Nini yang misterius - 5

1 comments

Temukan kami di Facebook
Nini tidak tinggal diam, badannya disusupkan telentang di bawah badan Rara. Kepalanya sekarang berada tepat di bawah vagina Rara sehingga dapat melihat dengan jelas penisku yang keluar masuk vagina Rara. Ditariknya bantal dan ditempatkan di bawah kepalanya. Nini mulai menjilati klitoris Rara dan penisku setiap kali penisku keluar dari vagina Rara. Rara tampak sangat menikmati tusukan penisku dan jilatan Nini.

"Aahh.. Aakkuu.. Kkeelluuaarr.. Ohh.. Ohh.. Aacchh.. Yyeess.. i'm cumming!" jeritnya menikmati saat mencapai klimaks sementara penisku terasa dipijat dan diremas-remas oleh vaginanya yang mengeluarkan cairan hangat dan menyiram batang penisku.

Kucabut penisku, ganti Nini menghisap vagina Rara dan menjilati seluruh cairan yang keluar dari vagina Rara. Aku mulai mengarahkan lidahku ke anus Rara, kudorong lidahku dalam-dalam lalu kusedot kuat-kuat. Rara berkelojotan diserang oleh kami berdua hingga Rara ambruk menindih Nini yang berada di bawahnya. Lalu aku berciuman dengan Nini sambil sesekali menjilat vagina dan anus Rara yang berada tepat di hadapan kami berdua.

Sekarang Nini duduk menghadap kami berdua sambil meraba dan melakukan masturbasi. Keadaan ini membuatku semakin bersemangat, lalu kuminta Rara untuk mengubah posisi dan menggenjotnya. Aku mendudukkan Rara di meja dan aku berada di depannya. Rara telentang di atas meja. Aku mengangkat kedua kakinya dan aku letakkan di pundakku hingga membuat penisku langsung menghadap vagina Rara.

Kumasukkan batang kejantananku dan aku menggenjot Rara lagi. Nini naik ke atas meja dan menduduki wajah Rara hingga mau tak mau Rara mengeluarkan lidahnya dan mengaduk-aduk vagina Nini. Sesekali Nini juga menyodorkan anusnya untuk dijilat Rara hingga tak ada jalan lain bagi Rara untuk juga menjilati dan menyedotnya.

"Shh.. Aahh.. Yyeess.. Keluarin.. Ach. Ach.. Yyeeahh" desahnya nikmat. Sementara tanganku masih meremas kedua payudaranya, kedua tangan Rara mencengkeram pinggir meja makan dan..
"Oohh.. Vir.. Aammppuunn.. Aakkuu.. Gaakk.. Kuuatt..!" jeritnya menikmati klimaks untuk kedua kalinya. Lalu Rara berdiri dan menciumku.
"Makasih ya Viir.. Kontol kamu enak banget" bisiknya.

Sementara Nini yang masih mengusap dan memasukkan jarinya ke vaginanya mendorongku hingga telentang dan memasukkan penisku yang masih tegang agar masuk ke vaginanya. Nini mulai menggenjot. Kuraih kepala Rara, kucium lalu kuminta dia agar menghisap anus Nini dari belakang. Rara segera melakukan yang kuminta, jarinya didorong memasuki anus Nini dan mengocoknya dari pelan menjadi semakin cepat.

"Oohh.. Ra.. Kamu nakal.." jerit Nini nikmat ketika aku menyodok vaginanya dengan penisku serta Rara mengorek anusnya.
"Cepet Say.. Cepet Say.. Aku.. Keluar.. Aakkuu.. Aahh.. Aahh..!" jerit Nini, badannya bergetar mencapai klimaks. Aku terus menggenjot Nini dan..
"Aahh.. Nini..!" jeritku.

Nini buru-buru mencabut dan menghisap penisku. Aku klimaks lagi. Nini menelan sebagian spermaku dan Rara menghampiri untuk minta bagian. Lalu mereka saling berciuman dengan hangat dan bermain-main dengan spermaku. Kemudian Rara terduduk memandangiku sambil tersenyum. Setelah itu aku mandi dan mengganti baju di kamar. Dari kamar mandi yang pintunya tidak kututup, aku dapat mendengar pembicaraan mereka.

"Wah.. Ni, gila bener lu.. Permainan lu menakjubkan, pantas saja kata Virano, lu is the best, kalian seimbang ya?" kata Rara.
"He is the best for me too Ra.., waktu pertama kali main sama dia, agak kewalahan juga gua, kalo sekarang gua dan dia udah biasa dan memang gua rasa, kami seimbang dan cocok. Gua bisa sangat terbuka, demikian juga dia dalam soal sex. Padalah gua juga baru kenal 3 hari yang lalu, tapi rasanya sudah kenal berbulan-bulan" kata Nini.
"Gua baru kali ini main bertiga gini lho" kata Rara.
"Gak pa-pa lah. Buat sekali-kali cari sensasi. Dari pada ama suami sendiri terus. Bosen. Gayanya gitu-gitu aja kan?" Nini membalas.
"Tapi jujur lho. Baru kali ini gue ngesex dengan sepenuh hati kaya tadi. Nafsu birahi benar benar membakar tubuhku, gua nggak sadar kenapa bisa gua lakukan hal-hal seperti tadi" kata Rara lagi.

Aku keluar dari kamar mandi lalu berbaring kecapaian di ranjang. Sementara Nini dan Rara terus mengobrol, aku tertidur. Pada jam 5 aku terbangun, kulihat mereka telah tertidur di sampingku. Kujilat puting susu Nini lalu beralih ke vaginanya. Nini terbangun lalu tangannya bergerak mencari penisku, dielus elus dan dikocoknya. Aku mendekat ke telinga Nini.

"Mau sensasi lebih?" bisikku.
"Siapa lagi?" rupanya Nini mengerti maksudku.
"Arif" sahutku pelan.
"Lebih baik jangan, karena tampaknya dia tahu siapa aku" sahutnya, aku membenarkannya.
"OK, kita keluar malam ini bertiga, kamu boleh menentukan cowok yang kamu sukai, nanti biar aku yang atur" kataku.
"Deal" sambutnya.

Setelah makan malam, kami bertiga mengunjungi sebuah club yang berada di tepi pantai kawasan Legian. Nini memakai rok terusan ketat mini warna kulit berbahan kaus tipis agak transparan mencetak tubuhnya, tanpa lengan dengan belahan V yang rendah hingga memperlihatkan sebagian buah dadanya yang tidak mengenakan BH. Rara mengejutkanku, dia memakai rok terusan hitam yang dia pakai saat pertama kali ngesex denganku 7 tahun silam, namun kali ini dia tidak mengenakan BH.

"Hey, Ra.. Aku masih ingat baju itu, kamu masih menyimpannya?" aku bertanya.
"Sejak saat itu aku simpan dan tidak pernah kupakai, baru kali ini kupakai lagi" jawabnya.

Saat beberapa gelas minuman telah habis, Nini mulai tampak liar, berdansa meliuk-liukan badannya sambil tangannya terkadang diangkat ke atas membuat rangsangan pada kaum lelaki. Karena club ini open air dan tidak ada AC, sebentar saja tubuh Nini telah berkeringat hingga membuat bajunya basah dan memperlihatkan bentuk tubuhnya dengan jelas. Bagian dadanya sangat jelas tampak dengan puting yang tercetak di dadanya.

Sedangkan Rara pun telah bergelayut di leherku sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya hingga kembali membuat penisku menegang sementara Nini di sampingku. Kulihat seorang pria mencoba mendekati Nini dan bergoyang di depannya. Nini dengan demonstratif menari semakin erotis di hadapan pria itu. Kulihat pria tersebut, lumayan keren.. Akhirnya kulihat Nini sudah memegang pinggang cowok tersebut sambil menggesekkan bagian bawah perutnya ke penis cowok tersebut hingga keenakan cowok tersebut dibuatnya. Terlihat cowok tersebut memegang erat pantat Nini dan meremasnya.

"Vir.. Kenapa kamu biarkan Nini seperti itu? Kamu nggak marah..?" Rara bertanya.
"I am an easy going person, Sayang, kalau dia senang melakukan itu, biarlah dia melakukannya" jawabku.
"Kalian sangat moderat ya" bisiknya.

Sambil masih berpelukan dengan cowok tersebut, Nini melangkah mundur mendekatiku lalu menyandar di badanku sehingga tangan cowok tersebut terjepit di antara Nini dan aku, tapi cepat cepat ditariknya tangannya. Nini menarik tangan kiriku dan dibawanya ke pantatnya kemudian aku raba pantatnya sampai ke pinggangnya. Kubisikan sambil kujilat telinganya di depan muka sang cowok..

"Kamu nggak pakai CD ya?" Nini membalikkan wajahnya sambil tersenyum padaku.
"Katanya disuruh cari sensasi baru?" jawabnya manja sambil diraihnya kepalaku dengan tangan kanannya, lalu kami berciuman.

Sementara tangan kananku masih memeluk Rara, jari kiriku kumasukan ke mulut Nini agar basah, lalu menjalar ke balik roknya mencari lubang anusnya. Setelah kutemukan, kukorek dan kumasukkan jariku ke dalam anusnya. Nini menggelinjang lalu diraihnya tangan kiriku dan dibawanya ke arah dadanya melewati pinggangnya lalu kuremas dadanya. Tak hanya sampai di situ, tangan kiri Nini menjalar ke belakang menggapai penisku yang telah mengeras lalu diremas-remasnya dengan penuh nafsu.

Nini melakukan semua itu dengan liarnya di depan hidung sang cowok itu hingga cowok tersebut memandang sampai terbengong-bengong tak dapat berkata apa pun melihat kelakuan Nini. Akhirnya Nini melepaskan ciumannya padaku dan kembali menghadap ke depan lalu menarik leher cowok tersebut. Kudengar Nini berkata..

"Tadi lu ngajak gua ngewe kan?" Cowok tersebut masih bengong.
"Dia ini cowokku, tapi gua malam ini mau cowok satu lagi, kalau lu bisa penuhi dua syarat gua, mungkin lu bisa ikut kami bertiga sekarang" Nini berkata lagi.
"Syaratnya apa?" tanya cowok tersebut.
"Pertama gua mau coba lidah lu di vagina gua sekarang" Wah, Nini sangat liar malam ini, pikirku.
"Kedua, kontol lu musti setidaknya sama besar dan panjang seperti cowok gua" tantang Nini. Aku setengah terkejut mendengar syarat Nini tapi aku juga tersenyum mendengar persyaratan yang kedua itu.

Mungkin cowo tersebut sudah sedemikian bernafsunya sehingga mengiyakan saja syarat yang diminta Nini. Kebetulan meja kami berada di pojok dekat pinggir laut dan berada di kegelapan. Nini yang duduk di kursi tinggi lalu menarik roknya ke atas serta membuka kakinya. Cowok tersebut menunduk dan mulai menjilat vagina Nini sementara Nini tetap menggoyangkan badannya. Sekitar semenit cowo tersebut menjilat vagina Nini lalu Nini menghentikannya.

"Sudah, sudah, not bad.." kata Nini akhirnya.
"Sekarang lu kan sudah terangsang jilatin vagina gua, coba gua pegang kontol lu", dengan enteng Nini meraih celana cowok tersebut lalu membuka ritsletingnya dan mengeluarkan penis cowok tersebut. Berukuran kira-kira 13 cm, tapi lingkarannya kecil, mungkin 3 cm saja. Hmm.. Aku tersenyum melihatnya.
"Nggak lulus, punya cowok gua lebih panjang dan besar, perlu bukti??", Nini meraih celanaku dan mengeluarkan penisku yang masih lemas. Nini menundukkan kepalanya lalu mulai menjilat dan menghisap penisku. Seketika itu pula penisku mengeras namun belum sempurna. Nini melepaskan kulumannya dan meminta cowok tersebut untuk melihatnya.
"Percaya?" kata Nini sambil dengan kurang ajar sedikit mendorong kepala cowok tersebut ke bawah untuk dapat melihat dengan jelas penisku.

Cowok tersebut pergi meninggalkan kami dengan kecewa dan Nini hanya tertawa sambil meneruskan goyangannya. Untung saja kami berada di pojok kegelapan dan yakin bahwa tidak ada orang yang mengetahui perbuatan Nini tadi.

"Huuh.. Apakah sensasiku cukup menarik buat kamu, Sayang?" kata Nini.
"Lu gila Ni.. Gimana kalau cowok tadi marah lu permainkan gitu?" kata Rara.
"Kalau dia marah, paling-paling gua kasih blow job, bereslah" jawab Nini seenaknya.
"Mau di sini terus atau mau pindah?" ajak Nini.
"Pindah aja" tegas Rara.
"Pusing gua liat Nini, lama-lama jadi horny lagi gua" lanjutnya.
"Bukannya memang udah horny lu, tuh ada Virano bisa bantuin lu, atau mau sama gua lagi? Tapi Virano juga musti ikut, soalnya gua kan bukan lesbi asli" kata Nini seenaknya.
"Mumpung di Bali, jarang ada yang kenal, kalau di Jakarta nggak mungkin lah gua kaya begitu" katanya pula.

Lalu kami meninggalkan tempat itu menuju hotel. Aku dan Nini berdua mengeroyok Rara habis-habisan sampai Rara berteriak menyerah setelah orgasmenya yang ke-5, sedangkan aku dan Nini masing masing orgasme sekali. Lalu kami mengantar Rara pulang ke rumahnya dan kami kembali ke hotel melanjutkan nafsu yang tertahan karena aku masih ingin memberi kenikmatan lebih pada Nini.

Jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Sore harinya Rara akan datang kembali ke hotel. Aku dan Nini kembali ke Jakarta pada hari Senin dengan pesawat yang berbeda tentunya. Hubungan sex-ku dengan Nini terus berlanjut 3-4 kali dalam sebulan dan berlangsung kurang lebih selama 3 tahun. Kalau di Jakarta pasti dilakukan di rumahnya, tapi kadang kami juga pergi ke luar kota atau luar negeri.

Variasi dan teknik permainan Nini yang begitu beragam seakan tidak pernah ada habisnya, selalu saja ada kejutan-kejutan baru yang sampai dengan saat tulisan ini dibuat, menurutku she is the best amongst all up to now. Saat itu pernah aku berpikir, tidak heran bahwa Nini dapat memperoleh kehidupan yang sedemikian mapan serta teknik permainan sex yang luar biasa seperti itu karena mungkin hal ini memang sangat berhubungan erat dengan pekerjaan dan karier yang dibinanya selama ini.

Profesinya itulah yang kubiarkan tetap menjadi misteri dalam cerita ini, barangkali saja ada pembaca yang bisa mengungkap. Atau mungkin saja ada di antara pembaca yang juga pernah berhubungan dengan Nini sehingga tentunya akan dengan mudah menebak siapa dia sebenarnya.

Tamat




Nini yang misterius - 4

0 comments

Temukan kami di Facebook
"Vir.. Rara kangen sama kamu, katanya" Nini berkata hingga terdengar pula oleh Rara. Rara hanya tersenyum simpul malu malu.
"Kalau nggak ada suamimu, aku cium kamu di sini lho" aku menggodanya.
"Kalau nggak ada Nini, aku yang cium kamu di sini" tantang Rara.
"Tuh suamimu sedang nggak ada di meja, kita cium Virano sama-sama aja Ra" ajak Nini.

Rara dan Nini serentak mencium pipi kiri dan kananku, dan Rara mengecup bibirku dilanjutkan dengan Nini juga mencium bibirku agak lama sambil mengalungkan tangannya ke leherku.

"Itu yang aku mau" protes Rara.
"Vir, aku mau undang Rara makan siang besok, boleh nggak?" tanya Nini.
"My pleasure, Ni" aku menyetujui.
"Kamu dengar sendiri kan? Jadi nggak usah nolak lagi ya Say?" ujar Nini pada Rara.

Rupanya Nini sudah mengundang Rara sebelumnya namun Rara ragu dan ingin meminta konfirmasi dariku lebih dulu. Kami meninggalkan club tersebut pada jam 2:30 dan kembali ke hotel di Nusa Dua. Sepanjang jalan, Nini bercerita bahwa beberapa orang teman Arif termasuk suami Rara berusaha menarik perhatian Nini dan bahkan ada yang berterus terang menngajak Nini kencan malam ini.

"Aku tahu kok, malah mata suami Rara nggak bisa lepas dari dada dan paha kamu. Dan aku juga tahu, kamu malah dengan sengaja, kadang-kadang kamu buka paha kamu sehingga dia bisa lihat CD kamu kan?" aku berkata.
"Kok kamu nggak ngelarang aku sih?" rajuknya.
"Aku juga menikmati sensasi tersebut sayangku, semakin banyak lelaki yang mabuk kepayang sama kamu, semakin bangga aku jalan bersama kamu. Tapi tidak demikian dengan suami Rara, dari cara Rara berpakaian, aku dapat menilai sifat suaminya. Padahal dulu Rara termasuk berani dalam berpakaian, yah seperti kamu sekarang ini deh" ceritaku.

Setibanya di hotel, kami kembali mengarungi lautan nafsu birahi, berusaha untuk saling memuaskan satu sama lain. Nini memang seorang yang sangat piawai dalam memuaskan lelaki, namun dia juga sangat membutuhkan kepuasan untuk dirinya sendiri dan aku pun berusaha untuk memuaskan dia. Kami bercinta sampai jam 5 pagi lalu tertidur. Lalu ada jam 11 terbangun oleh telepon dari Rara yang dijawab oleh Nini.

Saat mereka mengobrol di telepon, aku putar badanku lalu aku jilat vagina Nini dengan penuh nafsu hingga Nini mengerang keenakan dan Rara menanyakannya.

"Virano sedang breakfast, oohh.. Viir.. Aku lagi telepon nih.." desahnya.
"OK deh, lu ke sini aja cepat, gua butuh bantuan nih, Virano lagi ganas" katanya pada Rara.

Seketika Nini menutup telepon, aku pun berhenti menjilati vagina Nini. Dia protes, tapi aku meninggalkannya ke kamar mandi untuk mandi. Nini merajuk hingga mengatakan aku curang. Selesai berendam sekitar 15 menit, aku kenakan jas kamar mandi warna putih tebal dengan CD di dalamnya dan baru kemudian Nini menyusul masuk kamar mandi. Aku pesan makanan dari Room Service dengan tak melupakan 2 telur setengah matang pesanan Nini. Saat menunggu makanan, bel berbunyi. Aku kira Room service, ternyata Rara muncul dengan tank top kuning dan jeans, serasi sekali dengan kulitnya yang putih.

"Vir..,.. Baru mandi ya.., Mana Nini?" tanyanya sambil memajukan wajahnya dan aku kecup pipinya.
"Oh ada.. Tapi lagi mandi.. Masuk aja" ujarku sambil mempersilakannya masuk.
"Sudah selesaikah?" tanyanya penuh selidik.
"Apanya yang selesai, cuma appetizer kok" jawabku.
"Kok cepet, emangnya rumah kamu dekat sini?" tanyaku.
"Bukit Jimbaran, 20 menit saja sudah sampai ke sini" jawabnya.
"Mana suamimu?" tanyaku.
"Sedang di kantor, nanti sore mau ke Jakarta. Orang tuanya sakit, aku sudah bilang mau ajak kalian jalan jalan, dan dia OK. Malah dia titip salam buat Nini" kata Rara.
"Sst, jangan sampai dia dapat Nini, bahaya" bisikku.
"Emangnya kenapa? Nini hebat ya?" bisiknya lagi takut terdengar Nini dari kamar mandi.
"Buat aku, she's the best. Selama ini, aku agak kewalahan mengimbanginya"
"Masa kamu kewalahan, mungkin aku bisa belajar dari dia ya?" ujarnya penuh arti.
"Kalau kamu sehebat Nini, aku yakin suami kamu nggak akan cari cewek lain, kalau cari pun pasti balik lagi hehe.." godaku.

Lalu Nini selesai mandi, juga mengenakan jas handuk seperti punyaku. Aku yakin tidak ada apa-apa lagi di baliknya. Aku duduk di belakang sofa mereka dengan menarik kursi rias. Aku memperhatikan mereka mengobrol dan sesekali menimpali obrolan mereka. Rara memintaku menuang minuman yang dia bawa, sebotol Cointreau kesukaanku.. Aku menuangkannya 3 gelas.

Aku membawanya beserta es batu. Aku menuangkan minuman ke gelas mereka. Setelah minum beberapa gelas sambil mengobrol, tangan Nini masuk ke balik kimonoku dan mengelus 'adik'ku sehingga tegang dan keras. Nini melirik dan tersenyum sambil terus mengobrol dengan Rara.

Rara tidak memperhatikan yang dilakukan oleh Nini terhadapku. Nini menarik sedikit CD-ku dan mengelus batangku dengan lembut. Tampak Rara melihat apa yang dilakukan Nini tanpa Nini menyadari bahwa Rara tahu apa yang dilakukannya terhadapku. Aku duduk menyandar dan membiarkannya. Tangan Nini mengisyaratkan agar aku membuka CD-ku dan matanya melirik. Aku ke kamar mandi membuka CD-ku. Lalu aku kembali dan Nini melanjutkan mengocok halus batangku sementara Rara mencuri pandang ke arah selangkanganku. Rara tersenyum melihatku pasrah dan aku juga tersenyum ke arahnya.

Sementara mereka melanjutkan mengobrol sambil minum beberapa gelas lagi, tangan Nini terus aktif mengocok halus batangku. Aku hanya bisa menahan nafas atau berkejap-kejap menikmati pijatan dan kocokan tangan Nini. Rara terus saja mencuri pandang dan kimonoku tersingkap sehingga terlihat jelas tangan Nini yang sedang mengocok batangku. Nini tidak menyadari hal itu karena sudah sedikit mabuk. Mereka berdua terus mengobrol. Tapi mata Rara lebih sering lagi melirik ke belakang. Aku berdiri tapi Nini tidak juga melepas kocokan tangannya. Aku membiarkan kimonoku terbuka sehingga Rara dapat melihat dengan jelas apa yang dilakukan Nini. Aku elus rambut Nini dan Nini secara tidak sadar menolehkan kepalanya hingga menyentuh kepala 'adik'ku dan melanjutkan dengan menjilatnya.

"Sshh.. Mm" desahku.

Nini terus saja menjilat dan mulai menghisap 'helm'ku. Rara melihat dengan jelas apa yang Nini lakukan dan aku menarik tangan Rara. Rara menggeser duduknya. Aku berjalan ke depan Nini tanpa Nini melepas tangannya dari batangku. Aku sudah berdiri di depan Nini dan Rara sementara Nini kembali menjilat, mengocok, serta menghisap batang kejantananku.

"Ra, kontol ini masih sama nggak rasanya sama dulu waktu masih lu pakai?" tanya Nini.

Aku menarik Rara sehingga berlutut di depanku dan Nini duduk di belakangnya. Aku menunduk dan mencium bibir Rara dan Rara tidak menolak. Kami berciuman cukup lama, sementara tangan Rara ikut mengelus batangku dan mengocoknya pelan. Sementara itu Nini tampak meremas buah dada Rara sambil mencium telinganya.

"Ini buat kamu Rara.. Isep kontolnya.. Aku mau liat cara oral lu" bisik Nini.
"Kata Virano, you are the best for him, ajari aku ya?" pinta Rara. Lalu Rara mulai menjilat seluruh batang penisku dari ujung kepala sampai pangkalnya lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.
"Sshh.. Mmhh.. Yyeess.. Hhmm.." desah Rara.

Lalu aku meminta Rara untuk berdiri. Tank top Rara sudah dibuka oleh Nini sehingga hanya tersisa bra warna merah tua. Aku berlutut di depannya dan berciuman dengan Nini. Nini berlutut di sampingku lalu membuka kancing celana Rara dan aku membuka BH-nya. Lalu Nini melepas celana Rara dan melemparnya entah kemana hingga Rara hanya tinggal mengenakan G-String. Aku berdiri dan meminta Nini untuk duduk di sofa lalu kucium telinganya.

"Sshh.. Mm.. Mm" desahnya sementara tanganku meremas buah dadanya.
"Yyaa.. Mmpphh.. Tterruuss Vii" desahnya sambil tangannya mengocok batangku.
"Kontol kamu gede ya.. Aku suka Vir.. Rara juga mau tuh" katanya sementara tangan kirinya memeluk leherku.

Kami terus berciuman lalu Rara berlutut dan mencium batangku. Aku melirik Nini dan dia hanya tersenyum melihatku. Aku pun balas tersenyum. Rara menjilat dan menghisap batangku serta lidahnya tidak kalah lincah menari menjilati serta melumuri batangku dengan ludahnya.

Aku duduk di sebelah Nini dan Rara terus menghisap batangku tanpa menghiraukan keberadaan Nini. Tangan kanannya terus mengocok batangku sementara mulutnya menghisap 'helm'ku dan lidahnya menari menjilatinya juga. Kepala Rara terus naik turun menghisap, menjilat dan mengulum batang kejantananku..

"Sshh.. Ohh.. Yyeess.. Ra.." desahku sambil mengelus rambut Rara dan tangan kananku meremas payudara Nini yang duduk menghadap ke arah kami.
"Sshh.. Ohh" desahku sambil menarik Nini dan berciuman. Sementara aku berciuman dengan Nini, Rara masih sibuk mengoralku hingga birahiku memuncak dan cairanku sudah mencapai ujung.
"Mmhh.. Mmhh.. Mphh" jeritku tertahan oleh Nini yang memeluk dan terus mencium bibirku.
"Aahh.. Yyeeaa.. Ohh.. Aacchh" jeritku setelah Nini melepas ciumannya. Rara terus menelan dan menghisap penisku. Rara menelan semua spermaku lalu tersenyum dan mencium telingaku.
"Kontol kamu enak Vi.. Aku suka.. Aku pingin nih" bisiknya meminta.

Aku tersenyum dan mengangguk, kucium bibir Rara yang masih ada sisa spermaku. Aku duduk di antara Rara dan Nini sementara Nini mengelus batangku lagi dan aku mencium bibir Rara.

"Mm.. Mm.. Makasih ya.. Isepan kamu enak lho, beda sama dulu.. Kalah dikit ama Nini" ujarku sedikit memuji Rara.
"Mm.. Bisa aja kamu Vir" balasnya.

Nini terus mengelus batang penisku hingga kejantananku mulai tegang dan Nini menjilat dan mengocoknya pelan. Aku meremas dan menghisap kedua payudaranya

"Sshh.. Trus.. Vir.. Iisseepp yaa.. Sshh.." desahnya nikmat. Sementara aku menghisap payudara Rara, Nini menghisap penisku.
"Ra, perhatikan cara Nini ngisep kontolku" kataku.

Rara melihat Nini yang sedang menjilati dan mengisap penisku sambil mengerang-ngerang karena buah dadanya aku hisap. Aku menarik turun CD Rara dan meraba vaginanya

"Shh.. Yyeess" desisnya sambil kumainkan clitorisnya dengan jariku.
"Oohh.. Viir.. Eehhmm.. Mmpphh.. Jilat.. Vii.. Jilat..!" desahnya nikmat. Rara berdiri dan mengangkangi kepalaku
"Jilat Vir.. Jilat vaginaku.. Oohh.. Mhh" jeritnya tertahan saat aku menjilat dan mengulum clitorisnya sementara Nini masih mengoralku dan tangan kirinya menggosok vaginanya sendiri.

Aku meminta Nini berhenti mengocok penisku dengan mulutnya, lalu kuminta Nini memperagakan gerakan mulutnya seperti di kamarnya, dan dia mulai dengan gerakan-gerakan itu. Rara melotot melihatnya terkagum kagum.

"Nini, gantian gua mau coba, ajarin gua ya" pinta Rara.

Lalu Rara mulai memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Baru sampai setengahnya, Rara sudah tersedak. Nini mengajari Rara bagaimana cara mengendalikan otot lehernya agar penisku bisa masuk ke tenggorokannya, lalu Rara mencoba dengan gerakan menelannya. Lumayan, Rara bisa sedikit walaupun masih diiringi dengan batuk berkali kali. Rara kelelahan, lalu melepaskan penisku dari mulutnya. Aku berdiri, lalu meminta Rara berlutut di atas karpet dan menghadap sofa. Aku berlutut di belakangnya dan menggesekkan penisku ke vaginanya.

"Sshh.. Vir.. Masuukkiinn Ssaayy.. Sshh.. Yyeess..!" jeritnya saat penisku memasuki vaginanya yang sudah basah karena jilatanku ditambah penisku yang juga sudah basah karena ludah Nini yang sejak tadi mengoralku.
"Sshh.. Ach.. Ach.. Aacchh.. Teruss.. Aacchh.. Teruss say.. Fucckk.. Mmee.. Aacchh.. Yyeeaah.. Thatss.. Goodd.. Ffuuckk.. Mee" desahnya sambil kedua tangannya meremas sandaran sofa. Aku menggenjot Rara dengan ritme teratur.

Bersambung . . . .




Nini yang misterius - 3

0 comments

Temukan kami di Facebook
Setelah beristirahat, kami mandi bersama di bathtub dalam kamar mandinya dan Nini keluar duluan dari kamar mandi. Saat aku kembali ke kamar, aku terkejut melihat satu sisi kamar Nini yang tadinya tertutup gorden tebal telah berganti menjadi kaca tebal dari atas sampai ke bawah dan ada dua daun pintu yang terbuka dan berhubungan langsung dengan taman kecil yang tertutup dengan kolam ikan kecil.

Nini tampak sudah duduk di luar hanya dengan memakai celana ketat pendek sekali dan atasan kaus longgar pendek transparan sehingga jelas terlihat bulatan dan puting buah dadanya. Aku hanya memakai celana dalam. Di meja telah tersedia dua cangkir kopi, dua gelas orange juice dan dan beberapa roti yang telah diberi selai.

"Vir.. Ayo kita relax dulu di sini.. sambil lunch.." katanya.
"Haah, lunch?? Jam berapa sekarang..?" tanyaku.
"Eleven O'clock darling.., kamu ketiduran nyenyak tadi pagi" ujarnya.
"Kok aku nggak tahu kalau sudah pagi, nggak ada sinar masuk sih" ujarku.
"Memang kamar ini aku bikin sedemikian rupa hingga tidak mungkin ada sinar masuk, jadi kalau sudah di dalam, bisa-bisa kita tidak tahu waktu kalau tidak melihat jam" ujarnya lagi. Wah, wah, aku jadi semakin bingung, siapa Nini ini sebenarnya?

Akhirnya aku duduk berhadapan dan menikmati lunch yang tersedia. Terpaksa aku bolos kerja hari ini, entah alasan apa yang harus aku kemukakan ke kantor nanti. Kami berbincang santai sambil sesekali membahas teknik permainan sex masing-masing. Kami sangat terbuka dalam membicarakannya dan ini akan lebih mendekatkan hubungan kami serta dapat mengetahui keinginan masing-masing dalam cara cara memuaskan nafsu birahi pasangan kami.

Ketika aku ke kamar kecil, sekilas aku lihat di lemari hiasan yang menempel di dinding kamarnya, banyak bingkai foto dan plakat serta piala terpajang di sana, aku hanya lewat saja tanpa berminat untuk melihatnya. Setelah dari kamar kecil aku kembali ke tempat dimana Nini masih duduk dengan santainya di luar.

"Nini, aku ingin bertanya beberapa hal yang mungkin bersifat pribadi, boleh nggak?" aku bertanya.
"Kalau aku bisa jawab, mengapa tidak, tanyalah" jawabnya.
"Are you married?" kuberanikan bertanya langsung pada tujuan.
"No, I am still single" jawabnya santai.
"So, what is your job?" tanyaku kembali.
"Hei, it's a funny question honey, don't you know who am I when we met for the first time?" Nini balik bertanya keheranan.
"Aku adalah Nini *****," sambungnya.

Hampir aku terlonjak dari tempat dudukku mendengar nama tenar itu.

"Sorry Ni, mungkin aku kurang gaul, tapi memang sebenarnya aku tidak pernah mengikuti perkembangan dunia yang kamu geluti dan aku tidak pernah berkecimpung di dalamnya. Mungkin mulai sekarang aku harus mengikutinya ya" aku berkata dengan perlahan diiringi perasaan malu yang sangat mendalam.
"Kamu tidak perlu mengubah apa yang telah ada pada dirimu, justru dengan begitu aku lebih salut padamu, karena tadinya kukira kamu mau bercinta denganku karena aku ini adalah seorang tenar" ujarnya.

"Jadi, setelah kamu tahu siapa aku, masih bersediakah kamu untuk bercinta denganku, tapi aku tidak mau ada ikatan. Just for an easy going relationship, to fullfill each other. Kalau aku sedang kesepian, tolong temani aku, demikian pula kalau kamu sedang sendirian, aku akan berusaha nemenin kamu" ujarnya sambil menolehkan kepala mengecup pipiku.
"Tapi, bukankah ada sekian banyak lelaki di sekelilingmu dan dengan kecantikan, body kamu, apalagi dengan permainan sex kamu yang demikian top, akan banyak laki laki yang setiap saat siap datang?"
"Kamu tahu toh, mereka datang sebagai sosok kepribadian lain di depanku, mereka datang dan pergi tanpa harus aku kenang atau aku ingat dan tidak ada yang pernah mendapatkan teknik permainan sex seperti yang kamu dapatkan tadi malam. Kamu adalah orang ketiga setelah mantan pacarku dulu" ujarnya.

"Lalu mengapa kamu undang aku, padahal hubungan kita masih terlalu singkat untuk sampai ke atas ranjang?" tanyaku.
"Waktu di restoran, dari apa yang kulihat dan kita bicarakan, aku ingin mendapatkan kepuasan sexual dari kamu dan ternyata memang tidak salah. Lalu selama pembicaraan kita itu, aku sudah perkirakan bahwa kamu tidak tahu siapa sebenarnya aku, jadi dari pada kalau kamu tahu terus kamu takut, maka aku harus segera memberi seluruh teknik permainan yang aku miliki agar.."
"OK, OK, stop, stop, aku mengerti sekarang.." ujarku sambil kucium bibirnya dan kuraba dadanya.
"Jadi kamu masih mau berhubungan dengan aku untuk selanjutnya?" tanyanya.
"Walaupun aku tahu siapa kamu sebenarnya, tidak akan menghalangiku berhubungan dengan kamu selanjutnya dan aku tidak akan pernah menghalangi pekerjaan kamu, toh hubungan kita kalau boleh aku bilang adalah 'just for fun', cuma satu permintaanku yaitu aku tidak mau berada di depan publik bersama kamu, kecuali di luar kota" kataku tegas.
"Setuju Sayang, aku pun mau bicara soal itu, tapi takut kamu tersinggung. Biasanya lelaki lain malah ingin jalan bersamaku ke tempat umum karena itu adalah kebanggaan buat mereka. Kalau begitu, lusa kan hari Jumat, kita keluar kota ya, ke Bali" ajaknya sambil diciumnya bibirku hangat lalu tangannya kembali meremas-remas penisku yang mulai mengeras lagi.

Akhirnya kami kembali bergumul menumpahkah hasrat nafsu birahi kami di kursi luar kamarnya itu sambil duduk. Nini orgasme duluan dan aku menyusul kira kira 10 menit kemudian. Beberapa saat setelah istirahat..

"Ni, aku pulang dulu ya" aku berkata.
"Jadi lusa acara ke Bali-nya gimana?" dia bertanya penuh harap.
"Tiga jam lagi aku telepon kamu" jawabku.
"Jangan nggak ya" katanya sambil mengecupku sebelum aku naik ke mobilku.

Jumat jam 3 siang, pesawat yang aku tumpangi mendarat di bandara Ngurah Rai. Seperti biasa, sopir Arif menjemputku dengan mobilnya. Kali ini aku dipinjamkan sebuah Mercedez Bulldog mirip seperti milik Nini, hanya saja warnanya biru tua. Arif adalah sahabatku di Bali, cerita tentang Arif ada di ceritaku terdahulu, "Kamu Lelaki Bukan, Sih?". Aku telah memesan kamar hotel di kawasan Nusa Dua. Nini akan datang hari ini juga tapi aku tidak tahu jam kedatangannya karena saat aku check-in, ternyata Nini belum datang. Baru kemudian Nini datang mengetuk kamarku dangan diantar oleh bell boy pada jam 8 malam hingga aku sempat tertidur beberapa jam.

"Sorry Vir, aku tidak dapat datang lebih pagi, kamu sudah lama menunggu ya?" tanyanya sambil mengecup pipiku dan kucium bibirnya.
"Nggak kok, aku tiba tadi jam 10 pagi" kataku menggoda.
"Hayoo, mulai boong ya, kata resepsionis tadi kamu check in jam 4, bukan jam 10" katanya sambil tangannya mengelus penisku dari luar celana.

Kami duduk berdampingan sambil mengobrol kesana kemari hingga tak terasa sudah jam 9.

"Mandi dulu sana, kita makan di luar" ujarku.
"Kalau makan aku, pakai mandi dulu nggak?" Nini merajuk.
"Kalau makan kamu, nggak usah mandi dulu, ntar aku yang mandiin pakai lidah" kataku menggoda.
"Mau doong" katanya sambil membuka pakaiannya dan masuk ke kamar mandi.

Aku meneruskan menonton TV sambil tiduran di ranjang sementara Nini berendam di bathtub sekitar 30 menitan. Saat Nini telah selesai mandi, dia naik ke ranjang bertelanjang bulat lalu membuka celanaku.

"Ini yang aku rindukan, Darling" katanya sambil memasukkan penisku yang masih lemas ke mulutnya.

Seketika itu juga penisku menjadi tegang di dalam mulutnya. Sebelum tegang sempurna, aku balikkan badanku dan aku tangkap kakinya, lalu aku julurkan lidahku dan segera dengan tanpa basa basi kukorek-korek liang vaginanya hingga Nini terkejut sebentar tapi langsung mengerang keenakan karena memang inilah yang ditunggunya. Tangannya seketika menggapai penisku dan meremas-remasnya, tapi hanya 2 menit kemudian aku lepaskan lidahku, lalu aku bangun.

"Udah ah, simpen dulu buat nanti ya?" godaku.
"Vir.. Jahat kamu ya, aku mau sekarang, baru kita pergi" rengeknya.
"Hehe, kumpulin nafsunya buat nanti, sekarang aku lapar nih, kita ke Kuta, aku ada mobil temanku. Hmm.. pakai pakaian yang sexy ya" ujarku.

Nini memakai rok terusan motif agak transparan yang atasnya tergantung di bahu dan menyilang di punggung dengan tali tipis terkait di roknya bagian belakang. Belahan dadanya yang terbuka sampai perut memperlihatkan kulit dan sebagian buah dadanya yang putih dan kenyal. Bahan roknya yang jatuh mencetak bentuk buah dadanya sangat indah. Bagian punggungnya terbuka total, hanya ada 2 tali tipis menyilang di punggungnya dan bagian bawah melebar 20 cm di atas lututnya. Sebuah selendang sutra dikenakan melingkar di pundaknya menutupi bagian atas tubuhnya. Tampak sexy sekali dia malam ini, ditambah rambutnya yang diikat ke atas memperlihatkan lehernya yang indah dan seperangkat perhiasan mahal di telinga, leher, jari dan tangan menghiasi si pemilik tubuh hingga semakin menjadi perhatian bagi siapa saja yang melihatnya. Dan malam ini si sexy ini bersamaku.

Setelah kami makan, pada jam 11 aku ajak Nini untuk bertemu Arif di clubnya. Nini melepas selendangnya sebelum turun dari mobil. Arif sedang duduk di meja tengah bersama 8 orang, 5 pria dan 3 wanita. Saat melihatku, Arif langsung mempersilakan kami duduk.

"Vir.. Udah ditunggu nih.. Kok lama bener" kata Arif.
"Kenalin dulu nih.. Nini, datangnya terlambat dan gua ketiduran tadi" jawabku.
"Ketiduran atau ditidurin? Eh.. Rara mau dateng lho sebentar lagi" bisik Arif di telingaku.
"Gila lu ya.. Kan gua udah bilang kalau gua nggak sendirian" bisikku lagi.
"Tenang friend.. Rara akan dateng sama suaminya" bisiknya lagi sambil menepuk nepuk pundakku. Sekedar informasi, cerita tentang Rara juga ada di ceritaku sebelumnya: "Kamu Lelaki Bukan, Sih?"

Lalu kami saling berkenalan dengan mereka dan seperti telah kuduga, semua lelaki membelalakkan matanya memandang Nini seakan menelanjangi tubuhnya dengan matanya. Aku ditarik Arif sedikit menjauh dari meja.

"Vir.. Dia kan Nini *****?" dia bertanya.
"Awalnya gua nggak tahu bahwa dia adalah Nini *****, soalnya kalau tahu juga gua nggak bakal berani dekat-dekat" aku menegaskan.
"Sekarang ya sudah kepalang. Ternyata dia nggak seperti dugaan orang, paling tidak sama gue lho" sambungku lagi.
"Dasar buaya lu! Jadi masih bisa gua dekati nggak nih?" tanyanya penuh selidik.
"Siapa juga boleh dan bisa ngedeketin dia, tapi tergantung dianya kan, mau apa nggak" jawabku membuatnya penasaran.
"OK dah, ntar gua usaha, jangan cemburu ya" Arif berkata seakan menantangku.

Kami kembali ke tengah kerumunan dan terlihat Nini yang memang supel sudah bercengkerama dengan mereka. Di tangannya terlihat segelas red wine. Seperti biasa aku minta Cointreau Double On The Rock. Tak berapa lama kemudian, ada yang menepuk pundakku dari belakang. Sewaktu aku menoleh, kulihat Rara berdiri di belakangku dan di sebelahnya ada seorang pria yang ternyata suaminya seperti yang pernah beberapa kali kulihat di media massa.

Aku bangkit berdiri dan Rara menjabat tanganku, memberi kecupan di pipiku serta memperkenalkanku dengan suaminya. Aku diperkenalkannya sebagai sahabat lamanya 8 tahun yang lalu. Lalu aku panggil Nini, saat aku akan memperkenalkannya, Rara berteriak..

"Nini.. Ada angin apa kita ketemu di sini"

Rupanya mereka sudah saling kenal. Aku tidak heran. Ternyata suaminya juga telah mengenal Nini sekilas. Akhirnya kami duduk bersama, aku dan Nini bersebelahan, Rara dan suaminya berhadapan dengan kami. Dengan posisi seperti itu, aku bebas berhadapan dan bertatapan dengan Rara sedangkan suami Rara dengan bebasnya memandang Nini, dan itulah yang dilakukannya, sesekali matanya turun melihat paha Nini yang terbuka serta belahan dadanya yang menantang.

Musik bergema dengan kerasnya. Beberapa gelas telah kami habiskan sehingga semua yang berada di meja itu jadi typsy, terkadang bicara agak ngelantur dan saling menggoda sudah menjadi hal biasa. Kadang kupeluk Nini atau sesekali kucium pipi dan bibirnya. Demikian pula Rara bersikap mesra pada suaminya. Tapi sering kutangkap pandangan mata Rara sehingga kami sering saling menatap penuh arti.

"Ada pandangan lain dari mata Rara buat kamu, apa itu?" bisik Nini di telingaku sambil tangannya meraba pahaku.
"Ternyata mata dan perasaan kamu tajam juga ya. Rara pernah sama aku 8 tahun yang lalu, di sini juga pertama kali aku bertemu dengan dia, hubungan kami cuma sekitar 6 bulan saat aku sering kemari untuk mengerjakan proyek kantorku" jawabku berterus terang.

Ternyata jawabanku cukup memuaskannya sehingga Nini tidak bertanya lebih lanjut. Selang beberapa lagu, Nini menarik Rara untuk menggoyangkan tubuhnya di lantai dansa. Terlihat mereka berdua bergoyang dengan santainya sambil sesekali mengobrol. Tak lama kemudian terlihat Nini melambaikan tangannya padaku. Aku mendekat sehingga kami bertiga ada di lantai dansa dengan dan bergoyang seadanya.

Bersambung . . .




Nini yang misterius - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Nini melakukan proses gerakan menelan sampai aku orgasme kira kira dalam waktu semenit. Berarti Nini tidak bernafas selama itu juga, karena lubang nafas di tenggorokannya tertutup oleh penisku.

Aku bersandar di kursi menikmati orgasme paling nikmat yang pernah kurasakan selama ini. Nini meletakkan kepalanya di atas pahaku sambil melirik kepadaku. Tampak rona puas di wajahnya atas keberhasilannya menaklukkan seorang lelaki. Tak ada keringat di tubuh kami berdua karena memang kami tidak bergerak untuk mencapai orgasmeku, Nini hanya menggerakkan mulut, leher dan jarinya, sedangkan seluruh badanku diam hanya sesekali saja otot keggelku berkedut.

Nini bangkit menarik tenganku dan membawaku ke ranjangnya, Nini tahu bahwa aku sangat lemas. Dibaringkannya aku di ranjangnya yang empuk. Aku tiduran sambil memejamkan mataku untuk beristirahat. Lalu Nini berbaring di sisiku sambil sesekali tangannya mengelus penisku. Aku tahu, Nini patut mendapatkan yang terbaik yang pernah aku berikan pada seorang wanita, karena itu aku bertekad untuk habis-habisan memuaskan dia.

Tak lama kemudian aku bangkit berdiri menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya, sebuah kamar mandi mewah dengan bathtub bundar besar di tengah ruangan, cukup untuk 2 orang sekaligus. Sewaktu aku kembali ke dalam kamar, kulihat Nini telah telentang sedang memejamkan matanya dan tidak menyadari kalau aku sudah kembali.

Perlahan aku berjongkok di lantai dekat kakinya, kutundukkan kepalaku, kukecup ringan jempol kakinya. Nini agak terkejut hingga menarik kakinya, tapi dijulurkannya kembali. Aku melanjutkan mengecup seluruh jari kakinya lalu mulai mengulum jempol dan menghisapnya berkali kali. Kuulangi untuk seluruh jarinya kiri dan kanan.

"Viir.. Geli.. Tapi enaak.. Vir.." rintihnya.

Kulanjutkan penjelajahan lidahku di telapak kakinya sambil memberi gigitan-gigitan kecil di permukaannya hingga Nini menggoyang-goyangkan kakinya karena kegelian. Lalu aku naik ke betisnya, aku hisap belakang lututnya dan terus menelusuri pahanya hingga naik ke atas. Kujilati lipatan pangkal pahanya sambil sesekali menyentuh vaginanya yang masih tertutup G-String dan rok mininya masih berada di pinggang. Nini ikut terbawa nafsuku.

"Lick me.. Lick me.. Suck my clit pleassee..", ujarnya di tengah-tengah jilatanku.

Aku naik ke atas. Kutindih tubuhnya dan mulai kucium bibirnya, beradu lidah sambil menekankan penisku ke klitorisnya dan menggeseknya maju mundur, kujilat telinganya dan kugigit perlahan. Aku hisap sekeras-kerasnya, kujilat bibirnya tanpa mencium. Dia mengelinjang.

"Go down.. Go down.. Vir..", pintanya semakin bergairah. Aku jilat lehernya dengan penuh nafsu. Semakin turun, kujilat dadanya dan kugigit kecil putingnya.
"Ssff.., Vir.. Aaugghh.. More.. Moree.."

Kujilat juga perutnya. Semakin ke bawah, masih ada rok mini yang mengganggu keasyikanku. Sambil kuhisap putingnya, kubuka roknya lewat kaki serta kutarik G-Stringnya lepas. Kulanjutkan menjilati bagian perut dan kuhisap ringan pusarnya sampai bagian bawah perutnya. Kujilat klitorisnya sebentar lalu kuteruskan ke bagian sisi vaginanya sambil sesekali kuhisap agak kuat dan kupermainkan kembali klitorisnya dengan bibirku sambil terkadang kusedot. Sementara itu kumasukkan jariku sedikit ke dalam vaginanya hingga membuat dia semakin penasaran. Badannya bergoyang menahan sensasi. Tangannya meremas-remas dadanya sendiri. Dia sudah hilang kesadaran hingga kini gairahnya yang mengontrol.

"Pleasee lick it, Vir.. Oohh.. Viir.." jerit Nini.

Tetapi aku belum mau menuntaskan permainan oralku. Kuangkat tinggi-tinggi kakinya dan kulanjutkan jilatanku menuju anusnya tanpa menyentuh vaginanya hingga membuatnya semakin blingsatan. Kujilat ringan anusnya lalu kucium pinggirannya. Kubalikkan badan Nini karena dengan posisi demikian, ruang gerakku terasa kurang leluasa. Kuambil bantal lalu kusisipkan di bawah perut Nini sehingga sekarang posisi pantatnya menungging dengan kepalanya menekan ke ranjang.

Kembali kucium dan kujilat bongkahan pantatnya dari ujung atas belahan pantatnya serta menelusuri belahannya ke bawah, kugunakan kedua jempol tanganku untuk menarik kedua pantatnya sehingga lubang anusnya terbuka lebar. Kujulurkan lidahku dan menyapu melingkari permukaan anusnya.

"Ooughh..", jeritnya keenakan ketika lidahku menyentuh lubangnya. Kulingkari permukaannya sambil kudekap seluruh anusnya dengan bibirku, lalu kudorong lidahku ke dalam anusnya dengan keras sambil kuputar lidahku beberapa kali.
"Aah Vir.. Deeper.. Deeper.." rintihnya sambil menggelengkan kepalanya keenakan. Lalu dengan tiba tiba, kutarik lidahku dari anusnya dan kusedot sekuat kuatnya.
"Ooh.. What are you doing.. It's soo nice.. I can orgasm with that.. I never have that before.." teriak Nini. Lalu kuulangi teknik itu beberapa kali sampai Nini memohon..
"Vir.. Stop.. Stop.. Please.. Bring in your big cock inside me.., I am eager to have it in my cunt.." Desahnya dengan suara yang sangat merangsang.

Aku balikkan tubuhnya. Nini membuka kakinya sehingga vaginanya terpampang dengan jelas, tapi aku belum selesai dengan oralku. Kujilat kembali klitorisnya dan kupermainkan dengan bibirku dan kusedot kuat kuat. Setelah puas memainkan klitorisnya, lalu aku mulai menyorongkan wajahku ke arah kemaluannya untuk menjilatinya. Terasa bau khas kemaluan wanita yang harum dan merangsang.

"Aauuww.. Aahh.. Sshh.. Terus Vir, terruuss.. Oohh.."

Kuhisap air kemaluannya sampai kering, terasa asin tetapi nikmat. Seiring dengan hisapan-hisapanku, tubuhnya kembali semakin bergerak liar. Kumainkan liang kemaluannya dengan lidahku, kuputar-putar dan kumasukkan lidahku ke dalamnya. Terasa lidahku seperti memasuki sesuatu yang hangat dan sempit. Kumainkan kemaluannya dengan lidahku hingga membuatnya merasa akan orgasme. Badannya menegang dan pahanya menghimpit kepalaku yang membuatku susah bernafas.

"Oohh.. Ooww.. Ooww.. Uuhh.. Aahh.." rintihnya lemas menahan nikmat ketika hanya dalam 2 menit kemudian cairan orgasmenya yang hangat kembali menyembur keluar. Kemaluannya kini semakin basah karena dia baru saja orgasme dan kuhisap semua cairan yang ada dalam kemaluannya.
"Kau hebat sekali Vir, membuatku terangsang ke langit ketujuh dan orgasme, nikmat sekali cumbuanmu. Tidak salah penilaianku saat kita dinner tadi", bisiknya halus. Aku hanya tersenyum.

Lalu Nini menarik dan mencium bibirku dengan lembut, penuh dengan perasaan. Lidahnya menari-nari di dalam mulut, bermain dengan lidahku. Sementara tangannya meremas pantatku perlahan. Ditidurkannya aku kembali ke sisinya. Ciumannya bergeser ke bawah, ke leherku. Dijilatinya perlahan, kembali lagi ke telingaku, lidahnya menari-nari di dalam telinga dan menyedot perlahan ujungnya hingga membuatku melayang dan birahiku bangun kembali.

Kemudian elusannya di dada berubah menjadi remasan di penisku yang telah mengeras kembali sejak tadi. Kembali kutelentangkan tubuhnya di ranjang dengan pantat kuganjal bantal. Kuarahkan penisku ke liang vaginanya dan kudorong sedikit. Aku mulai menggoyangkan pantatku ke kanan kiri secara perlahan seakan mengorek dan menusuk-nusuk dinding vaginanya.

"Ooh.. Ooh.." Nini menjerit-jerit melampiaskan kenikmatannya sambil menggoyangkan pinggulnya dengan gerakan memutar. Tangannya memegang pinggulku lalu menariknya dengan kencang sehingga terasa sangat dalam penisku masuk di vaginanya.
"Come on vir.. Come on virr.. i am almost.. cuum.." Nini mengerang ngerang.

Kutekuk kedua lulutku lalu kuangkat kaki Nini sampai lututnya menyentuh dadanya dan kutindih dia sambil memaju-mundurkan pantatku sehingga aku dapat melakukan penetrasi sangat dalam sampai terasa tulang kemaluanku beradu dengan tulang Nini. Kurasakan ada dorongan luar biasa dari dalam tubuhku dan akan keluar melewati penisku. Kupercepat goyanganku, kudorong semakin dalam pinggangku lalu setiap kali penisku masuk dalam dalam, kukedutkan ototku hingga menyebabkan penisku semakin membesar dan mengeras.

"I am cumming.. I am cumming.. Ni.." teriakku.
"Me too, me too.. Please.. Don't stop.." Nini balas berteriak.

Akhirnya kurasakan badan Nini mengejang kuat sambil tangannya mencengkeram punggungku kuat kuat, saat itu pula spermaku kusemburkan di dalam vagina Nini sambil kudorong sedalam-dalamnya ke vagina Nini. Terada ada 5-6 semburan yang kukeluarkan dan setiap semburan mengakibatkan semakin kencangnya cengkeraman Nini di punggungku.

"Viirr.. Ooh.. Nikmaatt.. Aku keluar lagi Virr.." Nini berteriak. Badanku sedikit kuangkat untuk memberi ruang bagi Nini meluruskan kakinya dan badanku ambruk di atas badannya sambil kucium kening dan pipinya. Kulirik jam di dinding. Jam 2:12.

*****

Kami tertidur telanjang bulat berpelukan dengan AC yang masih menyemburkan udara dingin. Aku terbangun saat kurasakan kehangatan menyelimuti penisku. Terasa pelukanku kosong tapi penisku terasa geli. Kubuka mataku dan kulihat Nini sedang mengulum dan menjilati penisku. Terasa jilatannya berbeda dengan yang aku rasakan kemarin. Kali ini Nini menjilati dan mengulum penisku seperti makan lollipop, dijilatnya mulai pangkal sampai ujungnya bergantian, kadang zakarku dikulum dan disedotnya hingga menyebabkan aku kegelian.

"Nini.. Breakfast ya?" tanyaku.
"Hmm.. Hmm.." gumamnya.

Aku tarik kakinya untuk mengajaknya berposisi 69. Nini menyodorkan vaginanya ke mulutku yang langsung kujilat dan kumasukkan lidahku ke dalamnya. Penisku kembali mengeras dan tegak ke atas. Nini bangkit lalu memintaku tiduran. Lalu Nini tiduran pula berhadapan sambil memelukku. Nini mengangkat kaki kanannya dan ditumpangkannya ke kakiku sehingga vaginanya terbuka menantang.

Ditariknya pantatku lalu penisku diarahkannya ke lubang surganya. Tidak terlalu sulit untuk masuk. Saat setengah kepalanya sudah masuk, aku beri dorongan ringan tapi Nini menahan pinggulku. Bibirku diciumnya dan lidahnya menyeruak ke dalam mulutku mencari lidahku. Kami berciuman dengan hangatnya dengan penuh nafsu birahi.

Sambil berciuman, terasa penisku seperti tertarik masuk padahal aku tidak mendorongnya. Kupegang pinggul Nini yang ternyata diam juga, tetapi kembali terasa penisku memasuki vaginanya dan bibir vaginanya berdenyut-denyut menekan hingga membawa penisku masuk. Jarakku dengan Nini semakin dekat dan akhirnya menempel bersentuhan. Kuraba penisku, ternyata semuanya sudah masuk ke dalam vagina Nini. Terlihat bintik keringat di wajahnya pertanda Nini telah mengeluarkan tenaganya untuk menyedot masuk penisku.

Menakjubkan.., Nini ternyata memiliki teknik bercinta yang sangat luar biasa. Dia telah memperlihatkan teknik oral sex yang tidak ada duanya, dan sekarang dia tunjukkan pula teknik penetrasi yang jarang dimiliki oleh wanita. Konon hanya wanita dari pulau tertentu saja yang menguasaii teknik ini, padahal Nini adalah keturunan dan lahir di kota yang terkenal dengan kecantikan para wanitanya di ujung utara Indonesia ini.

Saat penisku sudah masuk semua, terasa penisku masih dipijit-pijit tapi tanpa disedot lagi. Akhirnya dia menggulingkanku dan dia naik menduduki penisku. Buah dadanya yang sangat indah kupegang dan kuremas-remas. Lalu Nini mulai memaju-mundurkan pantatnya mengocok penisku sambil menekankan klitorisnya pada batang penisku. Gerakannya semakin cepat lalu diubah dengan gerakan memutar yang semakin cepat seperti penari hula-hula. Kuremas buah dadanya semakin kencang. Penisku terasa diperas dan dipelintir.

"Nini.. Ooh.. Kamu.. Hebaat Ni.." desahku.
"Kontol kamu sih enaakk.. Jadi aku hilang kontrol.." katanya.
"Teruuss Ni, jangan berhenti.. Aku mau keluar.. Kamu masih lama nggak..?" tanyaku.
"Keluarin aja, aku juga mau keluar.." jeritnya. Putarannya semakin cepat lalu tubuh Nini mengejang hebat, terasa vaginanya semakin licin.
"Viirr.. Akku.. Keluar.. Dulu vir.." jeritnya sejadi-jadinya.

Tetapi Nini tahu apa yang harus dilakukan, putaran pinggangnya tidak berhenti, keringat sudah bercucuran dari wajah, leher dan seluruh badannya hingga menjadikan kulitnya semakin mengkilat basah dan semakin sexy.

"Nini.. Aku juga mau keluar.." teriakku.

Nini melepaskan vaginanya dari penisku dan digantikan oleh mulutnya. Penisku dikulum sambil dikocoknya dengan kecepatan tinggi. Tak lama kemudian orgasmeku tiba dan spermaku menyemprot hingga mengenai langit-langit mulut Nini. Nini berusaha tetap mengulum penisku. Setelah selesai dengan orgasmeku, tampak Nini menelan spermaku lalu dia naik ke tubuhku dan mencium bibirku.

Kami berciuman bibir. Saat lidahku kujulurkan untuk membuka bibirnya, terasa ada cairan dari mulut Nini yang memasuki mulutku, ternyata itu adalah spermaku sendiri. Nini menjulurkan lidahnya dan menyedot spermaku kembali. Lalu kami berciuman sambil bermain-main dengan spermaku.

Bersambung . . .




Nini yang misterius - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Pada pertengahan tahun 1996, aku sedang makan siang di cofee chop sebuah hotel di bilangan Sudirman dengan seorang account executive untuk urusan pelaksanaan promosi produk perusahaan dimana aku bekerja. Kami duduk di meja dekat pintu masuk dan aku mengambil kursi yang menghadap ke dalam.

Selesai menikmati makanan yang kami pesan, kami melanjutkan pembicaraan sambil minum kopi. Aku tidak sadar bahwa berjarak 3 meja searah pandanganku, duduk sekelompok tamu yang terdiri dari 3 wanita dan 2 pria. Lurus dengan pandangan mataku tampak seorang wanita cantik sekali berwajah indo yang kuperkirakan berumur 28 tahunan. Saat pandangannya tepat beradu dengan mataku, kulempar senyuman kecil di bibirku. Beberapa kali pandangan kami bertemu karena memang arahnya yang sama.

Aku pergi ke kamar kecil. Sebelum aku berdiri, aku melirik dengan sudut mataku ke arah wanita tersebut lalu kutinggalkan meja menuju toilet pria yang terletak di ujung lorong belakang resepsionis hotel. Pada saat aku selesai dengan urusanku di toilet, aku keluar dan kembali ke arah coffee shop. Belum jauh aku melangkah, tampak sang wanita cantik itu berjalan juga ke arah toilet hingga kami berpapasan.

"Hai.. Sudah selesai makannya?" sapaku iseng.
"Virano namaku, boleh berkenalan?" Mendadak keberanianku timbul sambil kuulurkan tanganku.
"Nini, baru selesai.. Sebentar lagi jalan.., kamu masih lama?" katanya sambil menjabat tanganku.
"Sebentar lagi juga selesai, lalu kembali ke kantor" jawabku.
"Hubungi aku ya.." katanya sambil memberi secarik kertas yang telah dipersiapkannya dan telah dilipat menjadi kecil yang langsung kumasukkan ke kantongku.

Tak lama kemudian kutinggalkan coffee shop tersebut tanpa melirik lagi kepadanya dan aku kembali ke kantor, meneruskan pekerjaanku. Malamnya di rumah, seperti biasanya aku keluarkan seluruh isi kantongku dan meletakkannya di meja kerjaku tanpa memperhatikan satu persatu, tetapi tidak kubuang. Biasanya, setelah beberapa hari paling lama 2 minggu, aku selalu membersihkan meja kerjaku di rumah dengan memperhatikan isi kertas yang ada satu persatu sebelum aku membuangnya. Saat kubereskan 10 hari kemudian, aku menemukan secarik kertas terlipat kecil yang diberikan oleh Nini yang berisikan sebuah nomor telepon rumah. Untung saja aku temukan karena kalau tidak aku sudah lupa dengannya. Langsung saja kumasukkan dalam memory HP-ku. Malamnya kucoba menelepon Nini. Ternyata dia tidak di rumah. Keesokan paginya aku mencobanya lagi.

"Hallo, bisa bicara dengan Nini?" tanyaku di telepon.
"Nini di sini, dengan siapa" tanyanya kembali.
"Virano, baru bangun ya?" kataku.
"Hai.., kok lama baru telepon, aku tunggu sejak kita ketemu lho, nanti sore ada acara nggak?, tanyanya.
"Justru aku telepon mau ngajak ketemu, jam 7:30 gimana?" tanyaku.

Sorenya aku menuju ke sebuah restoran di lantai 26 lantai paling atas sebuah gedung di bilangan Sudirman, sebuah restoran yang terkenal dengan steaknya dan bersuasana romantis dan agak remang pada malam hari.

Aku menunggu sekitar 15 menit sebelum Nini datang dengan anggunnya, berjalan dengan kaus putih atasan ketat tanpa lengan memperlihatkan tonjolan buah dadanya yang kuperkirakan berukuran 36B, rok mini bahan kulit ketat warna coklat, dengan tinggi lebih dari 170 cm, memperlihatkan bentuk kaki panjang yang indah menopang sepasang gundukan pantat bulat yang menggemaskan untuk segera diremas. Dengan rambut ikal tergerai sampai bahu, menunjang pancaran sinar menggemaskan dari wajah sexy menggairahkan yang mengundang minat setiap lelaki untuk segera mencicipinya saat memandangnya.

Dia mengambil kursi di hadapanku sehingga aku dapat memandang wajah sexynya sepuas-puasnya, apalagi dengan sinar lampu yang remang-remang hingga menambah gairah hangat yang terasa mengalir di sekitar pahaku. Aku memesan Rib Eye Medium Well dan Nini memesan Tenderloin Well Done beserta sebotol red wine. Kami mengobrol panjang lebar tentang dunia hiburan sampai dunia usaha dan ekonomi.

Nini adalah seorang wanita yang enak diajak mengobrol, pengetahuannya luas dengan gaya bicara serta body language yang mengagumkan sehingga membuatku sedikit terangsang. Selama pembicaraan, seringkali Nini memandang tanganku bila aku sedang meletakkan tanganku di atas meja, entah apa yang dipikirkannya.

Botol wine kami habiskan pada saat jam telah menunjukkan pukul 22:15. Tak terasa hampir 2 jam lebih kami berada di tempat itu. Kupanggil waiter untuk meminta bill. Setelah kubayar, kami berjalan menuju lift untuk menuju ke tempat parkir.

"Kamu ikuti mobilku ya.." bisiknya.
"Mau kemana?" tanyaku. Nini tidak menjawab pertanyaanku.
"Tuh mobilku" katanya sambil menunjuk sebuah Bulldog E Class warna putih yang diparkir dekat pos satpam.
"OK, mobilku itu" ujarku sambil menunjuk sebuah Honda Accord warna coklat tua.

Kami keluar dari tempat parkir menyusuri Sudirman ke arah selatan dan aku mengikuti Nini memasuki kompleks perumahan mewah dan hanya memerlukan waktu 10 menit untuk sampai di sebuah rumah yang besar. Seorang penjaga membuka pintu pagar dan Nini langsung memasukkan mobilnya ke garasi sedangkan aku sampai depan garasi saja. Tampak sebuah mobil lain tertutup kain di garasinya.

Aku diajak Nini masuk melalui pintu garasi lalu Nini mengambil sebotol wine dari lemari es-nya beserta 2 buah gelas dan menyodorkannya padaku. Aku tuang wine itu masing-masing setengah gelas dan kuberikan sebuah pada Nini. Lalu Nini menggandeng tanganku dan membawaku memasuki sebuah kamar. Kamar tidurnya yang besar mungkin berukuran 10 x 8 m, tampak lemari besar dengan berbagai hiasan, piagam dan foto. Satu set sofa dan kursi malas melengkapi isi kamar itu.

Aku tertegun agak lama karena kulihat sebuah bingkai foto besar di atas ranjang, foto Nini tanpa busana namun terkesan sangat artistik dimana Nini berpose dalam keadaan duduk, menaikkan sebelah kakinya untuk menutupi vaginanya serta kedua tangannya disilangkan untuk menutupi sepasang buah dadanya.

"Vir.., kenapa bengong.. Bagus kan fotoku? Mari kita minum lagi"

Cahaya redup menambah romantisnya suasana ditambah suara musik dari sebuah tape di pinggir ranjang dengan suara lembut di seluruh sisi kamar tersebut. Sound System yang bagus. Aku minum seteguk lalu dia mendorongku duduk di sofa yang ada senderan tangannya, gelas wine yang dipegangnya diberikan padaku.

"Kamu duduk di situ baik-baik ya, aku mau menari untukmu" suaranya lirih.

Suara musik berirama slow terdengar lembut, aku duduk di muka Nini. Musik semakin lama semakin menghentak. Nini menggoyangkan badannya mengikuti irama sambil menatapku tajam. Nini mulai menggerakkan tangannya. Berawal dari mulut, dibasahinya bibirnya dengan jilatan lidahnya. Dimasukkannya jari-jari tangannya lalu dihisap. Kunikmati adegan itu sambil menatap ke arah Nini. Dikeluarkannya sedikit desahan lalu diturunkannya tangannya ke bawah perlahan menyusuri tubuhnya.

Bergerak dengan lambat di buah dadanya, diremas-remas dengan nafsu yang mulai hadir membara. Tangannya pun mulai turun melewati perut ke arah bawah. Dipandanginya aku dengan mata penuh nafsu dan mulut mendesah-desah. Kakinya dibuka lebar lalu melangkah mendekatiku, satu kakinya dinaikkan ke kursi di antara kedua pahaku, rok mininya terangkat ke atas sehingga tampak celana dalamnya yang kecil hanya berbentuk segitiga menutupi liang vaginanya. Pantatnya diputar-putar sambil tangannya terus bergerilya di dadanya.

Kakinya dijulurkan menyentuh dan menekan penisku yang mulai menegang. Aku menarik kakinya, tapi Nini dengan halus menarik kembali kakinya hingga membuatku penasaran. Dia berbalik sambil mulai menarik kausnya ke atas melewati kepala. Tidak terlihat ada BH yang melingkar di dadanya hingga aku sempat heran karena sedari tadi aku tidak mengetahui bahwa Nini tidak mengenakan BH.

Dengan perlahan sambil tangannya meraba pantatnya sendiri, lalu Nini menjulurkan tangan, ditariknya kepalaku sambil membungkukkan badannya sehingga pantatnya berada hanya 10 cm dari hidungku. Dengan rok yang telah terangkat ke pinggul, tampak Nini hanya mengenakan G-String tipis. Nini memasukan 2 jari ke dalam vaginanya dan mengocoknya beberapa kali sambil kepalanya terus menoleh ke arahku. Aku memajukan kepalaku dan kupegang sambil kukecup pantatnya tetapi goyangan dan gerakan memutarnya yang lembut kembali menggagalkan usahaku.

Kembali dia melenggok dan memutar pinggulnya. Jarinya dikeluarkan dari vaginanya, disodorkan padaku dan segera kujilat dan kukulum kedua jari itu, lalu Nini mengocok jarinya di dalam mulutku. Penisku sudah ereksi dengan sempurna di dalam celanaku yang menggelembung. Aku berusaha untuk membuka celanaku, tapi Nini dengan sigap menarik kedua tanganku dan meletakkannya di pinggangnya. Aku mencoba memerosotkan G-Stringnya, tapi dengan erotisnya dia mencegahnya dengan menarik tali pinggir G-Stringnya ke atas.

Akhirnya Nini berjongkok dan mendorongku untuk bersandar, lalu dengan cekatan Nini membuka celana panjang dan celana dalamku melewati kedua kakiku hingga seketika penisku lepas terbebas dan langsung mencuat tegak ke atas.

"Woow.. Soo big.., it must be nice.." desah Nini perlahan.

Sambil tetap menggoyangkan pantatnya, Nini duduk di pangkuanku dan membuka kancing-kancing bajuku sampai aku telanjang bulat, sementara dia masih mengenakan rok yang telah terangkat sampai pinggang dan G-Stringnya.

"Nini.. You're soo great.., very nice breast" ujarku sambil mepegang lembut buah dadanya dengan kedua tanganku.
"Virano.. Very big.., I want to taste it, may I?" pintanya.

Nini memegang penisku sambil menundukkan kepala dan mulai mencium bibirku dengan lembut. Dijelajahinya bibirku dari ujung ke ujung. Lidahku mencari lidahnya namun dengan lihainya Nini menahannya di dalam sehingga aku hanya dapat menciumi bibirnya saja. Tiba tiba Nini menjulurkan lidahnya dan menghisap lidahku sehingga lidahku tertarik masuk ke dalam mulutnya.

"Oughh..", teriakku kaget.

Nini tersenyum nakal sambil turun dari pangkuanku. Dipegangnya penisku, bibir sexynya mulai mencium ujung lubang kecilnya lalu dijilatnya. Rasa ngilu terasa menyengat seluruh tubuhku. Kedua kakiku diangkatnya ke atas senderan tangannya lalu pantatku ditariknya sehingga aku terduduk di ujung sofa. Lalu Nini memasukkan jari tengah tangan kanannya ke mulutnya dan mengocoknya beberapa kali kemudian mencari anusku yang terbuka. Jarinya memutar di bibir anusku lalu didorongnya memasuki anusku.

Dijilatinya seluruh batang penisku, lalu diciumnya kembali ujung penisku sambil diberinya sedotan ringan yang semakin lama semakin keras sambil lidahnya tetap bermain di ujung lubang penisku. Dengan sedotan yang semakin keras, otomatis penisku masuk ke dalam mulutnya sedikit demi sedikit dan setengah panjang jarinya sudah berada di dalam anusku.

"Oohh.. Ni.. Feel soo great for me.., how can you?" deashku sambil kutengok ke bawah, Nini sedang berkonsentrasi melakukan teknik itu sambil matanya menerawang ke atas.

Dengan tekniknya, penisku semakin masuk ke dalam mulutnya, sudah 3/4 nya, sudah terasa sampai ke ujung dalam mulutnya. Nini mulai memutar kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil terus menyedot penisku hingga terasa semakin masuk. Kulihat Nini menahan nafasnya dan terus berusaha untuk mendorong kepalanya ke bawah. Akhirnya seluruh penisku berhasil masuk ke dalam mulutnya sampai bibirnya dapat menyentuh dasar penisku yang berbulu. Jarinya tetap diam berada di dalam anusku.

"Ni.. ni.., Soo deep.., very.. Nice.." aku mendesah.

Nini telah menunjukkan keahlian oralnya padaku, tepi ternyata belum berhenti sampai di situ. Nini tetap menahan penisku di dalam mulutnya yang ujungnya telah masuk sebagian ke dalam tenggorokannya, lalu dia melakukan gerak menelan dengan mulutnya berkali kali dan mulai mengocok anusku dengan jarinya, semakin lama semakin dalam rasanya hingga penisku serasa dipijit-pijit, dikocok dan diperas. Anusku juga dikocoknya dalam-dalam.

Aku tidak dapat menggoyangkan pantatku karena tertekan oleh tangan kiri Nini. Gerakan menelan dan kocokan jarinya semakin lama semakin cepat hingga akhirnya terasa ada desakan sperma mendorong keluar dari penisku. Nini mengetahui hal ini hingga dia tekan jarinya sedalam mungkin lalu berhenti, demikian juga dengan mulutnya didorong sedalam-dalamnya sehingga bibirnya menekan dasar penisku bersamaan dengan keluarnya spermaku yang langsung masuk di tenggorokannya.

"Ni.. ni.. aahh.. i'm cumming.." jeritku.
"I never feel like this before.., very nice" ujarnya.

Tak terlihat ada sperma di mulutnya karena semuanya telah langsung tertelan di tenggorokannya. Dengan sangat perlahan dikeluarkannya penisku dari mulutnya sambil tetap menahan sedotan mulutnya, jarinya pun ditarik perlahan hingga menimbulkan rasa sangat nikmat pada anusku.

Bersambung . . . .




Memamerkan celana dalam ke anak tetangga - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Jilatannya di telapak kakiku semakin menggila, sehingga aku jadi kebelet pipis. Lalu kubilang, "Dek, kakak mau pipis dulu nih, udah kebelet." Lalu entah karena dorongan setan mana, aku berpikir, "mungkin asik kalo mengencingi dia...". Lalu aku membuka CDku dan mengangkangi wajah anak malang itu dan mulai mengencingi wajahnya. Dan tanpa kusangka-sangka dia malah semakin mendekatkan wajahnya dan membuka mulutnya lalu meminum air kencingku yang waktu itu lumayan banyak dan deras. Dia begitu antusiasnya meminum air kencingku sampai-sampai dia menempelkan mulutnya di memekku dan meminum air kencingku langsung dari lubang pipisku. Dan ketika selesai aku bisa merasakan dia berusaha menyedot-nyedot memekku. Mungkin dia belum puas meminum air kencingku, namun itu malah memberikanku kenikmatan yang tiada taranya, dan entah kenapa kalau teringat fakta bahwa memekku dijilat sama anak berumur 7 tahun justru membuatku semakin terangsang. Dan kelihatannya dia juga sangat menikmati menjilat memekku yang kini sudah basah dengan air kencing dan ludah. Kami melakukan itu cukup lama sebelum selesai. Dan ketika mencapai orgasme aku menjambak rambutnya dan menekan wajahnya ke memekku sambil mendesah dengan keras.

Setelah itu akupun mengajaknya mandi dan membersihkan tubuhnya, sehingga tidak lagi tercium aroma kencingku di tubuhnya. Setelah selesai kami duduk lagi di ruang tv yang juga sudah kubersihkan sampai wangi. Akupun berkata, "Adek seneng gak kakak gituin tadi?" Dia pun hanya mengangguk dengan malu-malu dengan wajah memerah. "Kalo gitu ntar kapan-kapan kamu mau lagi gak?", lagi-lagi dia hanya mengangguk. Lalu kulanjutkan, "Tapi jangan bilang-bilang sama siapa-siapa ya?" Lalu dia kelihatan bingung dan bertanya, "Emangnya kenapa Kak?"
"Soalnya kalo ketauan kita pasti dimarahin dan dihukum, emang kamu mau begitu?"
"Gak, kak. Tapi, benerkan kakak mau ngencingin Budi lagi?", mendengar kata-kata dan nadanya yang polos, aku jadi bernafsu kembali. Lalu kutarik tangannya dan kucium bibirnya, setelah kulepaskan dia sebentar lalu aku berbisik di telinganya "iya kakak mau banget, tapi ada syaratnya"
"Apa kak syaratnya?", lalu ,"Kamu harus nurutin semua yang kakak suruh ya?", lalu dia menjawab setengah bercanda, "Wah kalo gitu Budi sama aja dengan budak kakak dong?" Dan lagi-lagi karena mendengar kata-katanya, nafsuku semakin menjadi-jadi, dan kukatakan padanya, "Iya, kamu jadi budak kakak, tapi kakak gak akan nyuruh kamu yang berat-berat kok. Kakak Cuma nyuruh kamu yang "enak-enak"."
"Ya udah Budi mau Kak, Budi seneng banget bisa deket-deket cewek cantik seperti Kakak.", Katanya sambil malu-malu.
"Halah kamu sok tau, masi kecil juga", kataku sambil memeluknya dan kembali mencium bibirnya. Dan akupun mulai memasukkan lidahku ke mulutnya, dia pun menyambutnya dengan semangat dan mulai menghisap-hisap lidahku. Entah berapa kali dia memohon supaya aku meludah ke mulutnya, walaupun sudah cukup banyak ludahku yang ditelannya. Dia berkata "Kak, ludah kakak enak banget. Sama kayak air kencing kakak. Kalo Budi kayaknya, semua yang keluar dari tubuh kakak, Budi mau kak?"
"Ah masa", kataku sambil meludah lagi ke mulutnya...

Lalu kamipun kembali membuka baju, namun kali ini aku juga ikut menjilat dan menghisap kontolnya yang masih imut itu. Dia ngerasa sangat kegelian sekaligus nikmat. Berkali-kali dia berhenti sambil menikmati isapanku di kontolnya. Setelah kami sama-sama puas (yah walaupun dia tidak sampai keluar, dan kayaknya dia masih belum bisa orgasme deh) kamipun duduk berdampingan di sofa tadi. Dan tiba-tiba dia minta lagi, namun kali ini dia ingin menjilatin dan menciumi anusku. Akupun sampai terkaget-kaget, dan kali ini bahkan dia sangat betah menjilati anusku, dan dia tetap melakukan itu sampai tiba waktu ibunya pulang dari jualan. Lalu dia mengucapkan terima kasih kepadaku, dan aku juga membalas ucapannya, lalu kubilang padanya, "Kakak gak tau, kamu sesuka itu dengan seluruh tubuh kakak. Laen kali kamu datang kemari, kamu boleh minta apa aja ke kakak, mau air kencing, ludah, keringat sampe tai kakak juga boleh", kataku sambil bercanda. Lalu dia seperti terpana mendengar kata-kataku dan pulang sambil masih terdiam. Aku tahu dia sudah tak sabar menantikan pertemuan kami berikutnya. Begitu juga aku.

Tamat




Memamerkan celana dalam ke anak tetangga - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Hai namaku riska. Umurku sekarang 22 tahun. Aku memeliki kecenderungan sex yang sedikit berbeda. Aku merasa horny bila sedang mempertontonkan tubuhku. Dan masturbasiku pun menjadi jauh lebih nikmat apabila setelah mempertontonkan tubuhku. Biasanya, hanya celana dalamku yang kuperlihatkan ke orang lain, itu juga hanya ke anak kecil, yang berumur 16 tahun kebawah. Aku takut apabila mempertontonkan tubuhku ke pria dewasa, aku akan diperkosa nantinya. Nah, aku akan menceritakan eksibisi pertamaku, yang telah membuatku menjadi seperti ini...

Saat itu umurku masih 16 tahun, dan aku masih duduk di bangku sma. Aku tinggal di daerah yang rumahnya berdekatan. Dan orang-orang yang tinggal disitupun sangat bersahabat. Mereka saling membantu dan mempercayai satu sama lain. Yah seperti orang yang tinggal dikampung-kampung gitulah. Aku tinggal dirumah hanya bertiga dengan kedua orang tuaku, karena aku anak tunggal. Orang tuaku pun sering pergi ke luar kota untuk pekerjaannya dan akupun tinggal sendirian di rumah. Mereka tidak takut meninggalkan aku sendirian karena daerahnya yang sangat bersahabat...

Waktu itu aku baru saja pulang dari sekolah dan sedang nonton tv di ruang tengah ketika pintuku diketuk seseorang. Ketika kubuka, ternyata bu Murni yang tinggal disebelah rumahku bersama anaknya.
"Ris, ibu boleh minta tolong gak?", tanyanya.
"Mau minta tolong apa bu?"
"Ini lho, ibu mau pergi jualan, trus gak ada yang jagain si Budi . Boleh gak ibu titipin si Budi disini?", Pintanya.
"Loh kan biasanya yang jualan si Deni, emang si Deni kemana bu?"
"Si Deni kan tahun ini sudah SMA, ibu gak mau mengganggu sekolahnya, jadi mulai sekarang ibu yang pergi jualan. Lagi pula tantenya lagi gak di rumah, ibu gak tau lagi nih, mau ditip kemana", katanya.
"Ooh gitu ya bu, ya udah ga papa, asal si Budi nih gak rewel aja Bu", candaku.
"Aah tenang aja, si Budi ini penurut kok, lagian dia gak akan berani melawan kamu. Dia kan malu banget kalo dekat-dekat cewek", kata bu murni sambil tertawa. Dan memang si Budi tuh sangat pemalu anaknya, padahal wajahnya lumayan cakep walaupun masih 7 tahun umurnya. Dan akhirnya setelah berbasa-basi sebentar bu Murni pun meninggalkan kami berdua...

Akupun berusaha membuat si Budi merasa nyaman dengan mengajaknya ngobrol, tapi gagal karena dia hanya menjawab singkat semua pertanyaanku kepadanya. Kayaknya sih dia emang bener-bener pemalu anaknya. Atau mungkin juga dia merasa grogi karena wajahku yang cantik ini. Walaupun badanku termasuk pendek, tapi aku memiliki tubuh yang cukup bagus, dan sudah memiliki bentuk tubuh seorang wanita dewasa. Apalagi kulitku putih. Namun karena gaya dan tingkahku yang agak kekanak-kanakan, belum ada cowok yang mau mendekati aku. Biasalah, anak SMA kan selalu sok dewasa, jadi gak pernah ada cowok yang ngerasa cocok denganku. Semua cowok yang ngedeketin aku ujung-ujungnya menganggapku sebagai adik.

Akhirnya, setelah usahaku mendekatkan diri dengan si Budi gagal, aku hanya memberinya majalah anak-anak yang masih aku baca sampe sekarang dan aku nonton tv di dekatnya. Awalnya dia keliatan asik dengan majalahnya. Namun setelah beberapa lama dia keliatan gelisah, dan terus-terusan memandang ke arahku. Tadinya kupikir dia hanya bingung mau ngapain, tapi setelah kuperhatikan ternyata di memandang ke bawah rokku yang memang bakal kelihatan karena dia duduk di lantai di depanku, sedangkaan aku duduk di sofa dan tanpa sadar mengangkangkan kakiku. Tadinya begitu sadar aku ingin langsung menutup kakiku. Tapi setelah melihat dia yang gelisah dengan wajah yang (sangat) memerah aku menjadi merasakan sesuatu yang berbeda. Entah kenapa walaupun aku merasa malu celana dalamku dilihat orang lain, aku justru menyukai perasaan malu itu. Dan wajahkupun mulai terasa panas dan jantungku berdebar dengan kencang. Dan akhirnya aku memutuskan untuk membiarkannya melihat celana dalamku Aku berusaha tidak memandang wajahnya lagi agar dia leluasa mengintip celana dalamku. Semakin lama aku semakin melebarkan kakiku. Dan setelah semakin terangsang dengan pertunjukan ini, aku pun menyuruhnya duduk mendekat kearahku, dan dia pun menurut tanpa banyak tanya. Lalu aku menarik meja yang ada dibelakang dia. Sehingga dia duduk diantara sofa dan meja yang posisinya sekarang sudah merapat.

Kini dia duduknya sangat dekat denganku, bahkan lututku berulang kali menyentuh kepalanya, namun kali ini dia duduk menghadap kedepan, karena dia tidak berani lagi mengintip celana dalamku dengan jarak sedekat itu. Aku pun mengajaknya bercakap-cakap sehingga memberinya alasan untuk melihat kebelakang dan aku bisa melihat dia menatap celana dalamku. Dan akupun semakin bergairah, bahkan mungkin dia bisa melihat celana dalamku mulai basah kena cairan memekku. Aku pun berusaha menahan keinginan bermasturbasi yang memang sudah cukup sering kulakukan, dengan susah payah. Lalu akupun menjadi semakin berani dengan menarik rokku sampai paha sehingga cdku semakin terpampang jelas. Belum puas dengan itu, aku menaikkan kakiku yang satu ke meja, dan yang satu lagi aku lebarkan selebar-lebarnya. Sehingga sekarang posisinya aku mengangkang tepat didepan wajahnya. Si Budi kelihatan semakin gelisah dan kadang dia menatap cdku cukup lama, dan kalau dia melakukan itu, aku membelai-belai rambutnya sambil tersenyum semanis yang aku bisa. Lalu akupun menyuruhnya untuk lebih mendekat lagi, namun kali ini aku menyuruhnya untuk duduk menghadapku dengan alasan tidak sopan membelakangi orang yang sedang berbicara dengan dia...

Dia memutar tubuhnya perlahan dan kulihat tubuhnya bergetar dengan kentara. Dan ketika dia mengahadapku dia tak bisa memalingkan wajahnya dari celana dalamku, dan pahaku yang putih mulus itu. Setelah itu aku menarik meja itu semakin rapat, dan kunaikkan kedua kakiku ke atas meja. Sehingga kali ini kepalanya berada diantara kedua pahaku. Kali ini aku menarik rokku sampai atas sehingga sekarang celana dalamku bisa terlihat bebas. Dia tidak bertanya kenapa kulakukan itu, mungkin emang karena sifatnya yang pemalu. Aku sudah benar-benar bernafsu kali ini, dan mungkin dia pun juga. Saking nafsunya, aku meletakkan kedua kakiku di pundaknya dan menggesek-gesekkan pahaku kewajahnya. Aku bisa melihat dia seperti tidak terpana, namun amat menikmati sentuhan pahaku dan menggerakkan wajahnya kesamping agar bibirnya menyentuh pahaku, aku pun semakin menggila karena terkena bibirnya yang hangat dan basah di pahaku. Dia juga tidak keberatan ketika aku menarik kakiku dan menempelkan telapak kakiku di wajahnya. Lalu kusuruh dia membuka mulutnya, lalu kumasukkan jempol kakiku ke bibirnya yang mungil. Dia pun langsung mengemut jempol kakiku dengan gemas, dan menjilat-jilat telapak kakiku.

Bersambung . . . .




Malam yang indah

0 comments

Temukan kami di Facebook
Kejadian tersebut betul-betul tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup. Karena peristiwa itu adalah pertama kali saya merasakan betapa nikmatnya di setubuhi sekaligus dijadikan obyek seks oleh tiga pria sekaligus.

Kondisi tempat kost saya yang sangat sederhana bahkan boleh dibilang sangat tidak memadai membuat semua ini bisa terjadi. Walaupun begitu, saya sangat menikmati tempat tinggal tersebut karena selain usaha salon saya bisa sedikit berkembang, para tetangga di sekitar tempat saya tinggal juga dapat menerima keberadaan saya apa adanya tanpa ada rasa benci dan menganggap saya sebagai makhluk yang aneh. Mereka pada umunya sangat baik, saling hormat menghormati dan saling harga menghargai satu sama lain. Apa yang bisa disumbangkan dari kepandaian yang saya miliki, saya berikan kepada mereka dengan cuma-cuma tanpa meminta uang sepeserpun. Bagi saya, asal mereka senang saya pun ikut senang. Misalnya dalam hal merias pengantin yang sering diadakan di tempat kami tinggal dan juga kegiatan-kegiatan warga lainnya seperti dalam HUT Kemerdekaan saya pun ikut terlibat di dalamnya. Hal tersebut membuat hubungan saya dengan warga sekitar dapat terpelihara dengan baik.

Dengan kondisi seperti ini, saya juga sangat bersyukur karena kebetulan dikaruniai wajah yang cantik dan tubuh yang seksi sehingga membuat para pria yang pernah melihat saya akan terkagum-kagum dibuatnya. Bahkan ada beberapa di antara mereka yang belum tahu kalau saya adalah waria. Namun ada juga beberapa orang lainnya yang terus terang ingin meminta saya untuk mau menjadi istri atau pacarnya walaupun mereka tahu kalau saya adalah waria, sayangnya kebanyakan dari mereka adalah bapak-bapak yang sudah punya anak dan istri.
"Saya nggak mau bikin rusak rumah tangga orang lain lho Mas.." ujar saya suatu kali kepada Mas Kurdi yang masih keturunan Arab itu.
Ia begitu memaksa saya untuk jadi istrinya setelah selama dua hari menginap di kamar saya dan merasakan servis yang luar biasa dari saya.
"Soalnya bukan apa-apa Lin.. cara kamu melayani aku itu lho yang membuat aku kesengsem sama kamu.." rayu Mas Kurdi dengan nada gombalnya.
"Aku merasa jadi laki-laki yang sesungguhnya dipelukanmu.. karena kamu sangat pandai dan sangat sabar memberi perhatian buatku baik di ranjang maupun tidak di ranjang.." kata Mas Kurdi mencoba meyakinkanku.
"Iya Mas.. tapi Mas Kurdi kan sudah punya istri.. nanti gimana kalau istri Mas tahu suaminya kawin lagi.. sama waria lagi.." ujar saya meluruskan pikirannya.
"Iya betul.. tapi saya nggak pernah dapat kepuasan seperti yang saya dapatkan dari kamu Lin.." kata Mas Kurdi dengan terus memaksa.
Karena saya tidak mau dipaksa, akhirnya Mas Kurdi menyerah juga. Dan sekarang kalau libidonya sedang naik saja dia datang mencari kepuasan birahi dari tubuh saya ini.

Setelah menyelesaikan pekerjaan memotong rambut dan merias wajah Bu Henny pada pukul 18:00 sore, seperti biasa saya langsung pergi mandi. Pada saat masuk ke kamar mandi sebenarnya saya tidak tahu kalau ada orang yang sedang mengintip. Namun setelah beberapa guyuran air saya tumpahkan ke tubuh saya, ada suara yang mencurigakan di atap kamar mandi. Seketika saya kaget juga, tapi lama-lama saya malah jadi senang karena ada yang melihat saya mandi. Sengaja saya melakukan gerakan-gerakan yang erotis untuk membuat si pengintip jadi tambah nafsu. "Ah.. ah.. aahh.." saya mendesah sambil memilin-milin puting payudara saya. Kemudian saya juga menjilati ketiak saya sendiri dan mengangkat salah satu kaki saya ke atas bak mandi untuk selanjutnya mulai menusuk-nusukan jari tangan saya ke lobang anus saya secara perlahan-lahan. Gerakan memilin dan mengusap puting payudara serta menusuk lobang anus itu membuat saya jadi sangat keenakan. Saya sendiri paling suka kalau melakukan itu sambil mengkhayal sedang diperkosa oleh pria yang gagah dan ganteng serta punya kemaluan yang agak besar. Setelah beberapa saat, akhirnya saya tidak tahan untuk melakukan masturbasi. Dengan nafas yang terengah-engah karena menahan nafsu dan kenikmatan, saya mulai menjerit-jerit kecil "Aduh.. enaak sekali.. ahh.. aahh.. oohh.. aahh.." sampai-sampai rasa gelinya terasa amat sangat di sekujur tubuh yang kemudian mengejang dan akhirnya saya hanya dapat berteriak "Aaahh.. sshhss.." dan cairan putih kental itu pun muncrat dari kemaluan saya yang beberapa cipratannya tampak menempel di bulu kemaluan saya yang memang lebat. Akhirnya saya hanya berharap si pengintip bisa menikmati semua pertunjukan ini.

Malam itu udara terasa sangat panas sekali. Di luar rumah masih terdengar beberapa orang sedang mengobrol dan terkadang diselingi tawa dan nyanyi. Sementara saya di dalam kamar yang kecil ini sedang mendengarkan radio yang sedang menyiarkan lagu-lagu dangdut populer sambil merapikan beberapa alat kencantikan yang telah saya pergunakan kerja seharian. Setelah semuanya rapi, sekaranglah waktunya untuk merias diri sendiri pikir saya. Mulai menata rambut saya yang panjang sebahu, me-make-up wajah dan memakai parfum yang bisa mengundang birahi laki-laki. Biasanya kalau sedang kepingin cari tambahan atau ingin cari kemaluan buat dihisap, saya langsung pilih baju yang seksi dan kemudian panggil tukang becak minta diantarkan ke lokasi mejeng. Tapi malam itu rasanya kok malas. Mungkin karena sudah kerja seharian jadi badan rasanya ingin ditidurkan saja.

Ketika mencoba mau tidur, tiba-tiba pintu ruang depan diketuk orang.
"Mbak Linda.. Mbak Linda.. malam Mbak.."
"Ya malem.. siapa diluar.." kata saya.
"Saya Anto Mbak.. mau ngomong sebentar boleh nggak..?" terdengar suara Anto yang memang sudah saya kenal memanggil saya.
"Ia Nto.. sebentar ya.. ada apa sih kok malam-malam begini.." ujar saya sambil membuka pintu.
Ternyata di luar Anto tidak sendirian. Ia ditemani oleh dua orang laki-laki yang belum saya kenal sebelumnya.
"Ini lho Mbak.. teman saya.. namanya Giyono dan satunya lagi namanya Romli katanya mau kenalan sama Mbak.. Kalau Mbak nggak keberatan boleh nggak teman saya ini ngobrol-ngobrol sebentar sama Mbak.. Orangnya baik kok Mbak.." kata Anto berpromosi sambil sedikit merayu saya untuk segera dapat menyilakan masuk ketiganya.
Walaupun masih lelah tapi hati saya sebenarnya senang juga dengan kedatangan tamu-tamu seperti mereka ini. Selain cakap-cakap mereka juga sangat menggairahkan. Setelah dipersilakan masuk dan duduk tak satupun di antara mereka yang mau memulai bicara.

"Ayo sekarang mau ngobrol apa nih.." kata saya.
Ditanya demikian Giyono baru berani menjawab.
"Sebenarnya saya mau minta maaf Mbak.."
"Lho memangnya kamu salah apa.. kok pake minta maaf segala.." jawab saya.
"Eh.. eh.. sebenernya gini Mbak.. saya mau minta maaf soalnya saya sama Romli ini.. tadi sore ngintip Mbak lagi mandi.." katanya terus terang.
"Oh itu.. nggak apa-apa kok.. lebih dari ngintip juga nggak apa-apa kok kalo kamu mau.." balas saya tambah ngawur.
"Ah masa Mbak.. misalnya apa Mbak.." kata Romli yang tiba-tiba ngomong padahal dari tadi dia cuma diam saja.
"Misalnya nih.. ini misalnya ya.. itu juga kalo kamu mau lho.. kamu bertiga tuh memperkosa saya, gimana.. mau nggak..?" tawar saya kepada mereka.
"Wah kalo yang gituan sih nggak usah ditawarin Mbak.. kita ke sini emang mau ngentot Mbak.." kata mereka hampir bersamaan.
"Ya kalo begitu ditutup dulu ya pintunya.. dan kamu semua saya persilakan untuk memperlihatkan kemampuan kamu masing-masing.." ujar saya dengan penuh semangat.

Akhirnya saya betul-betul dikerubuti oleh tiga laki-laki itu sekaligus. Setelah dengan paksa mereka mendudukkan saya di sofa, mereka bertiga juga dengan rakusnya membuka baju tidur saya sehingga saya langsung telanjang bulat. Karena setiap tidur saya memang tidak pernah memakai BH dan celana dalam. "Gile cing seksi banget nih Mbak Linda.. pantatnya bahenol banget.. toketnya bener-bener bikin gua nafsu nih.." kata Romli sambil mengisap dan menjilati kedua payudara saya. Sementara itu Anto sudah menjulurkan kemaluannya ke mulut saya dan dia juga ingin dibuat enak. "Ayo Mbak isep Mbak kontol ini Mbak.. jilatin deh Mbak.. ayo Mbak terruuss Mbak.. bikin Anto keluar Mbak.." Saya mendengar desahannya makin bernafsu untuk mengisap dan menjilat kemaluan Anto sampai keujung-ujungnya termasuk ke biji pelirnya. Dan yang tidak kalah asyik adalah kelakuan Giyono yang dengan beringasnya mengangkat sekaligus merentangkan kedua kaki saya dan menjilati paha sampai ke pangkal paha serta sasaran akhirnya yaitu lubang pantat saya yang seksi, katanya. Saya betul-betul kegelian dibuatnya. Setelah beberapa menit Romli menjilati payudara, ketiak dan perut saya, Giyono melahap habis tempik saya serta kemaluan Anto yang kelihatannya mau keluar. Tiba-tiba Giyono menyuruh saya untuk tidur telentang. "Ayo Mbak sekarang telentang deh biar saya embat tempik Mbak ya.." Ketika kemaluan Giyono sudah benar-benar masuk ke tempik saya, dia menggenjotnya dengan lincah dan penuh semangat. Saking semangatnya tubuh saya pun ikut bergoyang-goyang keras. Romli juga masih sibuk mempermainkan kedua payudara saya. "Ayo angkat kedua tangan Mbak.. biar saya jilatin sekalian ketiak Mbak yang baunya bikin saya pingin ngentot Mbak ini.." ujarnya makin kesetanan. Sedangkan kemaluan Anto semakin cepat mulut saya mengisap maka semakin mengeras dan membesar batang kemaluan itu di mulut saya. Saya jadi yakin ini pasti sudah mau keluar.

"Ayo terus Mbak.. terus Mbak.. terruuss Mbak.. aahhsshh.. aahhss.." dilepasnya batang kemaluan itu dari mulut saya dan ketika sampai puncaknya, maninya yang asin dan enak itu dimuncratkan kepermukaan wajah saya dan..
"Ccrreet.. crreet.. crreet.."
"Ah.. enak juga peju kamu Anto.." kata saya sambil menelan sisa-sisa sperma yang meleleh dibibir dan pipi saya.

Sementar itu permainan Giyono dan Romli makin seru saja. Bahkan jadi semakin menggairahkan ketika tangan Romli sekarang mulai menjamah kemaluan saya dan mengocoknya secara perlahan-lahan. Dan yang lebih kurang ajar lagi, dia duduki wajah saya dengan pantanya dan ia minta agar batangannya juga dihisap seperti punya Anto. Saya betul-betul tidak berdaya ketika kedua tangan saya direntangkan ke atas dan dipegang kuat-kuat oleh Romli sambil batangannya dimasukkan maju mundur di mulut saya.
"Iya gitu dong.. Mbak Linda pinter banget deh.. sshh.. ennaakk Mbak.. ennaakk Mbak.. aahh.." hanya itu yang keluar dari mulutnya.
Kenikmatan itu bukan hanya dirasakan oleh Romli, saking nikmatnya Giyono pun makin cepat gerakannya dalam menusuk lubang pantat saya. Sambil memegang kedua paha saya ke atas dan kadang-kadang mencubit pantat saya dengan gemasnya dia berujar, "Aduuhh Mbak.. tooloong Mbak.. kontol saya udah nggak kuuaatt.. mau keluuaarr.." dan..
"Creet.. creet.. cret.. creet.." akhirnya air sperma yang sangat banyak itu membanjiri lubang pantat saya.

Ketika kedua temannya sudah duduk lemas karena keenakan "gituan". Romli masih terus menggenjot pantat dan batangannya di mulut saya. Menurut saya dia ini mainnya sangat kasar. Tapi justru itu yang paling saya suka. Setelah puas di mulut saya, dia pindah posisi ke lubang pantat saya. Gerakan-gerakannya main liar saja. Sambil bersetubuh dia mainkan juga kemaluan saya untuk dikocoknya dan terkadang juga dia menggigit puting kedua payudara saya.
"Ayo Mbak kita keluar sama-sama ya.." ujarnya penuh harap.
Setelah beberapa menit saya memang sudah tidak tahan untuk orgasme karena rangsangan-rangsangan hebat yang dibuat oleh Romli di seluruh tubuh saya.
"Mbak mau keluar ya.. saya juga Mbak.. sebentar.. sebentar Mbak.. kita sama-sama Mbak.. tuu kaan Mbak.. wah enaakk sekaalii Mbak.. saya juga nggak tahan nih.. aduuhh.. ahhsshh.. Mbaakk saya keluaar Mbaakk.." teriaknya.
Bersamaan dengan itupun saya akhirnya keluar juga, "Aaahh.. sshh, gigit tetek saya dong Mas.."
"Creet.. creet.. creet.."
Ah.. wah benar-benar malam yang indah buat kami berempat.

Tamat




Kisahku dengan sepasang lesbi

0 comments

Temukan kami di Facebook
Ini adalah kisah nyata, namun saya tidak akan menceritakan secara rinci, karena saya tidak mau seseorang yang kenal dengan salah satu pribadi yang ada di dalam cerita ini dapat mengetahuinya.

Sebenarnya peristiwa ini terjadi di tahun 1997, saat itu usia saya sudah 23 tahun. Saya mengalami percintaan dengan sepasang lesbi, sebut saja Rina (23 tahun) dan Rini (21 tahun). Saat itu aku baru kenal dengan Rina di lokasi syuting sebuah film percintaan yang kebetulan aku menjadi pemeran utama prianya bersama 3 pemeran utama wanita yang salah satunya Rina itu. Berhubung karena dua pemeran utama wanita lainnya sudah punya pacar dengan sering datang ke lokasi syuting, hal ini menjadikanku lebih akrab dengan Rina.

Kami sering bicara tentang apa saja kecuali relationship. Sampai suatu hari, di saat kami sedang berduaan di kamar rias, aku berhasil mengarahkan pembicaraan tentang seks. Namun dia tidak banyak bercerita, hanya banyak bertanya dari apakah aku pernah berhubungan seks, berapa banyak, dengan berapa orang, pernah 'jajan', sampai gaya yang kusuka.

Sampai suatu hari, dia mengajukan pertanyaan yang membuatku bingung.
"Di, aku perlu bantuan kamu, tapi kamu bisa pegang rahasia nggak..?"
Aku pun langsung mengangguk, karena pikiranku sudah kotor saja. Dan ternyata benar, dia mengajakku berkencan dengan syarat aku harus 100% mengikuti gaya permainan yang diinginkannya. Dan di sore harinya saat kami berdua harus menunggu jadwal berikutnya di malam hari, Rina langsung mengajakku mencari motel terdekat dengan menggunakan mobilnya.
"Pake mobilku aja yah Di..?" pintanya.
Dan aku bilang, "Enaknya kamu aja deh, Rin."

Kami pun langsung meluncur ke salah satu motel di Jakarta dekat lokasi syuting, namun yang membuatku kaget, begitu sampai di garasi dia langsung membuka bagasi dan mengeluarkan dua gulung kain putih.
Melihat wajahku yang kebingungan, dia bertanya, "Kamu ngga berubah pikiran, kan..?"
Singkat kata, aku pun sudah berbaring di tempat tidur hanya menggunakan CD, dan dalam keadaan kedua tangan dan kaki terikat dengan kain yang dibawanya tadi. Dia pun tanpa buang banyak waktu langsung membuka seluruh bajunya, tinggal BH dan CD yang berwarna biru muda berenda-renda yang masih menempel di tubuhnya.

Kemaluanku yang memang sudah tegang sejak di perjalanan seakan ingin mencuat keluar dari CD. Namun anehnya, dia tidak menyentuhku sama sekali, hanya memainkan kedua payudaranya dan mendesah sendiri. Tidak lama kemudian dia mencopot BH-nya, dan waauuw.., bentuk payudaranya indah sekali (saya tidak tahu ukurannya, karena memang bagi saya bentuk lebih utama daripada ukurannya).
Dia pun terus memainkan kedua payudaranya, lalu berkata pelan, "Sekarang saatnya laki dipake perempuan."

Aku hanya diam, dan akhirnya kupejamkan mata, karena itu yang dia minta dari awal, kupikir akan kuikuti saja permainannya. Dia pun mulai meraba dan mengelus seluruh tubuhku dan meremas-remas kemaluanku, agak sakit sebenarnya tapi tidak kuperlihatkankan agar dia dapat menikmati sepuasnya. Beberapa menit berlalu, aku pun menikmatinya, dan akhirnya kudengar seperti suara CD yang dilepaskan, dan dia pun semakin menaiki tubuhku. Karena penasaran, aku pun mulai sedikit membuka mata, kulihat dia menyodorkan kemaluannya di depan wajahku, dan memintaku menghisapnya. Aku pun menghisapnya tanpa rasa jijik, karena aku hanya menemukan aroma harum kemaluan wanita yang terjaga kebersihannya.

Beberapa saat kemudian, terdengar dari mulutnya yang dari tadi diam seribu bahasa desahan, dan kemaluan Rina sudah sangat basah sekali, bukan karena ludahku, tapi pasti karena dirinya sudah sangat terangsang. Namun kurasakan ada benda dingin menempel di pahaku, ternyata Rina hendak menggunting CD-ku, mungkin karena sulit melepaskan dalam keadaan aku terikat kuat begini. Kemaluanku yang sudah agak pegal karena dari tadi tegang terus, kini agak lega karena sudah tidak tertahan CD lagi. Rina pun langsung menempelkan ujung barangku di depan kemaluannya, dan kali ini terdengar desahannya lebih keras dan lebih lepas lagi.

Perlahan tapi pasti, Rina mulai menurunkan pantatnya, dan memasukkan barangku lebih dalam lagi. Kenikmatan yang amat sangat yang kurasakan ini seakan tidak ingin kukeluarkan barangku dari kemaluannya. Dia pun sambil mendesah dengan nafas yang terengah-engah terus menekan hingga habis barangku ditelan kamaluannya.

Walau dalam keadaan terdiam, aku dapat merasakan kehangatan dan denyut kenikmatan di dalam kemaluannya. Lalu Rina pun mulai mengangkat sedikit pantatnya, dan mulai menggoyang-goyang, semakin lama semakin kencang namun bukan kenikmatan tapi sakit yang kurasakan, barangku seakan mau patah. Gerakannya hanya berlangsung semenit, Rina langsung roboh terkulai lemas mencapai klimaksnya, dan banyak sekali cairan yang keluar dari kemaluannya yang seakan tidak melakukan hubungan seks selama bertahun-tahun.

Rina langsung berdiri, melepaskan barangku, dan langsung menuju kamar mandi tanpa memperdulikan aku yang belum mencapai orgasme. Lagipula pikirku aku tidak akan mencapai klimaks dengan cara yang menyakitkan tersebut.

Beberapa saat kemudian, Rina kembali dari kamar mandi dan membersikan barangku dengan handuk yang sudah dibasahi dengan air hangat dan dalam keadaan diriku masih terikat. Dia mulai menciumiku dan seluruh tubuhku tanpa satu centi pun yang terlewat, dan kini dia menghisap barangku dengan kuat sekali seakan ingin ditelannya sampai habis. Beda sekali Rina yang tadi dengan yang sekarang penuh kehangatan, walaupun dia belum melepaskan ikatanku. Dia memperlakukanku lebih halus dan lebih merangsang, namun tampaknya kali ini dia sangat bernafsu dan ingin segera memasukkan barangku ke dalam kemaluannya. Tanpa susah payah barangku pun telah masuk, dan kali ini sangat basah kurasakan di dalam kemaluan Rina. Dia pun langsung menaikkan dan menurunkan pantatnya, manggoyangnya berputar-putar.

Saat itu hanya kenikmatan tiada tara yang kami rasakan berdua, dan hanya dalam waktu 2 menit Rina sudah mencapai klimaks dan jatuh tergeletak di dadaku. Dan Rina segera menggunting ikatanku, dan memintaku segera menyetubuhinya.
"Hajar aku Di, siksa aku sampai pingsan..!" katanya sambil membuka lebar-lebar kedua kakinya hingga tampak kemaluannya yang sangat merah dan basah berlendir.
Aku pun langsung menyetubuhinya dalam keadaan telentang, tengkurap (doggy), miring dan kedua kaki disilangkan.

Rina pun mencapai orgasme dalam setiap gaya tersebut, sampai akhirnya aku sudah tidak sanggup menahan kenikmatan.
Kuberitahu Rina bahwa aku akan keluar, dia pun berkata, "Iya Di, keluarin.., keluarin yang banyak, aku juga mau keluar nih..! Ohh Aldi, aku sayang kamu.."
Aku pun mempercepat genjotanku, tapi herannya Rina sudah orgasme tapi aku belum walaupun sudah kurasakan di ujung barangku. Dan sekitar tiga menit kemudian, barulah aku menyemburkan sperma yang menyemprot sampai tujuh kali. Ohh, memang ini salah satu orgasme-ku yang terbaik.

Setelah itu kami pun bersama-sama ke kamar mandi untuk bilas, dan kami pun berpelukan erat dan melakukannya lagi di wastafel kamar mandi. Sambil berdiri, kusenderkan Rina di tembok, lalu sambil berjalan menuju sofa, dan berakhir disana. Dan mungkin karena lengkungan sofa, hingga membuat barangku terbenam seluruhnya mentok yang kurasakan di ujung anuku, dan kulihat Rina pun menggeliat dan menggelinjang hebat disana.

Saat kembali ke lokasi syuting, kami tidak langsung turun dari mobil, karena katanya ada masalah penting yang ingin dibicarakannya denganku. Akhirnya Rina mengaku bahwa temannya Rini yang pernah datang ke lokasi syuting itu adalah pasangan lesbinya. Mereka sudah berpacaran selama sebelas bulan. Rina yang katanya sempat membenci laki-laki, lebih dulu membujuk Rini yang pernah ditiduri pacarnya sekali untuk membuktikan cintanya sebelum cowok itu berangkat sekolah di luar negeri, dan ternyata disana dia punya cewek lain. Dalam hati aku berkata, masih ada saja cewek yang dapat dibohongi dengan cara begitu.

Rini pun berhasil dibujuk Rina untuk tidak menyukai laki-laki lagi, dan mereka sepakat untuk menjadi sepasang kekasih. Dan Rina meminta bantuanku yang dianggapnya tepat untuk meyakinkan ke Rini bahwa berhubungan seks dengan laki-laki tidak sesakit yang pernah Rini rasakan pertama kali sebelumnya.

Dan sampailah suatu hari di kamar Rina, Rini dalam keadaan terikat dengan mulut tersumbat rapat dengan alasan Rina ingin mencoba suasana baru, dan Rini menurut saja. Padahal aku masuk dan membuat Rini merasakan kenikmatan berhubungan seks yang sesungguhnya.

Setelah Rini sudah dalam keadaan terikat kuat, Rina keluar meninggalkan kamar. Aku pun langsung masuk dan menutup pintu kamar dengan rapat. Dapat kulihat ada pancaran kaget dan takut pada wajah dan tatapan mata Rini, aku pun iba dan tidak tega melihatnya, tapi kepalang basah dan aku sudah berjanji kepada Rina untuk menolong mereka untuk berhubungan kembali dengan laki-laki. Aku pun bertekad dalam hati bahwa aku harus berhasil. Aku berpikir tidak mungkin berhasil dalam hubungan pertama, karena dia baru sekali melakukan hubungan seks, dan itu sudah lama berlalu, tentu lubang kemaluannya sudah rapat kembali.

Dengan wajah ketakutan, Rini memperhatikan setiap gerak-gerikku, dan membuatku sedikit gerogi. Aku pun mulai mengusap-usap kakinya dan bagian dalam pahanya, lalu kucium kering (tanpa lidah) seluruh tubuhnya. Rini yang tadinya meronta-ronta hingga pergelangan tangan dan kakinya agak memerah mulai mengurangi pemberontakannya, entah karena sakit, capek atau dia tahu kalau aku tidak bermaksud menyakitinya. Sambil kucium, kuremas pelan payudaranya dan kulepas BH-nya.

Kuperhatikan bulu halusnya mulai berdiri, kupikir aku mulai dapat meningkatkan seranganku. Kumainkan payudaranya dengan dua jari tangan kiriku, sedangkan tangan kananku mulai mengelus kemaluan Rini dari luar CD-nya. Aku pun sempat terperangah mendapatkan putingnya yang mulai mengeras. Bertambah sedikit keyakinanku bahwa segalanya akan berjalan lebih mudah dari yang kubayangkan pertama. Setelah kugesekkan jari-jariku di belahan pangkal pahanya, kulihat cairan vagina Rini mulai becek dan tembus di CD-nya. Aku pun memberanikan diri menyelipkan jariku untuk meraih klitorisnya, dan seperti yang kubayangkan sebelumnya, ternyata memang Rini sudah terangsang habis.

Karena lupa minta gunting sama Rina, dengan susah payah kutarik putus CD Rini. Dan kuperhatikan nafas Rini mulai tidak teratur, dadanya bergerak naik turun dengan cepat. Kujilati kemaluan Rini dan kuhisap klitorisnya secara terpisah (cara ini kudengar dari pembicaraan orang dewasa waktu saya masih SMP, katanya disebut Indian Style).

Pantat Rini bergerak naik turun, sekarang bukan hanya dadanya, tapi seluruh tubuhnya bergetar dengan kuat. Tidak lama kemudian keluar cairan hangat dari dalam kemaluan Rini, dan getaran tubuhnya melemah. Kini kuhisap kering payudaranya, namun saat kutatap matanya Rini memejamkan matanya, padahal aku tahu kalau dia selalu mencuri kesempatan untuk menatapku. Kuusap lagi kemaluannya dan kupijat-pijat kecil di sekitar pangkal pahanya, dan ternyata tanpa membutuhkan waktu lama, Rini mulai menikmati sentuhan-sentuhanku di tubuhnya.

Kini mulutku kembali bergerilya di selangkangannya, dengan menjilat dan menghisap klitorisnya secara terpisah. Ketika kurasakan tubuh Rini mulai bergetar lagi, kupikir inilah saatnya memasukkan barangku tanpa Rini harus merasakan sakit. Aku pun bangun dan siap untuk menggagahinya. Dan ketika barangku sudah di mulut kemaluan Rini, kulihat Rini masih dalam keadaan terbungkam mulutnya menggelengkan kepalanya dengan pelan, tapi kemudian dia memejamkan matanya lagi dan membuang wajah. Aku pikir ini penolakan basa-basi, langsung kuhujamkan barangku ke dalam kemaluan Rini tanpa hambatan yang berarti. Dan mulai kumaju-mundurkan barangku, tapi kurasakan vagina Rini sangat basah dibandingkan dengan Rina.

Dan dalam waktu yang singkat, aku langsung merasakan bahwa aku akan orgasme.
Dengan santainya kukatakan pada Rini, "Rin, aku mau keluar.."
Kulihat Rini menggelengkan kepalanya lagi, dan aku benar-benar tidak tahu maksudnya apa, tapi ada bekas air mata mengalir yang belum dilap, dan aku tidak tahu kapan keluarnya, namun tubuh Rini mulai bergetar lagi dan sepertinya dia mencapai klimaks berbarengan dengan aku. Aku tidak tahu apa aku terlalu bernafsu hingga permainan yang, "sebenarnya" hanya berlangsung sekitar tiga menit. Namun saat kucabut, aku masih melihat lendir kemerah-merahan bercampur darah yang keluar dari kemaluan Rini.

Aku keluar kamar, dan mendapatkan Rina yang sedang menunggu dengan wajah cemas.
Rina pun bertanya, "Gimana Di, sukses..? Rini gimana..?"
Kubilang lumayan tapi memang harus dua kali baru sempurna. Aku pun pamit untuk segera kembali ke kamar. Aku mulai menciumi Rini lagi yang masih dalam keadaan terikat dan mulut tersumpal. Namun karena kurasakan barangku sudah mengeras, langsung saja kutempelkan kepala barangku ke vagina Rini, lalu kugesekkan di klitoris dan sekitarnya, Rini pun tampak kegelian.

Kami sempat terkaget karena pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan Rina masuk ke dalam, mungkin karena melihat tidak ada tanda-tanda marah atau kebencian di mata Rini. Rina membuka sumpalan mulut Rini dan mereka pun berciuman. Namun hanya sebentar, dan Rina melepaskan ikatan Rini. Rina mendorongku hingga tidur telentang, lalu mulai mengulum penisku, dan Rina melakukannya dengan sangat baik. Tanpa disuruh, Rini menibanku dan mulai menciumi bibirku, kami pun berciuman. Dan Rina melepaskan kulumannya, lalu memanggil Rini agar memasukkan penisku dangan menjongkokiku.

Dengan bantuan, Rina memegang pinggul Rini, mengangkat dan menurunkannya lagi sehingga gerakannya menjadi teratur, mereka pun berciuman lagi. Tidak lama kemudian Rini mencapai klimaks dan jatuh terbaring di sebelahku.
Rina segera menghampiri dan berkata, "Aldi, giliranku kapan..?"
Tanpa menunggu jawabanku, Rina langsung melebarkan kangkangannya, dan melesakkan penisku ke dalam vaginanya yang hangat merangsang dan basah itu.

Setelah Rina selesai, kemudian Rini lagi, lalu terakhir ditutup dengan Rina. Selesai sekitar jam sebelas malam, kami keluar untuk beli makan di mobil, lalu kembali ke rumah Rina yang memang tinggal sendiri di Jakarta, dan kami bertiga melakukannya lagi sampai jam setengah empat pagi tapi sulit saya ceritakan disini.

Diantara beberapa pengalaman saya, ini adalah cerita yang cukup berkesan bagi saya, dan patut untuk dibagi bersama pembaca lain. Saya menulis ini juga karena tergerak setelah membaca pengalaman-pengalaman lainnya yang dibagikan kepada pembaca. Untuk Rina dan Rini, maaf kalau waktu itu aku sempat menghilang (ganti nomer handphone), karena punya pacar yang cemburuan, tapi kalau sampai membaca cerita ini, tolong email aku. Kalau mungkin kita dapat bernostalgia lagi.

Tamat




 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald