Kolonel Amri

0 comments

Temukan kami di Facebook
Sebenarnya tidak pernah terjadi apa-apa bila saja aku tidak mempunyai urusan dengan Kolonel Amri, seorang anggota militer yang bertugas di kota tempatku bekerja. Masalahnya adalah secara tidak sengaja mobilku menyenggol bamper belakang mobil Escudonya. Setengah mati rasa takutku, ketika seorang laki-laki kekar dengan pakaian militernya keluar dari mobilnya. Aku pun keluar dari mobil dan langsung meminta maaf, karena aku benar-benar bersalah.

"Maaf Pak, saya benar-benar tidak sengaja," kataku.
"Saya akui saya salah.."
"Kenapa Mas bisa teledor.." katanya dengan nada keras, tapi kemudian dia tersenyum ketika melihat wajahku yang merasa bersalah.
"Saya memang sedang kurang konsentrasi, Pak." kataku kemudian, sambil terus kuperhatikan kerusakan mobil miliknya.
"Tapi baiklah, saya akan menanggung semua perbaikan mobil Bapak."
"Kenapa kurang konsentrasi dalam berkendaraan?"
Pertanyaan yang membuatku gugup dan terkejut. Aku merasa dia mengetahui apa yang sedang kupikirkan pada saat mengendarai mobil tadi. Terus terang saja aku tadi sedang memikirkan suatu masalah besar, masalah yang menyangkut pribadiku. Pikiranku kacau dan kalut semenjak aku dipindah kerja ke kota lain, kota yang jauh sekali dari harapanku.

"Kenapa Mas?"
"Oh tidak Pak," kataku sambil diam sejenak.
"Terus terang saya sedang ada masalah Pak. Saya baru beberapa minggu tinggal di kota ini. Saya kesal dan kecewa di kota ini. Saya tidak punya terman untuk bercerita."
Orang itu hanya memandangku heran. Aku bisa mengerti keheranannya.
"Maksud saya.. saya punya masalah yang sangat pribadi, dimana saya tidak bisa bercerita padasembarang orang." kataku kemudian.
"Oh ya Pak, di mana kita bisa perbaiki mobil Bapak?"
Tapi rupanya dia tidak lagi tertarik dengan perbaikan mobilnya. Sehingga dia tetap mendesakku untuk menceritakan masalah yang kuhadapi saat ini. Aku pun tidak mengerti kenapa dia tertarik dengan masalahku.

"Baiklah Pak, saya akan bicara.." kataku kemudian, sambil kuajak dia ke rumahku yang tak jauh dari tempat kejadian. Dan aku tinggal sendiri di rumah itu. Aku pun baru tahu kenapa dia tertarik dengan masalahku. Dia pun pernah mengalami hal yang sama seperti diriku. Dia pernah mempunyai masalah berat dan sulit yang mengacaukan kehidupannya. Rupanya dia empati dengan diriku.

Mulailah kami berkenalan. Rupanya dia seorang Kolonel, seorang anggota militer, Kolonel Amri namanya. Seperti penampilan anggota militer umumnya, dia memiliki tubuh yang kekar, tegap dan gagah. Wajahnya menurutku sangat ganteng dengan kumis melintang dan rapih di bawah hidung dan berewok yang juga tercukur rapi. Penampilannya begitu sempurna, aku yakin pasti banyak wanita yang tergila-gila padanya. Aku sendiri kagum dan senang melihatnya.

"Saya tadi benar-benar bodoh dan teledor," kataku pada Kolonel Amri.
"Entah kenapa saya tadi seperti tidak melihat mobil Bapak di depan mobil saya."
"Ya.. karena kamu melamun," katanya. "Apa masalahmu, Di? Sehingga kamu benar-benar dalam keadaan seperti itu."

Aku diam sejenak, menimbang-nimbang apakah aku akan menceritakan masalahku padanya. Rupanya Kolonel Amri tahu itu.
"Sudahlah.. ceritakan saja." katanya mendesak diriku, "Kamu juga sudah kenal saya, walau baru sebentar."
"Saya sedang dalam kesulitan, di kota ini saya tidak punya teman pribadi." akhirnya kumulai ceritaku.
"Saya baru saja pindah ke kota ini, dan saya kehilangan seseorang yang baik dalam hidup saya. Dia jauh di seberang lautan. Seorang teman yang mengerti segalanya, seorang sahabat dan juga seorang saudara saya, bahkan kami seperti sepasang kekasih. Dia begitu baik pada saya, dia mencintai dan menyayangi saya. Dan saat ini saya benar-benar rindu ingin bertemu.."

Kolonel Amri hanya tersenyum.
"Saya tahu mungkin Bapak menertawai saya."
"Bukan, saya hanya tidak habis pikir, apakah di kota ini tidak ada wanita seperti dia bahkan lebih baik dan cantik lagi."
Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya.
"Sahabat saya bukan seorang wanita," kataku kemudian dengan nada pelan.

Sekali lagi Kolonel Amri diam, memandang tanpa berkata apa-apa.
"Saya senang dengan sesama jenis, Pak." kataku kemudian.
Kolonel Amri hanya mengernyitkan keningnya dan terlihat begitu terheran-heran.
"Saya sedang dalam keadaan nafsu yang tinggi sekali. Saya ingin berhubungan dengan teman saya. Tadi pagi sudah saya keluarkan dengan cara onani dua kali, dengan harapan bisa meredakan ketegangan yang saat ini sedang saya alami."

Kolonel Amri diam mendengarkan ceritaku, sambil meminum air es yang sudah kusediakan tadi.
"Bagaimana mungkin itu bisa terjadi.. maksudku.. wah aku benar-benar tidak mengerti." kata Kolonel Amri.
"Bagaimana mungkin kamu yang berpenampilan seperti ini menyenangi sesama jenis? Aku lihat kamu cukup gagah, ramah, jantan.. wah aku benar-benar tidak mengerti.
"Itulah yang terjadi pada diri saya," kataku.
Aku pun sudah tidak tahan memandang wajah dan penampilan Kolonel Amri. Penampilannya yang gagah membuat jantungku berdetak kencang, kencang sekali. Setiap senyum dan ucapannya begitu gagah. Pikiranku pun menerawang jauh, jauh sekali. Aku membayangkan aroma tubuh Kolonel Amri, Aku bisa merasakan tubuhnya yang kekar, dan mungkin senjatanya yang..

"Saya senang dengan Bapak, kalau boleh saya cium pipi Bapak.." kataku memberanikan diri.
Kolonel Amri terkejut, raut wajahnya berubah.
"Tidak mungkin," katanya. "Saya tidak seperti itu, dan saya pasti tidak bisa melakukannya."
"Tidak pa-pa Pak, Bapak diam saja, biar saya yang melakukannya," kataku makin berani.
"Ha ha ha.. apa rasanya?"
"Bapak akan tahu nanti.." kukunci pintu rumahku, dan aku pun mulai mendekati Kolonel Amri, dan saat ini sudah duduk di sampingnya.

Kolonel Amri tidak bergeser sedikit pun dan hanya diam saja sambil sesekali tersenyum. Melihat reaksinya yang tidak marah, aku pun mencium pipinya yang hijau karena brewoknya dicukur bersih. Benar-benar aku bisa merasakan aroma kejantanannya, seperti yang sudah kuduga. Sambil terus kucium pipinya, tanganku pun mulai membuka satu persatu kancing bajunya yang ketat itu, di balik bajunya ada kaos ketat hijau menyelimuti tubuh kekarnya.

Kolonel Amri hanya diam dengan semua yang kulakukan. Sepertinya dia ingin tahu, seperti yang dia katakan tadi. Badannya yang kekar sudah tidak lagi terbungkus selembar benang. Bulu-bulu lembut menutupi sekitar dadanya. Kuciumi sekujur tubuhnya yang menyebarkan aroma kejantanannya itu. Ohh.. nikmat sekali, aku belum pernah merasakan tubuh seorang anggota militer. Nikmat sekali rasanya. Benar-benar seorang laki-laki tulen. Sambil kuciumi tubuhnya, tanganku terus beraksi ke bawah, dengan perlahan kubuka ikat pinggang dan reitsleting celananya. Oh besar sekali, tapi rupanya belum menegang, dia masih tertidur. Dan terus kucoba untuk merangsangnya. Rupanya agak sedikit sulit membangunkan senjata ampuhnya itu. Tapi aku terus melakukan gerilya di seluruh tubuhnya, hingga benar-benar tak ada selembar benang pun. Dan aku pun juga melepas satu persatu pakaianku.

Kemudian kuhisap senjatanya yang masih tidur pulas. Besar sekali.. masuk ke dalam mulutku, sambil terus kuhisap daging kenyal itu. Aku mencoba membayangkan besarnya saat bangun nanti. Lama sekali aku mencoba merangsangnya, hingga jari jemariku pun ikut bermain diantara lubangnya, di bawah senjata.

Dengan tanganku itu rupanya senjata ampuhnya mulai bergerak mengeras, sehingga membuat tanganku terus masuk ke dalam lubang anusnya. Rupanya dia merasakan rangsangan di daerah tersebut. Kulihat Kolonel Amri mulai mengerang, menikmati jari tanganku yang keluar masuk ke dalam lubangnya.

Sejalan dengan itu, senjatanya benar-benar menegang maksimal, hingga mulutku agak kesulitan, dan kemudian kukocok dengan tanganku yang lain. "Ohh.. nikmat sekali Adi.. terus lakukan..aku menikmatinya.. teruss.. Ohh.. nikmat sekali.."

Kolonel Amri benar-benar sudah dalam nafsu yang besar. Aku berhasil membangkitkan gairah nafsunya. Dia menikmatinya, ketiga jariku yang masuk ke dalam lubangnya. Dan aku pun terus juga terangsang.

Kemudian dengan izinnya kumasukkan burungku ke dalam lubang Kolonel Amri. Dia menyukainya, diamenyenanginya, dia menikmatinya. Terus kugenjot ke depan dan ke belakang. "Ohh.. kamu membuatku gila.. terus masukkan yang dalam.. teruuss.. ohh nikmat sekali.. terus lih keras lagi.. terus masukkan.."
Sementara burungku pun sudah tak tahan berada di dalam seangkarnya, keluar masuk. Pantatku maju mundur untuk memberi kepuasan pada Kolonel Amri. Aku pun menikmatinya.

"Enak sekali Kolonel.. oh.. oh.. oh.. enak sekali Kolonel.."
Tanganku terus mengocok senjata Kolonel Amri yang besar itu.
"Aku mau keluar.. ohh.. aku mau keluar.. kocok lebih keras lagi.. masukkan lebih dalamlagi.. aku menikmatinya Adi.. Terus Di.. Ohh.. teruuss.. Ohh.. aku keluar.."
Tanganku makin keras mengocok, pantatku makin dalam menembus tubuh Kolonel Amri. Karena aku punbenar-benar sudah tak tahan lagi.

"Croot.. croot.. croot.." Banyak sekali lava putih mengalir dari senjata milik Kolonel Amri. Aku pun tak tahan melihat wajah Kolonel Amri yang begitu menikmatinya, aku pun keluar di dalam tubuh Kolonel. Oh, puas sekali yang kurasakan. Tubuhku pun jatuh lemas di atas tubuh Kolonel Amri. Kami berdua lemas, sementara senjataku masih menusuk di dalam tubuh Kolonel. Tangan Kolonel Amri membelai tubuh dan rambutku.

"Benar-benar nikmat.. belum pernah aku merasakan yang demikan nikmatnya." katanya dengan nafas masih tersengal-sengal, "Kamu orang pertama yang melakukan ini pada saya."
"Terima kasih Kolonel.. saya sangat menikmati tubuh Kolonel. Maafkan saya mebuat Kolonel seperti ini.."
"Sudahlah, yang penting saya menikmati juga.."
"Kita mandi Kolonel," kataku sambil mencabut senjataku dari tubuh Kolonel Amri. Dia pun meringis kesakitan.
Sementara walau pun sudah keluar, senjataku masih tegak berdiri, masih bernafsu memeluk tubuh kekar itu.

Kemudian kami pun mandi berdua. Setelah selesai kuberikan handuk besar padanya, dan Kolonel pun melilitkannya ke pinggang hingga menutupi senjatanya yang besar itu, seperti basoka. Kemudian dia duduk lagi di atas bangku panjang sambil terus memperhatikan aku yang sedang mengelap badan dengan handuk yang lain. Tadinya aku tak tahu kalau Kolonel Amri memperhatikanku, kalau saja dia tidak mulai bicara.

"Badan kamu juga bagus," katanya, "Gempal dan keras. Kenapa burungmu masih juga tegang.."
"Nggak tahu nich.." kataku, "Saya masih nafsu dengan Kolonel."
Aku tertawa kecil dan Kolonel Amri hanya tersenyum.
"Kamu mau lagi?" tanyanya.
Aku terkejut mendengar tawarannya. "Siapa takut," kataku dalam hati. Segera kulempar handukku dan kuhampiri tubuh gagah itu, segera kubuka handuk Kolonel Amri yang menutupi senjatanya. Saat itu pula Kolonel Amri beraksi lebih agresif. Dia juga langsung memeluk dan menghempaskan tubuhku ke lantai. Kali ini dia seperti banteng liar menyambar tubuhku. Dia menciumi seluruh tubuhku, dia juga menghisap burungku, seperti yang kulakukan padanya. Walau tidak terlalu enak hisapannya, karena mungkin belum tahu teknisnya, aku kadang meringis sakit ketika giginya menyentuh daging kenyalku.

Kemudian Kolonel Amri sudah mulai menindih tubuhku. Pantatnya yang bulat berisi kuraba terus kuraba, dan dia mulai memainkan dan menggosok-gosok senjatanya beradu dengan senjataku.

Kolonel Amri terus bernafsu menyerangku, pantatnya naik turun dengan kerasnya. Dia berusaha memasukkan senjatanya yang besar itu ke lubangku, tapi akhirnya dia mengerti bahwa itu tak mungkin. Aku pun bersyukur, karena tak tahu apa yang terjadi bila senjata besar itu menembus tubuhku. Aku sendiri walau seperti ini, tapi belum pernah dimasuki senjata kejantanan laki-laki. Aku selalu takut sakit. Sehingga senjata besar itu hanya bermain di sela-sela pahaku, terus berayun, terus naik dan turun, terus bergoyang di tubuhku.

"Ohh.. aku tak tahan Kolonel.. aku mau keluar.. oohh.. nikmat sekali Kolonel..Terus genjot yang keras Kolonel.. Teruuss.."
Mendengar nafasku yang terus bernafsu, Kolonel Amri makin keras lagi menggoyangkan pantatnya naik dan turun. Bibirnya pun mulai mencium bibirku, hal itu tidak mau dilakukan saat yang pertama. Tapi kali ini dia benar-benar beringas. Dia benar-benar Banteng Jantan!

"Aku juga menikmatinya, Di.." katanya.
Makin keras genjotanya, makin nikmat rasanya. Makin kasar ciumannya makin kunikmati. Permainannya begitu keras dan sedikit kasar khas seorang militer. Tapi aku sangat menikmati, belum pernah kurasakan nikmat seperti ini. Mungkin karena dia seorang militer, sehingga begitu keras dan kasar permainannya. "Ohh.. nikmat sekali.. jantan sekali.."

"Saya keluar Kolonel.."
"Aku juga.. Ohh.. aku keluar.."
"Croot.. croot.. croot.."
Banyak sekali sperma yang tumpah dari senjata milik Kolonel Amri dan juga senjataku, walau pun sudah yang kedua kali.
Kami tidur di lantai sambil terus berpelukan, sampai tidak tahu bahwa hari sudah mulai gelap. Kami pun terus bersahabat, dan setiap saat melakukan permaianan dahsyat itu. Terima kasih Kolonel.

Tamat




Komentar

0 Komentar untuk "Kolonel Amri"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald