Menembus Batas - 3

0 comments

Temukan kami di Facebook
Aku sudah tak memperhatikan lebih jauh lagi karena sodokan Josua semakin liar dan nikmat, namun kemudian kudengar desah dan jerit kenikmatan dari Lenny mengiringi desahanku. Dengan irama goyangan yang berbeda, kedua laki laki itu mengocok kami berdua, simfony desah kenikmatan memenuhi kamar yang penuh aroma birahi. Kutatap wajah ganteng Josua yang penuh expresi nikmat birahi. Berulang kali tatapan mataku beradu pandang dengan Dibyo, rupanya meskipun sedang mengocok Lenny yang cantik, tapi tatapan matanya lebih sering tertuju pada wajahku yang tengah mendesah nikmat merasakan kocokan temannya, apalagi Josua mengocokku dengan gerakan yang liar dan tak beraturan diselingi dengan hentakan keras yang membuatku menjerit jerit nikmat.

Josua membalik tubuhku disusul kocokan dari belakang, posisi dogie, Dibyo mengikutinya. Begitu juga ketika kami berganti lagi posisi, aku di atas, diapun meminta Lenny untuk di atas.

Kami bercinta seolah berlomba ketahanan, entah sudah berapa lama dan berapa kali ganti posisi telah kami lakukan. Diluar dugaanku, ternyata Dibyo bisa bertahan lebih lama, ketika kami di posisi dogie, Josua tak bisa bertahan lebih lama lagi, tanpa bisa dicegah lagi, diapun memuntahkan spermanya di vaginaku diiringi teriakan kenikmatan, kurasakan denyutan denyutan nikmat menerpa dinding dinding vaginaku meski tidak terlalu kuat.

Beberapa saat kemudian Josua menarik keluar penisnya, akupun menggelosor tengkurap dengan napas yang menderu setelah permainan panjang. Belum sempat aku mengatur napasku, Dibyo menarik pantatku, memintaku kembali nungging, meskipun capek tapi aku tak tega menolaknya, sepertinya sedari tadi dia sudah memendam keinginan untuk kembali menikmati tubuhku.

Aku hendak mencegahnya saat penisnya sudah di ambang pintu vaginaku, nggak enak rasanya kalau dia harus menyetubuhiku sementara sperma Josua masin di dalam, aku ingin membersihkan dulu, tapi terlambat, sepertinya dia tak peduli, dengan sekali dorongan keras, penis Dibyo kembali memasuki liang vaginaku, terasa masih ada celah kosong saat penisnya melesak semuanya.

Berbeda dengan sebelumnya, tanpa membuang waktu lagi, kali ini Dibyo mengocokku dengan penuh nafsu, begitu keras dan cepat sambil menghentakkan tubuhnya pada pantatku, diiringi tarikan pada rambutku, sungguh liar permainannya kali ini, sangat berlawanan dengan yang tadi. Akupun tak mau kalah, kuimbangi dengan menggoyangkan pantatnya melawan gerakannya, desahan kami berdua saling bersahutan, kecipuk suara cairan vagina bercampur sperma tak kami hiraukan, terlupakan sudah bahwa Dibyo adalah suami dari sobat karibku, yang ada hanyalah nafsu dan birahi diantara kami.

Aku minta mengubah posisi, kali ini aku di atas, ingin kutunjukkan bagaimana goyangan pinggulku membobol pertahanan terakhirnya. Dengan sisa sisa tenaga karena aku sudah beberapa kali orgasme saat dengan Josua tadi, akupun bergoyang liar di atasnya, ingin kuberikan apa yang kuyakin belum pernah dia alami bersama Wenny, istrinya, entah kenapa aku jadi ingin membuktikan bahwa aku tak kalah dengan si istri yang sobatku itu.

Kami bercinta dengan penuh gairah, jauh melebihi apa yang telah kami lakukan tadi, sepertinya kami sudah mengeluarkan watak asli permainan kami yang cenderung liar.

Keringat sudah membasahi tubuh kami berdua, aku begitu bersemangat, begitu juga dia, tak kuhiraukan ternyata justru aku yang mencapai orgasme lebih dulu, sungguh luar biasa stamina Dibyo, jauh dari perkiraanku, kalau aku tak mengalami sendiri tentu sulit untuk percaya bahwa dia begitu perkasa di ranjang.

Menit demi menit berlalu hingga aku tak kuasa lagi menahan orgasme yang kesekian kali, sementara dia masih belum terlihat tanda tanda ke arah sana, dan akhirnya akupun menyerah dalam dekapannya.

"Sudah.. sudah.. Ah.. Ampun, aku menyerah", dan akupun terkulai lemas di atasnya, tak mampu lagi menggoyangkan pinggulku.
"Ya sudah, istirahat sana" katanya seraya mendorong tubuhku turun dari atasnya, dan akupun menggelepar di sampingnya.

Permainan Dibyo tidak berhenti sampai disitu, dia menghampiri Lenny yang dari tadi mengamati kami bercinta sambil berbaring di atas ranjang sembari mempermainkan klitorisnya. Begitu Dibyo menghampirinya, Lenny langsung mengambil posisi telentang dengan kaki terbuka lebar, tapi Dibyo justru memintanya nungging. Dengan irama kocokan yang liar dia mengocok Lenny dengan posisi dogie.

Aku meninggalkan mereka, membersihkan sperma lalu menyusul Josua duduk di sofa mengamati permainan Dibyo dan Lenny, terus terang aku terkagum dengan keperkasaan sobatku ini, entah bagaimana Wenny bisa melayani suaminya itu sendirian kalau di rumah.

"Gila itu orang, kuat banget mainnya" komentarku sembari berbagi Marlboro dengan Josua.
"Dia sih paling kuat diantara kelompok kami berlima, hampir tak pernah dia booking cewek sendirian, biasanya langsung 2 orang, kalau nggak gitu kasihan ceweknya" jawab Josua mengagetkanku, sungguh jauh dari penampilan biasanya yang terlihat pendiam.

Cukup lama mereka bercinta di atas ranjang, sudah beberapa kali berganti posisi sebelum akhirnya mereka menggapai orgasme hampir bersamaan ketika posisi Dibyo sedang di atas.

Mereka berpelukan beberapa saat sebelum Dibyo turun dari tubuh Lenny, tampak wajah kepuasan bercampur kelelahan dari mereka.

Beberapa menit mereka sama sama menggelepar di atas ranjang sambil mengatur napas yang menderu. Dibyo berdiri menghampiriku, duduk menjepit aku dan Josua, diambilnya Marlboro yang ada di tanganku dan menghisapnya kuat kuat.

"Sorry Ly, aku harus segera pulang, ntar istriku curiga dan aku nggak boleh ke diskotik lagi" katanya sambil mengepulkan asap rokoknya.
"Kamu tinggal aja disini nemenin Josua dan Lenny besok siang aku telepon lagi, oke?" lanjutnya.

Aku hanya diam saja tak tahu harus ngomong apa, tanpa menunggu jawaban dariku, dia beranjak mengenakan pakaiannya tanpa membersihkan tubuh terlebih dahulu.

Dibyo memanggilku ke kamar mandi.

"Sebenarnya aku tak tega melakukan ini, tapi harus kulakukan, apa yang kita lakukan barusan hanyalah sekedar bisnis, nothing personal, dan tidak ada yang berubah di antara kita termasuk dengan Wenny maupun Reno adikku, kamu ngerti kan" katanya sembari memberikan segebok uang 50 ribuan. Aku hanya mengangguk tanpa kata, 100 persen setuju apa yang dia katakan.
"Boleh aku minta satu hal?" tanyaku.
"Apa itu?" jawabnya, tanpa menunggu lagi reaksinya aku jongkok di depannya, kubuka resliting celananya dan kukeluarkan penisnya yang lemas.
"Sekedar tip, memberi apa yang belum aku berikan" jawabku sambil memasukkan penis itu ke mulutku.

Dibyo diam saja, penisnya kupermainkan dengan lidahku, kususuri sekujur batang hingga pangkalnya, perlahan mulai menegang dalam genggaman dan mulutku, selanjutnya penis tegangnya sudah meluncur cepat keluar masuk mengisi rongga mulut diiringi desah kenikmatan.

Lima menit sudah aku melakukan oral, tanpa kusadari tanganku ikutan mempermainkan klitorisku sendiri seiring dengan kocokan pada mulutku. Aku tak kuasa menolaknya ketika dia menarik tubuhku berdiri dan memutar menghadap cermin di kamar mandi, dengan sedikit membungkuk, dari belakang Dibyo melesakkan penisnya ke vaginaku.

"Kita quickie saja yaa" bisiknya seraya mendorong masuk penisnya, segera kurasakan sodokan demi sodokan yang semakin keras dari belakang menghantamku diiringi dekapan dan remasan dikedua buah dadaku, sesekali ciuman pada tengkukku yang membuatku semakin menggeliat dalam dekapannya.

Pantulan bayangan kami di cermin membuat suasana semakin bergairah, apalagi belaian lembut pada rambutku yang kurasakan begitu penuh perasaan meski kocokannya makin menjadi jadi.

"Aku mau keluar" bisiknya beberapa menit kemudian, segera kudorong tubuhnya mundur hingga penisnya terlepas dan akupun langsung jongkok di depannya.

"Keluarin di mulut" kataku, tanpa menunggu reaksinya, kumasukkan kejantanannya kembali ke mulutku, entah kenapa rasanya aku ingin memberikan apa yang kuyakin belum pernah dia dapatkan dari istrinya. Dan tak lama kemudian diapun menyemprotkan sisa sisa spermanya di mulutku, kujilati batang kejantanannya hingga bersih lalu kumasukkan ke celananya.

"Salam untuk Wenny" kataku saat menutup reslitingnya, dia hanya tersenyum mencubit pipiku.

Aku membersihkan tubuhku dengan air hangat ketika Dibyo pamit pulang, ketika aku kembali ke kamar, ternyata Lenny sedang bergoyang pinggul di pangkuan Josua, mereka melakukannya di sofa. Kuhampiri mereka dan duduk di samping Josua, dia meraih tubuhku dan mencium bibirku, sembari tangannya meremas remas buah dadaku bergantian.

Sisa malam kami habiskan dengan penuh birahi, bergantian Josua menyetubuhi aku dan Lenny, dilayani 2 gadis cantik dan sexy seperti aku dan Lenny, tentu membuat laki laki bertambah gairah dan ada tambahan energi tersendiri untuk menunjukkan ego keperkasaannya. Akhirnya kondisi fisik jualah yang menjadi pembatas antara keinginan dan kenyataan, kamipun istirahat dan terlelap dalam kelelahan tak kala sang mentari sudah menampakkan sedikit berkas sinarnya di ufuk timur, entah jam berapa itu.

Aku terbangun saat kudengar HP-ku berbunyi, Lenny dan Josua masih terlelap disampingku, matahari sudah tinggi, terang menampakkan sinarnya. Ternyata salah seorang tamu langganan lain yang ingin kutemani makan siang nanti, orderan baru.


Bersambung . . . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Menembus Batas - 3"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald