Desah Nafas - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Tak ada yang kuberi tahu seorang pun, tentang hilangnya keperkasaanku. Dan untuk memastikan kelainanku, seminggu kemudian aku mengunjungi sebuah lokasi prostitusi yang cukup jauh dari kotaku. Tepatnya di daerah Cianjur. Aku ingin lebih meyakinkan lagi keadaanku. Nafsu sexualku tetap menggebu-gebu. Tapi buat apa, jika tak mampu melakukannya. Sungguh sangat tak berarti. Memalukan..

Tanpa banyak basa-basi lagi, kupilih seorang wanita yang sesuai dengan seleraku. Montok, cantik, putih dan mulus. Tak kutanya nama dan hal ikhwalnya menjadi seorang WTS. Aku langsung saja menggumul tubuhnya. Saling berpagutan bibir, sambil melepaskan pakaian masing-masing. Dorongan birahiku sangat kuat. Dengan penuh nafsu, kubaringkan tubuhnya. Lalu kutindih tubuhnya yang sudah telanjang bulat. Kontan saja, vagina-ku menyentuh pahanya. Kurasakan lagi desakan kuat dari dalam tubuh, yang menjalar pada penis-ku. Jangankan untuk memasukan pada vagina-nya. Baru menyentuhnya juga, aku tak tahan menahan kuatnya arus air mani. Sehingga.. cret.. cret.. maniku muncrat pada perutnya. Lalu aku terkulai lemas.

Dia tersenyum geli, sambil membersihkan penis-ku dengan handuk. Betapa malunya aku. Senyumnya seakan menertawakan aku. Membuat aku cepat-cepat mengenakan pakaian lagi, lalu membayarnya. Kalau saja aku tak malu, mungkin aku sudah berteriak. Aku tak kuasa menerima keadaan seperti ini. Aku benar-benar mengalami ejakulasi dini.

*****

Aku benar-benar tersiksa dengan keadaan seperti ini. Seperti pada suatu hari, ketika aku berkenalan dengan seorang artis panggung. Noni namanya. Seorang janda beranak satu, yang kabarnya suka menjual diri juga. Dan memang kabar itu tidak terlalu meleset. Buktinya dia mulai menggodaku, ketika pada suatu malam mengunjungi tempat tinggalnya. Tentu saja aku melayaninya, sebab aku pun sudah terangsang sejak awalnya bertemu. Terlebih pakaian yang dikenakannya begitu serba mini. Sehingga belahan buah dadanya yang bulat dan besar, terlihat dengan jelas. Pahanya yang montok pun, seperti sengaja dipamerkan, dengan mengenakan rok yang sangat mini.

Sekitar jam sembilan lewat limabelas menit. Anaknya yang baru berusia lima tahun, sudah terdengar suara dengkurnya di dalam kamar. Aku hanya berduaan di ruangan tamu. Duduk di kursi dengan posisi berhadapan. Buah dadanya kian menantangku.
"Saya mau permisi dulu, Mbak" Kataku dengan nada memancing. Ingin memastikan sikapnya.
"Kenapa buru-buru? Tenang saja. Mau nonton film yang baru?" begitu katanya sambil beranjak dari kursi, menuju sebuah televisi. Lalu tangannya membuka laci, dan seperti mencari-cari sesuatu. Tak lama kemudian mengambil sebuah kaset VCD.
"Ini rame, lho" Katanya lagi, sambil menyalakan VCD, yang tersimpan di pinggir TV-nya. Lalu menyetelnya tanpa ragu lagi. Kukira film nasioanal. Ternyata sebuah film semi blue yang sejak awal, sudah mengeksploitas sexual. Kontan saja nafsu birahiku lebih membara. Kulihat gordeng jendelanya sudah tertutup rapi. Tapi mataku tertuju pada daun pintu. Noni pun seperti yang mengerti. Dia menuju ke arah pintu, lalu menguncinya.

Sungguh berani sekali Noni. Dia langsung duduk di sebelahku, dengan merapatkan tubuhnya. Tatapan matanya sudah tak asing lagi. Sebuah ajakan untuk melakukan hubungan sex. Senyumannya membawa bibirku untuk melumat bibirnya. Kami saling bercumbu dengan penuh gairah birahi. Tayangan film pun tak dihiraukan lagi. Aku lebih asik menikmati adegan yang nyata. Buah dada yang sejak awal hanya kulihat, kali ini bisa kuremas-remas dan kujilati dengan lidahku. Betapa nikmatnya permainan ini. Sudah kubayangkan, goyangan pantatnya akan sangat lincah. Sebab aku pernah menyaksikan goyang pinggulnya di atas panggung. Pantatnya berputar begitu indah. Dan kini, aku tinggal menunggu saatnya yang akan segera tiba.

Tangan Noni membuka ikat pinggang dan relesting celanaku. Lalu memasukan tangannya ke dalam celanaku. Penislku yang sudah menegang, dipegangnya dengan kuat, dan dipermainkannya beberapa saat. Sungguh terasa begitu nikmat. Namun lagi-lagi desakan air maniku sudah memaksa untuk keluar. Entah karena tangannya yang begitu lembut atau apa. Yang pasti, aku tak tahan lagi. Aku sadar akan "bahaya". Tanganku cepat-cepat menuntun tangannya keluar dari dalam celanaku. Bersama itu pula, air maniku muncrat.

Aku berusaha untuk tenang. Tidak memperlihatkan sedang mengalami orgasme. Untungnya air maniku tidak kelihatan, sehingga Noni tak tahu apa yang tengah terjadi. Dia tetap mencumbuku, bahkan mulai membuka baju kaosnya. Aku pun berusaha melayani Noni, walau terasa sangat hambar. Demi harga diriku, aku berusaha untuk bergairah. Noni membuka kancing bajuku satu persatu. Sementara tubuh bagian atasnya sudah bugil. Aku memasukan jari tanganku dari bagian bawah rok mininya. Tak terlalu sulit. Kutemukan lubang vaginanya yang sudah berlendir. Bahkan Noni dengan cepat membuka celana dalamnya. Sehingga ketika roknya disingkapkan, aku melihat pemandangan yang begitu indah. Namun aku sudah lemas. Aku tidak bernafsu. Penis-ku sudah tidur lagi. Kupermainkan clitorisnya dengan agak memaksakan.

"Ayo" Noni berbisik dengan nafasnya yang mendesah.
Sejenak aku merasa bingung, dan mencoba mencari jalan untuk menghadapinya.
"Non, saya mau ke air dulu" Akhirnya itulah yang kukatakan.
Noni berhenti mencumbuku dengan keheranan. Tapi dia pun mengangguk, walau terlintas suatu kekecewaan dari raut wajahnya.
"Di mana kamar mandinya?" Tanyaku sambil berdiri. Noni menunjuk ke arah dapur. Aku pun segera beranjak.

Di kamar mandi, aku membuka celanaku. Kubasahi penis-ku, lalu kubalur dengan sabun. Tanganku mencoba untuk mengocoknya dengan cepat. Sulit sekali. Untuk dibangunkan. Kupaksa lagi dengan lebih cepat, sambil menghayalkan kenikmatan sexual. Kurang lebih lima menit kemudian, barulah perlahan-lahan penis-ku berdiri. Aku mulai punya harapan baru. Kupertahankan keadaan penis-ku. Lalu aku cepat-cepat keluar dari kamar mandi, dan menghampiri Noni dengan mengenakan celana dalam saja.
Noni masih duduk, setengah berbaring di atas kursi. Dia tampak tersenyum, memandangku. Entah senyuman apa. Aku tak peduli. Yang jelas aku dengan cepatnya menindih tubuh Noni. Kubuka celana dalamku. Penis-ku agak mengendur lagi. Cepat-cepat kukocok beberapa kali, dan.. bles.. kumasukan pada vagina Noni. Dengan cepat pula kupompa. Lama kelamaan, aku mulai merasakan keseimbangan. Penis-ku sudah sempurna, masuk-keluar pada vagina Noni. Aku pun merasakan kenikmatan dari goyangan Noni yang memang sangat lincah. Beberapa lama, aku dan Noni saling berpagutan dalam irama yang cepat. Nafasnya sudah terdengar tak beraturan. Tubuhnya pun dibanjiri keringat. Suara desahannya tertahan. Tangannya menekan pantatku dengan keras.

"Emh.. hem" Itulah suara yang keluar dari bibirnya.
Tubuhnya mengejang, sambil tangannya memeluk tubuhku dengan erat. Aku pun dalam keadaan yang sama. Kurasakan puncaknya akan segera tiba. Tubuhku semakin merapat dengan tubuh Noni. Aku memeluknya juga dengan erat. Kutekan penis-ku dalam-dalam, sambil bibirku menggigit lehernya. Cret.. aku rasakan air maniku keluar di dalam vagina-nya. Indah sekali. Bersama itu pula, Noni mencapai orgasme. Terasa ada kehangatan pada penis-ku, yang masih bersarang didalam vagina-nya. Kami mencapai titik orgasme pada waktu yang bersamaan. Aku bahagia. Aku bisa merasakan lagi nikmatnya bersetubuh. Aku bahagia sekali. Sungguh bahagia.

Noni terlihat puas dengan persetubuhan ini. Dia mengajakku menginap di rumahnya. Aku pun tidak menolak, sebab keadaan sudah larut malam. Dengan senang hati, Noni memasakanku mie rebus. Kami makan bersama dengan lahapnya. Tak lupa, Noni pun membuatkan segelas kopi panas. Membuat tubuhku segar kembali. Kuhisap sebatang rokok, sambil menikmati suasana yang begitu menyenangkan.

Satu jam kemudian, Noni mengajaku lagi mendaki puncak kenikmatan. Tentu saja tidak kutolak. Sebab aku pun sudah merasa kuat lagi. Dan yang pasti, gairah birahiku mulai bangkit kembali. Tapi baru saja kami bercumbu, tiba-tiba terdengar suara tangisan anaknya dari dalam kamar. Tentu saja Noni segera berhenti, dan berlari menuju kamar. Aku mengambil nafas panjang.

"Darma" Noni memanggilku dari dalam kamar.
Aku pun cepat-cepat bangkit, dan berlari menuju kamar. Kulihat Noni sedang memeluk anaknya.
"Matikan lampunya!" Kata Noni sambil menunjukan stop kontak, yang letaknya tak jauh dari tempatku berdiri.
Kupijit. Dan keadaan pun jadi gelap.
"Maah, gelaap" suara anaknya terdengar lagi. Padahal tadi kelihatannya sudah tidur lagi.
"Iya sayang, ini ada Mamah di sini. Listriknya mati. Ayo tidur lagi" Terdengar jawaban Noni pada anaknya.

Aku menghampiri Noni dengan hati-hati. Kurebahkan tubuhku di belakang Noni.
"Anakku harus dipeluk terus" Noni berbisik sangat perlahan. Aku pun mengerti.
Kubuka saja dulu seluruh pakaianku. Lalu tanganku meraba tubuh Noni. Kubuka seluruh pakaiannya dengan agak hati-hati. Kupeluk dari belakang, sambil kucumbu bagian lehernya. Turun ke punggungnya, sampai pada pinggangnya. Noni mendesah, tapi tak melepaskan pelukan pada anaknya. Tanganku menerobos belahan pahanya. Lalu kumasukan jariku, mempermainkan clitorisnya. Lagi-lagi Noni mendesah, dan agak menggelinjang. Penis-ku makin menegang. Aku tak kuat lagi, ingin memasukannya. Tangan kiriku melingkar pada lehernya. Tangan kananku bekerja, untuk memapah penis-ku. Noni mengerti. Dia mengangkat pahanya sedikit, memberikan jalan masuk. Walau agak sulit dengan posisi seperti itu, namun akhirnya penis-ku bisa masuk dari belakang. Langsung saja kupompa dengan agak perlahan. Terdengar rintihan tertahan dari mulut noni.

Beberapa lama kemudian, Noni mengambil posisi menungging, dengan tangan yang masih mendekap tubuh anaknya. Aku mengerti, apa yang diinginkan Noni. Sebuah gaya yang sering dilihat dalam film blue. Kuikuti saja, dan memang dengan posisi menungging, penis-ku bisa masuk dengan mudah. Kupompa, keluar-masuk. Walau tidak diiringi cumbuan bibir, namun tetap terasa sangat nikmat. Kukencangkan pompaanku, sambil kupegang ujung rambutnya. Tak ubah, seperti sedang menunggang kuda. Terdengar bunyi ranjang yang bergoyang, bersahutan dengan hentakan nafasnya dalam setiap hentakan penis-ku.

Setelah beberapa lama dengan posisi menungging, tiba-tiba tangan Noni mengeluarkan penis-ku. Lalu dia menarik tanganku untuk turun ke lantai, dengan nafasnya yang makin memburu. Aku disuruh berbaring. Sedangkan dia mengambil posisi di atasku, berhadapan. Tangannya begitu cekatan, memapah penis-ku pada lubang vagina-nya. Lalu dia menggoyangkan pantatnya setengah berputar. Semakin cepat goyangannya, kian terasa begitu nikmat.

"Akh" Ada suara tertahan dari mulutnya.
Aku pun meremas buah dadanya dengan penuh perasaan. Terasa irama goyangannya kian tak beraturan, bersama desahan nafasnya yang makin terdengar keras. Kedua telapak tangannya mengusap-usap bulu dadaku dan memijitnya. Aku mulai menuju puncak orgasme, hingga kuangkat paha, serta kutekan penis-ku kuat-kuat. Noni pun menekan vagina-nya dan menghentikan goyangannya. Lalu tubuhnya mengejang, bersama dengan keluhan panjangnya. Tubuhnya terkulai lemas, menindihku. Aku makin bernafsu. Tinggal beberapa saat lagi, maniku juga akan keluar. Tiba-tiba Noni bangkit dengan sisa-sisa tenaganya. Penis-ku terlepas dari vagina-nya. Tangan Noni memegang penis-ku, lalu mengulum dengan mulutnya. Terasa kontolku disedotnya. Tentu saja, maniku dengan cepat pula muncrat ke dalam mulutnya. Cret.. cret..

"Aah" bibirku pun tak tertahan untuk mengeluarkan suara itu. Noni mengelus-elus penis-ku.
"Sayang, tidurnya di kursi yah" Noni berbisik. Aku pun mengerti.
Noni membantuku mengenakan pakaian. Lalu menggandeng tanganku menuju kursi di ruangan tamu. Aku langsung tertidur dengan pulas dan penuh kepuasan.

*****

Jam sembilan pagi, aku baru bangun. Di meja sudah tersedia segelas kopi dan beberapa macam makanan ringan. Aku memang sangat lapar. Lalu aku cuci muka dan gosok gigi dulu. Setelah itu, barulah aku menyantap hidangan Noni. Sedangkan Noni sendiri entah pergi ke mana. Setelah menghabiskan sebatang rokok, aku bangkit dan melangkah menuju kamar mandi. Kubuka pakaianku. Lalu kubasuh tubuhku dengan air yang begitu jernih. Tiba-tiba, pintu diketuk dari luar.
"Siapa?"
"Noni"
Kubuka pintunya. Noni berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Dia sudah terlihat segar, dengan mengenakan bajunya yang cukup rapi.
"Mana anakmu?"
"Lagi sekolah. Entar jam sepuluh dijemput"
"Di mana?"
"Ya di TK, dong" jawabnya. Membuat tanganku dengan cepat, menarik tangannya.

Noni masuk ke kamar mandi. Kukunci pintunya. Dia pasrah, ketika bajunya kubuka satu persatu. Kukucurkan air pada tubuhnya yang sudah bugil. Noni menggigil. Namun aku senang menyaksikannya. Kupeluk dengan gairah nafsu yang mulai bangkit kembali. Adegan sex pun terulang untuk ketiga kalinya. Bahkan di kamar mandi, aku dan Noni mempraktekan beberapa adegan yang pernah kulihat dalam film blue. Klimaknya kuambil adegan duduk dengan kaki menyilang. Betapa nikmatnya. Tubuhnya seakan ingin menyatu, saking eratnya pelukanku dan pelukannya. Kali ini, kami mencapai puncak klimak bersamaan kembali. Semuanya diakhiri dengan mandi bersama. Noni. Oh, Noni.. Terimakasih. Noni telah mengembalikan kepercayaan diriku kembali.

*****

Jika mengikuti ceritaku dari awal, tentu tak akan asing dengan nama Teh Ana. Tetangga kontrakanku yang cantik dan sexi. Suaminya pun tampan. Seandainya nilai ketampananku 8, maka suaminya adalah 8,5. Tapi yang aku herankan, kenapa Teh Ana tiba-tiba tertarik untuk menghampiriku ke dalam kamar.

Sekitar jam delapan malam, Teh Ana mengetuk pintu kamarku. Tentu saja pada mulanya aku merasa kaget. Disamping tidak biasanya, aku pun heran dengan busana yang dikenakannya. Gaun putih transparan. Jelas sekali, Teh Ana tidak mengenakan BH. Sehingga buah dadanya yang besar dan montok, terlihat oleh kedua mataku. Awalnya, aku gugup juga. Bahkan ada rasa ketakutan dalam hatiku. Tentu saja takut suaminya datang.

"Suamiku lembur" Ucap Teh Ana, seakan bisa menebak rasa kekhawatiranku.
Teh Ana pun tidak segan-segan untuk tidur-tiduran di atas kasurku.
"Enak juga kamarmu" begitu katanya sambil memeluk bantal.
Aku masih termangu, belum mengerti dengan sikapnya dan situasi yang tengah kuhadapi.
"Teteh, apa enggak takut ketahuan sama Ibu Kontrakan? Nanti dikiranya apaan" Aku mengingatkannya dengan ragu.
"Kamu juga kan tidak takut, waktu kemarin three in one?" Teh Ana balik bertanya dengan tenangnya.
Tentu saja aku terkejut.
"Teteh tahu?" Aku terbelalak. Teh Ana cuma senyum sambil menganggukan kepala.
"Sudahlah, itu kan rahasia kita. Aku ada perlu sama kamu. Mau kan nolongin aku?"
"Iya Teh, saya mau"

Tiba-tiba Teh Ana menatapku dengan pandangan yang begitu menggairahkan. Dia seperti ragu untuk berkata. Namun aku berusaha cepat tanggap. Pikirku, apa lagi kalau bukan urusan sex. Maka tanpa banyak basa-basi lagi, kuserbu tubuhnya yang begitu menggoda. Aku melumatnya dengan bernafsu. Bibirnya kupagut dengan mesra, sambil menindih tubuhnya. Tanganku pun mulai bergerak ke arah bawah. Tapi tiba-tiba tanganku dipegangnya.

Bersambung . . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Desah Nafas - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald