bisa dihukum lebih parah kalau lalai lagi" sambungnya.

Setelah itu, dengan tidak membuang waktu aku segera beranjak untuk pergi pulang. Sesampainya dirumah aku segera berganti pakaian dan tidak lupa membawa satu setel pakaian yang kumasukan ke dalam tas yang biasanya kugunakan untuk bermain bola. Untung saja ibuku tidak terlalu susah memberikan ijin padaku untuk pergi menginap hari itu. Dengan segera aku bergegas untuk langsung pergi. Walaupun sebenarnya aku tahu pada waktu itu aku masih sempat untuk makan siang dahulu sebelum kembali ke rumah ibu Anna, Namun kali itu aku tidak berani ambil resiko untuk ayal-ayalan. Dalam waktu setengah jam, aku sudah kembali ke rumah ibu Anna. Disana aku melihat ibu Anna sudah menungguku.

"Apa itu?" tanya ibu Anna sambil melihat ke tas yang kubawa.
"Baju bu" jawabku jujur.
"Kamu tidak perlu baju, taruh disana" katanya dengan dingin sambil menunjuk ke sofa.

Dengan segera aku melaksanakan perintahnya. Agak kecut juga hatiku mendengar perkataannya, aku yakin tidak lama lagi ibu Anna akan menyuruhku membuka pakaian yang kini kukenakan.

"Mulai sekarang kamu dilarang berbicara apapun juga, kecuali atas seijin saya, mengerti?" katanya padaku dengan dingin. Aku mengangguk mengiyakan.
"Bagus, sekarang ikut ibu" perintahnya lagi padaku.

Aku mengikuti langkahnya dari belakang. Ibu Anna belum mengganti pakaiannya, masih sama seperti yang biasa dia kenakan jika mengajar. Setelan jas dan rok formal berwarna hitam serta sepatu hak tinggi, sedangkan aku kini mengenakan kaos santai dan celana 3/4. Di tangannya, ibu Anna membawa sebuah benda yang tidak terlalu kuperhatikan, namun sepertinya aku dapat memastikan bahwa itu akan dipergunakan padaku.

Aku mengikuti langkahnya menuju ke bagian belakang rumah. Benar saja perkiraanku, ibu Anna membawaku ke ruang tempat menjemur pakaiannya.

"Buka semua pakaian kamu!" katanya padaku setelah kami berada disana.

Dengan cepat aku meloloskan semua pakaianku. Meskipun di sana adalah ruang yang terbuka pada bagian atasnya, namun tidak memungkinkan bagi orang di luar untuk dapat melihat kegiatan kami didalam, dikarenakan tembok disekeliling yang tingginya bersambung dengan tingat dua bangunan itu. Aku tidak mengerti kenapa sampai sekarang aku masih saja tidak terbiasa berada dalam keadaan bugil dihadapan ibu Anna, meskipun hampir setiap hari aku mengalaminya selama sebulan belakangan ini. Dan entah kenapa setiap aku berada dalam keadaan seperti itu, penisku langsung mulai menengang ketika ibu Anna menatapku dengan perasaan jijik, tidak terkecuali saat ini.

"Saya lihat kamu sudah tidak sabar" katanya padaku sambil tangannya mengocok pelan penisku yang sudah tegang.
"Benar begitu hah?" tanyanya padaku sambil masih terus mengocok penisku.
"I.. Iya bu" jawabku.
"Diam!!" bentaknya sambil tangannya yang tadi digunakannya untuk mengocok penisku menampar pipi kiriku dengan keras.
Tamparannya lebih menyakiti harga diriku di banding kulitku.
"Kamu akan dihukum oleh karena itu" katanya ibu Anna kemudian.

Selanjutnya ibu Anna memasangkan sejenis kalung yang terbuat dari kulit (collar) yang tersambung dengan rantai, di leherku, kemudian ujung rantainya di kaitkan ke tiang besi yang terdapat di tengah-tengah ruangan itu. Panjang rantainya sendiri sedikit kurang dari 2 meter. Setelah ibu Anna selesai memasangnya, ibu Anna kemudian mengambil sebuah benda yang berwarna hitam yang tadi dibawanya. Benda itu teryata sebuah cambuk yang panjang talinya sekitar 1,5 meter.

"Ctarr".

Tanpa diduga-duga ibu Anna melecutkan cambuk itu. Secara refleks aku melompat kaget, namun sesudahnya aku sadar bahwa ibu Anna hanya memukul udara.

"Lari!" perintah ibu Anna.

Dengan segera aku mulai berlari. Ruang itu luasnya hanya 4x4 meter, sehingga tidak memberikan banyak ruang bagiku untuk berlari, di tambah dengan ikatan di leherku maka aku hanya berlari berputar-putar di sekitar tiang itu.

Ctarr.. kali ini benar-benar sebuah cambukan mendarat tepat di pantat kananku.

"Auu!" jeritku sambil melompat kesakitan.
"Jangan bicara!" bentaknya padaku sambil mendaratkan sebuah pukulan lagi di punggungku. Kugigit bibirku untuk menahan sakitnya.
"Lebih cepat!" sambungnya memberi perintah. Mendengar perintahnya aku langsung berlari secepat-cepatnya mengitari tiang itu.

Aku sudah terbiasa dengan olah raga sepakbola, karena itu bisa dibilang staminaku sedikit diatas orang-orang yang lain. Setelah sepuluh menit barulah aku mulai merasa kehabisan tenaga. Sebenarnya bisa dibilang keadaanku pada saat itu benar-benar konyol, dibawah terik matahari, aku berlari sprint berputar-putar disekitar tiang dengan keadaan bugil. Sedangkan ibu Anna tidak segan-segan mendaratkan cambuknya di tubuhku jika aku mulai memperlambat gerakanku. Sudah beberapa cambukan yang mendarat di tubuhku, diantaranya tiga di punggung, dua di pantatku dan sekali mengenai tanganku. Setiap pukulannya yang mendarat di tubuhku memberiku semangat untuk kembali mempercepat lariku. Dan boleh percaya boleh tidak pukulan cambuk yang mendarat di tubuhku memberiku tenaga lebih dari yang diberikan minuman energi merek apapun juga. Dengan peluh yang sudah mengucur dari seluruh tubuhku aku masih terus berlari hingga akhirnya aku hampir mencapai batas ketahanan tubuhku.

"Stop" kata ibu Anna tiba-tiba.

Mendengar perkataanya langsung saja aku berhenti dan langsung jatuh berlutut dengan nafas teputus-putus. Aku sangat yakin jika diteruskan beberapa putaran lagi aku pasti akan pingsan. Karena pada saat itu aku sudah merasakan intensitas cahaya dilingkungan itu bertambah besar, suatu gejala ketika tubuh sudah mencapai batas ketahanan.

Selang beberapa saat aku mulai dapat mengatur nafasku. Baru setelah itu aku mulai dapat merasakan perih sesungguhnya akibat cambukkan yang tadi mengenaiku. Dengan perlahan aku mencoba untuk meraba bagian-bagian tubuhku yang perih. Garis-garis merah bekas pukulan terlihat jelas di paha dan tanganku. Sedangkan wajah ibu Anna menunjukkan ekspresi kepuasan melihat penderitaanku. Setelah membiarkanku untuk istirahat sejenak, kemudian ibu Anna memulai permainan lainnya.

Setelah melepaskan rantai dari tiang besi itu, ibu Anna kemudian menyentaknya, memberi isyarat padaku untuk mengikutinya. Dengan patuh akupun kemudian merangkak mengikuti langkahnya. Ibu Anna sudah pernah memberi perintah jika aku mengenakan collar maka aku tidak diperbolehkan berjalan berdiri, melainkan merangkak seperti anjing.

Ibu Anna ternyata akan membawaku ke lantai dua. Aku tidak pernah mengetahui ada apa di sana, karena ibu Anna tidak pernah membiarkan pintu yang terdapat di ujung tangga tak terkunci. Dengan tangan kiri memegang rantai yang terhubung dengan collar di leherku, ibu Anna membuka pintu itu dengan tangan kanannya. Aku sebelumnya sempat menduga bahwa lantai dua itu dipergunakan sebagai gudang, namun dugaanku meleset sedikit.

Bersambung . . . . .




Me and My Teacher - 3

0 comments

Temukan kami di Facebook
Ruangan itu besarnya sekitar 5X10 meter, seluruhnya tertutup karpet tebal berwarna biru dan di ruangan itu terdapat beberapa cermin persegi yang berukuran besar sedangkan temboknya bercat hitam. Kesan pertamaku setelah memasuki ruangan ini adalah panas dan pengap, entah apa penyebabnya. Bisa dibilang tidak terdapat apa-apa diruangan itu, hanya beberapa alat yang tidak kuketahui kegunaannya yang terletak di salah satu sudut ruangan itu.

Sementara aku masih memperhatikan ruangan itu, secara tiba-tiba ibu Anna duduk di punggungku, seperti layaknya menunggang kuda. Merasakan ada beban di punggungku, secara tidak sadar aku menengok kebelakang, dan kulihat ibu Anna hanya tinggal mengenakan BH dan celana dalam berwarna hitam. Aku sudah cukup sering melihat ibu Anna dalam keadaan bugil, sehingga aku merasa biasa saja melihatnya dalam keadaan demikian.

"Plak!"

Tahu-tahu ibu Anna memukul keras pantatku dengan menggunakan telapak tangannya.

"Jalan!" katanya dingin.

Dengan terpaksa akupun menuruti perintahnya. Dengan tubuh ibu Anna di atas pundakku, aku mulai dengan perlahan merangkak. Baru beberapa langkah saja aku sudah merasa sakit-sakit di lutut, pinggul dan punggungku, untung saja lantainya di lapisi karpet, jika tidak pastinya lututku sudah lecet-lecet. Bisa dibilang saat itu keadaanku sudah tidak mempunyai tenaga setelah sebelumnya di siksanya, namun ibu Anna tidak mau tahu dengan keadaanku.

Sudah beberapa kali pantatku kena pukulannya yang kali ini tampaknya menggunakan sepatu hak tingginya yang entah kapan dia melepasnya. Sebenarnya pada saat itu aku lebih memilih ibu Anna memukuli pantatku dari pada terus merangkak, tapi tentu saja aku takut sewaktu-waktu amarahnya bisa meledak jika aku tidak menurutinya. Sesudah dua kali memutari ruangan itu aku sudah benar-benar tidak sanggup. Secara tiba-tiba tubuhku ambruk tak dapat menahan beban di punggungku. Sedangkan ibu Anna dengan cekatan segera berdiri sesudah sebelumnya ikut terjatuh bersamaku.

Dengan marah ibu Anna menyuruhku untuk bangun sambil kakinya menendang pahaku, sedangkan tubuhku terus saja tergolek seperti mayat. Jangankan untuk kembali bangun, untuk menggerakkan tanganku saja rasanya sulit, dan bernafas saja sepertinya sudah menggunakan semua tenagaku yang tersisa. Sedang ibu Anna yang masih penasaran, kemudian mulai menggunakan cambuknya untuk memukuliku. Tubuhku yang terkena pukulannya berkelojotan seperti cacing, namun tetap saja aku tidak mampu untuk berdiri. Setelah meneruskan beberapa kali, ibu Anna kemudian menyerah juga, ia kemudian meniggalkanku sendirian di ruang itu. Setelah ibu Anna pergi dari sana langsung saja aku tertidur atau pingsan, aku tidak tahu.

Selang beberapa waktu kemudian aku terbangun. Keadaanku sekarang tidak terlalu berbeda dengan waktu sebelum tertidur tadi, aku masih telungkup di karpet, hanya saja kali ini tanganku dan kakiku terikat dengan kuat. Siapa lagi kalau bukan ibu Anna yang melakukannya. Secara perlahan perih-perih di tubuhku mulai terasa kembali. Keringat masih terus keluar dengan deras dari tubuhku akibat suhu ruangan yang panas, sedangkan mulut dan tenggorokanku terasa kering sekali. Belum pernah aku merasa sehaus itu. Selang setengah jam kemudian barulah aku mendengar suara seseorang yang menaiki tangga, lalu kemudian membuka pintu yang terkunci.

Ibu Anna melangkah mendekatiku dengan santai. Pada saat itu ia sudah tidak mengenakan pakaian sama sekali. Dengan jelas aku melihat tubuhnya yang juga di banjiri keringat seperti diriku sekarang ini.

"Bagaimana keadaan kamu?" tanyanya padaku setelah dia berada disampingku.
"Saya.. Haus.. Bu" kataku padanya terbata-bata sambil memandang lemah ibu Anna disebelahku.

Dia tidak menjawabnya, melainkan dengan santai dia meletakkan kaki kanannya di atas kepalaku. Melihat responnya aku tidak berani mengulangi permintaanku lagi.

"Seberapa haus?" tanyanya tiba-tiba padaku.
"Sangat haus bu" kataku memelas.
"Apa yang kamu mau?" tanyanya lagi padaku.
"Minum.. S.. Saya mau minum" jawabku lagi.
"Mau minum apa?" kembali ibu Anna memberikan pertanyaan yang menjengkelkan.
"Apa saja.. Terserah" jawabku dengan lemas, karena aku merasa pada saat ibu Anna tidak akan mengabulkan permintaanku.
"Apa saja boleh?" tanyanya lagi padaku.
"Ya Bu apa aja" jawabku dengan cepat seakan mendapat harapan baru.
"Baik kamu yang minta" kata ibu Anna kemudian.

Setelah ibu Anna berkata demikian, ia lalu membalik tubuhku, lalu berdiri tepat di atas wajahku. Dapat kulihat pemandangan yang pada saat biasa kuanggap sebagai salah satu pemandangan terindah di dunia ini, tapi tidak sekarang, yang kupikirkan saat ini hanyalah air. Secara perlahan ibu Anna berjongkok dan memposisikan vaginanya tepat di atas mulutku. Dalam sedetik kemudian aku sudah tahu apa yang mau di lakukannya. Dengan tangan kirinya, ibu Anna menekan pipiku sehingga membuat mulutku membuka paksa.

Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya ibu Anna mulai menyemburkan air kencingnya yang berwarna kuning kental itu tepat ke mulutku yang terbuka lebar. Walaupun sebelumnya aku sudah pernah mendapat perlakuan serupa (kembali baca "my teacher), namun pada saat itu kuanggap hal itu adalah hal yang tidak menyenangkan bagiku. Secara wajar aku mencoba menggerakkan kepalaku menolak hal itu, namun tidak bisa karena di tahan oleh tangan kiri ibu Anna. Mungkin pada keadaan biasa aku masih bisa mencoba untuk meronta, tapi tidak sekarang pada saat hampir semua tenagaku habis tersedot karena perlakuannya padaku tadi.

Setelah air kencing mulai menggenangi mulutku, aku dapat merasakan rasa asin di lidahku dan bau pesing yang menusuk di hidungku. Sampai pada saat itu aku masih berusaha untuk tidak menelannya, namun mungkin karena aku sudah sangat kehausan, tanpa sadar aku menelan juga air kencing yang menggenangi mulutku. Tiba-tiba saja aku merasakan bahwa rasanya tidak seburuk yang kuperkirakan, asin dan sedikit pahit, cukup enak buatku yang sudah sangat kehausan. Dengan cepat aku kembali meneguk cairan itu, kemudian diikuti tergukan-tegukan lainnya, rasa jijik sudah tidak kuhiraukan lagi, malah kemudian dengan rakus aku terus menelan air kencing yang masih terus menerus di tumpahkan dari vagina ibu Anna.

Secara sekilas aku dapat melihat wajah ibu Anna yang tersenyum melihat kelakuanku itu. Air kencing yang tadinya menggenangi mulutku sekarang sudah kering kutelan, sedangkan ibu Anna masih terus mengeluarkan "minumannya", seakan tidak ada habisnya. Tangan kirinya sudah tidak di gunakan untuk menekan pipiku, pada saat itu aku sudah membuka mulutku lebar-lebar dengan senang hati menerima pemberiannya. Kini kedua tangannya membuka kedua bibir vaginannya dengan lebar untuk memudahkan jalan semburan air kencingnya.

Selang beberapa detik kemudian semburannya mulai melemah dan akhirnya benar-benar berhenti.

"Bersihin" kata ibu Anna padaku sambil tangannya masih membuka lebar kedua belah bibir vaginanya.

Dengan patuh aku segera melakukan perintahnya, sambil sedikit mengangkat kepalaku, kujilati bagian dalam vagina serta klitorisnya dengan bersemangat, seolah-olah tenagaku kembali setelah meminum air kencingnya.

"Ok stop" kata ibu Anna selang beberapa saat kemudian, dan dengan segera akupun menghentikan pekerjaanku.
"Enak ya?" tanya ibu Anna kemudian padaku sambil tetap berjongkok di atas wajahku.
"Iya bu.. Kalau boleh saya mau minta lagi" jawabku tanpa malu-malu, karena di samping masih merasa haus, ternyata aku juga mulai menikmatinya.
"Kalau begitu kamu harus memohon" katanya lagi padaku.
"Saya mohon bu.. Saya sangat suka air kencing ibu" sahutku dengan cepat, seakan-akan kata-kata itu meluncur begitu saja dari kepalaku.
"Bagus, karena kamu yang minta, mulai sekarang dirumah ini, cuma itu minuman kamu" katanya.

Dan aku benar-benar sudah gila karena justru merasa senang mendengar perkataanya itu. Setelah berkata demikian, ibu Anna kemudian meludah tepat ke mulutku yang terbuka. Dengan senang hati aku kemudian menelannya.

"Sekarang kamu istirahat, permainan baru akan dimulai nanti malam" katanya padaku sambil berlalu meninggalkanku setelah sebelumnya membuka ikatan pada tangan dan kakiku.

Agak terkejut juga aku mendengar perkataannya, apa yang sudah kualami ini hanya sekedar pemanasan saja? Pikirku dalam hati. Tak lama kemudian aku mendengar suara pintu yang dikunci dari luar. Aku tidak tahu jam berapa sekarang ini, namun mendengar perkataannya aku merasa saat ini sekitar jam 4 sampai jam 5 sore. Dengan perut kembung aku kemudian kembali tertidur. Aku terbangun setelah ada seseorang yang menendang testisku dengan perlahan.

"Mau tidur sampai kapan hah!" bentaknya garang.

Meskipun agak mendongkol dengan caranya membangunkanku, mau tidak mau aku membuka mataku dan beranjak berdiri. Belum pernah kulihat ibu Anna menggunakan pakaian seperti itu sebelumnya. Ia mengenakan BH berwarna hitam yang tampaknya terbuat dari kulit serupa dengan celana dalamnya yang sangat mini. Di tangannya ia menggenggam cambuk yang tadi siang sudah dipergunakannya, sedang rambutnya diikat kencang kebelakang menambah "kegarangannya". Yang paling menonjol adalah pada bagian depan celana dalamnya terdapat penis buatan yang sepertinya terbuat dari bahan plastik. Meskipun agak geli aku melihat hal itu, namun aku hanya terdiam saja menunduk, menunggu perkataannya.

Dengan memberi isyarat, ibu Anna menyuruhku mengikutinya. Ia membawaku ke salah satu sudut ruangan dimana terdapat benda yang terbuat dari kayu berbentuk huruf "X" yang pada saat itu tidak kuketahui apa gunanya. Dengan tidak mengucapkan sepatah kata, ibu Anna mengikatkan kedua tangan dan kakiku ke tali yang terdapat dimasing-masing ujung benda itu sehingga tubuhku juga membentuk huruf "X", terikat di benda itu.

Setelah itu, tanpa ba bi Bu lagi ibu Anna mendaratkan sebuah pukulan dari cambuknya yang mengenai punggungku. Aku menjerit keras dengan spontan begitu merasakan perih pada punggungku.

"Silahkan kamu teriak, ruang ini kedap suara" kata ibu Anna sambil tak henti-hentinya mendaratkan cambuknya di tubuhku.

Aku tidak berani menoleh, karena salah-salah wajahku yang terkena cambukannya, maka dari itu sebisanya saja aku meronta-ronta, namun karena kedua tangan dan kakiku terikat kuat sepertinya usahaku hanya sia-sia belaka, malahan mungkin itu membuatnya semakin gusar saja. Sesudah itu aku kemudian memutuskan untuk mencoba cara lain.

"Auu sakit bu! ampunn.. Jangan siksa saya lagi.. Aaahh" jeritku memohon padanya disela-sela erangan kesakitan terkena pukulannya.

Namun seakan tidak mendengar, ibu Anna masih tetap saja melakukan kegiatannya. Baru setelah kira-kira 5 atau 6 kali lagi cambuk itu mengoyak kulitku baru dia menghentikannya.

"Itu hukuman atas kesalahan kamu tadi, seharusnya kamu cuma menerima 10 pukulan, tapi karena kamu tadi bicara jadi di tambah 5 pukulan" kata ibu Anna dengan sedikit terengah-engah akibat pekerjaannya. Sedangkan diriku sudah hampir pingsan menahan sakit. Rasanya seluruh darah di tubuhku berkumpul di kepala dan telingaku tak henti-hentinya berdengung.

"Mulai sekarang jika kamu membantah perintah, kamu langsung dapat 20 pukulan mengerti?" lanjutnya lagi yang diikuti anggukan lemah kepalaku untuk mengiyakan.
"Kamu harus mengerti kalau kamu itu adalah budak saya, dan kamu tidak perlu membantah perlakuan saya pada kamu" ibu Anna berkata sambil membuka ikatan pada kaki dan tanganku.

Dengan isyarat tangan, ibu Anna memerintahkanku untuk mengikutinya. Dengan berjalan perlahan, aku mengikuti langkahnya di belakang. Setelah menuruni tangga, ibu Anna membawaku ke meja makan., disana sudah tersedia sepiring nasi lengkap dengan sayurnya. Aku yang memang sudah sangat lapar menjadi tambah lapar saja melihat makanan di depanku.

"Waktu kamu 5 menit" kata ibu Anna lalu begitu saja meninggalkanku.

Aku tidak membuang kesempatan itu, dengan segera aku mulai melahap makanan itu, yang terasa enak sekali karena sudah sedemikian laparnya diriku. Tak sampai 5 menit makanan itu sudah ludas kumakan, dalam hatiku aku menyesal dengan perkataanku sebelumnya, kini ibu Anna benar-benar membuktikan perkataanya, aku sama sekali tidak diberikan air minum. Tak lama kemudian ibu Anna datang.

Bersambung . . . . . .




Me and My Teacher - 4

0 comments

Temukan kami di Facebook
Ibu Anna kemudian membawaku masuk ke dalam kamar tidurnya. Secara sekilas aku sempat melirik ke jam dinding yang terdapat di ruangan itu, yang ternyata baru menunjukan pukul 8 malam, padahal sebelumnya kupikir saat ini sudah hampir tengah malam. Dengan setengah menyeret, ibu Anna kemudian membawaku ke dalam kamar mandi yang terdapat di dalam ruangan itu. Kemudian aku perintahkan untuk duduk di kloset.

Setelah itu, ibu Anna langsung menyalakan shower dan menyiram tubuhku. Hampir saja aku menjerit jika tidak sempat kutahan. Tubuhku menggeliat menahan perih ketika air mulai mengenai kulitku yang lecet-lecet. Kemudian dengan tidak mengatakan apa-apa, ibu Anna memberikan sebatang sabun mandi padaku. Jika saja aku tidak takut pada hukuman, tentunya pada saat itu aku enggan untuk menggunakan sabun mandi, karena tentunya akan perih jika mengenai bekas cambukannya di tubuhku.

Dengan menggigit bibir menahan sakit, aku dengan cepat menyabuni tubuhku, terutama bagian dada yang dada yang kulihat tidak terdapat bekas pukulan disana. Secara tiba-tiba, ibu Anna kemudian merampas sabun itu dari tanganku, kemudian dengan kedua tangannya, ia menyabuni bagian rambut kemaluanku. Aku terkejut dengan perbuatannya yang tiba-tiba itu, dengan mata melotot aku melihat bagaimana dengan lembut ibu Anna "mengeramasi" rambut kemaluanku, hingga tanpa dapat kutahan penisku mulai bereaksi terhadap rangsangan tersebut. Sampai seluruhnya tertutup busa barulah ibu Anna menghentikan pekerjaannya, kemudian dia membuka sebuah lemari kaca kecil yang tertempel di tembok kamar mandi itu. Tangannya kemudian mencari-cari sesuatu dalam lemari itu, dan tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk menemukan benda yang dicarinya.

Benda itu ternyata adalah pisau cukur. Begitu melihatnya aku sudah bisa menebak apa yang akan ibu Anna perbuat padaku nantinya. Dan benar saja, dalam beberapa detik kemudian, tangan-tangan mungilnya dengan cekatan mencukur rambut kemaluanku (yang pada saat itu sudah tumbuh lebat). Penisku yang tadinya sudah setengah tegang, kini langsung menciut setelah merasakan tajamnya pisau cukur itu, sedang jantungku berdebar-debar menyaksikan penggundulan hutan itu. Tak memerlukan waktu lebih dari 2 menit buat ibu Anna untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Setelah di basuh dengan air untuk membersihkan sisa-sisa sabun, aku dapat melihat penisku yang sekarang tampak seperti penis milik seorang bocah, bersih tanpa rambut selembarpun. Dengan lembut ibu Anna kemudian meraba-raba kulit yang sebelumnya masih di tumbuhi rambut itu, wajahnya menunjukan ekspresi kepuasan atas hasil kerjanya. Dan entah bagaimana mengungkapkannya, selama sebulan ini, aku sering berada dalam keadaan bugil di depan ibu Anna. Kini entah bagaimana, aku merasa keadaanku lebih telanjang dari sebelumnya. Ini adalah hal yang harus kalian alami sendiri barulah tahu bagaimana rasanya.

Ibu Anna tidak lantas berhenti sampai disana, berikutnya adalah giliran kedua ketiakku yang dicukurnya hingga bersih. Kini boleh dibilang selain wajahku, di tubuhku tidak terdapat rambut lain. Setelah itu barulah ibu Anna menggunakan handuk untuk mengeringkan tubuhku. Tubuhku yang tadinya lengket karena keringat yang mengering, kini kembali menjadi segar setelah mandi.

Setelah itu ibu Anna memerintahkanku untuk berdiam dalam posisi merangkak di lantai kamar mandi, agak sedikit kesulitan aku melakukannya karena kedua tanganku yang terikat. Kemudian aku merasa ada sesuatu yang ditempelkan di lubang anusku, ketika aku menoleh untuk menegok, aku melihat ibu Anna memegang selang air yang ujungnya ditempelkan tepat di lubang anusku. Aku agak panik dengan apa yang akan dilakukannya, tanpa terasa pinggulku bergerak untuk menghindari selang itu.

"Diam! Kalau nggak mau 20 kali cambukan, jangan bergerak sedikitpun" bentaknya melihat gelagatku.

Bagaikan tersihir, tubuhku langsung diam mematung. Setelah itu barulah ibu Anna memutar keran air yang terhubung ke selang itu. Detik berikutnya aku langsung merasakan air dingin menerobos lubang anusku. Aku tidak merasakan sakit, hanya saja perasaan tidak nyaman serta perasaan takut dengan hal yang baru pertama kalinya kualami ini, pada saat itu aku tidak tahu bahwa hal itu (enema) adalah hal biasa dalam permainan seks bdsm. Perutku yang sebelumnya sudah menggembung karena kekenyangan, kini mendapat tekanan tambahan akibat air didalam usus besarku. Tanpa dapat kutahan tubuhku gemetar menahan perasaan kembung seakan perutku akan meledak, juga dingin yang terasa didalam perutku.

"Tahan! Kalau sampai tumpah sedikit saja, mulut kamu yang bertanggung jawab" ancamnya padaku setelah melihat tubuhku yang gemetaran. Untung saja tak lama sesudah berkata demikian, ibu Anna segera mematikan kerannya.
"Saya beri kamu lima menit untuk urusan kamu" kata ibu Anna tiba-tiba, dan langsung saja ia meninggalkanku sendirian di dalam kamar mandi itu.

Tanpa membuang waktu aku berdiri, membuka penutup kloset dan langsung duduk. Membutuhkan waktu cukup lama untuk mengeluarkan seluruh isi usus besarku itu. Semenit setelah aku selesai melakukannya barulah ibu Anna kembali ke dalam kamar mandi itu. Begitu masuk, ia langsung menghampiriku yang masih terduduk diam. Tangannya mengocok perlahan penisku yang sudah kembali ke bentuk asalnya, dan wow aku merasa begitu sensitif karena sentuhan perlahan saja sudah memberikan reasksi pada penisku. Setelah sudah benar-benar ereksi, ibu Anna dengan tiba-tiba menghentikan pekerjaannya.

"Apa kamu kira penis kamu itu ada gunanya?" kata ibu Anna padaku dengan sinis.

Aku hanya terdiam saja mendengar perkataannya. Seperti biasa, ibu Anna tidak akan memberikanku kepuasan pikirku.

"Sekarang kamu oral penis ini" kata ibu Anna sambil menunjuk ke penis buatan yang tertempel di celana dalamnya itu.

Dengan terkejut aku menatap wajahnya, seperti ingin memastikan apa yang barusan kudengar.

"Terserah kamu mau melakukannya apa tidak, asal kamu tahu saja, kalau penis ini masuk ke anus kamu dengan keadaan kering seperti ini, anus kamu tidak sobek saja sudah bagus" kata ibu Anna membalas tatapan mataku.

Mendengar hal itu seperti orang linglung, aku menatap matanya dengan mulut menganga, tidak percaya dengan hal yang barusan kudengar. Dengan hati menclos aku kemudian melihat ke arah "penis" ibu Anna itu. Penis itu benar-benar mirip sekali dengan penis asli, lengkap dengan topi baja serta urat-urat yang menonjol di sekelilingnya sedangkan ukurannya jauh melebihi penisku yang pada saat itu masih ereksi. Ukurannya sama saja dengan penis yang terdapat dalam film-film porno keluaran vivid itu.

Yang menjadi masalah adalah aku yakin kalau diriku ini bukan gay dan hal ini menurutku menjijikan. Aku menelan ludah ketakutan membayangkan bagaimana jadinya jika monster penis itu benar-benar masuk ke anusku. Sementara itu ibu Anna sepertinya sudah tidak sabar ingin melakukannya, dia memberikan perintah agar aku berbalik. Mendengar perkataannya, dengan terburu-buru aku segera memasukan penis itu ke dalam mulutku. Ini toh penis buatan pikirku pada saat itu. Dengan cepat aku mengulum penis itu sehingga hampir saja aku tersedak. Pada saat itu aku tidak melihat wajah ibu Anna, tapi dapat kupastikan wajahnya pasti tersenyum sinis melihat aku melakukannya.

Tidak ada hal yang membuatku meragukan ucapan ibu Anna untuk memasukan penis itu ke dalam anusku, karena itu sebisanya aku membasahi seluruh permukaan penis itu dengan ludah agar dapat berfungsi sebagai pelumas saat nanti memasuki lubang anusku. Selang semenit kemudian aku merasakan ada sesuatu yang salah dari tubuhku, entah bagaimana aku mulai menikmati pekerjaanku itu. Untung saja penisku memang sebelumnya sudah ereksi, karena jika tidak, ibu Anna pasti melihat penis kecil yang menegang ketika pemiliknya sedang mengoral penis buatan yang ukurannya hampir 2 kali lipatnya.

"Sudah" kata ibu Anna dengan perlahan.

Aku pura-pura tidak mendengarkan perkataannya yang memang pelan sekali itu, disamping aku merasa masih belum cukup aman jika penis itu masuk ke lubang anusku, aku juga tanpa sadar menikmati perbuatanku.

"Cukup" katanya sekali lagi, kali ini aku mendengar dengan jelas perkataannya.

Aku segera menghentikan pekerjaanku. Dengan segera aku diperintahkan untuk berbalik. Kini aku membelakangi ibu Anna, tubuhku membentuk sudut 90 derajat dengan kedua tangan menumpu pada plastik penutup kloset. Aku memejamkan mataku menanti dengan was-was. Sedetik kemudian aku merasakan sakit sekali ketika kepala penis ibu Anna mencoba memasuki lubang anusku, dengan reflek lubang anusku menutup sehingga kepala penis yang tadinya sudah masuk setengah keluar lagi, aku menggigit bibirku menahan perih yang ditinggalkannya.

"Kamu harus tenang kalau tidak mau terluka" kata ibu Anna kepadaku.

Enak baginya bicara demikian karena ia tidak merasakannya. Namun kucoba turuti sarannya, aku mengambil nafas panjang untuk menenangkan jantungku yang berdegub kencang. Kembali aku merasakan perih ketika ada benda tumpul yang ingin menerobos lubang anusku. Segera aku mendapat perasaan seperti ingin buang air besar. Kali ini kedua tangan ibu Anna membantu merenggangkan kedua belah pantatku sehingga lubang anusku terbuka lebih lebar. Setelah itu dengan cepat kepala penisnya masuk.

Aku menjerit tertahan dan tanpa sengaja lubang anusku kembali berkontraksi, namun kali ini penis itu tidak keluar dari lubang anusku karena tangan ibu Anna menahannya, malahan akulah yang merasakan sakit di dinding anusku karena hal itu. Setelah itu dengan cepat penis itu menerobos masuk makin dalam. Tubuhku gemetar menahan perih yang seakan menjalar ke seluruh tubuhku. Dengan sebisanya aku menahan untuk tidak menjerit, sedangkan air mata sudah mengambang di kedua mataku.

Kini kedua telapak tangan ibu Anna digunakan untuk memukul-mukul pantatku dengan setengah kekuatannya sambil tak henti-hentinya dia tertawa sinis melihat penderitaanku. Pukulan di pantatku memang bisa dibilang tidak ada artinya di banding sakit karena penis itu, namun aku takut jika nantinya bisa-bisa penis itu kembali keluar dari lubang anusku karena terganggu oleh pukulan-pukulan itu, dan benar saja sesaat kemudian tanpa dapat kutahan, dinding anusku kembali berkontraksi, aku sudah bersiap-siap menahan perih akibat itu.

Tapi ternyata dugaanku salah, penis itu masih tenang-tenang saja di dalam, nampaknya sudah hampir semua bagian penis itu yang masuk didalam, agak lega juga hatiku setelah merasa demikian. Ketika aku menengok untuk memastikannya barulah aku terkejut setengah mati setelah mendapati bahwa baru sekitar setengah bagian penis itu saja yang sudah memasuki lubang anusku.

Bersambung . . . . .




Me and My Teacher - 5

0 comments

Temukan kami di Facebook
Dapat kulihat senyum puas ibu Anna melihat wajah menderitaku. Dalam sekejab aku merasakan sudah tidak mempunyai harga diri lagi setelah ibu Anna memperlakukanku demikian, namun dalam hati aku memohon agar ibu Anna tidak mempunyai pikiran untuk memasukan seluruh bagian penis itu. Aku kemudian melihat tangan ibu Anna mengambil sebuah botol baby oil dan menuangkan isinya ke penisnya serta ke daerah sekitar lubang anusku. Pada saat itu aku sangat jengkel sekali, ingin rasanya aku berteriak "kenapa nggak dari tadi aja!" namun kubatalkan karena takut nanti malah berakibat fatal pada diriku.

Sesaat kemudian aku merasakan ibu Anna mulai kembali mendorong penisnya yang kini sudah dilumuri baby oil. Aku dapat merasakan bantuan minyak itu dalam mengurasi sakit akibat gesekan, meskipun masih terasa sedikit sakit, namun kini sudah jauh berkurang. Kini yang kurasakan adalah betapa penis itu memenuhi ruang di rectum (bagian terluar dari usus besar) ku. Sedang tadi ketika penis itu masuk baru setengah saja aku sudah merasa begitu "penuh", apalagi sekarang ketika sudah hampir seluruhnya masuk. Seakan-akan ada sesuatu yang ingin keluar dari kerongkonganku, walaupun aku tahu itu hanya perasaanku saja.

Tak lama kemudian aku dapat merasakan paha ibu Anna yang menyentuh pahaku, tanda sudah masuknya seluruh bagian penis itu. Pada saat itu mulutku menganga lebar sedang nafasku teregah-engah seperti orang yang mau melahirkan, bahkan tubuhku sempat gemetar tak terkendali. Setelah aku mengatur nafas sejenak barulah aku mulai kembali tenang. Sesaat kemudian, ibu Anna mulai menggerakkan maju-mundur penis itu dengan perlahan. Rasa malu dan takut bercampur aduk di hatiku pada saat itu, malu karena aku serasa diperkosa oleh ibu Anna dan takut jika penis besar itu akan melukaiku dengan parah.

Dengan perlahan namun pasti, ibu Anna mulai menaikan temponya, sesekali dia berhenti untuk kembali melumuri penis itu dengan baby oil sampai penis itu benar-benar bisa sliding dengan mudah. Dan kembali aku dikhianati oleh tubuhku sendiri. Meski dengan susah payah aku mencoba menahannya, namun tetap saja aku tidak berhasil, penisku dengan perlahan mulai ereksi, apalagi kemudian ibu Anna kembali mempercepat pompaannya yang memang terasa nikmat sekali buatku. Tanpa dapat kulawan, penisku kembali full ereksi, bahkan jika tidak kutahan-tahan, ingin sekali rasanya aku mengocok penisku.

Kini ibu Anna merubah gayanya, ia menarik penisnya dengan perlahan sampai hampir keluar, kemudian memasukannya kembali dengan cepat sampai setengahnya dan demikian seterusnya. Sensasi yang kurasakan sungguh dahsyat, seandainya aku mengocok penisku pastilah aku sudah ejakulasi. Aku sendiri menjadi heran dan dalam hati aku bertanya-tanya apakah aku ini memang seorang gay? Tiba-tiba saja sebuah pikiran terlintas dalam benakku. Aku kemudian berpura-pura untuk kesakitan setiap kali ibu Anna menyodok penisnya, hal ini kulakukan karena aku sungguh malu jika ibu Anna mengetahui aku justru menikmati perbuatannya padaku. Entah karena aktingku yang buruk atau memang ibu Anna yang tidak mudah ditipu.

"Jangan pura-pura kamu" kata ibu Anna padaku.

Setelah itu dengan tiba-tiba ia menyodok penisnya sampai pahanya beradu dengan pahaku sehingga menimbukan bunyi "plok".

"Aaahh" jeritku lirih. Itu jelas-jelas jeritan kenikmatan yang tanpa sadar kukeluarkan.
"Dasar nggak tahu malu" kata ibu Anna lagi padaku.

Jika saja pada saat itu aku menoleh kebelakang, ibu Anna akan melihat wajahku yang merah padam karena malu. Sesudah itu, kembali ibu Anna mempercepat temponya, dan kembali tanpa tertahan lagi aku mendapatkan kenikmatan yang selama ini belum pernah kurasakan. Kini setelah ibu Anna mengetahui rahasiaku, aku merasa tidak ada gunanya lagi untuk berpura-pura, aku mulai dengan perlahan ikut menggerakkan pantatku mengimbangi gerakannya, serta mulutku tak henti-hentinya mengeluarkan rintihan kenikmatan. Sesekali ibu Anna menghentikan gerakannya, pada saat itulah tanpa rasa malu, aku justru menggerakan pantatku memompa penis itu. Ibu Anna tertawa terbahak-bahak setiap kali aku melakukannya, apalagi setelah ibu Anna memegang penisku, ia mendapatinya sudah benar-benar tegang.

"Dasar banci!, kamu malah horny waktu dientot" katanya dengan pedas. Katanya sambil tangannya menepuk pantatku.
"Benar-benar menjijikan" sambungnya mengejekku. Sambil tak henti-hentinya dia mengeluarkan kata-kata hinaan yang menyakitkan. Pada saat itu aku merasa terhina sekaligus terangsang mendengar caciannya.

Beberapa menit kemudian, ibu Anna menarik penisnya hingga hampir keluar dari lubang anusku. Tanpa sadar aku memundurkan pantatku agar penisnya tidak keluar, kemudian dengan gerakan perlahan, ibu Anna berjalan mundur. Aku tahu ini dimaksudkan agar aku mengikutinya. Aku hampir saja terjerembab ke depan setelah kedua tanganku yang terikat, tidak lagi mempunyai tempat tumpuan, namun dengan sigap ibu Anna memegang kedua pinggulku agar aku tidak terjatuh. Dapat kurasakan kedua tangannya yang halus menahan berat tubuhku, dalam hati aku heran juga bagaimana caranya wanita yang dari luar tampak anggun ini bisa mempunyai tenaga yang lumayan kuat. Kemudian dengan perlahan aku mencoba meletakkan tanganku di lantai, karena tubuhku boleh dibilang lentur, berkat sering bermain sepakbola, dengan mudah aku dapat melakukannya. Dan dengan keadaan demikianlah kami secara perlahan berjalan keluar dari kamar mandi itu.

Sesampainya di tepi ranjang, ibu Anna membantuku untuk berbaring telentang di tengah-tengah ranjang itu, sedangkan dia kini berada diatas tubuhku, kami melakukannya tanpa membuat penis itu keluar dari tempatnya. Kedua tangannya menggenggam kedua pergelangan kakiku kemudian merentangkan keduanya, setelah itu dengan perlahan kedua kakiku didorongnya hingga lututku hampir menyentuh dadaku yang mengakibatkan bagian pinggang kebawah terangkat ke atas. Sesudah itu, ibu Anna kembali memompa penisnya dengan perlahan dalam lubang anusku. Setelah beberapa saat lamanya, ibu Anna mempercepat pompaannya. Aku tidak bisa menjelaskan apa yang kurasakan saat itu, namun jelas itu adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa.

"Mana suaranya?" tanya ibu Anna sambil mempercepat pompaannya. Dengan suara perlahan aku merintih-rintih kenikmatan.
"Yang kenceng! perek" bentak ibu Anna gusar, sambil dengan tiba-tiba dia menghujamkan penisnya dalam-dalam.
"Aaahh" jeritku tak dapat menahan sensasi yang kualami.

Ibu Anna terus memompa dengan kencang, sampai-sampai terdengar bunyi beradunya paha ibu Anna dengan pantatku. Aku terus-terusan menjerit histeris seperti layaknya pelacur setelah menerima kenikmatan yang bertubi-tubi. Inilah kali pertamanya dalam hidupku, aku mengalami kenikmatan yang begitu intens. Meskipun baru pertama kalinya aku melakukan seks seperti itu, namun aku dapat mengatakan dengan pasti jika ibu Anna benar-benar ahli dalam hal itu. Terkadang ibu Anna memperlambat, kemudian mempercepat pompaannya dengan tiba-tiba. Sesaat kemudian ibu Anna berhenti secara tiba-tiba sehingga membuatku menjerit-jerit frustasi akibat ulahnya.

"Kamu harus memohon" katanya sambil menahan tawa melihat tingkahku yang seperti pelacur murahan.
"Please bu" kataku dengan terengah-engah.
"Please apa?" katanya lagi padaku.
"Please bu.. Saya mohon ibu melakukannya" kataku dengan lemah.
"Melakukan apa?" tanyanya lagi seakan masih tidak puas mendengar ucapanku. Aku terdiam sejenak untuk berpikir kata apa yang akan kugunakan untuk menjawabnya.
"Senggama" jawabku setelah berpikir.
"Dasar kontol, lu kira sekarang ini lagi belajar bahasa indonesia hah!, bilang ngentot" kata ibu Anna dengan gusar mendengar jawabanku yang memang konyol itu.
"Saya mohon ibu Anna ngentotin saya" kataku tanpa malu-malu lagi setelah tersiksa dengan kenikmatan yang kini tertunda.
"Ngentotin apa kamu?" kembali dengan menjengkelkan, ibu Anna bertanya padaku.
"Lubang anus saya" jawabku cepat.
"Untuk selanjutnya bilang vagina, ngerti?" kata ibu Anna setelah mendengar ucapanku. Aku segera mengiyakan perkataannya.
"Sekarang bilang yang lengkap" katanya padaku sambil tangannya merenggangkan kakiku lebih lebar lagi, dan menarik penisnya sehingga tinggal ujungnya saja yang masih tertanam dalam "memekku".

"Saya mohon ibu mau ngengtotin vagina saya" kataku padanya cepat karena khawatir ibu Anna akan berubah pikiran.
"Yang keras" sahut ibu Anna mendengar perkataanku.
"Saya mohon ibu mau ngentotin vagina saya" jawabku setengah berteriak karena frutasi.

Aku sudah tidak peduli jikalau ada orang yang mendengar perkataanku itu, sekarang ini sudah tidak ada logika dalam kepalaku, yang ada hanyalah nafsu birahi. Sedetik kemudian, dengan cepat ibu Anna menghujamkan penisnya sampai pangkalnya.

"Aaahh" jeritku panjang merasakan nikmat dan perih yang menjadi satu.

Setelah diam dalam posisi demikian sejenak, kemudian barulah dia mulai menggerakan pinggulnya memompa penisnya didalam memekku. Dengan konstan, ibu Anna mempercepat pompaannya sampai sesaat kemudian dia sudah mencapai kecepatan maksimal. Derit ranjang serta derai keringat yang jatuh ke tubuhku seakan menjadi bukti liarnya permainan kami. Belum pernah penisku sedimikian tegangnya dalam hidupku sebelumnya, sampai-sampai terasa nyeri akibat banyaknya darah yang terkumpul disana. Setelah sekitar semenit ibu Anna memompaku dengan kecepatan luar biasa, dengan tiba-tiba dia kembali menghujamkan penisnya dalam-dalam, dan tahu-tahu saja aku merasa ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam tubuhku.

"Aaahh" jeritku dengan kencang ketika penisku sudah tidak tahan lagi untuk melepaskan sperma yang sudah lama terkumpul di testisku.

Dengan kencang, spermaku menyembur keluar mengenai perutku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku mengalami ejakulasi meskipun aku sama sekali tidak menyentuh penisku. Setelah itu gelombang demi gelombang kenikmatan menjalar diseluruh bagian tubuhku, sehingga tanpa dapat kutahan tubuhku gemetar karena menahan nikmat. Mataku kupejamkan untuk lebih menikmati moment itu, moment terindah dalam hidupku saat itu. Ini adalah orgame yang terhebat dalam hidupku.

"Menjijikan" kata ibu Anna sambil menarik keluar penisnya dan melepaskan kedua pergelangan kakiku yang dipegangannya.

Selang beberapa saat kemudian barulah aku mulai dapat menguasai diriku. Aku merasa kosong sekali setelah penis itu meninggalkan tempatnya, seakan perutku tadi dibelit ikat pinggang yang kencang, dan sekarang sudah dilepaskan. Ketika kubuka mataku, kulihat ibu Anna sudah berada di sebelahku. Tangannya memegang sendok plastik, dan dengan benda itu, ibu Anna menyendoki seluruh sperma di perutku.

"Bangun" kata ibu Anna padaku.

Dengan malas aku mencoba untuk menegakkan tubuhku. Hampir seluruh bagian tubuhku terasa lemah, padahal bisa dibilang sedari tadi ibu Anna lah yang bekerja. Sesaat kemudian aku sudah duduk tegak di ranjang, kulihat ibu Anna menuangkan sperma yang tadi di tampungnya di sendok ke penisnya dengan merata.

Bersambung . . . .




Me and My Teacher - 6

0 comments

Temukan kami di Facebook
"Jilat sampai bersih" kata ibu Anna kemudian.

Ini adalah hal yang paling tidak kusukai, karena tentu saja sesudah ejakulasi, aku sudah tidak bergairah lagi untuk melakukannya, tapi nampaknya ibu Anna tidak mau tahu, dengan mata melotot ia memandangku yang terlihat sangsi. Penis itu terlihat bersih, aku sendiri heran bagai mana mungkin bisa terjadi, mungkin karena enema yang tadi ibu Anna berikan.

"Mau tidak?" tanyanya dengan geram.

Aku kemudian mengangguk lemah mengiyakan. Dengan perlahan aku mulai menjilati ujung penis itu. Ada tercium sedikit bau kotoran memang, namun ternyata tidak seburuk yang kuduga. Secara perlahan aku mulai memasukan penis itu ke dalam mulutku. Bau khas sperma bercampur dengan bau kotoran dan baby oil tercium oleh hidungku, namun aku masih meneruskan pekerjaanku yang memang masih jauh dari bersih itu. Dengan perlahan kujilati spermaku sendiri yang kini berada di penis itu. Membutuhkan waktu sekitar dua menit bagiku untuk menyelesaikan pekerjaanku itu. Sesudah selesai melakukannya barulah aku merasa mual ingin muntah, namun sebisanya aku menahan perasaan itu. Setelah penisnya selesai dibersihkan, ibu Anna segera beranjak pergi meninggalkanku sendirian di ruang itu.

Aku merasa cukup lega setelah selesai melakukannya, karena aku mengira sekarang ini permainan ibu Anna sudah berakhir, sedangkan aku tadi melihat ibu Anna juga sudah bermandikan keringat dan pastilah dia kelelahan setelah melakukannya. Baru saja sedetik sesudah aku berpikir demikian, aku harus kembali menelan pil kekecewaan. Ibu Anna sudah kembali dengan membawa potongan-potongan pakaian berwarna merah muda serta sebuah benda yang tidak kukenal.

"Pakai ini" kata ibu Anna padaku sambil menyodorkan pakaian dalam genggaman tangannya.

Aku menyambutnya dengan kedua tanganku yang masih terikat. Disana kulihat sebuah celana dalam wanita super mini, dibagian depan hanyalah sebuah segitiga kecil, sedangkan bagian belakang hanyalah berupa sebuah tali. Selain itu ada juga bikini serta sebuah stocking lengkap dengan supporternya.

Kesemuanya satu warna, pink. Dengan tak banyak bicara, ibu Anna membuka ikatan pada tanganku. Setelah itu aku sudah tidak punya alasan untuk mengabaikan perintahnya. Dengan bantuan ibu Anna, aku mengenakan semua itu. Memang dalam beberapa jam terakhir ini, ini adalah pertama kalinya aku mengenakan sesuatu di tubuhku, tapi tetap saja aku merasa lebih baik bugil dari pada memakai pakaian seperti ini, karena kini aku benar-benar menyerupai pelacur dengan pakaian yang kukenakan.

Setelah itu, ibu Anna memerintahkanku untuk kembali berbaring di ranjang. Setelah aku melakukannya, ibu Anna membawa benda yang tadi di bawanya ke hadapanku. Benda itu bentuknya seperti kapsul dengan ukuran kurang lebih 25 centi dengan diameter 5 centi, berwarna hitam pekat serta terdapat semacam sabuk kulit ditengah benda itu, namun setelah kuperhatikan lebih lanjut, sabuk itu tidak terdapat tepat ditengah benda itu, melainkan agak ke ujung, sehingga terdapat 2 bagian, bagian yang panjang sekitar 17 atau 18 centi sedangkan bagian yang pendek sekitar 7 atau 8 centi yang dipisahkan sabuk itu.

Ibu Anna menyodorkan bagian yang panjang, kemudian menyuruhku menjilatinya, sudah kuperkirakan sebelumnya. Baru saja aku mulai menjilati benda itu, yang memang bentuknya agak mirip dengan penis itu, ibu Anna sudah tidak sabar, dengan kasar dia memasukan hampir seluruh bagian benda itu ke dalam mulutku sehingga hampir saja aku tersedak. Selang sebentar saja, ibu Anna sudah mencabut benda itu, dan tampak air liurku sudah membasahi permukaan benda itu. Sesudah itu kembali dia memasukan benda itu ke dalam mulutku, kali ini bagian yang pendek, karena memang pendek, sekitar 7 atau 8 centi, benda itu tidak membuatku kesulitan, hanya saja karena diameternya yang cukup besar membuat rahangku sedikit sakit yang terbuka agak lebar.

Sesudah itu, dengan mengangkat kepalaku, ibu Anna mengaitkan sabuknya dengan kencang sekali dibelakang kepalaku. Sesudah benda itu terpasangpun aku masih belum mengetahui dengan jelas apa kegunaannya. Rasanya mustahil jika benda itu hanya berguna untuk menyumbat mulutku kataku dalam hati, walaupun memang efektif karena aku kini tidak bisa mengeluarkan kata-kata apapun dari mulutku.

"Kamu tahu apa gunanya benda ini?" tanya ibu Anna padaku.

Dengan terpaksa aku menggeleng karena aku memang tidak mengetahui apa kegunaan benda ini, atau lebih tepat cara menggunakannya.

"Benda ini jauh lebih bisa memuaskan dari pada kontol kamu yang tidak ada gunanya itu" katanya sambil melepaskan celana dalam beserta penisnya itu.

Dengan hanya mengenakan BH saja, ibu Anna berdiri tepat di atas wajahku, kemudian dengan gerakan perlahan, ibu Anna berjongkok dan memposisikan bagian panjang benda tersebut ke dalam liang vaginannya. Perlahan ujung benda itu mulai memasuki liang vaginanya. Dengan bantuan air liur serta cairan vaginanya yang membanjir, nampaknya selain diriku yang mendapat orgasme ketika dientot dengan penis buatan itu, sang pemilik, dalam hal ini ibu Anna, tampaknya juga mendapatkannya.

Dengan mudah saja benda itu kini terbenam seluruhnya dalam vagina ibu Anna. Memang di bandingkan dengan penisku, benda itu masih jauh lebih besar, maka itu aku agak terkejut juga melihatnya dengan begitu mudah "ditelan" liang vagina ibu Anna. Sesudah itu, ibu Anna mulai menggerakan pinggulnya naik-turun. Selang beberapa saat kemudian, dia mempercepat gerakannya, lalu sesaat kemudian kembali memperlambatnya. Seiring dengan gerakan tubuhnya, kepalaku juga ikut melompat-lompat, untunglah saat itu aku berbaring di ranjang, jika dilantai tentunya akan menambah daftar penderitaanku. Entah sudah berapa kali aku hampir tersedak akibat benda di dalam mulutku itu, selain itu rahangku juga hampir copot rasanya akibat sesekali menahan berat tubuhnya. Satu-satunya hiburanku adalah aroma vagina ibu Anna yang memang sangat kusukai, dan buah dada sempurnanya yang melompat-lompat di dalam BH nya.

Hampir selama 5 menit, ibu Anna bertahan dalam posisi demikian, baru sesudah itu dia kemudian memutar tubuhnya, sehingga kini yang kulihat adalah bagian punggungnya. Pemandangan buah dada melompatnya kini sudah digantikan dengan lubang anusnya yang hanya berjarak beberapa mili dari hidungku, bahkan sesekali mengenainya akibat guncangan 8,0 skala richter yang dibuat ibu Anna. Memang boleh dikatakan lubang anusnya tidak berbau (entah bagaimana hal itu bisa terjadi), tapi kalian bayangkan saja sendiri bagaimana rasanya berada dalam posisi demikian!

Sesaat kemudian, dengan diawali dengan jeritan kenikmatan tanda orgasme, ibu Anna membenamkan vaginanya dalam-dalam ke benda tersebut. Jika bisa tentunya aku juga sudah ikut menjerit karena pada saat itu ibu Anna seakan-akan hanya menumpukan berat badannya di mulutku. Tulang pipi, tulang rahang serta gigiku terasa ngilu sekali akibat mendapat tekanan yang demikian besar, sedang hidungku juga tidak luput dari lubang anusnya. Untung kejadian itu hanya berlangsung sesaat saja. Sesudah itu ibu Anna mendemonstrasikan kelenturan pinggulnya dengan bergerak meliuk dan berputar dengan erotis. Dapat kurasakan cairan orgasmenya yang mengalir turun mengenai pipi dan daguku.

"Ambil nafas" kata ibu Anna dengan pelan sehingga hampir saja aku tidak mendengarnya.

Aku tidak mengerti mengapa ibu Anna memerintahkan hal seperti itu, namun saja kini aku sudah terbiasa untuk langsung melakukan perintahnya tanpa berpikir dahulu. Baru setengah jalan aku menghirup udara, tahu-tahu ibu Anna kembali membenamkan tubuhnya. Tentu saja hal itu membuatku terkejut karena lubang anus ibu Anna secara tiba-tiba menutup hidungku. Dengan cepat beban berat kembali menekan wajahku, bahkan kali ini terasa lebih berat dari pada sebelumnya.

Beberapa detik kemudian barulah aku tahu apa penyebabnya setelah merasakan kedua kakinya sedang memainkan penisku yang tanpa kusadari sudah kembali tegang. Ternyata kali ini ibu Anna benar-benar menduduki wajahku. Tanpa kedua kaki yang tadi sedikit banyak ikut membantu menyangga, kini seluruh berat tubuhnya diterima wajahku. Setelah itu untuk melengkapi penderitaanku, ibu Anna menggoyang-goyangkan pinggulnya yang mengakibatkan vagina, pantat dan lubang anusnya bergesekan keras dengan wajahku.

Semenjak tadi aku sudah berusaha sekuat tenaga menggunakan kedua tanganku untuk mengangkat tubuh ibu Anna yang menekan wajahku, namun tetap saja tubuh ibu Anna tidak bergerak walau sesenti. Dalam beberapa detik kemudian aku sudah merasa pandanganku berkunang-kunang karena otakku kekurangan suplai oksigen. Tanganku masih berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengangkat tubuh ibu Anna, sementara kedua kakiku menendang kesana kemari dengan frustasi. Jika dalam beberapa detik lagi aku masih belum bisa bernafas pastilah aku bisa celaka, atau setidaknya jatuh pingsan.

Akhirnya dengan seluruh tenaga yang masih tersisa, kudorong tubuh ibu Anna ke samping, dan ternyata usahaku berhasil, tubuhnya terjatuh kesamping sehingga memberikan jalan buatku untuk bernafas. Dengan tergesa-gesa aku langsung menghirup udara sehingga tanpa dapat kutahan, aku tersedak, namun karena ada benda didalam mulutku, aku tidak bisa terbatuk-batuk, hal itu membuatku sangat tersiksa sekali. Untung saja dengan sigap, ibu Anna kemudian membuka ikatan sabuk di belakang kepalaku dan mencopot benda itu dari mulutku. Barulah kemudian aku terbatuk-batuk tanpa henti.

Dengan tak mengucap sepatah katapun, ibu Anna meninggalkanku yang masih berusaha memulihkan jalan pernafasanku. Sesaat kemudian barulah nafasku mulai teratur dan pikiranku kembali terang. Aku kemudian melihat sekeliling, ternyata ibu Anna sedang mengganti pakaian. Ia melepaskan BH yang tadi dipakainya, dan selanjutnya ia mengenakan gaun tidur berwarna putih transparan sehingga memperlihatkan puting susu serta vaginanya dengan samar-samar.

Dengan masih tidak mengucap apa-apa, ibu Anna kemudian mengikat kedua tanganku dibelakang dengan tali. Barulah setelah itu ibu Anna mematikan lampu. Karena memang ranjang itu berukuran double, sehingga masih menyisakan banyak ruang setelah ibu Anna kemudian berbaring di sebelahku. Sesaat kemudian tampaknya ibu Anna sudah tidur terlelap. Sedangkan aku masih mengalami sedikit kesulitan karena ikatan pada tanganku yang membuatku benar-benar tidak nyaman, terlebih lagi BH yang masih kukenakan, yang kini entah kenapa terasa kencang sekali sehingga membuatku agak sedikit sulit bernafas, namun tak lama kemudian karena memang sudah benar-benar lelah, aku tertidur juga.

Ketika terbangun aku menyadari ibu Anna sudah tidak ada di tempatnya. Aku melihat jam dinding yang menunjukan sudah hampir jam 8 pagi. Yang pertama kali kurasakan ketika bangun adalah sekujur tubuhku yang pegal-pegal serta kehausan yang sebenarnya sudah semenjak kemarin, hanya saja aku tidak berani untuk mengatakan.

E N D




Misteri Villa forest garden - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Para undangan memberi komentar pada acara perkawinan Danny & Lia (D & L) yang mewah itu. D & L sungguh merupakan pasangan ideal. Yang satu nampak sebagai pria tampan, penuh percaya diri serta menunjukkan masa depannya yang cerah sebagai seorang profesional yang mandiri. Yang satunya adalah wanita yang sangat cantik dan sensual, ramah dan luwes disamping cerdas dan sangat berbakat dalam pergaulan sosial yang luas. Pasangan itu dapat diibaratkan 'tumbu bertemu tutupnya'.

Mereka akan dapat saling mendukung, membantu dan mengisi kekurangan yang ada satu sama lain. Begitu acara selesai dan tamu-tamu telah selesai memberikan ucapan selamat, dengan mobil pengantinnya yang tak lupa ditempeli tulisan 'Just Married' serta diramaikan dengan kaleng-kaleng bekas yang diikatkan pada bagian belakangnya, D & L meninggalkan tempat acara langsung memulai bulan madunya sesuai dengan rencana yang telah jauh hari dipersiapkan.

Mereka akan tinggal di Villa Forest Garden, Mega Mendung, Bogor. Villa itu milik rekanan Danny yang dipinjamkan pada pasangan itu selama 3 hari 3 malam, sebelum mereka akan meneruskan bulan madunya ke Eropa pada pertengahan bulan depan nanti.

setelah menempuh sekitar 2 jam perjalanan, tampak mobil berhenti di depan gerbang besar. Dari jauh nampak seorang petugas berlarian membuka gerbang tersebut. Petugas tersebut ternyata seorang berkulit gelap yang cukup tegap dan berotot. Usianya sekitar 35 atau 38 tahunan. Dengan segala keramahannya dia menyambut kedatangan Danny dan Lia.
Sebelum masuk lebih jauh Danny membuka kaca mobilnya.
'Pagi, pak. Apa kabar? Bapak siapa? Pak Pedro ya, sudah lama bekerja disini?', dan beberapa tanya jawab kecil untuk menunjukkan adanya perhatian dari pasangan Danny & Lia pada Pedro petugas villa tersebut.
Rupanya Danny sudah diberi tahu oleh rekanan pemilik tempat itu mengenai seluk beluk villa serta para personil yang menjaganya.

Pedro, yang ternyata berasal dari Ambon menunjukkan hormatnya pada sepasang tamunya. Dia menoleh sesaat ke dalam mobil untuk memberikan salam hormatnya pada Lia yang duduk di dalam disamping Danny. D & L langsung berhadapan dengan gambaran hutan tropis di halaman yang luas dan indah itu. Dari jalanan masuk yang asri dan berliku belum tampak rumah villa yang bakal jadi tempat bulan madu mereka. Rupanya rumah villa itu jauh tersembunyi dalam hutan buatan yang luas tersebut. Suasana romantis segera hadir dalam relung-relung hati D & L. Mereka memasuki halaman villa luas itu dengan tangan-tangannya yang saling berpegangan serta saling meremas apabila di depan mereka ada pemandangan yang menarik.

Di depan sebuah villa yang mungil, yang dibangun dengan bahan-bahan batang kayu dan papan yang tersedia di hutan itu, kembali D & L dijemput seorang petugas lainnya, Tory namanya, usianya sudah 55 tahun. Dia teman Pedro, yang juga menunjukkan keramahan yang sama dengan Pedro. Dia bukakan pintu mobil untuk Lia dan kemudian untuk Danny.
Walaupun usianya cukup tua Pak Tory tetap nampak sehat dan kuat. Otot lengannya nampak menonjol dari T-shirt birunya. Demikian pula bukit-bukit dadanya tampak gempal. Sekilas putingnya membayang dari balik T-shirtnya itu.
Pak Tory ini juga punya banyak keterampilan. Termasuk masak memasak, disamping tugas pokoknya mengurus rumah tangga villa tersebut.

Pak Tory mengajak tamunya memasuki bangunan villa dan menunjukkan kamar tidurnya yang akan ditempati D & L selama tinggal di villa tersebut. Sungguh indah dan luas. Dengan perabot dan interior yang serba kayu, ruang untuk D & L tersebut terdiri dari ruang tidur utama dengan king size bednya yang mewah, kamar tamu yang lengkap dengan sofanya serta kamar mandi yang luas dengan sentuhan alami. Dari kamar mandi itu dapat menikmati sauasana hutan tropis tanpa kelihatan dari luar karena kaca pantul searah yang dipasang di jendelanya. Tak ketinggalan pula almari es yang penuh isinya, flat TV 21 inch, DVD player dan sambungan telepon serta internet yang siap pasang.

D & L sangat senang dengan tempat itu, khususnya ruang yang telah secara khusus disediakan untuk mereka. 'Terimakasih, terimakasih Pak Tory'.
Beberapa menit kemudian mereka telah duduk-duduk di beranda villa mewah itu. Dari tempat itu D & L dapat melihat di kejauhan, danau kecil yang romantis serta beberapa ekor kijang tutul yang sedang asyik merumput bersama anak-anaknya. Mereka, D & L sangat mengagumi tempat itu.
'Seneng ya Mas, tidak jauh dari metropolitan yang sibuk dan bising, masih dapat ditemukan tempat yang begini sejuk, tenang dan penuh kedamaian', Lia menyatakan perasaannya pada Danny sambil dengan manja merangkul kemudian menggayut di leher Danny.

Nampak Pak Tory dengan nampan di tangan menaiki tangga. Dia suguhkan air teh hangat berikut makanan tradisional lokal untuk pasangan bahagia itu. setelah menata minuman itu di mejanya serta mempersilahkan D & L menikmati minuman & hidangan sederhana itu, Pak Tory bertanya kepada D & L, untuk makan malam mereka minta dimasakkan apa. Atas perintah majikannya yang teman rekanan Danny itu, Pak Tory sudah menyiapkan berbagai bahan untuk dimasak selam 3 atau 4 hari ke depan.

setelah Lia bersama Pak Tory selesai memilih-milih menu yang cocok untuk malam itu, Pak Tory mohon diri. Langit mulai gelap, nampak secercah awan yang kuning menyala karena pantulan sinar matahari sebelum tenggelam di peraduannya. D & L dengan mantel tidur mereka menaiki tangga villa setelah berjalan-jalan di setapak sekitar villa itu. Kelelawar mulai beterbangan mencari mangsa. Sementara burung-burung bercicit-cuit berebut kembali ke sarangnya. Dari kegelapan tanaman hutan tropis itu terdengar serangga bersahut-sahutan menjemput gelapnya malam. Di kejauhan, dari danau kecil villa tersebut, kedengaran kodok mulai membunyikan 'orkestra'nya.

Begitu memasuki pintu villa, nampak meja makan yang menyatu dengan ruang family utama telah dipenuhi dengan kemeriahan hidangan makan malam. Tiang-tiang lilin yang secara khusus dinyalakan untuk memberikan nuansa romantis pada pasangan D & L telah dinyalakan. Sengaja ruang besar itu tidak ditampakkan cahaya benderang, untuk memberikan kesempatan pada lilin-lilin itu menunjukkan identitasnya. Bukan main.

Itu semua pasti hasil karya Pak Tory yang memiliki berbagai macam kedapatan itu. Lia tidak dapat menyembunyikan kekagumannya, 'Hebat Pak Tory ini. Dia ternyata sangat faham bagaimana caranya menyenangkan tamunya', yang sepenuhnya disetujui oleh Danny dengan penuh keharuan. Untuk kegembiraan dan keharuannya itu Danny meraih bahu Lia. Dipeluknya istri pengantinnya. Mereka saling mencium dan sedikit melumat bibir-bibirnya.

'Ehhmm', terdengar Pak Tory masuk ke ruangan.
'Silakan bapak ibu, hidangan ala kadarnya telah menanti. Jangan biarkan menjadi dingin. Semua yang tadi ibu Lia minta telah tersedia di meja makan ini'.
D & L mengucapkan terima kasih serta hormatnya kepada Pak Tory.

Sungguh lezat masakan makan malam itu. Tak habis-habisnya pujian D & L ditujukan kepada Pak Tory. Dan Pak Tory juga sangat senang melihat tamunya berbahagia dan khususnya menyenangi masakkannya yang dia bilang 'ala kadarnya' itu.
setelah selesai makan malamnya dan kemudian Pak Tory mengeluarkan hidangan penutup serta secangkir kopi, D & L memasuki peraduan.

Malam ini merupakan malam pertama D & L sebagai suami istri. Di kamar, D & L mengganti pakaiannya dengan piyama tidur yang nyaman dan santai dipakainya. Begitu rebah ke ranjang, keduanya langsung saling berpagut. Saat itu Danny merasakan adanya hal yang aneh pada dirinya. Sepertinya jantungnya berdegup lebih cepat dan lebih keras. Semangat libidonya menjadi sangat menyala-nyala. Nafsu birahinya menjadi demikian membara. Malam itu mata Danny yang nampak menjadi merah seakan terbakar menyaksikan Lia istrinya yang teramat sangat seksi. Saat menyaksikan pengantinnya tergolek di ranjang, dia ingin secepatnya menggagahinya. Menyetubuhinya.

Kemudian dengan serta merta tanpa menunjukkan kelembutan atau sentuhan-sentuhan awal, bahkan dengan cara agak kasar, dilucutinya pakaian tidur istrinya Lia, kemudian juga pakaiannya sendiri. Perasaan yang menggebu-gebu ini ternyata juga melanda Lia sendiri. Saat Danny melucuti pakaiannya, dengan desahan yang keras Lia juga menunjukkan ketidaksabarannya. Diraihnya tonjolan besar pada selangkangan Danny yang nampak menggunung. Sebelum sempat Danny menelanjangi dirinya sendiri, di betotnya kontol Danny dari sarangnya. Langsung di kulumnya. Mereka, para pengantin ini nampak dikuasai nafsu birahi yang sudah tidak dapat mereka kendalikan sendiri. Mereka saling merangsek, saling mencengkeram dan meremas, saling menjilat dan menyedoti, saling melampiaskan dendam birahinya. Suasana riuh rendah oleh desah dan rintih pasangan ini sungguh sangat erotis bagi siapapun yang mendengarnya.

Mungkinkah hal itu disebabkan oleh suasana romantis villa mewah ini? Suasana romantis yang memilik kekuatan untuk mendongkrak libido mereka dengan tajam sehingga nafsu birahi mereka sepertinya begitu terbakar. Nampak Lia yang telah telanjang bulat menunjukkan buah dadanya yang sangat ranum mengencang. Putingnya yang memerah mencuat keras tegak di bukit ranum kencang itu, seakan menanti siapapun yang bersedia mengulum dan menyedotinya. Sementara itu kontol Danny demikian pula. Darahnya telah penuh terpompa pada urat-urat batangnya. Kontol Danny ngaceng dengan keras sekali. Urat-uratnya bertonjolan di sekeliling batang itu. Kepalanya yang cukup besar berkilatan yang disebabkan darahnya menekan keluar hingga membuat kulitnya tegang dan mengkilat. Kontol itu terus mengaduk-aduk wilayah selangkangan istrinya. Dia mencari lubang vagina Lia yang juga sudah merekah kehausan menunggu kontol Danny untuk menembusnya.

Pagutan, ciuman, gigitan yang disertai erangan, desahan dan rintihan dari Danny dan Lia saling bersambut. Keduanya benar-benar tenggelam dalam nafsu birahi yang sangat tinggi.
'Ayyoo Dannyy, masukkan kontolmuu.. ayyoo Dann..'.
'Mana memekmu sayangg.. Kontolku sudah tidak dapat tahan nihh. ingin secepatnya memasuki lubang surganmuu.. LIAA!

Tak pelak lagi, dengan penuh ketidak sabaran, mereka, Danny dan Lia ini sepertinya telah dirasuki kegilaan birahi. Mereka nyaris seperti hewan, yang melampiaskan nafsunya berdasarkan naluri hewaniahnya. Berbagai obsesi seksual yang sesungguhnya bersifat sangat pribadi dan tersimpan dalam-dalam di sanubari masing-masing, tidak dapat tersembunyikan lagi tumpah di malam pertama bulan madu mereka di Villa Forest Green yang sangat romantis ini.
Ujung kontol Danny sudah tepat di bibir lubang vagina Lia ketika tiba-tiba dengan sangat mengejutkan terdengar pintu kamar digedor-gedor dengan sangat kasar dan keras.

'Haaii, yang di dalam kamarr! Bukaa! Buka pintunyaa! Atau aku yang akan buka dengan paksa! Ayyoo bukkaa!'.
Amukan birahi seksual D & L yang sedang memuncak langsung runtuh. Dengan geragapan mereka langsung diserang kecemasan dan ketakutan hebat. Mereka sama sekali tidak pernah memperhitungkan adanya kemungkinan seperti ini. Di villa mewah yang sejuk dan penuh kesan tenang dan aman ini sama sekali tidak menyiratkan kemungkinan-kemungkinan seperti ini. Danny langsung mendekap istrinya yang nampak langsung gagap histeris penuh ketakutan.

Bersambung . . . . .




Misteri Villa forest garden - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Kemudian menyusul gedoran lagi dan gedoran yang semakin kasar lagi. Dengan gemetar dan ketakutan yang hebat kedua pengantin pria dan wanita itu serta merta menarik selimut seakan dapat bersembunyi sambil menutupi ketelanjangannya.
Dan akhirnya terdengar tendangan-tendangan yang sangat kuat. Pintu kamar tidur itu jebol. Daun pintunya terbanting ke lantai dengan mengeluarkan suara yang sangat keras. Danny dan Lia menggigil. Mata mereka terpaku tajam ke arah lubang pintu yang telah jebol tebuka itu.

Mereka melihat ada 2 orang bertopeng setengah telanjang kecuali cawat-cawat mereka yang menutupi aurat mengayun-ayunkan kapak di tangannya. D & L semakin ketakutan, menggigil gemetar. Kedua orang itu menutupi kepalanya dengan semacam rajutan kaos gelap, persis seperti yang terjadi di film-film kriminal atau peristiwa-peristiwa teror di TV. Yang nampak hanya mata mereka yang beringas dan suara mereka yang terdengar keras, kasar dan brutal.

'Ho, ho, ho, ha, ha, ha.., rupanya sepasang pengantin cantik dan tampan ini sedang bercumbu.. uhh.. Uhh nikmatnya nihh..'.
Kemudian salah satu dari mereka mendekat ke ranjang. Dengan kekuatan tangannya dia renggut selimut yang menutupi Danny dan Lia. Dengan sekali renggut selimut itu langsung terbuka dan tampaklah Danny dan Lia yang bugil saling berpelukan histeris. Langsung dilemparkannya selimut itu ke lantai.

'Ampuunn Paakk.. Jangan diapa-apakan kamii.. ampunn.. a.. mpuunn ..', Lia menangis dan gagap karena didera ketakutan yang amat sangat.
Seolah-olah tidak mendengar suara-suara iba tersebut, ketakutan maupun sikap protes dari Danny dan Lia, kedua orang itu langsung membuka kedoknya. Dan betapa terperanjatnya Danny dan Lia ketika melihat siapa kedua begundal itu.

Mereka adalah Tory dan Pedro yang sebelumnya dianggap sangat santun dan menyenangkan oleh pasangan D & L ini.
Tanpa dapat dicegah lagi Danny yang dalam keadaan bugil langsung bangkit hendak mengamuk dan melawan kedua orang itu. Tapi dari penglihatan sepintas sudah jelas, Danny bukanlah lawan mereka berdua. Tubuh Tory dan Pedro yang kekar dan penuh otot bukan lawan Danny. Dengan mudah dia dilumpuhkan, tangan-tangan kuat Pedro meringkusnya kemudian kedua tangan dan kaki Danny diikat dan tubuhnya dibiarkan tergeletak di lantai.

Mereka tidak mengacuhkan segala protes, hujatan dan caci maki Danny. Dengan tertawa penuh kemenangan mereka merasa puas dengan lancarnya perbuatan keji mereka. Selanjutnya Tory dan Pedro lebih tertarik untuk memusatkan perhatian pada pengantinnya yang cantik, yang juga bugil dan tanpa daya tergolek di ranjangnya. Permohonan ampun dan tangisan ketakutan penuh pilu dari bibir mungil Lia sama sekali tidak menggetarkan hati para begundal itu. Mungkin hati mereka memang telah mereka buang jauh-jauh.

Tangan-tangan Tory dan Pedro tidak sabar lagi untuk menjamah tubuh cantik mulus Lia itu. Tapi saat Pedro mendekat untuk meraih pahanya, tanpa dia duga kaki Lia menendang matanya. Gelagapan dan kepedihan pada matanya membuat Pedro terduduk sambil menutup mukanya. Melihat hal itu dengan sigap Tory langsung merangkul Lia. Pengantin yang berontak dan berteriak-teriak histeris ketakutan itu ditindihnya. Tubuh putih mulus telanjang itu dipeluk dan diringkusnya tanpa banyak kesulitan, bahkan nampaknya Tory ini sangat menikmati apa yang harus dia lakukan. Tangan kanan Lia direnggutnya. Dia keluarkan tali dari kantongnya. Tangan itu diikatnya kuat-kuat ke tiang bagian atas ranjang itu. Dan tangan kirinya kembali direnggut untuk diikatkan ke tiang ranjang di bagian sebelah atas yang lain.

Tentu saja Lia yang dilanda ketakutan yang amat sangat langsung berontak dan meronta seperti kuda betina yang liar. Kaki-kakinya menendang-nendang apa saja yang ada di dekatnya. Tapi semua perlawanan itu hanya sia-sia. Kaki-kaki itu, oleh Pedro yang sudah baik matanya direnggut dan diikatkannya ke kaki ranjang bagian bawah kanan dan kiri.
Peristiwa itu sungguh menjadi penampakkan yang sangat erotis baginya. Lia, sang pengantin, bidadari yang mulus, dewi berkulit kuning putih tanpa cacat, perempuan jelita yang mengamuk dengan liar, melawan dua begundal setengah telanjang dengan tubuh hitamnya yang berkilat karena keringatnya. Para begundal brutal itu nampak kewalahan saat meringkus Lia.

Dengan cara merangkulkan tangan-tangannya serta menekankan wajah-wajah mereka sekenanya pada tubuh yang sangat merangsang birahi milik si jelita, Tory dan Pedro memerlukan kerja keras sambil menikmati sensual tubuh Lia. Akhirnya sang korban yang jelita itu benar-benar tak berdaya. Dan kini, kaki dan tangan Lia telah terikat kuat-kuat pada ranjang pengantinnya. Dan untuk keberhasilannya, para pendatang brutal itu langsung disuguhi pemandangan yang sangat spektakuler, merangsang dan erotis sekali. Tangan Lia yang terikat ke bagian atas kanan dan kiri ranjang membuat ketiaknya yang indah nampak terbuka.

'Uuhh.. Akan kubenamkan hidungku ke lembah ketiakmu yang indah itu.. lidahku, bibirku akan menjilati dan menyedotmu Liaa..', begitu begitu pikir begundal-begundal tersebut.
Dan paha Lia yang kini telah mengangkang terbuka, memamerkan memeknya yang ranum menggunung yang langsung mendongkrak nafsu birahi kedua serigala lapar dan brutal itu. Keduanya tercekat menyaksikan dengan penuh takjub kemaluan Lia yang ditutupi bulu-bulu tipis merekah yang seakan menunggu jamahan tangan-tangan kasar mereka atau jilatan lidah dan sedotan bibir tebal mereka atau bahkan tusukan kontol-kontol kedua begundal brutal itu.

Tak tahan menyaksikan tindakan brutal yang dilakukan Pedro dan Tory pada istrinya, Danny berteriak-teriak dengan harapan ada orang lain yang mendengarkannya di tengah hutan sepi itu. Ulah itu hanya jadi tertawaan para begundal. Tory menyuruh Pedro untuk menyumpal mulut Danny dan menyeretnya ke kamar sebelah. Pedro langsung bertelanjang melepas cawatnya sendiri yang dekil dan pesing untuk di sumpalkan pada mulut Danny. Tentu saja Danny jadi gelagapan panik menerima perlakuan kotor Pedro itu. Tetapi mana dapat ia melawan dengan kaki dan tangannya yang masih terikat erat-erat.

Dan Tory juga langsung bertelanjang melepas cawatnya. Dia sumpalkan cawatnya yang sama dekilnya ke mulut Lia yang langsung berkelojotan karena jijik dan ingin muntah. Tetapi sia-sia pula. Dan akhirnya tanpa daya pasangan D & L ini menjadi tawanan Pedro dan Tory. Dan tanpa terhindarkan, Danny maupun Lia dihadapkan pada pemandangan yang selama ini dianggapnya sangat tabu. Kedua orang ini menyaksikan kontol lelaki lain, kontol Pedro dan Tory yang telah ngaceng berat. Kontol-kontol mereka yang nampak tegak dan kaku itu sungguh luar biasa. Mengingatkan pada pisang tanduk di sepanjang jalan Bogor. Besar dan panjangnya tak kurang dari 20 cm dengan garis tengah sekitar 4,5 cm.

Bagi seorang wanita semacam Lia, kontol sebesar itu membuat khayalannya langsung melayang. Lia membayangkan bagaimana rasa pedih dan sakitnya apabila kontol itu dipaksakan menembus memeknya yang masih perawan. Akankah hal itu akan terjadi pada dirinya yang hingga kini bahkan suaminya pun belum pernah benar-benar menjamah memeknya itu? Akankah Pedro dan Tory mendahului Danny sebagai pemilik yang sah atas vaginanya secara bergiliran memaksakan kontol-kontol mereka itu menembus memeknya? Lia sangat takut dan merasa ngeri dengan pikirannya yang mengkhayal sejauh itu. Dia menggigil kemudian menutup matanya.

Sementara itu bagi Danny, melihat Pedro dan Tory yang memiliki kontol sebesar dan sepanjang itu rasa percaya dirinya langsung runtuh. Dia bayangkan apabila istrinya sempat mereka paksa untuk menerima kontol mereka, dan pada akhirnya Lia mendapatkan kenikmatan serta kepuasan dengan kontol-kontol sebesar itu, dapat dipastikan dia tidak mungkin mampu mengungguli Pedro maupun Tory. Dan di belakang hari dapat dipastikan Lia tidak akan pernah puas berhubungan seks dengan dirinya. Lia akan dengan sebelah mata saja melayani dia sebagai suaminya.

Danny sangat terpukul. Membayangkan istrinya Lia mendesah serta merintih mendapatkan kenikmatan birahi dari Tory dan Pedro. Hatinya langsung ciut.
'Yo, ambil minuman itu lagi. Kita buat mereka lebih galak lagi', terdengar Tory menyuruh Pedro.
Kata-kata Tory itu menjadi pikiran Danny maupun Lia. Minuman apa itu? Bikin galak lagi? Apakah hal itu yang membuat mereka demikian panas birahinya saat memasuki peraduan setelah makan malam tadi? Mungkinkah Pedro dan Tory memasukkan obat perangsang seks pada makan malam mereka tadi?

Tak lama kemudian Pedro balik dengan sebotol cairan berwarna kuning bening. Pertama-tama pada Danny. Tangan Tory memegangi kepala dan membuka sumpal mulut Danny yang langsung panik ketakutan. Kemudian Pedro menjejalkan mulut botol ke mulut Danny dan memaksakan untuk minum. Ketika Danny berusaha menolak dengan cara memalingkan wajahnya, Tory memeganginya dan membekap hidungnya. Karena tersedak Danny terpaksa menelan cairan dari botol itu. Dia merasakan asin dan pesing. Jangan-jangan air kencing mereka ini. Dengan cara yang sama cairan itu juga dijejalkan pula pada mulut Lia.

'Nahh, bapak dan ibu, jangan khawatir.. Itu adalah minuman demi kesehatan Pak Danny yang tampan dan Bu Lia yang jelita.., sebentar lagi bapak dan ibu pasti akan semakin segar, ha, ha, ha..'.
Beberapa saat kemudian, pasangan D & L merasakan dunia seakan berputar-putar. Pandangan matanya mengabur. Jantungnya berdegup lebih kencang. Lia merasakan darahnya memanas. Dan gambaran kontol-kontol Pedro serta Tory yang luar biasa itu mendekat.

Dia merasakan seakan-akan ujung-ujung kontol mereka menyentuh gerbang bibir vaginanya. Dia merasakan rangsangan birahi yang hebat, seperti halnya saat kontol Danny suaminya menyentuh vaginanya. Sementara itu Danny juga merasakan darahnya yang memanas. Nafsu birahinya meledak-ledak. Ingin rasanya menjilati selangkangan Lia istrinya yang saat ini terbuka memamerkan nonoknya di atas ranjang pengantinnya. Ingin rasanya dapat secepatnya terbebas dari para begundal itu untuk kemudian melanjutkan apa yang tadi telah hampir dilakukannya, kontolnya menembus memek istrinya.

'Lemparkan Danny ke kamar sebelah'.
Si Pedro kembali melaksanakan perintah Tory. Dengan mulutnya yang kembali tersumpal cawat Pedro dan perasaannya yang mabuk dan ingin muntah akibat minuman yang dijejalkan tadi, Danny diseret ke kamar sebelah. Kemudian pintunya dikunci. Danny sangat penasaran, kesal dan marah. Semula dia berharap dapat tetap sekamar dengan istrinya. Setidak-tidaknya matanya masih dapat menikmati tubuh bugil istrinya yang terikat di ranjang, sehingga ledakan birahinya yang kini melanda nafsunya dapat sedikit tersalurkan.

Di lain pihak Lia yang ditinggalkan suaminya tak dapat menghindarkan pandangannya pada kontol Pedro dan Tory yang nampak sedemikian besar dan panjangnya. Batang kontol-kontol yang dikelilingi urat-urat itu semakin nampak perkasa. Kepala helmnya yang yang tumpul membulat berkilatan kena cahaya lampu kamar. Lia sendiri belum pernah menyaksikan secara langsung kontol lelaki dewasa seperti yang dilihatnya sekarang ini. Dia hanya ingat bahwa pernah melihat kontol-kontol sebesar itu dari VCD porno yang disaksikan ramai-ramai bersama teman-temannya pada saat jam istirahat di kantor.

Sewaktu vaginanya siap ditembus kontol Danny dia hanya merasakan ujung kontol yang hangat merangsang bibir-bibir vaginanya. Dia ingat betapa nikmatnya saat birahinya menjadi demikian memuncak yang disebabkan ujung kontol Danny itu. Dia merasakan keinginannya yang sangat kuat agar Danny secepatnya menembus kemaluannya. Bibir vaginanya sangat kehausan untuk melahap batang kontol Danny.

Bersambung . . . . .




Misteri Villa forest garden - 3

0 comments

Temukan kami di Facebook
Tapi kini Danny tidak lagi berada di kamar ini. Yang nampak kini adalah Pedro dan Tory yang sama-sama telah berbugil ria. Dan kontol-kontol mereka itu, kenapa mata Lia dibuatnya sangat terpesona? Kontol-kontol itu tegak ngaceng dengan kokoh dan tegarnya.

Lia berpikir akankah mereka juga akan seperti Danny? Menempelkan atau menusukkan kontol-kontol yang luar biasa itu ke bibir vaginanya? Akankah dia akan membiarkan dan menerima kehadiran kontol-kontol yang bukan milik suaminya itu? Akankah dia mampu menerima serangan badai nafsu serigala para brutal itu? Dari celah matanya yang basah karena air mata, Lia melirik ke kontol para brutal tersebut.

Tiba-tiba perasaan seperti yang terjadi pada saat bersama Danny memasuki kamar usai makan malam tadi melintas. Rasa ingin, ingin, ingin, ingin, keinginan yang kuat, keinginan yang meledak-ledak, ingin Danny melanjutkan tusukan kontolnya ke lubang kemaluannya, melanjutkan kenikmatan birahi yang mulai memuncak. Mungkinkah itu? Bagaimana mungkin?

Yang nampak jelas siap melakukan itu justru Tory dan Pedro yang telah telanjang bulat dengan kontol-kontol keras besar panjang mereka itu. Mereka sangat siap dan sangat mungkin memperkosanya. Ooohh.., alangkah ngerinyaa..
Lia berusaha menepis perasaan yang sangat menakutkan itu. Dipalingkan wajahnya dari kontol-kontol itu. Sungguh ngeri membayangkan kontol sebesar dan sepanjang milik para brutal itu menembus memeknya. Apabila hal itu terjadi pasti akan merobek-robek vaginanya.

Tetapi darah dan jantung ini? Mengapa darah dan jantung Lia terus berdegup kencang sejak makan malam tadi seakan ada yang terus merangsangnya. Dan kini bahkan semakin kencang serta kuat memacu darahnya, setelah Tory dan Pedro mencekoki cairan kuning bening tadi. Apakah itu obat perangsang seksual yang membuat dirinya tidak dapat melepaskan pandangannya atau memalingkan wajahnya dari kontol-kontol Pedro dan Tory itu? Ah, sangat mungkin..! Bukankah Pedro dan Tory nampak jelas telah mempersiapkan semua rencana jahatnya ini. Topeng itu, kampak itu, gedoran di pintu itu. Semua merupakan bagian rencana jahatnya. Dengan memberikan obat perangsang birahi seksual, korbannya akan cepat takluk dan mengikuti kemauan bejat seksualnya. Korbannya akan patuh untuk menjadi budak seksualnya.

Lia akan cepat menyerah dan sangat kehausan untuk secepatnya menikmati kontol-kontol para pejantan itu. Ahh.., degup jantung ini.., kenapa jadi sulit sekali, membuang keinginannya untuk tidak kembali melirik kontol-kontol pejantan itu.
'Oohh.., jangann.. jangann..!'
Lia memejamkan matanya untuk menghapus semua lintasan pikirannya, wajahnya memucat, kemudian memerah, kemudian kembali memucat, kembali memerah. Bayangan akan kontol-kontol besar itu jadi berbalik sangat menggairahkannya.

Perasaan ngeri, takut, cemas tetapi tidak sepenuhnya ingin benar-benar menghindar, rasa birahi yang terus mengejarnyaa, dirasuki dengan penuh kebimbangan dan keraguan, semuanya serba bercampur aduk. Lia dilanda kebingungan yang amat sangat. Khayalan-khayalan liarnya yang terus memburu tidak dapat dilenyapkan dari kepalanya. Detak dan degup jantungnya juga tak dapat dikendalikannya.
'Akankah.., Ohh.., ampuni aku Danny.., Dannyy.., ampuni akuu.., aku tidak mampu mengambil keputusan.., tolongg.., aku membutuhkan kk.. kkaamuu.. uu.. uuhh..'.
Dan memang, keputusan akhirnya bukanlah di tangan Lia.

Begitu terlempar ke kamar buangannya, pertama-tama yang dicari Danny adalah lubang. Lubang atau celah di dinding, dimana dia dapat mengintip istrinya yang telanjang. Pengaruh minuman yang dijejalkan Pedro dan Tory tadi membuat libido Danny terangsang dengan hebat, saat ini yang diperlukan Danny adalah dapat mengintip istrinya telanjang, dia ingin melakukan mastubasi.

Ternyata dia dapatkan, kamar villa yang seluruhnya dibuat dari kayu dan balok itu memberikan celah di antara dua baloknya. Celah itu cukup longgar. Danny serta merta beringsut ke celah itu. Tetapi ternyata celah itu terlampau tinggi di atas kepala Danny. Dengan ikatan tali pada tangan dan kakinya Danny kesulitan untuk berdiri maupun sekedar jongkok. Sementara celah itu dapat dia raih setidak-tidaknya dengan berjongkok. Dia mengamati sekeliling kamar itu.

Dari kamar sebelah terdengar suara riuh. Terdengar 'hah, huh, hah, huh..', suara istrinya yang mulutnya terbungkam celana dalam dekil milik Tory. Danny jadi panik, dia memastikan sesuatu telah terjadi pada istrinya. Dia gulingkan tubuhnya ke sebuah kotak kayu di pojok kamar itu. Dia coba menendang kotak itu dengan kaki terikat agar dapat didekatkan ke dinding. Berhasil. Danny kembali berguling. Memerlukan perjuangan cukup panjang untuk dapat memanjat kotak itu dengan kaki dan tangan yang terikat.

Sementara itu suara istrinya sudah terdengar berbeda, dalam waktu singkat suara itu telah berubah menjadi desahan dan rintihan, disamping juga terdengar suara Tory atau Pedro atau kedua-duanya. Mereka terdengar berbicara dalam bahasa daerah mereka yang Danny sama sekali tidak memahami artinya, tetapi Danny memastikan mereka sedang melakukan sesuatu hal yang tidak senonoh pada Lia istrinya yang kini terikat dan telanjang bulat di depan mereka.

Akhirnya setelah berjuang keras untuk memanjat kotak kayu itu, dalam keadaan terikat tangan dan kakinya mata Danny kini dapat menyaksikan Tory sedang memeluk dan menciumi kedua payudara istrinya. Dan Pedro dari arah lain sedang memeluk paha Lia serta wajahnya tenggelam dalam selangkangannya. Nampak kepala Pedro naik turun menjilati arah kemaluan Lia. Seketika itu juga seolah-olah ada sejuta petir menghantam kesadaran Danny. Dia langsung terjungkal ke lantai. Danny kehilangan kesadarannya. Tetapi hanya sesaat, dalam keadaan terkapar di lantai nampak kelopak mata Danny yang lelah pelan-pelan terbuka. dan kemudian dengan cepat dia bangkit dan kembali berusaha merangkak ke kotak itu untuk mengintip celah di dinding itu.

Bermenit-menit dia lalui untuk mampu kembali pada posisi dimana dia dapat mengintip kamar istrinya yang saat ini sedang digarap oleh Tory dan Pedro. Suara erangan yang telah berganti menjadi suara desahan dan rintihan istrinya terus terdengar, juga pembicaraan antara Tory dan Pedro yang tidak diketahui maknanya oleh Danny terdengar semakin cepat bersahut-sahutan.

Sementara itu telah terjadi hal yang aneh pada diri Danny, mungkin pengaruh dari makanan dan minuman yang dicekokkan oleh para begundal itu ke mulutnya atau setelah menyaksikan istrinya dikerjai secara brutal oleh dua begundal itu sehingga membuatnya terjungkal ke lantai, atau mungkin juga campuran dari keduanya. Saat dia kembali menaiki kotak itu, dorongan keinginannya sudah berganti. Dia tidak lagi ingin mengintip untuk melihat istrinya yang telanjang atau untuk menyaksikan bagaimana istrinya dengan gigih melawan kedua brutal itu.

Yang diinginkannya sekarang adalah menyaksikan bagaimana kedua brutal itu yang dengan kontol besar dan panjangnya dapat memberikan kenikmatan erotik dan sensasional kepada istrinya. Sekarang dia ingin menikmati pemandangan bagaimana istrinya dientot oleh para begundal itu. Danny kembali ngaceng berat. Lebih sensasional daripada sebelumnya. Dia ingin secepatnya menyalurkan syahwatnya. Dia ingin melakukan masturbasi sambil menonton istrinya dientot para berandal-berandal di kamar sebelah itu.

Inikah yang disebut 'shock terapy'? Sebuah peristiwa yang sangat luar biasa yang mampu dengan seketika mengubah mental, selera, cara pandang ataupun keyakinan seseorang. Yang mampu mengubah Danny, dari ketakutan serta kekhawatiran yang mencekam, menjadi sesuatu yang justru dia harapkan untuk terjadi? Dari yang awalnya berkeinginan untuk menolong menjadi keinginan untuk ikut menikmati?

Dan itulah yang terjadi. Saat matanya kembali di lubang ingintipan tersebut, kini dia menyaksikan bahwa telah terjadi perkembangan. Nampak sumpal pada mulut istrinya sudah dilepas, walaupun pada tangan dan kakinya masih terikat pada ranjang itu. Nampak istrinya menggeliat-geliat tetapi tidak berteriak menolak. Yang terdengar justru desahan dan rintihan dari mulut Lia yang terdengar penuh kenikmatan, bahkan mata Lia nampak memandang Tory dengan kontolnya yang sangat besar, sedang memompa kemaluannya.

Danny melihat bagaimana pinggul istrinya sedemikian bergairahnya menjemput keluar masuknya kontol Tory yang kelewat besar itu. Adakah Lia juga telah diterkam obat perangsang itu, sehingga membuatnya kini menyerah dalam jarahan seksual para begundal itu?
'Ah masa bodohlah, aku sendiri punya kebutuhan pula, birahiku oohh, menyaksikan istriku dientot para begundal itu', demikian pikir Danny.

Jarak lubang dengan posisi istrinya yang terikat ini tidak lebih dari 1 meter di kamar yang relatif sempit itu. Danny dapat dengan nyata menyaksikan mengkilatnya batang kontol Tory yang keluar masuk menembus memek Lia istrinya. Tanpa dapat dicegah, air liur Danny menetes saat melihat kontol Tory yang luar biasa itu. Telinganya yang menangkap suara desahan dan rintihan istrinya yang tidak lagi terbungkam itu sebagai pertanda kenikmatan yang sedang melanda istrinya. Danny tersenyum. Kontolnya yang ngaceng dipepetkannya ke dinding. Pelan-pelan digosok-gosokkannya. Duhh.., nikmatnyaa..

Dari lubang ingintipan itu, Danny melihat Tory semakin cepat memompa. Makin cepat, makin cepat, cepat, cepat.. Dan, 'AACCHH..', terdengar teriakan Tory.. Dan sperma Danny muncrat berbarengan dengan air mani Tory yang tumpah-ruah di kemaluan dan tubuh istrinya Lia. Itulah kepuasan seksual pertama sejak perkawinannya dengan Lia istrinya, pada hari-hari yang seharusnya penuh bahagia, pada hari-hari bulan madunya.

Kemudian Danny lemah terduduk. Tetapi tidak lama. Dia mendengar kembali suara-suara desahan dan rintihan dari kamar sebelah, Danny kembali mengintip. Kini dia melihat Pedro menindih tubuh istrinya. Dia melumat leher, ketiak dan dada Lia. Sementara tangan kanannya memegang kontolnya yang bukan main indahnya di mata Danny kini, dan tangan kirinya memeluk pinggul Lia untuk menempatkan lubang kemaluannya persis di ujung kontolnya. Dan yang menjadi sasaran birahi Danny sekarang adalah menyaksikan istrinya Lia menggeliat-geliatkan pinggulnya menahan kenikmatan pada saat vaginanya melahap ujung kontol Pedro. Tubuhnya dicekal oleh otot-otot lengan Pedro. Dan vagina Lia dengan penuh kepasrahan menerima tembusan dan tusukan nikmat dari begundal brutal itu.

Mata Danny melotot melihat adegan-adegan itu. Kontolnya kembali bangkit ngaceng. Obat perangsang yang dicekokkan padanya membuat kontolnya tidak dapat tidur. Dan kembali dinding kamarnya menerima gosokan kontol Danny. Dan keadaan Lia sendiri, tak terhindarkan lagi, kebrutalan para begundal itu mulai menjadi, Lia menyaksikan wajah Tory langsung tenggelam, dia rasakan sedotan bibir tebal dan jilatan-jialatan lidah kasarnya yang merambahi ketiak, leher, dadanya..

Dia rasakan bagaimana bibir Tory mencaplok kedua payudaranya. Lidahnya menari-nari pada putingnya. Gigitan kecil tetapi terasa sangat kasar membuat putingnya menjadi perih. Tetapi yang dia rasakan sangat aneh adalah.., perasaan ngeri, takut dan cemas itu, mengapa pupus, ternyata pupus, mengapa yang hadir kini justru rasa haus yang amat sangat. Dia diserang rasa kehausan yang amat sangat. Ingin sekali dia mendapatkan air untuk tenggorokannya. Ingin sekali, ingin sekali. Dia sangat menantikan Tory mengangkat celana pesingnya yang membungkam mulutnya. Dia sangat menantikan bibir tebal Tory melumat bibirnya. Dia ingin sekali meminum ludah Tory langsung dari mulutnya.
'Oohh Toryi toloong.. akuu hauss.., tolong Toryii, tolongg..'.
Dan kehausan itu semakin menjadi ketika dilihatnya Pedro menyusul menenggelamkan wajahnya ke selangkangannya. Lidah Pedro yang juga kuat dan kasar itu langsung menjilat seluruh bibir kemaluannya. Langsung membor lubang vaginanya.

Bersambung . . . . .




 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald