Tiga wanita - 3

0 comments

Temukan kami di Facebook
Kalau di tempat asalku sangat sukar untuk bergaul dengan orang Cina, maka di Surabaya hal itu bukan hal yang aneh. Aku bergaul akrab, bisa bermain-main,
berkunjung dan berjalan-jalan dengan mereka. Keinginanku sejak menginjak
Surabaya ialah merasakan nikmatnya tubuh wanita Cina. Itu memang menjadi
obsesiku. Seorang wanita Cina atau kalau boleh lebih harus menjadi sasaran
birahiku. Tak kusangka, semuanya berjalan lancar. Wanita itu ialah Mei Lan.

Kisahnya bermula dari Ibu Sherlly. Sesudah beberapa kali bersetubuh memuaskan
wanita yang gede nafsu ini, aku menyatakan keinginanku untuk bersetubuh
dengan seorang wanita Cina. Kupikir Bu Sherlly tak akan keberatan mencarikan
wanita-wanita idamanku tersebut. Bukankah ia juga yang memperkenalkanku kepada
Ibu Suwarsih?

"Bu Sher", kataku satu malam, setelah melewati beberapa kali orgasme.

"Ada apa, jantanku", sahutnya sayu.

"Bu Sher jangan marah ya", sahutku sambil mengelus-elus kedua payudaranya yang
bulat dan montok itu.

"Nggak, kok", sahutnya sambil mengelus kemaluanku yang mulai mengeras lagi.

"Sudah berkali-kali saya bersetubuh dengan Ibu dan Ibu Suwarsih. Kalian berdua
selalu puas dengan kejantananku. Hanya aku belum puas. Aku punya obsesi,
menyetubuhi seorang wanita Cina. Kalau lebih dari satu itu lebih baik", kataku.

Hahahaha..", Ibu Sherlly tertawa. "Ngapain pingin wanita Cina?"

"Di tempat asalku, sangat sukar bergaul dengan wanita Cina, apalagi bersetubuh
dengan mereka. Ini jelas sangat menantangku. Ingin kurasakan, seperti apa
nikmatnya bersetubuh dengan wanita Cina itu", kataku

"Kalau itu sih gampang", sahut Ibu Sherlly. "Tapi kamu mesti kuat lho! Wanita
Cina nafsunya gede-gede, kuat-kuat, sangat lama puasnya."

"Kalau soal kuat, jangan khawatir", sahutku. "Ibu khan sudah pernah merasakannya. Yah khan."

"Tentu jantanku. Itu kuakui", sahut Ibu Sherlly. "Mudah kok, ada Mei Lan.
Suaminya sudah nggak kuat. Selalu ejakulasi dini. Mana bisa Mei puas.
Sebentar, kutelepon Mei. Biar esok jadi hari pertamamu menikmati tubuh wanita
Cina impianmu."

Tangannya menjangkau telepon di atas meja kecil di samping tempat tidur.
Diputarnya angka-angka itu, sementara tanganku sendiri terus sibuk
memutar-mutar kedua payudaranya.

"Halloo, Mei", kata Ibu Sherlly. "Nih ada khabar gembira untukmu. Ada
penodong yang galak, mungkin bisa bantu kamu. Kan udah lama puasa. Gimana?
Setuju? Besok siang? Okay! Dijamin deh, orangnya kuat. Malah Mei yang akan
kewalahan. Pokoknya, Mei akan menjadi seperti pengantin baru. Nah, siap-siap
yah? Gimana? Namanya Rudy. Agak hitam. Tapi itu khan bukan soal. Yang perlu
kan burungnya. Hahaa.. Gimana? Oh ya, itu sih gampang. Aku akan keluar dan
kembali sore harinya. Jadi jangan khawatir. Kalian bisa menggunakan ruangan
tamu di depan. Pokoknya buat seperti rumah sendiri deh! Tentu! Mau ngomong
sendiri?"

Gagang telepon diopernya kepadaku. Terdengar desah suara lembut dan sexy seorang wanita.

"Halloo, Bu Mei", kataku sopan.

"Rudy yah", katanya. "Ini Mei. Belum kenal yah? Kata Sherlly kamu sangat kuat.
Mau nemanin Ibu besok? Soalnya Ibu udah lama puasa nih. Ibu mau
bersenang-senang sedikit besok. Gimana? Bisa?"

"Untuk Ibu aku selalu bersedia ", sahutku nakal. "Pokoknya, pasti memuaskan."

"Gimana? Puas dengan Bu Sherlly", katanya.

"Wah, gawat. Nafsunya gede, kayaknya nggak pernah puas, tuh. Nih, lagi rebahan
telanjang bulat di sampingku", sahutku. "Sudah beberapa jam, tapi katanya
belum puas dia. Maunya ditambah."

"Beruntung deh Sherlly ", sahutnya. " Tapi ngomong-ngomong, hemat-hemat
tenaga, yah. Besok Ibu mau sepuas-puasnya. Hihihihii.."

"Siap deh, Bu", sahutku.

Telepon diputus. Aku menoleh, tersenyum kepada Ibu Sherlly, sambil terus
mengelus tubuhnya yang mulus. Sebentar lagi tubuh indah itu akan kugumuli
lagi, bukan saja karena aku suka, tetapi itu juga kerinduannya.

"Nah, mana komisinya", kata Bu Sherlly.

"Komisi?", sahutku pura-pura tak mengerti.

"Yah, tentu dong", katanya. "Kan sudah dicarikan wanita Cinanya. Jadinya,
komisi itu wajib hukumnya." Ia tersenyum nakal. Cepat aku bergerak menerkamnya.

"Ini komisinya", sahutku sambil menerkam tubuhnya. Aku menyerangnya diiringi
tawa cekikikannya yang membangkitkan birahi.

"Jangan sekarang", sahutnya genit. "Ibu lapar, pengen makan."

Walau nafsuku telah menggelegak, aku terpaksa bersabar dan menurutinya ke
ruang makan, tanpa merasa perlu berpakaian. Ia pun tidak berpakaian, sehingga
buah dada dan pantatnya yang motok, putih mulus itu bergoyang-goyang naik
turun dengan indahnya. Aku menelan ludah sembari tersenyum penuh kemenangan.
Pantat dan buah dada yang montok dan indah itu memang telah menjadi milikku.
Bu Sherlly memang milik suaminya, tetapi tubuhnya itu milikku. Sesudah makan
kembali kami bergumul di ranjangnya. Dan kembali kami tenggelam dalam
pertarungan birahi yang panas dan menegangkan. Kuhabiskan dua jam lagi untuk
menggumuli tubuh montok itu, menyetubuhinya dan memuaskan nafsu birahinya.
Dalam kepuasan yang luar biasa itu, aku tertidur di lekukan payudaranya,
menanti hari pertama pertarunganku dengan seorang wanita Cina.

Ibu Mei Lan adalah seorang wanita berusia tiga puluh tiga tahun. Suaminya
sering keluar. Kalaupun di rumah dan bersetubuh dengannya, Ibu Mei tidak
pernah puas. Setelah sekian lama tak pernah orgasme dan sekian sering harus
puasa sex, kini ia sungguh membutuhkan seorang lelaki jantan di ranjangnya.
Penyampaian Ibu Sherly tepat waktunya. Aku tersenyum penuh kemenangan. Tidak
kusangka, begitu mudah menjangkau tubuh seorang wanita Cina di sini.

Hari masih cukup pagi, sekitar jam sembilan. Hawanya cukup sejuk, mendung dan
kelihatannya akan hujan. Bagus, karena seakan menjadi pelindung baru. Aku baru
saja bangun dari tidur dan mandi, setelah melewatkan malam menikmati hubungan
kelamin yang panas dengan Ibu Sherlly. Aku berdiri di depan cermin memandang
tubuhku yang telanjang bulat. Kupandangi kemaluanku yang panjang dihiasi bulu
yang hitam lebat. Kemaluan yang sudah sekian banyak kali memasuki dan menyatu
dengan tubuh Ibu Sherlly dan Suwarsih. Dan sekarang kemaluan yang kubanggakan
ini akan memasuki babak baru pengalamannya, memuaskan birahi seorang wanita
Cina.

Pada saat itu kudengar derum lembut suara mobil. Sebuah mobil merah hati masuk
ke halaman rumah Ibu Sherlly. Dari balik kaca jendela kamarku, kulihat sesosok
wanita turun. Wanita Cina cantik itu mengenakan baju merah muda berleher
rendah dan celana panjang jeans biru. Rambutnya hitam legam, lebat panjang
sampai hampir menyentuh pinggulnya, dibiarkan tergerai. Dari postur tubuhnya
dan caranya berjalan, langsung dapat kulihat besar dan montok buah dada dan
pantatnya. Nafsu birahiku langsung menggelegak, ingin rasanya aku segera
merengkuh tubuh montok itu dan menyetubuhinya. Tapi aku harus menahan diri.
Aku harus menciptakan kesan baik, sehingga saatnya nanti dia akan mencariku
untuk memuaskan nafsu birahinya. Kalau sudah demikian, seperti Ibu Sherly, dia
pun akan dapat kusetubuhi kapan saja aku mau.

"Bu Mei sudah datang", kata Ibu Sherlly sambil membuka pintu kamarku,
memandang tubuhku yang telanjang bulat.

"Pakai saja kamar tamu. Telepon sudah ku blok. Tak akan ada yang mengganggu. Selamat memuaskan birahi si montok itu.
Aku akan keluar rumah, biar kalian leluasa 'tempur'. Tetapi jangan lupa, malam nanti giliranku."

Tangannya terjulur menangkap kemaluanku, diusap-usapnya sejenak dan lantas
diremasnya. Aku mengerang nikmat dan balas menggerayangi buah dadanya. Ia
berbalik dan meninggalkanku. Kupandangi tubuhnya yang indah padat dibalut
celana ketat. Tubuh yang sudah sekian sering menyatu denganku tetapi seakan
selalu memiliki daya tarik yang baru, sehingga aku pun selalu rindu untuk
menikmatinya. Dari balik jendela kulihat kedua wanita itu bertemu di teras,
berpelukan, berbisik, saling menepuk bahu, lalu tertawa cekikikan. Kulihat Ibu
Sherlly masuk ke dalam mobil sambil mengepalkan tangannya. Ibu Mei tertawa.
Tak lama kemudian, mobil itu menderum meninggalkan rumah. Ibu Mei melambaikan
tangannya dan berbalik memasuki ruang depan.

Aku tersenyum dan berpakaian. Sekarang tidak ada lagi yang menghalangi
hasratku. Rumah ini segera menjadi arena pemuasan nafsu birahi Ibu Mei, dan
sejalan dengan itu pemenuhan obsesiku, menikmati tubuh seorang wanita Cina.
Betapa beruntungnya aku, wanita Cina pertama ini sungguh menawan. Tubuhnya
begitu padat, pantatnya bulat besar, menggantung dan berayun lembut naik
turun, dibalut ketat celananya. Payudaranya menonjol ke depan dengan jujurnya,
dapat kubayangkan betapa nikmatnya meremas, mengisap dan berbaring di atas
kedua bola montok itu.

Aku turun menyambut Ibu Mei. Ia tersenyum manis sekali. Walau baru kali ini
bertemu, langsung saja ia merangkulku lembut. Sudah terasa getar birahinya
yang menggelegar. Kupeluk tubuh montoknya itu dan membimbingnya masuk. Tanpa
membuang waktu, segera mulutku mencari bibirnya. Bibir-bibir kami saling
mengulum, berusaha menimbulkan hasrat birahi yang lebih besar. Dari bibirnya
kurayapi pipi, telinga, leher dan mulai menuruni dadanya yang terbuka.
Sementara itu tanganku dengan leluasa bermain di pantatnya yang besar
tergantung lembut berayun-ayun itu.

"Mau minum?", tanyaku. Ia mengangguk. "Wiski? Anggur? Coke? Orange Juice?"

"Anggur ", sahutnya. "Udara agak dingin, biar badanku menjadi panas.

"Oh, kalau untuk itu Ibu Mei tak perlu kuatir", sahutku tersenyum. "Ibu akan
minum anggur yang lezat, dan menghangatkan badan", sambungku nakal.

Ia tersenyum mencubit pinggangku, paham sepenuhnya akan maksudku. Kutuangkan
anggur merah di gelas berkaki tinggi, satu untuknya, satu untukku. Kuangkat ke
depannya membuat toast. Ia pun tersenyum sambil mengangkat gelasnya.

Kuulurkan tanganku menjamah payudaranya, sementara tangannya terulur menangkap
kemaluanku. Kami beradu gelas, meneguk sekali dan sama-sama meletakkan gelas
di meja. Tangan saling mengulur, dan kami telah bertemu dalam pelukan hangat.
Mulut kami bertemu dan bibir saling mengulum dengan penuh gairah. Kurasakan
tubuhnya menggeletarkan nafsu birahi yang semakin tinggi. Dan gelas-gelas
minuman itu sama sekali terlupakan. Aku merengkuh tubuhnya dan perlahan
membimbingnya ke kamar tamu. Kudorong pintu itu dan tak lama kemudian kami
telah berbaring di tempat tidur. Mulutku beralih menjarah lehernya. Ia
menelentang sambil terus mendesah menahan gairah nafsu birahinya. Ia
merentangkan tangannya lebar-lebar, bergerak-gerak agar mulut dan tanganku
leluasa menjarah-rayah seluruh tubuhnya.

Ketika nafsunya yang menggila itu semakin memuncak, tanganku beralih membuka
setiap lembar kain yang menutupi tubuhnya. Kulepaskan baju dan celananya.
Tubuh bahenolnya itu dengan segera sangat merangsang kejantananku. Akupun
melepaskan pakaianku. Dengan kemaluan yang tegak sekeras laras senapan aku
memandangi tubuhnya terbaring lurus di atas tempat tidur. BH kecil merah muda
yang dikenakannya hanya menutup seperempat buah dadanya. Celana nilon tipis
berwarna sama itu juga sama sekali tidak dapat menyembunyikan kemaluannya yang
telah dipenuhi cairan. Dengan tenang tapi penuh gairah kulingkarkan tanganku
kebalik punggungnya untuk membuka kancing BH-nya. Kugeserkan kemaluanku yang
tegak itu ke pahanya yang putih, besar, halus dan merangsang. Ia mendesah.
Terlepasnya BH mencuatkan kedua buah dadanya, laksana dua buah gunung kembar.
Tanganku menerkamnya dan dengan halus meremasnya. Ia mendesah-desah nikmat dan
terus menggeliat-geliat dengan mata tertutup.

Perlahan ku susupkan tanganku ke balik celana dalamnya. Ia menjerit kecil dan
membiarkan diriku menelanjanginya. Kini ia terbaring dengan tubuh telanjang
bulat tanpa sehelai benang pun melekat di tubuh mulusnya. Kulepaskan tubuh
mulus itu, mataku jalang menikmati semuanya. Matanya terpejam menikmati semua
ini dengan mulut sedikit terbuka dan terus mendesah. Tanganku beralih merayapi
segala lekuk tubuhnya, merasakan halus kulitnya dan padat tubuhnya. Kubuka
kedua pahanya dan nampaklah lubang kemaluannya yang telah basah itu. Tanganku
menekan pinggirnya, sehingga terbukalah mulut kemaluannya menampakkan bagian
dalamnya yang berwarna merah muda segar. Tanpa membuang waktu kudaratkan
mulutku ke sana. Kujilat klitorisnya.

"Auu..", jeritnya tertahan dan tersentak bangun.

Ditekannya kepalaku untuk lebih menyatu dengan selangkangnya. Lidahku menyelusup masuk
dan dengan lincah mempermainkan klitorisnya. Ia menggeliat tak tentu arah,
kehilangan pegangan sama sekali.

Menyadari kalau ia telah berada di bawah kekuasaanku, aku tidak ingin membuang
waktu lebih lama. Kurebahkan ia ke atas ranjang. Pahanya sudah membuka lebar,
dengan bibir kemaluannya yang merekah siap menerima diriku. Kurasakan
kemaluanku pun sudah mengeras ingin segera bersatu dengannya. Perlahan-lahan
kuturunkan pantatku. Di bibir kemaluannya aku berhenti sejenak sekedar
mengungkit nafsunya. Ia menggeliat-geliat. Mendadak ia menghentakkan pantatnya
ke atas, maka meluncurlah kemaluanku ke dalam kemaluannya tanpa kendali. Aku
sepenuhnya bersatu dengannya. Kurasakan ia menjepit kemaluanku lembut.
Kenikmatanku adalah kenikmatan sempurna. Jadi beginikah enaknya tubuh seorang
wanita Cina?

Perlahan tapi pasti aku menggerakkan pantatku naik turun. Ia menggeliat-geliat
semakin tak tentu arah. Paha mulusnya menggeletar diiringi desah suaranya yang
bergumam tak jelas. Gerakan pantatku semakin cepat dan keras, menciptakan
sensasi yang tak tertanggungkan. Ia pun aktif memutar-mutar pantatnya yang
montok memperbesar rasa nikmat yang semakin menggila. Jari-jarinya mencengkam
seprei seakan mencari pegangan, namun ia telah mengapung seperti kapas kering
tanpa sandaran sama sekali.

"Aauu..", erangnya. "Lebih keras! Lebih keras! Lebih keras lagi!"

Aku tak perlu menunggu perintahnya. Kukencangkan otot perutku dan menaikkan
irama gerakan pantatku. Kugenjot kemaluannya dengan kemaluanku yang semakin
membesar, memanjang dan bertenaga. Melihat geliat tubuhnya dan desah
nikmatnya, nafsuku pun semakin membara. Kemaluannya yang lembut basah
berlendir itu semakin menantang. Ia sudah tak sanggup lagi menjepit batang
kemaluanku. Jari-jariku erat mencengkeram kedua buah dadanya yang semakin
mengeras. Putingnya sudah sekeras lada menusuk-nusuk telapak tanganku.
Remasanku semakin kuat dan ia mengaduh-ngaduh dengan nikmatnya.

"Ooouu.." desahnya. "Teruskan! Teruskan! Achh.. Achh.."

Kutingkatkan kecepatan goyangan pantatku. Bunyi irama keluar masuknya
kemaluanku berkecipak karena kemaluannya telah dipenuhi lendir licin. Ia
menjerit keras dan meraih tubuhku ke dalam pelukannya. Kujatuhkan diriku dan
kurasakan empuk buah dadanya. Aku tahu ia mengalami orgasme saat itu. Tetapi
aku belum. Aku berbaring tenang di atas tubuhnya, sementara kedua kakinya
ketat membelit pinggangku. Kemaluanku masih tetap sekeras laras senapan. Aku
melonggarkan sedikit belitan pahanya di pinggangku dan mulai bergerak lagi
dengan cepat.

"Ooohh..", jeritnya. "Oh.. teruskan! Lebih keras! Lebih keras! Aaa.."

Gerakanku telah menciptakan sensasi yang belum pernah dirasakannya. Ia betul
menikmatinya. Dengan satu gerakan yang teramat manis, kusentakkan pantatku dan
membenamkan kemaluanku dalam-dalam. Ia menggelepar dan meninju-ninju
punggungku. Jeritannya tersekat dibahuku. Aku merasakan spermaku memancar
dengan derasnya, memasuki liang kemaluannya yang juga sudah basah kuyup.
Hangat kunikmati geletar tubuhnya menahankan kenikmatan yang tak ada duanya.
Lama kami diam membatu dengan kelamin yang terus berhubungan. Setengah jam
lewat tanpa satu kata. Hanya desah napas yang menandai masih adanya kehidupan.

Aku mengangkat tubuhku. Ia memandangku dan tersenyum manis sambil
membelai-belai wajahku. Aku mengecup bibirnya yang merah merekah itu dengan
penuh gairah. Kucabut keluar kemaluanku, meneteskan sisa-sisa cairan maniku
yang bercampur dengan lendir kemaluannya ke atas perutnya.

"Ternyata lebih jantan dari dugaanku", sahutnya. "Sherly pasti menjerit
kepuasan setiap malam. Wah, iri hati aku", katanya.

"Kalau itu tak perlu khawatir", kataku. "Tinggal merancang bersama Bu Sherly,
kapan membagi waktunya. Aku juga perlu tubuh yang montok menawan ini",
lanjutku sambil mengelus-elus kedua payudara bulat dan montok.

Kami pun beralih ke kamar mandi. Aku lebih dulu kembali ke kamar. Ia muncul
dari sana dengan handuk yang menutupi bahunya tetapi terbuka dada hingga mata
kakinya. Aku berdiri menikmati keindahan tubuhnya itu dengan gairah
bernyala-nyala. Ia mendekatiku dengan gerakan nan gemulai, meggairahkan
kelelakianku. Goyangan lembutnya itu terus menggodaku, sehingga kemaluanku
kembali tegak. Tak sanggup menanti lebih lama, aku menerkam tubuhnya itu
dan menggumulinya di atas tempat tidur. Ia menjerit-jerit dan tertawa
keriangan. Ia pun menggeliat-geliat menyiapkan diri untuk persetubuhan
gelombang kedua.

Aku membalik tubuhnya. Dengan diam-diam ia menungging. Pantatnya ditinggikan
sehingga aku dengan mudah dapat menyetubuhinya dari belakang. Pantatnya yang
bulat besar itu merangsang sungguh kelelakianku, namun pada mulanya
menyulitkan aku ketika aku berusaha menggenjot lubang kemaluannya. Tetapi
tentu saja aku tak akan menyerah, malah itu menantangku untuk beraksi dengan
lebih lihai. Kemaluanku kugosok-gosokan ke pantatnya yang putih mulus. Ia
mendesah, sementara itu kulihat kemaluannya telah bergerak-gerak, minta segera
dikawini. Aku membiarkan ia penasaran menanti.

"Masukkan sekarang!"serunya. "Masukkan sekarang juga! Aku tak tahan lagi! Oh,
cepat! Cepat!"

Kuturunkan pantatku dan mengamati kemaluanku yang tegak ke atas. Kugerakkan
perlahan-lahan ke atas. Di depan pintu kemaluannya aku menggerakkan sejenak,
membuat ia semakin menggeliat minta disetubuhi. Mendadak aku menerobos ke atas
dengan gerakan cepat dan keras.

"Aaa..!" jeritnya. "Aaacchh..!"

Kepalanya mendongak ke atas, meneriakkan kenikmatan yang tak terkira. Untung
rumah sudah tertutup rapat sehingga tak ada yang tahu apa yang terjadi. Ia
mengerang-ngerang dengan tubuh yang menggeletar hebat menahankan rasa nikmat
yang tak terhingga. Aku terus menggenjot dengan cepat dan keras. Ia semakin
tidak berdaya seperti kapas kering yang terapung. Akhirnya, dengan satu
hentakan keras spermaku memancar dengan deras ke dalam lubang kemaluannya.
Tangan dan lututnya melemas sehingga ia terjatuh ke bawah. Tubuhku pun melemas
dan terjatuh menindihnya. Kemaluanku yang masih memancarkan sperma tercabut
dari lubang kemaluannya sehingga pantatnya basah tersiram spermaku. Aku jatuh
menindihnya, tanpa peduli dunia sekitar.

Lima belas menit kami terbaring saling menindih tanpa kata-kata. Yang ada
hanya geletar tubuh menahankan sisa-sisa kenikmatan. Ia bergerak sejenak dan
berputar menghadapku. Lelehan spermaku membasahi perutnya. Ia tersenyum
menatapku dengan mata berbinar menandakan kepuasan seksual. Dibelainya wajahku
dan dikecupnya bibirku. Dadanya terasa hangat dan empuk di dadaku.

"Terima kasih!" bisiknya. "Aku belum pernah sepuas ini."

Makan siang itu terasa lebih nikmat karena diselingi dengan gesekan-gesekan
tubuh. Ketika rangsangan itu tak tertahankan lagi, aku pun menyetubuhinya
langsung di meja makan itu. Sekali lagi ia menjerit-jerit nikmat karena
sensasi sex. Mendengar erangan dan melihat geliat tubuhnya itu, nafsuku justru
semakin menggila. Aku menyetubuhinya dari segala posisi. Dari depan, dari
belakang, dari atas atau dari bawah. Semuanya itu pengalaman baru baginya.

Sore itu Ibu Sherly pulang dan mendapati kami masih asyik bergulat di ruang
tengah. Kami sama sekali tidak memperhatikan kalau Ibu Sherly melihat
segalanya dari balik kaca pintu. Ketika Mei menjerit-jerit karena orgasme yang
kesekian kalinya, Ibu Sherly masuk dan bertepuk tangan. Ibu Mei memerah
wajahnya tertangkap sedang bersetubuh.

Tamat




Tiga wanita - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Pagi ini aku bangun dari tidur dengan badan yang terasa pegal. Bisa dimaklumi, karena sejak Sabtu hingga Minggu soreh kemarin, aku telah melewatkan hari yang penuh pemuasan nafsu birahi dengan Suwarsih di Villa Pacet. Aku tersenyum sendiri membayangkan pertarunganku yang dramatis dan mendebarkan dengan Suwarsih yang berbuah dada besar dan berpantat teramat besar yang selalu bergoyang-goyang indah, dihiasi oleh kemaluan yang hangat, basah dan berbulu lebat. Sambil bersiul-siul kecil aku melangkah ke kamar mandi. Badanku pun beralih segar setelah mandi, hilanglah segala kepenatan karena pertarungan dengan Suwarsih kemarin. Kuputuskan line telepon karena ingin kulewatkan hari itu sepenuhnya untuk beristirahat.

Hari berikutnya aku bangun dengan tenaga baru. Sekitar jam 11 pagi aku kembali ke rumah kost yang dekat dengan kampus. Baru saja aku masuk telepon berdering.
"Hallo", sahutku. "Ini Rudy."
"Hai kuda liar", sahut suara kenes seorang wanita. "Ini Sherlly."
Terdengar suara lembut, berbisik seksi penuh gairah nafsu birahi.
Aku tersenyum. Sherlly, saudara mantan ibu kostku yang berasal dari Manado, yang sekarang ini berumah di Darmo Permai. Ibu Sherlly, yang memperkenalkan diriku kepada Ibu Suwarsih, yang juga telah puluhan kali merasakan kejantananku.
"Malam Minggunya ada di mana, hayo", katanya mengikik.
"Nggak kemana-mana kok, Bu", sahutku nakal.
"Alaa.. sok aksi kamu ya", sahutnya. "Siapa yang menggeluti Suwarsih di Pacet sana, hayo."
"Kok tahu, Bu", sahutku pura-pura terkejut.
"Yah, tahu dong", katanya seksi, diiringi desah nafas yang menandakan nafsu birahinya sudah perlu dipuaskan. "Sore itu kutelepon Suwarsih, katanya lagi ke Pacet. Nah, ketika kutelepon kamu, juga nggak ada. Kesimpulan jelas, kamu sedang asyik menggumuli si montok itu. Ngaku aja deh. Emangnya kenapa?"
"Iri nih ye..", kataku tertawa.
"Idiih.. mentang-mentang jantan. Sok sombong kamu, yah", sahutnya. "Oh ya.. Aku mau mengundangmu ke rumah. Mumpung suamiku lagi ke Jakarta selama seminggu. Lagian anak-anak kan semua di Malang. Akhir-akhir ini kamu kok maunya 'tempur' sama Suwarsih doang. Bisa nggak nemenin aku?"
"Yah, kalau hanya menemani saja sih nggak mau aku", sahutku nakal. "Kecuali kalau mau 'tempur'nya. Hahaa.."
"Iddiih.. genit kamu yah", katanya. "Udah.. udah, aku nunggu di TP, sekarang juga."

Telepon diputuskannya. Aku tersenyum sendiri. Ibu Sherlly! Telah puluhan kali kusetubuhi wanita ini. Entah keuntungan dari mana yang menimpaku. Aku mengenalnya ketika kost di rumah saudaranya di dekat kampusku. Aku sering membayang-bayangkan seperti apa nikmatnya menggumuli wanita cantik itu. Keberuntunganku datang tiga bulan kemudian. Aku masih ingat. Malam itu hujan lebat. Suaminya pergi ke Jakarta, urusan bisnis. Dua anaknya yang masih kecil sudah tidur. Aku tertahan di rumah itu karena banjir melanda kota Surabaya. Aku disuruh ibu kostku mengantar satu barang ke rumahnya. Karena tak bisa pulang ia menelpon ibu kostku mengabarkan kalau malam itu aku nginap di rumahnya. Aku lagi berbaring di kamar tamu ketika terdengar pintu diketuk. Kubuka, dan Ibu Sherlly berdiri di hadapanku dengan tubuh yang hanya dibelit selembar kain batik.
"Ada apa, Bu", kataku dengan dada berdebaran melihat tubuh montoknya yang hanya dibelit sehelai kain batik. "Apakah hasratku menjadi kenyataan?" tanyaku.
"Tolong, yah", katanya. "Punggungku sangat pegal. Tolong dipijit."

Ia melangkah ke kamarnya tanpa menunggu persetujuanku. Aku mengikutinya. Di kamarnya ia berbaring tengkurap di atas tempat tidurnya. Kainnya tersingkap dan punggungnya yang padat berisi dan mulus itu segera kuremas-kuremas. Dan kelihatannya Ibu Sherlly sengaja mengangkat tubuhnya dengan bertopang pada kedua lengannya, sehingga tersingkap sedikit kedua buah dada yang bergantungan indah itu. Melihat itu, aku mulai sedikit meningkatkan aksiku. Ketika kupijit dekat lengannya, sengaja tanganku tergelincir, dan dengan itu menyentuh kedua buah dadanya. Sentuhanku semakin berani. Dari sekedar menyenggol, menjadi menggelus, akhirnya mencolek. Ia tertawa kesenangan.

Sementara itu, karena badannya terus menerus bergerak, kainnya semakin melorot. Dan tanganku semakin menyingkapkan kain itu ke arah pantatnya. Tanganku memijit dekat pantatnya, dan kugeser semakin ke bawah. Sadarlah aku, bahwa Ibu Sherlly ternyata tidak mengenakan celana dalam. Maka tanganku semakin nakal mendekati pantatnya. Sementara itu di atas sana, tangan kiriku semakin sering tergelincir. Ia mengerang nikmat. Pantatnya semakin terbuka. Ia rupanya memberiku kesempatan.

Sementara itu hujan di luar sana semakin lebat. Sejalan dengan itu, pantatnya semakin terbuka. Maka aku menjadi nekad, apapun yang terjadi. Pada saat yang bersamaan, tangan kiriku menyuruk ke bawah dadanya menangkap buah dada kirinya, sementara tangan kananku menyuruk ke balik pahanya. Serta merta kubalikkan tubuhnya. Ia terpekik, tetapi aku telah menyerang dan menindih tubuhnya yang montok dan mulus itu.
"Oh, Rudy.. aahh.. jangaann.." pekiknya, tetapi ternyata tangannya malah merangkulku. Aku tahu, itu hanya sandiwara penolakan.

Mulutku segera mencari mulutnya dan membekapnya. Ia terdiam. Lidahnya mulai beraksi menjulur ke dalam mulutku dan mempermainkan lidahku. Sementara itu, tanganku telah dengan leluasa menjarah tubuhnya yang sudah tidak tertutup sehelai benangpun. Mulut kami bermain dengan lincahnya. Puas kunikmati bibirnya, mulutku mulai beralih ke seluruh wajahnya. Tidak terdengar lagi erangan penolakan. Yang ada hanya erangan birahi yang semakin memuncak. Tangannya kini aktif bermain, meraba dan mengelus tubuhku, berusaha membangkitkan gairah yang lebih besar lagi. Tidak ada lagi gerakan penolakan seperti sebelumnya. Yang ada cuma nafsu menggila yang perlu pemuasan.

Akhirnya, kuputuskan untuk menyetubuhinya. Kulepaskan tubuhnya sambil mencopot celanaku. Dan sambil terus mendesis, aku menerkam tubuhnya yang montok. Di luar sana, hujan turun semakin deras seakan menjadi tirai yang melindungi kami. Malam semakin larut, tetapi kami semakin bersemangat. Tangannya yang halus terulur dan menangkap kemaluanku yang besar dan panjang, yang tegang dan keras seperti senapan mesin. Lalu perlahan dibimbingnya ke lubang kemaluannya. Aku mengikuti irama yang diciptakannya itu. Mulutku terus mempermainkan bibirnya. Dan sesampainya batang kejantananku di mulut lubang kemaluaannya yang berbulu lebat itu, tiba-tiba ia menghentakkan pantatnya. Bersatulah kami sepenuhnya. Kemaluanku dengan ganasnya meluncur, membelah bulu-bulu lebat dan hitam di seputar mulut lubang kemaluannya, meluncur tidak terkendali ke dalam lubang kemaluannya yang licin serta hangat itu.
"Aaahh.. aauu.., jeritnya tidak keruan.

Pantatnya berguncang hebat, menahan rasa nikmat yang tidak terkendali. Pahanya terangkat membuka lebar kemaluannya, sehingga kemaluanku dengan leluasa menyuruk masuk sedalam-dalamnya, menikmati setiap remasan dinding lubang kemaluannya.

Hujan tercurah dengan lebatnya. Sesekali guntur menggelegar mengiringi kilat yang menyambar. Tetapi semua itu sama sekali tidak mempengaruhi pergumulan kami. Kurasakan kuku-kukunya membenam di daging punggungku, sementara giginya menancap di bahuku. Jeritan nikmatnya tersekat di sana. Kuangkat pantatku dan menggenjoti kemaluannya, naik turun, naik turun, membuat dirinya merasa seperti terangkat ke langit-langit yang tinggi. Maka oleh satu hentakan keras, kusentakkan kemaluanku ke bawah, dan memancarlah spermaku ke dalam lubang kemaluannya. Aku menggeram menahan rasa nikmat mengiringi jeritan orgasmenya membelah dinginnya malam. Malam itu kami masih mengulanginya beberapa kali lagi.

Ternyata Ibu Sherly mempunyai teman senasib. Aku diperkenalkannya kepada dua temannya, Suwarsih (baca kisah 1) dan Mei (baca kisah 3). Bergantian aku menggeluti tubuh mereka untuk memberikan kepuasan sex yang sudah tidak mereka temukan lagi dari suami mereka. Kalau aku lagi butuh sex, aku dapat meminta salah satu dari ketiganya melayaniku. Dan sekarang ini Ibu Sherly mengundangku.

Cepat aku berpakaian yang rapih. Di depan Tunjungan Plaza aku turun dan menanti. Sebuah Toyota twin-cam hitam berhenti dan pintu kiri depan dibuka. Aku segera masuk. Setelah kututup pintunya, segera kuraih tubuhnya ke dalam pelukanku dan melumat bibirnya yang merah merekah. Ia melarikan mobilnya dan tidak lama kemudian kami tiba di Darmo Permai. Sambil bergandengan tangan kami melangkah memasuki rumahnya. Pintu dikunci dan kami segera beralih ke lantai atas. Kuangkat tubuh bahenolnya itu ke dalam gendonganku. Ia tertawa. Pahanya yang mulus bergoyang-goyang, sementara pantatnya yang teramat besar itu terasa hangat di tanganku. Tanpa basa-basi aku membawanya ke kamar tidur. Sambil berpelukan kami masuk ke kamar yang besar dan harum itu. Di tempat ini, di atas ranjang inilah pertama kali aku menyetubuhinya. Persetubuhan yang memberikan pengalaman indah bagiku, pertama kali menidurinya.

Kulemparkan tubuhnya yang indah itu ke atas ranjang. Ia tersenyum menatapku, menantikan aksi kejantananku. Segera kuterkam dia dan kamipun mulai bergelut. Mulut kami bersatu dan saling menyedot untuk membangkitkan nafsu yang lebih besar. Tangan kami masing-masing menjalar ke segala lekuk liku tubuh lawan masing-masing. Dengan leluasa kucopoti setiap lembar pakaian yang menempel di badannya. Kutarik rok pendek yang dikenakannya, lalu mencopot blousenya. Sambil terus menikmati buah dadanya dengan mulutku, kedua tanganku melingkar dan melepaskan kancing BH-nya. Buah dadanya mencuat keluar dengan indahnya, sementara perutnya yang rata dan putih mulus itu menggeletar-geletar menahan rasa birahi yang semakin meningkat. Akhirnya, tanganku meluncur ke bawah dan melepaskan celana dalam tipis yang dikenakannya. Kini ia terbaring telanjang tanpa sehelai benangpun. Kubiarkan dia berbaring telanjang bulat. Tenang-tenang tanpa terburu kulepaskan pakaianku. Dengan tubuh telanjang bulat aku menghampirinya. Matanya tertutup, tetapi ia pasti menyadari kehadiranku di dekat ranjangnya itu. Kulihat bulu badannya meremang, menahankan gairah birahi yang menggila.

Aku tersenyum mengamati tubuhnya yang indah dan montok itu. Wajahnya yang oval, kulitnya yang putih halus, alisnya yang cukup tebal, bibirnya yang sensual, pipinya yang bulat, dagunya yang mungil, lehernya yang jenjang, bahunya yang berisi, dadanya yang mulus dihiasi dua payudara yang besar dan mencuat ke atas seperti gunung kembar, dengan puting susu yang merah kecoklatan, perutnya yang rata dengan pusar yang menawan, pahanya yang putih mulus dan merangsang menggeletar, betisnya yang bulat, pantatnya yang teramat besar dan bulat yang suka berguncang dengan hebatnya kalau lagi menahan birahi, serta lubang kemaluannya yang kemerah-merahan, basah, licin dan dihiasi dengan bulu hitam lebat yang menutupi bukit kemaluannya. Pendek kata ia tampil sebagai seorang wanita yang sempurna dalam segi biologisnya yang sangat menyenangkan lelaki yang bersetubuh dengannya. Dan sekarang saatnya bagiku untuk membuktikan semua itu.
"Ngapain sih, nggak dimulai", protesnya. Mungkin karena terlalu lama menunggu, ia menjadi penasaran. "Aku udah nggak tahan nih."
"Nggak jadi deh", kataku memancingnya.
"Apa-apaan ini", katanya tersentak bangun. " Itu nggak fair namanya. Memangnya hanya Warsih yang menggairahkan. Cepetan dong, aku udah nafsu nih."

Aku tertawa. Serentak dengan itu kuterkam tubuhnya yang bahenol itu. Tubuh kami terguling ke atas ranjang yang empuk, yang telah puluhan kali menjadi arena penuh dendam birahi yang membara mencari kepuasan. Nafsu birahiku menggelegak. Kutindih tubuhnya dengan gairah yang menggila. Mulutku beraksi di sekujur wajahnya, sementara tanganku mempermainkan kedua payudaranya sepuas hatiku. Sementara itu, tangannya yang halus pun asyik mempermainkan kemaluanku yang mulai mengeras tegak seperti tank baja, siap menggenjot kemaluannya. Diremasnya, dielusnya, diusapnya, dipermainkannya dengan penuh gairah. Aku menggeram menahankan rasa nikmat yang semakin menghebat.

Mulutku mulai menikmati buah dadanya. Dengan penuh nafsu kukerkah kedua payudara itu. Ia membusungkan dadanya, agar mulutku dengan leluasa bisa menjelajahi setiap jengkal payudaranya. Mulutku mengerkah dan mengisap, diselingi dengan gigitan halus membuatnya mengerang tidak keruan. Ia menggeliat-geliat tanpa daya, lemas menikmati semuanya itu.
"Ooohh.. aahcchh.." erangnya.
"Auu.. ach..oouu.." lenguhnya kehilangan pegangan sama sekali.

Sejalan dengan itu kutingkatkan seranganku. Mulutku mulai memutari perutnya, sementara kedua tanganku melingkar ke pantatnya yang teramat montok dan mulus halus itu. Kuremas dengan penuh nafsu. Mulutku semakin mendekati kemaluannya. Ia semakin lebar mengangkangkan paha-nya, menanti intervensi mulutku ke kemaluannya itu. Kuisapi setiap jengkal perutnya untuk membangkitkan gairah nafsu birahinya. Semakin mendekati lubang kemaluannya, lenguhannya semakin keras.
"Aaauu.. Rudy.. lakukan.. sekarang.. sekarang.. aku tidak bisa tahan lagi.. aahh.. aacchh.." lenguhnya tidak keruan.

Aku tidak menghiraukannya. Aku masih ingin bermain, walau kemaluanku sendiri telah tegak seperti meriam, sudah ingin membelah lubang kemaluannya. Mulutku semakin mendekati kemaluannya. Kusapu sejenak lubang kemaluannya dan hinggap di pahanya. Kudengar desah nafas panjang menandakan kekecewaannya. Pasti ia menginginkan agar kubenamkan mulutku di kemaluannya. Tetapi tidak, aku malah merayapi pahanya semakin ke bawah untuk menikmati betisnya. Kuelus betisnya dengan tanganku, sementara mulutku terus mengisapi pahanya, semakin naik mendekati sentrum persetubuhan kami ini. Pahanya tergeser semakin melebar, seirama dengan gerakan mulutku yang semakin mendekati bagian terlembut dari tubuhnya. Akhirnya, setelah ia semakin tidak terkendali lagi, kubenamkan mulutku ke kemaluannya dan menjilatinya dengan penuh gairah. Ia tersentak bangun dan menekan kepalaku lebih dalam ke selangkangnya. Beberapa saat kubiarkan ia berbuat begitu untuk memberikan nikmat yang lebih besar.
"Aaahh.. aduuhh..", erangnya.

Tiba-tiba ia menolak tubuhku sehingga telentang di atas ranjang. Belum lagi hilang kagetku, mulutnya yang mungil telah melahap kemaluanku yang besar dan tegang itu. Aku terkesiap, membeliak menahankan kenikmatan yang tidak terkira. Ia mengisap dan mengulum dengan lincahnya. Lidahnya begitu pandai mempermainkan ujung kemaluanku, membuatku seakan berada di surga yang ke tujuh. Tetapi aku tak ingin dikuasai wanita itu. Maka cepat kusentakkan kepalanya ke atas. Mulutnya terbuka dengan mata yang nanar karena nafsu yang semakin menggila. Kurasa sudah saatnya menggenjot kemaluannya.

Kutolak dia ke atas ranjang. Ia tertelentang dengan paha yang terbuka lebar. Maka segera aku merebahkan diriku ke atas tubuhnya yang montok itu. Kedua tanganku merangkuli pundaknya sementara mulutku menjelajahi wajahnya. Dan di bawah sana, kemaluanku dengan ganasnya mencari jalan masuk. Sengaja beberapa kali kubuat meleset untuk membuat hilang kesabarannya. Dan memang, tidak lama kemudian tangannya yang mencengkam punggungku beralih ke sana. Tangan halus itu menangkap kemaluanku, meremasnya sesaat dan membimbingnya untuk masuk ke dalam lubang kemaluannya yang sudah membanjir dengan lendir licin itu. Dan kurasakan kemaluanku meluncur ke dalam dengan lancarnya membuat ia menjerit tertahan, menahan rasa nikmat yang tidak terkira. Kurasakan jepitan nikmat dan lembut yang dilakukan otot kemaluannya atas kelaminku. Aku menggeram menahan rasa nikmat. Ia terus menjerit-jerit tanpa arah.
"Aaah.." jeritnya panjang tanpa ampun.

Aku membiarkan ia meluapkan seruan kenikmatannya itu sesukanya. Dan di bawah sana, kemaluanku beraksi dengan ganasnya, mempermainkan kemaluannya sepuas hatiku. Kugenjot kemaluannya dengan gerakan maju mundur yang berirama, membuat ia seperti cacing kepanasan. Pahanya terangkat dan bergerak ke sana kemari tanpa arah. Kurasakan ia pun memutar-mutar pantatnya yang besar dan berguncang-guncang untuk memperbesar rasa nikmat birahi. Pantatnya yang besar itu menjadi andil yang memberikan kenikmatan yang hebat, bukan saja untuk dia tetapi untuk saya juga.

Aku semakin hebat mengamuk. Pantatnya semakin berguncang hebat. Pahanya terus bergetaran sementara tubuhnya menjadi licin dilumuri keringat. Mulutku terus menjarah rayah mulut dan pipinya yang montok dan merangsang. Kurasakan getar tubuhnya yang menahan rasa nikmat yang luar biasa. Sementara itu tangannya yang halus semakin kuat mencengkam punggungku. Aku semakin bersemangat mempermainkan kemaluannya. Kugerakan pantatku semakin cepat dan keras. Terkadang aku menekan dengan sangat halus, terkadang aku mendesak dengan agak kasar, membuat ia selalu ingin aku meningkatkan permainanku ini.
"Aaah.." jeritnya panjang.

Aku pun mulai merasakan kelelahan merayapi tubuhku. Sudah lebih dari sejam pertarungan ini. Kurasa perlu diakhiri. Maka dengan gerakan yang manis tetapi pasti kuhentakkan pantatku, kubenamkan kemaluanku dalam-dalam di lubang kemaluannya. Ia berteriak keras menandakan kenikmatan puncaknya.
"Aaauu..", serunya tertahan di bahuku.

Aku menggeram menahan rasa nikmat, mengiringi pancaran spermaku masuk ke dalam lubang kemaluannya. Kurasakan cairan kemaluannya pun mengucur deras membasahi pahaku. Pahanya naik membelit pinggangku. Tanganku mencengkam kuat bahunya. Kurasakan buah dadanya mengeras di dadaku. Sementara kuku-kukunya membenam di dagingku. Nafasku memburu, tubuhku dan tubuhnya basah bersimbah keringat, panas tetapi teramat nikmat.

Setengah jam lamanya tubuh kami terbaring kaku, menggeletar nikmat, membiarkan tubuh ini menikmati sisa-sisa kenikmatan birahi yang ada. Badanku dan badannya melemas. Setengah jam berlalu, kuangkat wajahku. Ia membuka matanya dan tersenyum. Kucabut kemaluanku keluar dari kemaluannya, meneteskan sisa cairan vagina yang ada di sana. Kupandangi sejenak kemaluannya yang terbuka berwarna kemerah-merahan itu, seakan-akan tersenyum kepadaku. Bulu-bulunya yang hitam lebat itu basah kuyup dan menggumpal lekat pada sisi kemaluannya. Aku tersenyum dan memandangnya. Ia meraih tubuhku ke dalam pelukannya dan dan dengan halus mesrah mengecup bibirku sebagai ucapan selamat dan tanda terima kasih.

"Terima kasih jantanku", katanya sambil membelai wajahku. "Aku sangat puas dengan kejantananmu. Aku kagum. Kamu lelaki idaman setiap wanita di atas tempat tidur."
Kami saling berpandangan dan tersenyum, membayangkan masih banyak kali kami akan bertemu untuk memuaskan nafsu birahi masing-masing.

Bersambung . . .




Tiga wanita - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Namaku Rudy, berasal dari kawasan Indonesia Timur. Usiaku 23 tahun. Sejak tahun 1998 aku hijrah ke Surabaya untuk meneruskan studi di sebuah PTN terkenal. Dari daerahku yang agak terkebelakang aku beralih ke pergaulan metropolis. Teman-teman mahasiswi yang cantik manis ternyata mudah diajak bergaul. Namun, aku menyimpan obsesi. Apa itu? Ingin kurasakan seperti apa nikmatnya bersetubuh dengan wanita dari berbagai daerah. Siapa kira obsesiku itu agak dengan mudah terpenuhi? Berikut kisahku dengan tiga wanita dari 3 daerah berbeda.
Hari Sabtu, kira-kira pukul delapan pagi. Aku masih di tempat tidur ketika teleponku berdering. Dengan agak malas kuangkat.
"Haloo.. Rudy di sini", kataku.
"Hi, Rud!", suara wanita. "Ini Warsih. Gimana khabarnya?"
Mataku sepenuhnya terbuka sekarang. Di pelupuk mataku segera terbayang wajah manis wanita Jawa berusia tiga puluh tiga tahun tersebut.
"Hi.." aku jadi bersemangat. "Baik-baik. Ada apa?"
"Mau nggak, sore ini nemenin aku ke Pacet?" tanyanya.
Hatiku bersorak. Tentu saja aku mau.
"Aku menjemputmu sekitar jam empat di Jl. Darmo, seperti biasa. Suamiku lagi ke Solo menghantar Dodi dan Novi ke kakek neneknya. Pulang Senin siang. Aku jadi punya waktu untuk bersantai. OK?"
Aku hanya tertawa. Bersantai? Tentu saja di ranjang Villa keluarganya di Pacet sana. Lelaki normal mana yang mau menolak undangan seperti ini?

Sejak diperkenalkan Ibu Shirley kepadaku, sudah belasan kali ia merasakan kejantananku. Kesempatan itu datang lagi. Terbayang di mataku pergumulan hangat yang akan terjadi. Akan kugeluti tubuh montok itu, akan kusetubuhi dia sampai puas. Ibu Suwarsih sangat menarik walau sudah beranak dua. Tubuhnya sintal, tinggi dengan rambut lurus sedikit dibawah pundak. Buah dadanya besar menantang, putih dan ranum dengan putingnya yang berwarna merah jambu menonjol ke depan dengan seksinya seakan-akan belum diteteki seorang anakpun. Perutnya masih rata dan mulus dengan pinggang yang cukup langsing, digantungi oleh bongkahan pantatnya yang besar. Paha dan betisnya serasi dengan pantatnya. Dan terutama, kemaluannya yang berbulu hitam lebat berwarna kemerah-merahan, sudah sering kugenjot sampai ia menjerit-jerit. Aku tersenyum membayangkan kenikmatan yang akan kureguk.

Kurang lima menit pukul empat sore, aku berdiri di pinggir Jl. Darmo. Sebuah mobil kijang biru berkaca raiban berhenti. Pintu terbuka dan aku pun masuk. Ia tersenym dengan bibirnya yang merah merekah, menatapku tanpa berkata apa-apa namun dengan sorot mata penuh birahi yang perlu dipuaskan. Kututup pintu dan segera kulumat bibirnya yang basah menggairahkan.

"Ayo kita berangkat", kataku melepaskan bibirnya.
Ia mengangguk dan melarikan mobil. Selama di perjalanan, tanganku tak henti-hentinya menari-nari di lekak lekuk tubuhnya. Ia tidak menolak sedikitpun malahan bergerak-gerak memberiku keleluasaan menjarah rayah tubuhnya. Di lereng sebuah bukit kuminta ia menghentikan mobil. Walau agak heran ia berhenti juga. Tanganku mulai beraksi mencopoti pakaiannya. Dadanya terbuka. Sebuah BH kecil berwarna cream menutupi seperempat buah dadanya. Segera mulutku menerkam kedua gunung kembar yang mulus itu. Ia mengerang-ngerang. Tanganku sibuk mencopoti rok pendek yang dikenakannya. CD cream kecil menutupi kemaluannya. Kugeluti dia di atas jok mobil itu. Ia melenguh semakin hebat dan mencari-cari reseluiting celanaku. Ditariknya ke bawah dan jemarinya yang halus menyusupi CD-ku dan meremas batang kemaluanku. Ia sudah siap untuk disetubuhi tetapi kutahan diri.

"Ayo kita berangkat lagi", kataku.
"Kok tidak diteruskan", katanya dengan nafas panjang. Sorot matanya menerawang penuh nafsu.
"Belum saatnya", sahutku menggoda. "Nanti di villa saja."

Maka sambil tersenyum ia kembali menyetir. Tembok pagar villa yang tinggi menjadi pelindung yang aman. Sambil berpelukan kami memasuki villa dan terus melangkah ke kamar tidur karena pertarungan ronde pertama akan segera dimulai. Kupelorot setiap helai kain yang melekat di tubuhnya sehingga ia berdiri di hadapanku telanjang bulat. Kucopot pakaianku dalam hitungan detik dan langsung menerkam tubuhnya yang bahenol. Kami berjatuhan ke atas ranjang yang empuk dengan nafas memburu, sepenuhnya dikuasai nafsu birahi yang minta dipuaskan.

Bibirku beradu dengan bibirnya. Mulutku terbuka membiarkan lidahnya menjulur masuk mempermainkan lidahku, sementara kedua tanganku asyik bermain di kedua payudaranya. Puas mempermainkan bibirnya, kurayapi pipi dan dagunya. Di bawah sana, tangannya yang lembut mengelus dan meremas-remas kemaluanku. Aku mengerang nikmat. Mulutku beralih ke kedua payudaranya yang mengeras. Kurasakan denyut jantungnya yang semakin cepat dan nafasnya yang memburu.

Mulutku terus turun merayapi perutnya. Tubuhnya menggelinjang menahan nafsu birahi yang semakin memuncak. Bibirku semakin mendekati kemaluannya yang berbulu lebat dan mulai meneteskan cairan bening. Pahanya membuka seiring dengan mulutku yang lincah bermain mendekati lubang surgawinya. Pantatnya mulai berguncang-guncang hebat. Ia sudah kehilangan pegangan sama sekali. Kuisap pangkal pahanya dan sesekali mendengus di bulu-bulu lebat kemaluannya. Ia semakin keras mengerang. Akhirnya kubenamkan mulutku di lubang kemaluannya. Lidahku menjulur masuk. Ia tersentak dan menekan kepalaku lebih dalam menyusupi selangkangnya. Kuisap klitorisnya. Erangan itu berubah menjadi jeritan. Kupikir inilah saat yang tepat.

Kurebahkan dia ke atas kasur dan dengan cepat menindih tubuh molek itu. Kemaluanku yang sudah keras tegak itu dengan menggebu mencari sasarannya. Kugenjot sekali, salah. Kugenjot kedua kali. Kurasakan kemaluanku menyusup masuk membelah lubang kemaluannya yang hangat berlendir. Ia membuka paha lebar-lebar sehingga dengan gampang aku menyuruk masuk lebih dalam.
"Aaachh..", ia menjerit panjang.

Kugerakan pantatku naik turun untuk memberikan rasa nikmat kepadanya. Dia menjerit-jerit tanpa arah. Nafasku memburu. Mulutku sibuk melumat kedua buah dadanya. Tiba-tiba tubuhnya mengejang. Ia menghentakkan pantatnya ke atas dan menelah penuh kejantananku. Aku tahu, dia sudah mencapai orgasme. Suara jeritannya keras membelah dinginnya malam. Pahanya ketat membelit pinggangku. Tubuhnya menggeletar menahan rasa nikmat. Tapi aku tak mau menyerah. Setelah beberapa menit diam membatu membiarkannya mereguk kenikmatan itu, aku mulai menggerakkan pantatku lagi. Kembali ia menggeliat-geliat. Terpikir olehku untuk memberikan satu sensasi baru baginya.

Kucabut kemaluanku yang masih tegang itu. Kutarik tubuhnya turun dari ranjang. Dengan tubuh yang gemetaran karena menahan rasa nikmat ia menuruti kemauanku. Dalam posisi berdiri kubuka pahanya dan berusaha memasuki lubang kemaluannya. Ia melengkungkan pantatnya ke belakang menekan birahinya yang menggila. Kuraih pundaknya dengan tangan kiriku dan menekannya ke arah dadaku, sementara tangan kananku menjangkau pantatnya yang besar itu. Kusentakkan pantat yang lembut itu ke arah kemaluanku. Meluncurlah batang kemaluanku membelah lubang kemaluannya, lancar seperti jalan tol.
"Aaachh..", sekali lagi terdengar jeritannya panjang membelah malam.

Mengangkang lebar ia membiarkan aku dengan leluasa menggenjot kemaluannya. Keringatku mulai bercucuran menyatu dengan keringatnya. Matanya terpejam. Rasa nikmat mulai menjalari seluruh tubuhku mendesakku untuk mengakhiri pertarungan ronde pertama ini. Kukencangkan otot perutku. Kemaluanku semakin mengeras dan memanjang. Ia mengerang keras. Bobot badannya merosot tak sanggup ditopang sendi lututnya yang goyah karena rasa nikmat yang tak terkira. Aku terus menggerak-gerakkan pantatku maju mundur sambil mendengar suara kecipak lendir yang membanjiri kemaluannya. Cairan itu sudah mulai turun dan membasahi pahaku. Akhirnya dengan mengerahkan sisa tenagaku kusentakkan pantatku keras ke depan untuk membenamkan kemaluanku sedalam-dalamnya di lubang kemaluannya. Ia menjerit keras dan sejalan dengan itu tubuh kami yang menyatu bergulingan ke lantai berkarpet itu. Pahanya ketat membelit pinggangku. Pantatnya yang besar itu berguncang-guncang hebat. Tangannya ketat memelukku. Giginya terbenam di bahuku sehingga jeritan kenikmatannya tersekat di sana. Kurasakan gelombang kenikmatan orgasme merayapi tubuhku. Tubuh kami yang menyatu diam membatu mereguk sisa-sisa kenikmatan. Sekitar dua puluh menit berlalu.
"Terima kasih, jantanku", kata dia sambil membelai wajahku. "Aku puas sekali!"
"Aku juga puas sekali", sahutku. "Kamu luar biasa malam ini."

Kami beralih ke kamar mandi. Acara mandi air hangat di bathtub dipenuhi dengan elusan, remasan dan rabaan. Dengan leluasa aku merayapi semua lekuk liku tubuhnya, demikian pun sebaliknya. Ketika rabaan dan usapan itu semakin memanas, ketika gejolak nafsu semakin tak terkendali, kembali aku bersatu dengan tubuh bahenol nan sexy itu. Kecipak air yang tertumpah ke lantai kamar mandi tak lagi dihiraukan. Yang ada hanyalah pertarungan seru dua jenis manusia, pertarungan tanpa senjata. Pertarungan untuk mencari kenikmatan badaniah. Ia mendesah-desah nikmat dengan mulut terbuka seperti ikan yang kehabisan air. Tangannya ketat merangkulku sementara pahanya mengangkang lebar sehingga aku leluasa memainkan kemaluanku di lubang kemaluannya.

Tanpa merasa perlu berpakaian kami menikmati makan malam. Sementara mulutku menikmati hidangan least itu, mataku dapat terus menikmati kemolekan kedua payudaranya atau kemulusan pahanya. Rasanya sangat nikmat ketika sebelah tangan menyuapkan makanan ke mulut sementara tangan yang lain bergerilya di sekitar lekukan buah dadanya. Demikian pun sebaliknya. Tangan dia pun tak henti-hentinya mempermainkan batang kejantananku sehingga senjata kebangganku itu dengan cepat berdiri kembali, siap untuk memberikan kenikmatan yang lebih hebat lagi kepadanya.

Selesai makan ia beranjak ke ruang tengah. Aku mengikutinya dari belakang, menikmati goyangan pantatnya yang menawan. Kuperhatikan kedua pinggulnya yang bulat dan padat namun lembut, bergoyang-goyang naik turun bergantian, indah sekali. Tak sanggup menahan diri, kuterkam ia dari belakang. Ia menjerit kecil lalu dia diam, membiarkan diriku menikmati setiap jengkal tubuhnya. Kuremas sejenak kedua belah pantatnya yang besar itu lalu kupeluk dia dari belakang. Kedua tanganku melekat erat di kedua buah dadanya sementara kemaluanku yang sudah menegang menusuk-nusuk pantatnya yang bergetar-getar lembut.
"Nonton video, yuk", ajak dia.

Aku duduk di sofa sementara ia menyetel videonya sementara aku duduk di sofa. Adegan-adegan hot pun mulai muncul dari BF yang dipilihnya. Sepasang manusia dengan penuh gairah bersetubuh nampak di layar televisi. Dia menghampiriku, membuka pahaku dan duduk di lantai di antara kedua kakiku. Lehernya yang jenjang disandarkannya tepat di atas kemaluanku. Kemaluanku yang sudah tegang itu bergetar-getar. Ia tertawa kegelian. Di layar TV adegan persetubuhan itu semakin panas. Si lelaki berbaring lurus dan sang wanita yang berpantat besar itu merebahkan diri di atasnya. Pantatnya diangkat dan diturunkan perlahan-lahan. Matanya membeliak menikmati masuknya kemaluan si lelaki itu ke kemaluannya.
"Ayo, Rud", kata dia. "Mau tunggu apa lagi!"

Serentak dengan itu ia memutar kepalanya dan melahap batang kejantananku. Aku tersentak dan mengeram nikmat. Direbahkannya tubuhku di atas lantai berkarpet. dia menidih tubuhku dengan tubuhknya yang montok bahenol. Kedua tanganku dibawa ke kedua payudara montok itu. Aku pun meremasnya sehingga ia mengerang. Tangannya yang halus menangkap kemaluanku dan diremas-remasnya sejenak. Ia mengangkang di atasku. Tangannya menuntun kemaluanku ke lubang kemaluannya. Di mulut kemaluannya ia berhenti sejenak lalu dengan perlahan-lahan diturunkannya pantatnya. Batang kemaluanku yang sudah keras itu dengan lancar membelah lubang kemaluannya yang sudah basah.
"Aaahh..", erangnya.

Dia mulai menggerakkan pantatnya naik turun. Semakin lama semakin cepat gerakan itu, semakin keras pula lenguhannya. Buah dadanya berguncang-guncang di telapak tanganku. Kepalanya terdongak ke atas dengan mata terpejam dan mulut terbuka. Aku merasakan satu sensansi yang luar biasa di kemaluanku yang semakin mengeras dan membesar. Tiba-tiba ia menghentakkan pantatnya ke bawa. Matanya membeliak dan tubuhnya menggelepar di atasku. Jeritannya tertahan di leherku. Aku tahu ia mencapai puncak orgasmenya. Kubiarkan ia berbaring diam membatu di atasku sampai sekitar sepuluh menit, lalu aku mulai beraksi lagi.

Aku mendorong tubuhnya ke samping. Ia menelentang lemas. Mataku melirik ke layar TV. Adegan doggy sedang berlangsung. Si lelaki itu sedang menyetubuhi si wanita bahenol itu dari belakang. Aku ingin menirunya. Kutarik tubuhnya sehingga ia menungging. Aku memutar ke belakangnya dan mulai menyerang. Mula-mula aku agak kesulitan mencapai mulut kemaluannya karena pantatnya yang teramat besar itu. Tetapi aku tidak berputus asa. Kulengkungkan pantatku ke bawah sambil mengangkat pahanya sedikit ke atas. Tanganku lalu beralih menjangkau kedua buah dadanya. Dan dengan satu gerakan yang manis, kemaluanku menerobos kemaluannya yang sudah terbuka lebar dan basah oleh lendir. Kepalanya mendongak sejenak dan terdengar erangan kecil. Lalu mulailah aku menggerakkan pantatku maju mundur. Ia semakin keras mengerang dan menggeliat-geliat menahan rasa nikmat yang tak terkira. Pantatnya bergetar-getar dan berguncang hebat. Dunia sekitar sudah sama sekali dilupakan.

Mendekati puncak aku ingin menikmatinya dengan tubuh lemas. Kulepaskan pantatnya dan kubalik tubuhnya. dia menelentang dengan paha yang terbuka lebar, siap untuk digenjot lagi. Kukencangkan otot perutku, kemaluanku mengacung ke depan tegak lurus, besar dan berlendir. Aku menurunkan pantatku. dia memejamkan matanya siap menikmati penetrasi kemaluanku. Ketika kemaluanku meluncur memasuki lubang kemaluannya, ia mendesah kecil. Dengan segera desahan itu berubah menjadi erangan dan jeritan ketika aku mempercepat gerakan pantatku. Tangannya bergerak-gerak tak tentu arah, demikian pula kakinya yang terkangkang lebar itu.
"Aaahh.. Ooouu.. aauu..!" jeritnya membelah dinginnya udara malam.

Aku tak mempedulikan erangannya itu. Pantatku terus beraksi, kemaluanku menerobos lorong kemaluannya, keluar masuk dengan ganasnya. Kurasakan lahar di kemaluanku akan meledak. Maka kurangkul pundaknya. Mulutku kutanamkan di lehernya. Dengan satu hentakan pantat yang keras, kutanamkan kemaluanku sedalam-dalamnya di lubang kemaluannya. Pantatnya bergetar-getar hebat menahan rasa nikmat yang menjalari tubuhnya. Pahanya ketat membelit pinggangku. Dan gelombang orgasme melanda seluruh tubuhku.
"Crot.. crot.. crot..", spermaku memancar deras masuk ke liang kemaluannya mengiringi jeritan keras dari mulutnya.

Tubuh kami yang menyatu bergetar-getar kejang menahan rasa nikmat yang tak terkira. Kami terus berpelukan dengan kemaluan yang menyatu. Nafasku memburu bersatu dengan nafasnya. Tak ada kata yang dapat menggambarkan rasa nikmat saat itu. Ketika itulah terdengar ayam jago berkokok.
"Sudah pagi, jantanku", kata dia sambil membelai wajahku. Ia tersenyum. "Terima kasih. Aku puas sekali. Belum pernah aku sepuas malam ini."
"Kamu juga wanita luar biasa", sahutku. "Aku tak akan pernah melupakanmu. Maaf kalau aku agak kasar."
"Nggak.. nggak kasar, tapi jantan", sahutnya. "Lelaki macam kamu yang kucari."

Kukecup bibirnya lembut. Kini saatnya untuk beristirahat. Kubopong tubuh bahenol itu ke kamar tidur dan membaringkannya di atas ranjang lembut. Kuangkat selimut dan menutupi tubuh kami berdua. Tak lama kemudian kamipun hanyut dalam mimpi. Tak ada kecemasan, tak ada hal lain yang dipikirkan. Yang ada hanyalah gairah nafsu, gelora cinta dan keinginan untuk saling memuaskan. Dunia di luar sana boleh berteriak-teriak, tetapi di ranjang vila ini yang ada hanyalah hentakan-hentakan birahi dua manusia berbeda jenis yang mencari kepuasan badaniah.

Jam sembilan pagi aku terjaga. Kupandangi tubuh molek dia di sebelahku. Mulutnya masih menyunggingkan senyum. Pahanya terbuka. Kupandangi bulu kemaluannya yang menggumpal dibasahi oleh cairan kemaluannya dan spermaku. Kemaluannya terbuka sehingga nampak dinding dalamnya yang berwarna kemerah-merahan. Kedua buah dadanya yang sepanjang malam menjadi santapanku mencuat ke atas dengan indahnya. Kubiarkan ia menikmati tidurnya, biar menimba tenaga untuk persetubuhan selanjutnya di hari ini.

Demikianlah hari itu terlewatkan dengan pergumulan penuh birahi. Aku menyetubuhi dia di mana saja. Di dapur, di meja makan, di ruang tengah, di teras, di kebun, di kamar mandi, di sofa, di ranjang, dll. Hari itu sepenuhnya milik kami berdua. Perjalanan pulang sore itu menjadi lebih santai. Nafsu birahi yang menyala-nyala telah terpuaskan. Aku tahu pasti, ranjang birahi dia telah menjadi milikku.

"Aku tetap membutuhkan kejantananmu di lain hari", katanya ketika menurunkanku di Jl. Darmo.
Aku hanya tersenyum. Masih akan ada waktu untuk kembali menyetubuhi si bahenol seksi yang berbuah dada dan berpantat teramat besar itu. Dia milik suaminya, tetapi jelas tubuhnya itu telah menjadi milikku.

Bersambung . . .




Tetek Tante Susan

0 comments

Temukan kami di Facebook
Aku masih duduk di bangku SLTP saat itu. Di saat aku dengan teman-teman yang lain biasa pulang sekolah bersama-sama. Usiaku masih terbilang hijau, sekitar tiga belas tahun. Aku tidak terlalu tahu banyak tentang wanita saat itu. Di kelas aku tergolong anak yang pendiam walaupun sering juga mataku ini melirik pada keindahan wajah teman-teman wanita dikelasku waktu itu.
Aku memang tidak seperti David, salah satu temanku yang biasa pulang bersama-sama selepas sekolah usai. Walaupun kulitnya terbilang gelap, hidung besar dan pesek tapi pengetahuannya tentang wanita terbilang banyak. Terlebih mengingat usianya yang hanya terpaut tiga bulan lebih muda dariku.

Temanku yang satu ini tergolong pria playboy. Pacarnya banyak, sering gonta-ganti. Hampir tiap minggu selalu tampil cewek dengan wajah baru disampingnya. Gila memang, walaupun secara jujur buatku seleranya sangat berbeda. Aku senang dengan cewek yang kalem, seperti putrid solo layaknya dengan wajah manis bersahaja. Biasa-biasa saja. Sementara David senang dengan cewek yang agresif dan periang, wajah rupawan bak-Tamara Blezinsky layaknya.

Hal ini jugalah yang membawa aku dan teman-teman yang lain kedalam sebuah pengalaman yang tak terlupakan bagi kami saat duduk dibangku SLTP dulu.
Semuanya bermula dari selera siplayboy David terhadap perempuan. Kebiasaannya untuk tak melewatkan barang sedetikpun perhatiannya terhadap keindahan wanita membawa aku, Syarif dan Bagong kesebuah rumah di komplek pemukiman Griya Permai. Komplek perumahan yang biasa kami lewati saat pulang menuju kerumah masing-masing.
Mulanya aku dan Bagong sedang asyik bercanda, tertawa cekikikan seperti biasa sementara Syarif mendengarkan dengan wajah dingin membeku. Secara tiba-tiba David menepuk pundakku dengan keras. Matanya tertuju kesatu rumah dengan tajamnya. Ternyata disana kulihat ada seorang wanita dengan mengenakan rok mini baru saja keluar meninggalkan mobilnya untuk membuka pintu pagar rumah.

"Heh, vid. Kenapa sih elu tiap lihat perempuan mata elu langsung melotot kayak begitu?" tegurku.
"Elu itu buta ya, mam. Elu kagak lihat bagaimana bongsornya bodi tuh wanita??" balasnya cepat.
"David, david.. bisa-bisanya elu nilai perempuan dari jarak jauh begini-ini" sambung Bagong "Itu mata.. apa teropong"
"Wah, kalau untuk urusan wanita kita nggak pake mata lagi, men. Nih, pake yang disini nih.. dibawah sini" jawab David sambil menunjuk-nunjuk kearah kemaluannya.
"Kalau gua udah ngaceng, perempuan diseberang planet juga bisa gua lihat" kata David dengan senyum penuh nafsu.
"Jadi sekarang elu lagi ngaceng, nih?!" tanya Syarif yang sedari tadi hanya bisa tenggelam dengan pikiran-pikirannya.
"So pasti, men. Nih kontol udah kayak radar buat gua. Makanya gua tahu disana ada mangsa" jawab David dengan lagi-lagi menunjuk ke arah kemaluannya.
"Gila lu, vid" kataku.
"Ha-alah, enggak usak munafik deh mam, elu juga ngaceng kan, waktu melihat roknya siDina kebuka di kelas. Gua kan tau.. elu juga kan gong?" balas David cepat.
"yah, itu kan kebetulan. Bukannya dicari, ya kan mam?" tanya Bagong kepadaku.

Aku sendiri hanya bisa tersipu malu mendengarnya. Didalam hati aku memang mengaukui kalau saat itu paha Dina yang panjang dan mulus telah membuat tongkat kemaluanku berdiri tegak tanpa bosan. Aku memang sering mengamati paha siDina teman kelasku dulu secara sembunyi-sembunyi.
"Sekarang begini aja" ujar David kemudian "Elu pada berani taruhan berapa, kalau gua bisa masuk kerumah tuh wanita?"
"Elu itu udah gila kali ya, vid. Elu mau masuk kerumah itu perempuan??" jawabku cepat.
"Udah deh.. berapa? Goceng??"tantangnya kepada kami. Sejenak aku, Bagong dan Syarif hanyut dalam kebingungan. Teman kami yang satu ini memang sedikit nekat untuk urursan wanita.
"Boleh" jawabku pendek.
"Goceng??"potong Bagong cepat "Wah gua udah bisa beli mensen tuh"
"Ha-alah, bilang aja kalau elu takut jatuh miskin. Iya kan, gong?" balas David dengan sedikit menekan.
"Siapa bilang, kalau perlu, ceban juga hayo" jawab Bagong tak mau kalah.
"Oke, oke.. heh, heh, heh. Sekarang tinggal elu nih, rif. Kalau melihat tampang elu sih, kayaknya gua ragu"
"Heit tunggu dulu" ujar Syarif. Dia langsung cepat-cepat merogoh kantong celananya. Selembar uang kertas lima ribuan langsung dikibas-kibaskan didepan kedua mata David.
"Gua langsung buktikan aja sama elu.. nih"
"Oke. Sekarang elu pada buka tuh mata lebar-lebar" kata David kemudian.

David langsung berjalan menuju kerumah yang dimaksud. Tampak disana sang pemilik rumah telah memasukkan mobilnya. Saat ia hendak menutup pagar, aku lihat David berlari kecil menghampirinya. Disana kulihat mereka sepertinya sedang berbicara dengan penuh keakraban. Aneh memang temanku ini. Baru saja bertemu muka dia sudah bisa membuat wanita itu berbicara ramah dengannya, penuh senyum dan tawa.

Dan yang lebih aneh lagi kemudian, beberapa saat setelah itu David melambaikan tangannya kearah kami bertiga. Dia mengajak kami untuk segera datang mendekatinya. Setelah beberapa langkah aku berjalan, kulihat David bahkan telah masuk ke pekarangan rumah menuju ke pintu depan rumah dimana wanita itu berjalan didepannya. David memang memenangkan taruhannya hari itu. Di dalam rumah kami duduk dengan gelisah, khususnya aku. Bagaimana mungkin teman kami yang gila perempuan ini bisa dengan mudah menaklukkan wanita yang setidaknya dua puluh tahun lebih tua usianya dari usia kami. Sesaat setelah David selesai dengan uang-uang kami ditangannya, akupun menanyakan hal tersebut.

"Gila lu, vid. Elu kasih sihir apa tuh wanita, sampai bisa jinak kayak merpati gitu??" tanyaku penasaran.
"Heh, heh, heh.. kayaknya gua harus buka rahasianya nih sama elu-elu pada" jawabnya.
"Jelas dong, vid. Goceng itu sudah cukup buat gua ngebo'at. Elu kan tahu itu" tambah Bagong lagi.
"Begini. Kuncinya itu karena elu-elu semua pada blo'on" jelas David serius.
"Apa maksudnya tuh!" tanya Syarif cepat.
"Iya, elu-elu pada blo'on semua karena elu-elu kagak tahu kalau perempuan itu sebenarnya tante teman gua.. Ferdi" tambahnya lagi.
"Ferdi, anak kelas satu A" tanyaku pensaran.
"Ketua OSIS kita, vid??" tambah Bagong lagi.
"Betul. Nah dia itu punya ibu, ibunya punya abang.. nah perempuan ini adalah istrinya"
"Wah, sialan kita sudah dikadalin nih sama.. playboy cap kampak" kata Bagong.
"Itu kagak sah, vid. Itu berarti penipuan"sambung Syarif.
"Itu bukan penipuan. Kalau elu tanya apa gua kenal kagak sama tuh perempuan, lalu gua jawab enggak.. itu baru penipuan" jelas David.

Aku mencium bau pertengkaran diantara teman-temanku saat itu sehingga akupun tidak ingin menambahinya lagi. Terlebih, tidak lama kemudian wanita yang kemudian kami tahu bernama Susan itu, datang dengan membawa minuman segar buat kami.
"Ada apa kok ribut-ribut. Kelamaan ya minumannya?" tanya tante Susan. Suaranya terdengar renyah ditelinga kami dan senyumannya yang lepas membuat kami berempat langsung terhenyak dengan kedatangannya yang tiba-tiba.
"Ah, nggak apa-apa tante" jawab Bagong.
David yang duduk disebelahnya terlihat serius dengan pikirannya sendiri. Baju t-shirt yang dikenakan tante Susan memiliki belahan dada yang rendah sehingga disaat beliau membungkuk menyajikan gelas kepada kami satu-persatu, David terlihat melongok-longokkan kepalanya untuk dapat melihat isi yang tersembunyi dibalik pakaian beliau saat itu. Aku sendiri bisa menyaksikannya, kedua payudara beliau yang besar, penuh berisi. Menggelantung dan bergoncangan berulangkali disetiap ia menggerakkan badannya.

"Ini tante buatkan sirup jeruk dingin untuk kalian, supaya segaran" jelas tante Susan "Hari ini panasnya, sih"
Saat tante Susan selesai dengan gelas-gelasnya, iapun kembali berdiri tegak. Keringat yang mengucur deras dari kedua dahinya memanggil untuk diseka, maka beliaupun menyekanya. Tangan beliau terangkat tinggi, tanpa sengaja, ketiak yang putih, padat berisi terlihat oleh kami. Beberapa helai bulunya yang halus begitu menarik terlihat. Jantungku terasa mulai cepat berdetak. Karena saat itu juga aku tersadarkan kalau dibalik pakaian yang dikenakan tante Susan telah basah oleh keringat. Lebih memikat perhatian kami lagi, disaat kami tahu bahwa tante Susan tidak mengenakan BH saat itu.

Kedua buah puting susunya terlihat besar menggoda. Mungkin karena basah keringatnya atau tiupan angin disiang hari yang panas, membuat keduanya terlihat begitu jelas dimataku. Aku sendiri tidak ambil pusing dengan lingkungan disekitarku karena tongkat kemaluanku telah berdiri keras tanpa bosan. Rasanya aku ingin sekali melakukan onani bahkan, kalau mungkin, mengulum kedua puting susu beliau yang menantang dengan berani.
"Tante habis mengantar om kalian ke bandara hari ini. Jadi tante belum sempat beres-beres ngurus rumah" katanya lagi.
Ditengah pesona buah dada yang menggoda nafsu birahiku, perhatianku terpecah oleh tangisan suara bayi. Aku baru tahu kemudian, bahwa itu adalah anak tante Susan yang pertama. Beliaupun terpanggil untuk menemuinya dengan segera.

"Kalian minum dulu, ya. Tante kebelakang dulu.. oh, iya David. Mungkin Ferdi datang agak terlambat karena dia sedang ada rapat OSIS"
"Iya tante. Nggak apa-apa. Kami tunggu aja deh" kata David.
Hanya selang beberapa menit kemudian, tante Susan sudah menemui kami kembali di ruang tamu. Namun satu hal yang membuat kami terkejut kegirangan menyambut kedatangannya dikarenakan beliau terlihat asyik menyusui bayinya saat itu. Bayi yang lucu tetapi buah dada yang menjulur keluar lebih menyilaukan pandangan jiwa muda kami berempat.

Tante Susan terlihat tidak acuh dengan mata-mata liar yang menatapi buah dada segar dimulut bayinya yang mungil. Ia bahkan terlihat sibuk mengatur posisi agar terasa nyaman duduk diantara David dan Bagong saat itu.
"Bagaiman sirup jeruknya, sudah diminum?" tanya tante Susan cepat.
"Sudah, tante" jawab David pendek. Matanya menatap tajam kearah samping dimana payudara tante Susan yang besar dan montok terlihat tegas dimatanya.
"Ini namanya Bobby" jelas tante Susan lagi sambil menatap anak bayinya yang imut itu "Usianya baru sembilan bulan"
"Wah, masih kecil banget dong tante" balas David.
"Iya, makanya baru boleh dikasih susu aja"
"ASI ya, tante?" tanya David polos.
"Oh, iya. Harus ASI, nggak boleh yang lain" jelas beliau dengan serius.
"Kalau orang bilang susu yang terbaik itu ASI, tante?"
"Betul, David. Dibandingkan dengan susu sapi misalnya. Ya, susu ibu itu jauh lebih bergizi.. heh, heh, heh" tambah tante Susan penuh yakin.
"Ibu saya juga suka bikinkan saya susu setiap pagi, tante" kata David menjelaskan.
"Oh, iya.. bagus itu"

Tante Susan diam sejenak. Beliau memperhatikan bayinya yang sudah mulai terlihat tidur. Namun David terlihat mulai berharap sesuatu yang lain dari payudara beliau yang besar menggoda.
"Tapi susu yang saya minum setiap hari.. ya, susu sapi tante" sambung David lagi penasaran. Sementara tante Susan masih terlihat sibuk dengan bayinya. Namun beberapa saat setelah itu beliau mengatakan sesuatu yang mengejutkan kami.
"Susu ibu tetap lebih bagus. Bahkan di India ada yang bisa menyusui anaknya hingga berusia sepuluh tahun"
"Wah, asyik juga tuh" sela Bagong cepat.
Tante Susan, dengan sekonyong-konyong, menarik bagian sisi bajunya dimana buah dadanya yang masih tertutup, tersingkap lebar. Buah dada beliaupun melejit keluar dengan cepat. Kami berempat dibuat terkesima olehnya. Ini adalah pengalaman yang paling heboh dalam sepanjang sejarah hidup kami saat itu.

"Tuh, kamu bisa mencobanya" kata tante Susan kepada Bagong yang duduk disamping beliau. Puting susu berwarna merah delima terlihat menonjol kearahnya. Bagongpun tanpa berfikir panjang menyentuh payudara beliau dengan perlahan.
"Ayo! jangan lama-lama, tante nggak punya banyak waktu" tegur beliau mengingatkan.
Bagongpun meremas buah dada beliau serta mulai berani memainkan puting susunya dengan beberapa gerakan memelintir.
"Pentilnya nggak usah dipencet-pencet lagi. Udah keluar kok. Kamu coba langsung menghisapnya kayak anak tante ini" jelas beliau lagi.
""Iya, gong. Elu 'ngerti kagak caranya netek?! Kayak gini nih.." sela David cepat dan langsung mengatupkan mulutnya ke puting susu beliau yang merah merona itu.
"Akh, David.. aduh, pelan-pelan yah" kata tante Susan kaget.

Saat itu, hari yang sesungguhnya telah dimulai. Tante Susan menggilir kami satu persatu untuk disusui olehnya. Anaknya yang masih orok bahkan dibaringkan diatas sofa yang kosong untuk lebih mempermudah beliau menyusui anak angkatnya saat itu. Aku si-pengintip, David si-gila dan Syarif yang berdarah dingin serta tentu saja Bagong si-pemabuk, memulai hari pertama pendidikan ekstra kurikuler kami saat itu. Karena semenjak hari baik itu, pada setiap hari-hari tertentu dalam seminggu kami pasti berkunjung kerumah tante Susan.

Dirumah tante Susan, beliau senantiasa menyambut kami dengan ramah dan penuh perhatian. Beliau tidak pernah mengecewakan kami. Menyusui kami dengan sabar satu persatu. Himgga kami tamat menyelesaikan pendidikan kami ditingkat SLTP, tante Susan meyakinkan kami bahwa kami sudah saatnya untuk mandiri. Dan memang kamipun merasa demikian. Setamat SLTP kami berempat berpisah dibanyak SLTA. Namun persahabatan kami tetap ada walau dibatasi oleh banyak kesibukan masing-masing. Sekarang, David telah menjadi seorang pengacara dari salah satu koruptor kelas wahid di negeri kita ini. Syarif menjadi salah seorang penceramah kondang yang keluar masuk televisi tetapi yang paling mengesankan menurutku adalah Bagong. Sekarang Bagong telah menjadi ketua partai terkenal yang sangat anti-KKN. Aku sendiri sekarang bekerja sebagai salah satu reporter berita dari sebuah stasiun televisi swasta terkemuka di Indonesia.

Itu semua, kami yakini berkat "susu" tante Susan yang telah kami terima disaat duduk dibangku SLTP dulu.
Terima kasi tante Susan.

Tamat




Tetanggaku nakal - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Kupercepat laju mobilku sebelum gelap dan di kota terdekat aku pun mencari sebuah hotel. Begitu dapat aku langsung turun memesan sebuah kamar sementara Tante menunggu di mobil. Dan setelah kembali ke mobil untuk mengajak Tante turun sempat kubuktikan dulu padanya tentang lampu mobil sebelahku yang memang padam itu.

Berdua masuk ke kamar, setelah mandi dan makan malam kamipun bersantai dengan ngobrol sampai kemudian Tante mengajakku untuk pergi tidur. Kamar yang kupesan memang hanya satu tapi dilengkapi dua tempat tidur sebagaimana biasanya bentuk kamar hotel. Melihat dari keadaan ini Tante Juliet tidak mengira bahwa aku betul-betul serius dengan keinginanku untuk mengulang lagi kenangan lama. Dia baru saja mengganti baju tidur dan baru akan mulai mengancingnya ketika aku keluar dari kencing di kamar mandi langsung mendekat memeluknya dari belakang. Aku sendiri hanya mengenakan handuk berlilit pinggang setelah membuka bajuku di kamar mandi.

"Gimana Tan, masih boleh dikasih Sony nggak.." bisikku meminta di telinganya tapi sambil mengecup leher bawah telinganya diikuti kedua tanganku mulai meremasi masing-masing susunya. Tersenyum geli dia karena sudah sampai di situ pun dia masih mengira aku cuma bercanda menggoda.
"Apanya yang enak sih sama orang yang udah gembrot dan tua gini, Son.." tanyanya penasaran.
"Buat Sony sih nggak ada bedanya, malah Sony kangen deh Tan.."

Sambil bicara begitu kubuka lagi satu kancing daster tidurnya yang baru terpasang, sehingga bagian depan tubuhnya terbuka berikut kedua susunya yang bebas karena Tante sengaja tidur tanpa memakai kutang, untuk kemudian tanganku berlanjut meremasi susu telanjangnya itu. Tante membiarkan saja tapi dia bertanya mengujiku dengan nada setengah ragu kepadaku.

"Masak sih kangen sama Tante? Kan kamu biasanya sama cewek-cewek cakep, yang masih muda lagi langsing-langsing badannya..?" katanya lagi.
"Justru melulu sama yang begituan, Sony malah bosan.. Sony suka sama Tante yang montok.. "
"Kamu bisa aja.."
"Lho bener Tan. Montoknya Tante ini yang bikin enak, mantep rasanya. Apalagi yang ini.. Hmm.. Sekarang tambah montok berarti tambah enak lagi rasanya.." kali ini sebelah tanganku sudah kujulurkan ke bawah meremas-remas gemas gundukan vaginanya.

Tante Juliet merengek senang, sekarang baru dia percaya dengan keseriusanku. Apalagi ketika dia juga membalas menjulurkan tangannya ke belakang, di situ dia mendapatkan bahwa di balik handuk itu aku sudah tidak mengenakan celana dalam lagi. Tanpa diminta lagi dia sendiri membuka lagi daster tidur sekaligus juga celana dalamnya sendiri untuk bersama-sama telanjang bulat naik ke tempat tidur.

Wanita berwajah cantik diusianya mencapai 32 tahun ini memang sudah mekar tubuhnya, tapi tubuhnya masih cukup kencang lagi mulus sehingga montoknya berkesan sexy yang punya daya tarik tersendiri. Dan aku juga jujur mengatakan bahwa aku merindukan kemontokannya, karena baru saja melihat dia terbuka sudah langsung terangsang gairah kelelakianku. Sebab dia belum lagi merebah penuh, masih duduk di tengah pembaringan untuk mengurai gelung rambutnya, sudah kuburu tidak sabaran lagi. Kusosor sebelah susunya, sebelah lagi kuremas-remas gemas, dengan rakus mulutku mengenyot-ngenyot bagian puncaknya, mengisap, mengulum dan menggigit-gigit putingnya.

"Ehngg.. Gelli Soon.. Iya, iya, nanti Tante kasih.. Deh.. " merengek kegelian dia karena serangan mendadakku.
"Abis gemes sih Tan.. " sahutku cepat dan kembali lagi menyerbu bagian dadanya.

Melihat begini Tante Juliet mengurungkan merebahkan badannya, untuk sementara bertahan dalam posisi duduk itu seperti tidak tega menunda ketidaksabaranku. Air mukanya berseri-seri senang, sebelah tangannya membelai-belai sayang kepalaku dan sebelah lagi lurus ke belakang menopang duduknya, ditungguinya aku melampiaskan rinduku masih pada kedua susunya yang montok dan besar itu.

Seperti anak kecil yang asyik sendiri bermain dengan balonnya, begitu juga aku sibuk mengerjai bergantian kedua daging bulat gemuk itu untuk memuaskan lewat rasa mulut dan remasan gemasku. Sampai berkecapan suara mulut rakusku dan sampai meleyot-leyot terpencet, terangkat-angkat dan jatuh terayun-ayun, membuat Tante Juliet kadang meringis merintih atau merengek mengerang saking kelewat gemas bernafsu aku dengan keasykanku, tapi begitupun dia tidak mencegah kesibukanku itu. Baru setelah dirasanya aku mereda, diapun bersiap-siap untuk memberikan tuntutan kerinduanku yang berikutnya.

Ini karena dilihatnya aku sudah cukup puas bermain di atas dan sudah ingin berlanjut ke bawah, yaitu sementara mulutku masih tetap sibuk tapi tangan yang sebelah mulai kujulurkan meraba selangkangannya, segera Tante Juliet pun merubah posisi untuk memberi keleluasaan bagiku. Tubuhnya direbahkan ke belakang sambil meluruskan kedua kakinya yang duduk terlipat menjepit selangkangannya, langsung dibukanya sekali agar aku bisa mencapai vaginanya. Mulutku masih terus mengejar menempel di sebelah susunya tapi tanganku sekarang sudah bisa memegang penuh bukit vaginanya. Bukit daging tebal setangkup tanganku yang ditumbuhi bulu-bulu keriting halus ini langsung kuremas-remas gemas, darah kelelakianku pun tambah mengalir deras.

Keasyikan yang baru menarik perhatian baru juga, berpindah dulu aku ke tengah selangkangannya yang kudesak agar lebih mengangkang sebelum kutarik kepalaku dari susunya. Tante mengira aku sudah akan mulai memasukinya, dia sempat menyambar batangku yang sudah tegang dan melocok-locok dengan tangannya sebentar. Seperti ingin lebih mengencangkan lagi tapi ada terasa bahwa dia juga merindukan batangku, bisa terbaca dari remasan gemasnya yang menarik-narik penisku.

Begitu posisiku terasa pas, aku pun memindahkan mulutku turun menggeser ke bawah dengan cara menciumi lewat perutnya sampai kemudian tiba di atas vaginanya yang terkangkang. Di sini konsentrasiku terpusat dengan mengusap-usap dan memperhatikan dulu bentuk vaginanya. Ini untuk pertama kali aku mendapat kesempatan melihat jelas kemaluannya yang sudah pernah tiga kali kumasuki, tapi karena waktunya sempit tidak sempat kulihat dengan nyata.

Betul-betul suatu pemandangan yang merangsang sekali. Bukit segitiga yang menjendul dengan dagingnya yang tebal itu ditumbuhi bulu-bulu yang begitu lebat, tidak cukup menutupi bagian celah lubang yang diapit pipi kanan kirinya. Tepi bukit itu persis seperti pipi bayi yang montok menggembung, saking tebalnya sehingga menjepit bibir vagina hanya terkuak sedikit meskipun pahanya sudah kukangkangkan lebar-lebar. Penasaran kukuakkan bibir vaginanya dengan jari-jariku untuk melihat lebih ke dalam, tapi belum lagi jelas, Tante Juliet sudah menegurku dengan muka malu-malu merengek geli.

"Ahahngg.. Sony mau ngeliat apa di dalem situ sih Son..?" katanya sambil meringis.

Aku tidak menyahut tapi sebelum dia berubah pikiran untuk mencegahku, langsung saja kusosorkan mulutku ke tengah lubang yang baru kukuakkan itu.

"Ssshh Sonyy.. Ahh.. Ammpuunn.. Sonn!"

Betul juga. Tante Juliet menjerit malu, tangannya refleks ingin menolak kepalaku tapi sudah terlambat. Sebab begitu menempel sudah cepat kusambung dengan menjilat dan menyedot-nyedot tengah lubangnya. Adu ngotot berlangsung hanya sesaat karena Tante kemudian menyerah, menganga dengan wajah tegang dia ketika geli-geli enak permainan mulutku mulai menyengat dia.

Untuk berikutnya aku sendiri mulai meresap enaknya mengisap vagina montok yang baru pertama kudapat darinya. Lagi-lagi ada keasyikkan tersendiri, karena tidak seperti dengan milik cewek lain yang pernah tidur denganku, umumnya celah lubang mereka terasa kecil karena tepi kanan kirinya tidak setebal ini. Milik Tante Juliet justru penampilannya kelihatan sempit tapi kalau dikuakan malah jadi merekah lebar dan dalam. Disosor mulutku yang mengisap rakus, seperti hampir tenggelam wajahku di situ dengan pipiku bertemu pipi vaginanya.

Di bagian inipun untuk beberapa lama kupuaskan diriku dengan menyedot menjilat-jilat tengah lubangnya, sesekali menyodok-nyodokkan ujung lidah kaku lebih ke dalam, membuatnya mengejang sampai membusung dadanya. Atau juga menggigit-gigit klitoris, menarik-nariknya serta menjilati cepat membuatnya menggelinjang kegelian. Serupa dengan puting susunya, bagian inipun sudah mengeras tanda dia sudah terangsang naik berahinya, tapi Tante Juliet juga tetap membiarkan aku bermain sepuas-puasnya untuk melampiaskan rinduku. Ketika kurasa sudah cukup lama aku mengecap asyik lewat mulutku dan sudah cukup matang dia kubawa terangsang, barulah aku mulai memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Di sini baru giliran Tante untuk ikut melampiaskan rindunya kepadaku terasa dari sambutannya yang hangat.

Seperti pengalaman yang kuingat, Tante Juliet bukan type histeris dengan gaya merintih-rintih dan menggeliat-geliat erotis, tapi dalam keadaan saat ini tidak urung meluap juga gejolak rindunya lewat caranya tersendiri kepadaku. Yaitu seiring putaran vagina laparnya menyambut masuknya penisku, tubuhku pun ditarik menindihnya langsung didekapnya erat mengajakku berciuman. Yang ini juga sama hangatnya karena begitu menempel langsung dilumat sepenuh nafsunya. Berikutnya kami yang sama saling merindukan seolah tidak ingin melepaskan dekapan menyatu ini.

Seluruh permukaan tubuh depan melekat erat dengan bagian atas kedua bibir saling melumat ketat sedang bagian bawah kedua kemaluan pun bergelut hangat. Aku yang memainkan penisku memompa keluar masuk diimbangi vaginanya yang diputar mengocok-ngocok. Ini baru namanya bersetubuh atau menyatukan tubuh kami, karena hampir sepanjang permainan kami melekat seperti itu. Hanya sekali kami menunda sebentar untuk menarik nafas dan kesempatan ini kupakai dengan mengangkat tubuhku dan melihat bagaimana bentuk wanita montok dalam keadaan sedang kusetubuhi ini. Ternyata suatu pemandangan yang mengasyikkan sekaligus makin melonjakkan gairah kejantananku. Di bawah kulihat vaginanya diputar bernafsu, seolah kesenangan mendapat tandingan yang cocok dengannya.

Memperhatikan vagina di bawah itu bagaikan mulut bayi berpipi montok yang kehausan menyedot-nyedot botol susunya sudah menambah rangsangan tersendiri, apalagi melihat keseluruhan goyangan tubuh Tante Juliet. Seluruh daging tubuhnya ikut bergerak teristimewa kedua susunya yang berputaran berayun-ayun tambah menaikkan lagi rangsang kejantananku, sampai aku tidak tahan dan kembali turun menghimpit dia karena sudah terasa akan tiba di saat ejakulasiku. Pada saat yang sama Tante Juliet juga sudah merasa akan tiba di orgasmenya, dia yang mengajak lebih dulu dengan menyambung lumatan bibir tadi untuk menyalurkannya dalam permainan ketat seperti ini.

"Hghh ayyo Soon.. Nnghoog.. Hrrhg.." dengan satu erang tenggorokkan dia membuka orgasmenya disusul olehku hanya selang beberapa detik kemudian.

Kami sama mengejang dan sempat menunda sebentar ketika masuk di puncak permainan, tapi segera berlanjut lagi melumat dengan lebih ketat seolah saling menggigit bibir selama masa orgasme itu. Baru setelah mereda dan berhenti, yang tinggal hanya nafas turun naik kelelahan dan tubuh terasa lemas. Cukup luar biasa, karena meskipun tidak berganti posisi atau gaya tapi permainan terasa nikmat dengan akhir yang memuaskan. Malah seluruh tubuh sudah terasa banjir keringat saking serunya berkonsentrasi dalam melampiaskan kerinduan lama kami. Untuk itu aku begitu melepaskan diri hanya duduk di sebelahnya agar keringat di punggungku tidak membasahi sprei tempat tidur.

"Gimana Son rasanya barusan..?" Tante Juliet mengujiku sambil tangannya mengusap menyeka-nyeka keringat di punggungku. Aku berputar menghadap dia.
"Makanya Sony tadi ngotot minta, soalnya udah yakin duluan memek montok Tante ini bakal ngasih enak.. " jawabku dengan meremas mencubit-cubit vaginanya.
"Udah enak, puas lagi.. Tapi Tante sendiri, gimana rasanya sama Sony?" balik aku bertanya padanya. Mendapat pujianku air mukanya bersinar senang, ganti dia memujiku.
"Sama kamu sih nggak usah ditanya lagi, Son. Dulu aja kalau nggak sayangin kamu masih muda sekali, udah mau terus-terusan Tante ngajakin kamu."
"Oya? Kok tadi diajak masih kayak ogah-ogahan?"
"Bukan ogah-ogahan, tapi takut ketagihan sama Sony.." jawabnya bercanda sambil tertawa.
"Kalau tante mau, Sony mau kok married ama tante.." kataku.
"Akh.. Apa Son.. Kamu becanda ya.. Tante kan udah punya suami.." katanya.
"Tante nggak usah bohong deh.. Mas Fadli kan nggak bisa normal lagi tante.. Sony tahu kalau Mas Fadli sekarang punya penyakit impoten.. Ya kan tante.." kataku.
"Kamu tahu darimana Son.. Tapi tante akui kalau Mas Fadli nggak bisa bikin tante puas.." katanya sambil menangis.
"Nah.. Gimana tante suka kan ama Sony.. Selama ini hubungan Sony dengan cewek-cewek lain itu hanya sekedar fun aja kok tan.. Sony sebenarnya cinta ama tante dari pertama pertemuan kita dulu.." kataku sambil mengecup bibirnya.
"Son.. Benarkah ucapanmu itu.. Sony benar mencintai tante yang udah tua ini..?" tanyanya.
"Ya tante, Sony cinta ama tante dan Sony mau married ama tante.." kataku sambil meluk tubuh dia.
"Oh.. Son.. Tante juga suka ama kamu.." katanya sambil memeluk tubuhku.
"I Love You Juliet.." kataku.
"I Love You too Sony.." katanya.

Lalu, kami berpelukan erat dan bahagia menyertai kami berdua.

Tamat




Tetanggaku nakal - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Suatu ketika rumahnya sedang kosong cuma tinggal Tante Juliet bertiga dengan anak asuhnya yang masih berumur 3 tahun dan pembantunya. Tante Juliet meneleponku untuk meminta tolong membetulkan kran kamar mandinya. Tentu saja kupenuhi karena aku baginya sudah dianggap seperti keluarga di rumahnya dengan sendirinya cepat saja kupenuhi permintaan itu. Aku datang dengan segera tapi kran rusak ternyata hanya alasan saja melainkan diminta untuk menemani sambil membantu memijiti kakinya yang katanya sedang kram. Di ruang tengah Tante waktu itu duduk di sofa panjang sedang menonton acara telenovela di televisi.

"Abis kalo nggak pake alesan betulin keran nanti nggak enak didengar keluargamu. Sini dong Son, Sony bisa bantuin mijetin kaki Tante, nggak? kaki Tante agak keram sedikit.." begitu katanya menyambutku dan langsung meminta bantuanku.

Aku mengangguk dan mendekat berlutut di depannya akan mulai memijit sebelah kakinya di bagian bawah tapi rupanya bukan di situ.

"Oo bukan di situ Son.. Di sini, di selangkangan ini. Nggak apa ya Tante begini, nggak usah kikuk, Sony kan udah kayak anak Tante sendiri. " katanya sambil menyingkap roknya ke atas menunjukkan daerah yang harus kupijit yaitu di selangkangan pahanya.

Tidak tanggung-tanggung, rok itu disingkap sampai di atas celana dalamnya sehingga mau tak mau terpandang juga gundukan vaginanya menerawang dari balik kain tipis celana dalamnya itu. Tentu saja, biarpun sudah dipesan lebih dulu agar aku tidak usah kikuk-kikuk, tidak urung mukaku langsung berubah merah malu dengan pemandangan yang seronok ini. Tante seperti tidak mengerti apa yang kurasakan, dia menyuruh aku mendekat masuk di tengah selangkangannya dan mengambil kedua tanganku, meletakan di masing-masing paha atasnya persis di tepi gundukan bukit vaginanya. Dia minta bagian yang katanya sering pegal itu kutekan pelan-pelan dan waktu kumulai agak bergetaran juga tanganku mengerjainya sementara Tante Juliet memejamkan matanya pura-pura menikmati pijitanku. Padahal sungguh, aku sama sekali tidak tahu bahwa aku sedang diperangkap olehnya.

"Iya di situ sering pegel Son, tapi ntar dulu.. Kurang pas yang itu, Tante naikin kaki dulu.. Ya.. "katanya. Berikutnya dengan alasan kurang puas Tante menaikan kedua telapaknya ke atas tepi sofa di mana dia sekarang minta aku memijit lebih ke dalam lagi sehingga boleh dibilang aku hanya memijit-mijit otot seputar kemaluannya saja. Pikiranku mulai terganggu karena bagaimanapun meremas-remas tepi bukit yang sedang terkangkang menganga ini mau tidak mau membuat nafasku memburu juga. Maklum, meskipun masih remaja tapi aku sudah kenal tidur dengan perempuan sehingga jelas mengenal rasa yang bisa diberikan bukit menggembung di depanku. Apalagi dalam pemandangan yang merangsang seperti ini. Nah, di tengah-tengah kecamuk lamunan seperti ini Tante semakin jauh menggodaku.

"Ngomong-ngomong Sony udah pernah maen ama cewek, belum?" katanya agak genit.
"Ngg.. Maen cewek maksud Tante pacaran?" kataku balik bertanya pura-pura tidak mengerti.
"Maksudnya tidur sama cewek, ngerasain ininya," katanya sambil menunjuk vaginanya.

Ditanya begini wajahku merah lagi, jadi gugup aku menjawab, "Ngmm.. Belum pernah Tan.." jawabku berbohong. Mungkin aku salah menjawab begini karena kesempatan ini justru dipakai tante makin menggodaku.

"Ah masak sih, coba Tante pegang dulu.." begitu selesai bicara dia sudah menarikku lebih dekat lagi dengan menjulurkan kedua tangannya, satu dipakai untuk menggantol di leherku menahan tubuhnya tegak dari sandaran sofa, satu lagi dipakai untuk meraba jendulan penisku.

"Tante pengen tau kalo bangunnya cepet berarti betul belum pernah.." lanjutnya lagi.

Entah artinya yang sengaja dibolak-balik atau memang ini bagian dari kelihaiannya membujukku, namanya aku masih berdarah muda biarpun sudah terbiasa menghadapi perempuan tapi dirangsang dalam suasana begini tentu saja cepat batangku naik mengeras. Kalau sudah sampai di sini sudah lebih gampang lagi buat dia.

"Wihh, memang cepet bener bangunnya.. Tapi coba Son, Tante kok jadi penasaran kayaknya ada yang aneh punyamu.." katanya tanpa menunggu persetujuanku dia sudah langsung bekerja membuka celanaku membebaskan penisku. Aku sulit menolak karena kupikir dia betul-betul sekedar penasaran ingin melihat keluarbiasaan penisku. Memang, waktu batangku terbuka bebas matanya setengah heran setengah kagum melihat ukuran penisku.

"Buukan maen Sonyy.. Keras banget punyamu.." katanya memuji kagum tapi justru melihat yang begini makin memburu niatnya ingin cepat menjeratku.
"Tapi masak sih yang begini belum pernah dipake ke cewek. Kalo gitu sini Tante kenalin rasa sedikit, deket lagi biar bisa Tante tempelin di sini.." lanjutnya, lagi-lagi tanpa menunggu komentarku dia memegang batangku dan menarikku lebih merapat kepadanya.

Apa yang dimaksudkannya adalah dengan sebelah tangan bekerja cepat sekedar menyingkap sebelah kaki celana dalamnya membebaskan vaginanya, lalu sebelah lagi membawa penisku menempelkan kepala batangku di mulut lubang vaginanya. Di situ digosok-gosokannya ujung penisku di celah liangnya beberapa saat dulu baru kemudian menguji perasaanku.

"Gimana, enak nggak digosok-gosokin gini?" katanya tambah super genit.

Tentu, jangan bilang lagi kalau sudah begini aku yang sudah tegang dengan sinar mata redup sudah sulit untuk melepaskan diri, berat rasanya menolak kesempatan seperti ini. Aku cuma mengiyakan dengan mengangguk dan Tante Juliet meningkat lebih jauh lagi.

"Kalo gitu Sony yang nyoba sendiri biar bisa tahu gimana rasanya, tapi tunggu Tante buka aja sekalian supaya nggak ngalangin.." lanjutnya dengan cepat melepas celana dalamnya untuk kemudian kembali lagi pada posisi mengangkangnya.

Menggosok-gosokan sendiri ujung kepala penisku di mulut lubang vaginanya yang menganga tambah membuatku semakin tegang dalam nafsu, tapi untuk menyesapkan masuk ke dalam aku masih tidak berani sebelum mendapat ijinnya. Padahal itu justru yang diinginkan tante hanya saja mengira aku benar-benar masih hijau dia masih memakai siasat halus untuk menyeretku masuk.

"Ahh.. Kedaleman gosokinnya.." katanya menjerit geli memaksudkan aku agak terlalu menusuk. Padahal rasanya aku masih mengikuti sesuai anjurannya, tapi ini memang akal dia untuk masuk di siasat berikut, "Tapi gini, supaya nggak keset sini Tante basahin dulu punyamu. " katanya mengajak aku bangun berdiri.

Kali ini apa yang dimaksudkannya adalah dia langsung mengambil penisku dan mulai menjilati seputar batangku, sambil sesekali mengulum kepalanya. Kalau sudah sampai di sini rasanya aku bisa menebak ke mana kelanjutannya. Dan memang, ketika dirasanya batangku sudah cukup basah licin dia pun menarik lagi tubuhku berlutut dan kembali memasang vaginanya siap untuk kumasuki. Dalam keadaan seperti itu aku betul-betul sudah buntu pikiranku, terlupa bahwa dia adalah istri dari Mas Fadli-kakak angkatku. Rangsangan nafsu sudah menuntut kelelakianku untuk tersalurkan lewat dia.

Sehingga sekalipun Tante Juliet tidak lagi menyuruh dengan kata-katanya, aku sudah tahu apa yang akan kulakukan. Ujung penis mulai kusesapkan di lubang vaginanya segera kuikuti dengan gerakan membor untuk menusuk lebih dalam. Tante sendiri meskipun mimik mukanya agak tegang, dia ikut membantu dengan jari-jari tangannya lebih menguakkan bibir vaginanya menjadi semakin menganga, untuk lebih memudahkan usaha masuk batangku. Tapi baru saja terjepit setengah, tiba-tiba Jul anak asuhnya datang mengganggu konsentrasi teristimewa bagi Tante Juliet. Si kecil yang belum mengerti apa-apa ini naik ke sofa langsung menunggangi perut Tante seolah-olah ingin ikut bergabung dengan kami.

"Nanti dulu Dek, Mama lagi dicuntik Mas Sony.. Adek maen dulu sana, ya?" agak kerepotan Tante membujuk SonJul untuk menyingkir dan kembali bermain, sementara aku sendiri tetap sibuk membor dan menggesek keluar masuk penisku untuk menanam sisa batang yang masih belum masuk. Di atas dia repot meredam kelincahan SonJul, sedang di bawah dia juga repot menyambut batangku. Sesekali merintih memintaku jangan terlalu kuat menyodokkan penisku.

"Aashh.. Sonn.. Pelan Son.. Memek mama sakit.. Jangan dicuntik keras-kerass.." erangnya.

Untung berhasil Tante Juliet membujuk SonJul tepat pada saat seluruh batangku habis terbenam. Lega wajahnya ketika SonJul sudah mau turun kembali bermain.

"Naa, sekarang Mama Adek mau maen sama Mas Sony dulu, ya? Ayo Mas Son.. Pindah ke bawah dulu, Mama Adek juga pengen ikutan ngerasain enaknya.. " Tanpa melepas kemaluan masing-masing kami pun berpindah ke karpet, Tante Juliet yang di bagian bawah. Di situ begitu posisi terasa pas kami segera menikmati asyik gelut kedua kemaluan denganku memompa dan Tante Juliet mengocok vaginanya.

Nikmat sanggama mulai meresap dan meskipun di tengah-tengah asyik itu SonJul juga sering datang mengganggu, tapi kami sudah tidak peduli karena masing-masing sedang berpacu menuju puncak kepuasan. Dan ini ternyata bisa tercapai secara bersamaan. Agak terganggu dengan adanya SonJul lagipula suasana kurang begitu bebas, tapi toh cukup memuaskan akhir permainan itu bagi kami berdua. Kelanjutan hubungan kami memang sulit mencari kesempatan yang lowong seperti itu lagi. Setelah yang pertama ini masih sempat dua kali kami melakukan hubungan badan tapi kemudian terputus.

Ada satu keasyikan tersendiri yang kurasakan jika sedang bercinta dengan Tante Juliet yang bertubuh montok ini. Enak rasanya bergelut dengan daging tebalnya, seperti menari-nari di atas kasur empuk berbantalkan susunya yang juga montok dan besar itu. Rasanya dalam sejarah percintaanku dengan para wanita yang kesemuanya cantik-cantik lagi berlekak-lekuk padat menggiurkan, maka cuma dengan dia satu-satunya yang berbeda. Tapi, inilah yang kusebut asyik tadi. Aku sama sekali tidak merasa menyesal dan justru selalu merindukan untuk mengulang kenangan bersama dia, hanya saja kesempatan sudah sulit sekali untuk didapat.

Kesempatan kali keempat kudapat tiga tahun setelah itu yaitu ketika aku diminta mengantar Tante Juliet untuk menghadiri upacara perkawinan seorang keluarga mereka di Las Vegas. Waktu itu rencananya aku hanya mengantar saja dan setelah acara selesai akan pulang langsung ke LA ke tempat kuliahku, tapi rupanya Tante Juliet berubah pikiran ingin pulang menumpang lagi denganku. Mau tak mau aku pun berputar melewati Washington, DC untuk mengantarkan Tante Juliet ke rumahnya dulu sebelum ke LA. Tante memang rupanya tidak ingin berlama-lama dalam kunjungannya, itu sebabnya SonJul tidak diajak serta dan ditinggal bersama pembantu serta suaminya di rumah.

Begitu, dalam perjalanan yang cuma kami berdua di mobil kami pun ngobrol dengan akrab, dengan Tante Juliet yang lebih banyak bertanya-tanya tentang keadaanku sementara aku sendiri sibuk mengemudi. Sampai kemudian menyinggung tentang kegiatan seksku, Tante Juliet memang bisa menduga bahwa aku tentu sudah banyak pengalaman galang-gulung dengan perempuan.

"Ngomong-ngomong soal kita dulu kalo sekarang Sony udah kenal banyak cewek cakep pasti kamu nyesel kenapa bikin gitu sama Tante waktu hari itu, ya nggak Son?"
"Nyesel sih enggak Tan, gimanapun kan Tante yang pertama kali ngenalin rasa sama Sony. Apalagi Sony juga punya kenangan manis dari Tante.." jawabku menyinggung hubungan intimku waktu itu dengannya.
"Tapi itu kan duluu.. Sekarang dibanding-bandingin sama kenalan-kenalanmu yang lebih muda pasti kamu mikir-mikir lagi, kok mau-maunya aku sama Tante model gitu. Itupun waktu dulu, sekarang apalagi.. Tambah nggak nafsu liatnya, ya nggak?" Aku langsung menoleh dengan tidak enak hati.
"Jangan bilang gitu Tan, Sony nggak pernah nyesel soal yang dulu. Malah kalo masih boleh dikasih sih sekarang pun Sony juga masih mau kok."
"Jangan menghibur, ngeliat apanya sama Tante kok berani bilang gitu?"
"Lho kenyataan dong.. Tante emang sekarang gemukan tapi manisnya nggak kurang. Malah tambah ngerangsang deh.." jawabku memuji apa adanya.

Karena memang, sekalipun dia sekarang terlihat lebih gemuk dibanding dulu tapi wajahnya masih tetap terlihat manis.

"Ngerangsang apanya Son?" tanyanya penasaran.
"Ya ngerangsang pengen dikasih kayak dulu lagi. Soalnya tambah montok kan tambah enak rasanya." jawabku dengan membuktikan langsung meraba-raba buah dadanya yang besar itu, Tante Juliet langsung menggelinjang kegelian.
"Aaa.. Kamu emang pinter ngerayu, bikin orang jadi ngira beneran aja." katanya mencandaiku.
"Lho Sony serius kok, kalo masih kepengen ngulang sama Tante. Makanya tadi Sony nanya, kalo emang masih boleh dikasih sekarang juga Sony belokin nyari hotel, nih?" Lagi-lagi dia tertawa geli mendengar candaku.
"Yang bilang nggak boleh siapa. Tapi dikasiHPun kamu pasti nggak selera lagi, kan percuma."
"Ya udah, kalo nggak percaya.. Tapi ngomong-ngomong sebentar lagi udah gelap, Sony lupa kalo lampu mobil kemaren mati sebelah belum sempat diganti. Gimana kalo kita nyari hotel aja Tan, besok baru terusin lagi." kataku mengajukan usul karena kebetulan memang lampu mobilku padam sebelah. Sebetulnya ada cadangan tapi ini kupakai alasan untuk mengajaknya menginap.
"Duh kamu kok sembrono sih Son.. Ayo cari penginepan aja kalo gitu, dipaksa nerusin nanti malah bahaya di jalan.."

Bersambung . . .




Terbang ke awang-awang - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Ciuman dan kuluman kami lama lama berubah menjadi napsu yang mulai membakar kami berdua, tanganku mulai meraba dan meremas kedua payudara tante Mira, ciumanku turun dan mencumbu lehernya
"Ah.. Ferry, kamu memang pintar sayang" kata tante Mira sambil jari-jarinya meremas-remas rambut kepalaku dan meraba-raba punggungku.
Cumbuanku turun menuju kedua payudaranya dan kucumbui dengan mesar kedua payudaranya, kukulum dan kusedot serta kujilat kedua puting itu bergantian sambil tanganku tak henti-hentinya meremas dan memainkan puting dan payudara tante Mira bergantian dan saling mengisi.

Setelah agak lama aku bermain di payudaranya kulihat kedua paha tante Mira saling behimpitan dan digesek-gesekannya sendiri, melihat itu tanganku turun menuju paha tante Mira yang langsung dibukanya yang menandakan dia ingin agar vaginanya juga dijamah. Kubelai lembut bibir vagina tante Mira yang disusul dengan erangan tante Mira yang dari tadi hanya mendesah-desah saja
"Akhh.. jangan hanya dibelai dang sayang, aku ingin yang lebih, biar aku bisa merasakan seperti tadi" kata tante Mira merajuk.
Mendengar perkatan tante Mira, cumbuanku perlahan turun menghampiri vagina tante Mira sambil lidahku terus menari-nari ditubuhnya seperti mandi kucing, kujilati semua permukaan tubuhnya
"Akhh Fer, lidah kamu.. akh.. geli Fer.. akh.. enak" ceracau tante Mira tak karuan.

Sampai akhirnya lidahku di vagina tante Mira yan sudah basah, dan karena memang aku paling menyukai permainan oral yang menurutku bisa memberikan sensasi yang luar biasa bagi yang mengoral dan yang dioral. Langsung kucumbu bibir vaginanya seperti orang sedang ciuman, dan kumainkan lidahku dengan menusuk-nusukkan lidahku kedalam lubang kenikmatan tante Mira yang semakin membuat tante Mira kelojotan
"Ohh.. Fer akh.. nikmat sekali rasanya.. uhh.. lidah kamu benar-benar hebat" kata tante Mira sambil meremas-remas rambutku dan menekan-nekan kepalaku agar lidahku lebih masuk kedalam.
Tanganku tak tinggal diam, yang satu meremas dan meraba kedua payudara tante Mira bergantian dan yang satu lagi bergantian dengan lidahku, jika lidahku sedang bermain dengan klitorisnya jari-jarikun menggantikan lidahku untuk menusuk-nusuk liang vagina tante Mira dan jika lidahku sedang bermain dengan vaginanya jari-jariku bermain dengan klitoris tante Mira terus bergantian sampai vagina tante Mira yang sudah basah bertambah basah, dan dengan napsu aku sedot dan jilat semua cairan yang keluar dari vaginanya sampai bersih dan kukocok-kocok lagi dengan lidah dan jariku sampai basah lagi dan kusedot dan kujilat lagi terus sampai akhirnya kudengar jeritan dari tante Mira
"Akhh Ferry tante sudah nggak kuat lagi, tante mau dapet lagi Fer.. okhh" jerit tante Mira dan bersamaan dengan itu tubuhnya bergetar lagi bahkan lebih keras dari yang tadi, tangan yang tadinya meremas-remas rambutku berubah menjadi jambakan dan dorongan supaya kepalaku lebih menekan kevaginanya.

Wajahku disapu-sapukan keseluruh permukaan vaginanya secara acak karena dia sendiri tidak dapat menahan ledakan orgasme yang sedang dirasakannya. Beberapa menit kemudian tante Mira mulai tenang walaupun napasnya masih berburu tapi dia sudah lebih tenang dan memejamkan matanya, kulepaskan cumbuanku dari vagina tante Mira sambil sebelumnya kukecup lembut vagina yang sekarang makin memerah karena tadi dengan wajahku digosok-gosok oleh tante Mira. Sebelum tante Mira tersadar dari buaian orgasme kuatur posisiku dan mulai kutusukkan penisku dengan lembut kedalam vagina tante Mira, dan ketika kepala penisku masuk kedalam lubang vaginanya tante Mira melenguh dan menengadahkan kepalanya keatas sambil tubuhnya terakat dan kulihat dia menggigit bibir bawahnya sendiri
"Sakit tante? kalo sakit aku cabut" kataku lembut disamping telinganya sambil agak sedikit mencabut penisku yang langsung ditahan oleh tangan tante Mira yang memegang belakang pantatku
"Jangan Fer. Pelan-pelan saja ya, aku sudah lama tidak begini, jadi agak sakit" kata tante Mira sambil menatap mataku lembut, dan kubalas tatapannya dengan mesra dan senyuman sambil mengecup bibir tante Mira.

Sedikit-sedikit kutekan panisku dengan lembut masuk kedalam vagina tante Mira sambil kukocok pelan agar vagina tante Mira mengeluarkan cairan agar lebih basah. Setiap kali kudorong penisku masuk kedalam vaginanya tante Mira melenguh dan semakin erat memelukku, seakan dia ingin merasakan gesekan yang terjadi di dalam tubuhnya, akhirnya penisku masuk semua kedalam vagina tante Mira, kudiamkan sejenak agar tante Mira bisa lebih santai dan dapat lebih menikmati permainan yang akan dimulai. Perlahan aku mulai mengocok penisku yang diiringi oleh desahan dan lenguhan tante Mira yang mulai menikmati permainan kita dan mulai bisa mengikuti irma kocokanku dengan mulai menggoyang pinggulnya
"Oh sayang, kamu pintar sekali bisa memberikan kenikmatan yang sudah lama tidak tante dapatkan. Oh sayang, rasanya tante mau orgasme lagi.. oh sayang nikmat sekali" kata tante Mira sambil menatapku dengan mesra dan manja, lalu tubuhnya mulai begetar dan pelukkannya bertambah erat.

Kucium bibir tante Mira yang langsung dibalas dengan ciuman liar dan diselingi teriak-teriakan kecil, seketika itu juga kupercepat kocokan penisku didalam vagina tante Mira serta kucumbu lehernya dan kedua payudaranya bergantian yang membuat tubuh tante Mira makin begetar, rambutku dijabakinya lagi dan wajahku digosok-gosok kepayudaranya sambil mulutnya tak henti-hentinya menjerit-jerit. Mungkin tante Mira sudah lama tidak merasakan cumbuan seorang pria dan sudah sekian lama pula memendam persaan napsu yang ada dalam dirinya sehingga dia cepat sekali nemdapatkan orgasmenya. Beberapa menit tubuh tante Mira bergetar dan menggelepar-gelepar kepalanya digoyangkan kekiri dan kekanan hingga akhirnya dia bisa tenang kembali dan kocokan penisku juga menjadi pelan agar dia bisa menarik nafas
"mm.. terima kasih sayang, enak sekali tadi, rasanya aku terbang keawang-awang dan kamu sebagai pilotnya" kata tante Mirasambil tersenyum padaku, kulihat keringat membasahi kening dan wajahnya, kuambil tissu yang ada dipinggir tempat tidur dan kuusap keringat yang ada diwajah dan keningnya sabil terus mengocok penisku dengan lembut
"Masih mau lagi sayang?" tanyaku. Dan dia hanya mengangguk setuju
"Dari belakang ya?" kataku lagi sambil membuang tissu bekas keringat tadi.

Dan kuatur posisiku dan posisi kaki tante Mira agar dia bisa berputar tanpa haru melepaskan penisku dari lubang vaginanya, yang rupanya memberikan sensasi sendiri bagi tante mira pada saat dia berputar karena dia bisa merasakan penisku didalam vaginanya
"Akh.. rasanya geli sekali tadi seperti ada yang menggelitik dinding vaginaku" kata tante Mira manja sambil tersenyum.
Setelah posisi doggy sudah pas, aku mulai mengocok penisku lagi sambil kurengkuh kedua payudara yang menggantung di dadanya dengan salah satu tanganku, kuremas dan kumainkan putingnya. Tanganku yang satulagi sambil memeganggi pinggul tante Mira jari-jariku masuk kedekat bibir vagina dan mencari klitoris tante Mira, lalu ku mainkan klitorisnya dari belakang
"Akhh.. Ferry, kamu benar-benar gila dan nakal, okhh.. stop sayang jangan begini, ahh.. kalo begini tante ga kuat oh.. stop sayang stop" pinta tante Mira padaku dan tidak aku perdulikan lagi karena akupun sedang berpacu dengan napsuku yang aku rasakan akan segera meledak
"Okhh.. tante aku mau keluar tante ahh.. enak sekali" kataku pada tante Mira
"Akhh.. tante juga sayang akh.. kita sama sama ya" balas tante Mira.
Lalu kucabut penisku dan kubalikkan tubuh tante Mira lalu kuangkat kakinya dan kutaruh dipundakku lalu kudorong penisku agak keras masuk kedalam vaginanya lagi
"Akh.. permainanmu benar-benar hebat sayang" kata tante Mira yang sudah tidak aku hiraukan lagi.

Kukocok dan kukocok penisku dengan cepat dan keras diiringi erangan dan jeritan tante Mira yang tak lama kemudian tubuhnya bergetar dan menggelepar-gelepar ketika mendapatkan orgasmenya lagi untuk kesekian kalinya sambil tangannya meremas tanganku yang sedang meremas-remas kedua payudaranya, yang tak lama kemudian aku susul dengan semprotan sperma dari penisku kedalam vagina tante Mira sehingga tubuh kami sama-sama bergetar dan menggelepar-gelepar dan sama-sama mengerang dan menjerit
"Akhh.. tante aku keluar tante akhh.. enak sekali" kataku
"Akhh.. iya sayang tante juga akhh.. nikmat sekali oh enak sekali rasanya" balas tante Mira.
Lalu kuciumi bibir tante Mira dengan buas sambil mengocok penisku untuk merasakan sisa-sisa kenikmatan yang baru saja kami rengkuh. Kurebahkan tubuhku kesamping tante Mira, kami berdua saling memejamkan mata mengingat-ingat kenikmatan yang baru saja kami dapatkan sambil mengatur nafas kami. Beberapa saat keheningan menyelimuti kamar kami, dan ketika nafasku sudah teratur aku membuka mata dan kulihat tante Mira masih memejamkan mata sambil mengatur nafasnya yang masih memburu. Kuhampiri dia dan kukecup kening, pipi dan bibirnya lalu dia membuka matanya
"Tante hebat sekali bisa kuat sampai berkali-kali" kataku pada tante Mira
"Ah.. kamu juga hebat bisa membuat tante mengalami orgasme sampai berkali-kali" jawab tante Mira dan kamipun berdua saling tersenyum dan tertawa, dan kupeluk dia dari samping dan sekali lagi kukecup pipinya dan kami memejamkan mata kami lagi beristirahat.

Setelah beristirahat kami masuk kekamar mandi berdua untuk mandi dan saling membersihkan, dan ketika membersihkan penisku tangan tante Mira mengocok-ngocok penisku sehingga penisku berdiri tegak lagi, lalu dibersihkannya busa sabun yang ada dipenisku dengan air shower dan dikecupnya kepala penisku
"mm.. tapi tante belum sempat merasakan penis kamu dimulut tante, dan sekarang tante ingin merasakannya" kata tante mira dan mendorongku agar duduk di pinggiran bathtub, lalu dia mulai mengulum dan menjilati seluruh permukaan penisku dari kepala sampai pangkalnya dan kantung kedua bijiku juga diciuminya
"Akhh tante enak tante.. enak sekali" erangku merasakan kenikmatan mulut tante Mira sewaktu dia mengulum dan mengocok penisku didalam mulutnya.
Dan kubelai-belai rambut tante Mira kusibakkan kebelakang agar aku bisa melihat ekspresi wajah tante Mira ketika mengulum dan menjilati penisku. Kulihat bibir dan lidahnya bermain-main dengan hebat dan pintar sekali. Tanganku jadi tidak bisa diam dan kuraih pantat tante mira dan mulai kucari klitorisnya, kumainkan jariku didalam lubang vagina tante Mira yang sudah basah dan ibu jariku memainkan klitorisnya.

Beberapa saat kemudian kurasakan aku akan menyemprotkan spermaku lagi, dan kupercepat kocokan tanganku di vagina dan klitors tante Mira karena aku tidak mau jika aku sampai kluar dulu, dan benar saja tak lama kemudian tante Mira mulai bergetar dan melepaskan kulumannya dipenisku dan mengerang sambil menjerit
"Akhh Feryy.. tante dapet lagi okhh.. kamu memang pintar Fer akhh" kata tante Mira sambil tubuhnya menggelepar-gelepar mendapatkan orgasmenya dan terus kukocok jariku divagina dan klitorisnya.
Setelah dia bisa mengendalikan diri tante Mira langsung meraih penisku dan mengulum serta mengocok-ngocok penisku sehingga sensasi yang kudapat lebih hebat
"Akhh tante aku keluar tante aku keluar akhh" kataku dan tante Mira makin mempercepat kulumannya pada penisku tak lama akupun menyemprotkan spermaku didalam mulut tante Mira.

Ketika aku akan orgasme jariku ikut mengocok lagi vagina dan klitoris tante mira dengan cepat dan ternyata membuahkan hasil, tubuh tante Mira bergetar lagi mendapatkan orgasmenyahanya saja kali ini tidak dengan jeritan dan erangan karena mulutnya langsung menyedot penisku sehingga semua sperma yang muntah dalam mulutnya langsung masuk kedalam kerongkongan tante Mira dan semuanya ditelan tanpa sisa oleh tante Mira, disedot dan dijilatin semua batang penisku sampai bersih tak ada bekas sperma sedikitpun
"Oh.. tante enak sekali oralan tante" kataku sambil tersenyum dan menarik jariku yang basah oleh cairan vagina tante Mira dan kujilati cairan yang ada di jariku
"mm.. abis punya kamu enak sih rasanya, bentuknya juga bagus" kata tante Mira sambil terus mengecup dan menjilati kepala penisku sehingga aku merasakan geli-geli disekitar penisku dan kamipun berdua tersenyum karena satu sama lain saling memuji.

Lalu kami saling membersihkan lagi dan mengeringkan tubuh, lalu kami bersiap-siap untuk keluar karena jam sudah menunjukan pukul 16. 30 dan tante Mira harus kembali kekantor sedangkan aku harus kuliah. Sesampainya dikantor dan memarkirkan mobil tante Mira aku langsung pamit untuk pulang karena harus kuliah. Dan seperti biasa tante Mira menyelipkan uang kedalam saku celanaku hanya saja kali ini didalam amplop yang mungkin sdah disiapkan olehnya entah kapan aku tak tahu. Setelah kami saling berterima kasih dan berjanji untuk tetap saling menghubungi, akupun pulang menggunakan taksi dan tante Mira masuk kedalam kantornya.

*****

Begitulah pengalamanku dengan tante Mira yang sampai sekarang masih tetap berhubungan bahkan lebih dekat lagi, sampai-sampai aku dikenalkan kepada anaknya sebagai saudara jauhnya. Dan kamipun masih sering bercinta setiap waktu. Terima kasih tante Mira untuk semua yang sudah tante berikan pada saya.

Buat seluruh crew RumahSeks, sukses selalu dan semoga akan selalu tetap ada untuk kita-kita. BRAVO.

Tamat




 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald